• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Sragen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Sragen"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Sragen

1. Letak Geografis dan Administratif

Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sragen, Provinsi Jawat Tengah. Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Kabupaten Sragen terletak pada garis lintang antara 7.15’ dan 7.30’ Lintang Selatan serta 110.45’ dan 110.10’ Bujur Timur106.

Wilayah Kabupaten Sragen bisa dipetakan menjadi wilayah Utara dan wilayah selatan Bengawan Solo. Wilayah utara berupa perbukitan, bagian dari sistem Pegunungan Kendeng. Sedangkan di wilayah selatan berupa pegunungan, lereng dari Gunung Lawu.

Batas-batas Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan b. Sebelah Selatan : Kabupaten Karanganyar c. Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali

d. Sebelah Timur : Kabupaten Ngawi (Propinsi Jawa Timur)

Kabupaten Sragen berada 30 km di sebelah timur Kota Surakarta, sementara jarak ke ibukota provinsi ( Kota Semarang ) sejauh 130 km. Secara administratif, Kabupaten Sragen dibagi menjadi 20 kecamatan dan 208 desa/kelurahan. Untuk mengetahui pembagian wilayah administrasi Kabupaten Sragen dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :

106

Sragen dalam Angka Tahun 2013, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen, Tahun 2014.

(2)

commit to user

Tabel 1. Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sragen Tahun 2014

No. Kecamatan Jumlah desa/Kelurahan

1. Kalijambe 14 2. Plupuh 16 3. Masaran 13 4. Kedawung 10 5. Sambirejo 9 6. Gondang 9 7. Sambungmacan 9 8. Ngrampal 8 9. Karangmalang 10 10. Sragen 8 11. Sidoharjo 12 12. Tanon 16 13. Gemolong 14 14. Miri 10 15. Sumberlawang 11 16. Mondokan 9 17. Sukodono 9 18. Gesi 7 19. Tangen 7 20. Jenar 7 Jumlah 208

Sumber : Buku Sragen dalam Angka Tahun 2014

Berdasarkan tabel di atas, dapat kita ketahui bahwa kecamatan dengan desa/kelurahan terbanyak adalah Kecamatan Plupuh dan Kecamatan Tanon yaitu, sebanyak 16 desa / kelurahan. Sedangkan kecamatan dengan desa / kelurahan paling sedikit adalah Kecamatan Gesi, Kecamatan Tangen dan Kecamatan Jenar yaitu dengan 7 desa / kelurahan.

2. Luas Wilayah

Luas wilayah Kabupaten Sragen tercatat seluas 941,55 km2. Dari luas tersebut seluas 40.182 Ha (42,68%) merupakan lahan sawah dan

(3)

commit to user

53.973 Ha (57,32 %) merupakan lahan bukan sawah. Luas lahan sawah dan tanah kering di Kabupaten Sragen antara lain tercantum dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2. Luas Lahan Sawah dan Tanah Kering di Kabupaten Sragen Tahun 2014 No. Kecamatan Luas (Ha) Jumlah Sawah Pertanian Bukan Sawah Non Pertanian 1. Kalijambe 1.960 1.510 1.226 4.696 2. Plupuh 2.667 0.957 1.212 4.836 3. Masaran 2.926 271 1.207 4.404 4. Kedawung 2.825 686 1.467 4.978 5. Sambirejo 1.488 1.212 2.143 4.843 6. Gondang 2.614 356 1.147 4.117 7. Sambungmacan 2.393 238 1.217 3.848 8. Ngrampal 2.368 174 898 3.440 9. Karangmalang 2.490 389 1.419 4.298 10. Sragen 1.443 92 1.192 2.727 11. Sidoharjo 3.311 1.043 236 4.590 12. Tanon 2.932 520 1.648 5.100 13. Gemolong 2.138 526 1.359 4.023 14. Miri 1.418 2.462 1.501 5.381 15. Sumberlawang 2.131 3.047 2.338 7.516 16. Mondokan 1.158 2.429 1.349 4.936 17. Sukodono 1.729 1.534 1.292 4.555 18. Gesi 641 2.058 1.259 3.958 19. Tangen 888 2.258 2.367 5.513 20. Jenar 662 4.813 921 6.396 Jumlah 40.182 26.575 27.398 94.155

Sumber : Buku Sragen dalam Angka Tahun 2014

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar lahan di wilayah Kabupaten Sragen dipergunakan untuk lahan sawah dengan luas 40.182 Ha atau sekitar 46, 68%.

(4)

commit to user

Sedangkan luas wilayah Kabupaten Sragen dirinci menurut penggunaan dapat dilihat dalam Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Luas Wilayah Kabupaten Sragen Dirinci Menurut Penggunaan Tahun 2014

No. Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase

(%)

A Lahan Pertanian 66.944 71,10

1. Lahan Sawah 40.182 42,68

a. Irigasi 25.928 27,54

b. Tadah Hujan 14.254 15,14

c. Rawa Pasang Surut --

--d. Rawa Lebak --

--e. Lain-lain --

--2. Lahan Pertanian Bukan Sawah 26.762 28,42 a. Tegal/Kebun 18.167 19,29 b. Ladang/Huma -- --c. Perkebunan 1.605 1,70 d. Ditanami Pohon/Hutan Rakyat 1.479 1,57 e. Padang Penggembalaan/Padang Rumput 12 0,01 f. Sementara Tidak Diusahakan -- --g. Lainnya (Tambak, Kolam, Empang, Hutan Negara dll)

5.499 5,84

B Lahan Bukan Pertanian 27.211 28,90

Jalan, Permukiman, Perkantoran, Sungai dll

27.211 28,90

Jumlah 94.155 100

Sumber : Buku Sragen dalam Angka Tahun 2014

Berdasarkan tabel 3 tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan tanah di wilayah Kabupaten Sragen didominasi oleh sawah irigasi yaitu seluas 25.928 Ha atau sekitar 27,54%.

(5)

commit to user 3. Infrastruktur

Untuk meningkatkan usaha pembangunan maka dituntut peningkatan pembangunan jalan sehingga memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar arus lalu lintas. Begitu juga dengan yang terjadi di Kabupaten Sragen. Panjang jalan di Kabupaten Sragen mencapai sepanjang 1.097,13 Km. Panjang jalan tersebut terbagi menjadi jalan Negara 32.38 Km, jalan propinsi 72,55 Km dan jalan kabupaten 992,20 Km.

4. Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Sragen

Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Sragen secara umum dijabarkan dalam bentuk Peraturan Daerah. Peraturan Daerah yang mengatur tentang Tata Ruang di wilayah Kabupaten Sragen dijabarkan dalam Perda Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sragen Tahun 2011-2031. Berdasarkan Pasal 11 Perda Nomor 11 Tahun 2011, pembangunan infrastruktur jalan merupakan salah satu prioritas pembangunan yang dilaksanakan di wilayah Kabupaten Sragen. Salah satu infrastruktur jalan tersebut adalah pembangunan jaringan jalan nasional.

Pasal 12 Perda Nomor 11 Tahun 2011 menyebutkan bahwa pembangunan jaringan jalan nasional diantaranya meliputi jaringan jalan bebas hambatan (jalan Tol). Rencana jaringan jalan bebas hambatan tersebut dilaksanakan berupa pembangunan jalan bebas hambatan ruas jalan Solo-Mantingan, yang meliputi :

1) Kecamatan Masaran; 2) Kecamatan Sidoharjo; 3) Kecamatan Sragen; 4) Kecamatan Ngrampal; 5) Kecamatan Gondang; 6) Kecamatan Sambungmacan.

(6)

commit to user 5. Keagrarian

Berdasarkan data dari Kantor Pertanahan Kabupaten Sragen, jumlah data tentang pensertipikatan tanah di wilayah Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut:

1) Jumlah Bidang yang Sudah Bersertipikat : 588.947 bidang (55,83 %)

2) Jumlah Bidang yang Belum Bersertipikat : 465.874 bidang (44,17 %)

Sedangkan jika dilihat dari jumlah permohonan sertipikat yang didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Sragen dapat dilihat dalam Tabel 4 sebgaai berikut:

Tabel 4. Banyaknya Permohonan Sertipikat Di Kantor Pertanahan Kabupaten Sragen

No. Bulan 2011 2012 2013 1. Januari 3.779 5.626 5.132 2. Februari 2.526 4.898 5.366 3. Maret 3.930 5.380 6.194 4. April 3.921 4.598 6.887 5. Mei 3.441 6.082 6.357 6. Juni 4.066 5.266 5.064 7. Juli 4.581 5.095 6.545 8. Agustus 4.051 4.347 4.911 9. September 4.180 4.690 5.913 10. Oktober 3.886 5.941 3.701 11. Nopember 4.308 4.993 5.717 12. Desember 4.428 5.186 4.151 Jumlah 47.097 62.102 65.938

(7)

commit to user

B. Gambaran Umum Pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol di Wilayah Kabupaten Sragen

1. Dasar Penyelenggaraaan Pengadaan Tanah

Pada tanggal 14 Agustus 2012 pemerintah menetapkan dan memberlakukan undang-undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Undang-undang tersebut digunakan sebagai dasar penyelenggaraan dari setiap pengadaan tanah yang dilaksanakan di Indonesia. Dalam Pasal 58 dari Undang-undang ini disebutkan bahwa:

1) Proses Pengadaan Tanah yang sedang dilaksanakan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor Tahun 2012 diselesaikan berdasarkan ketentuan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 juncto Perpres Nomor 65 Tahun 2006;

2) Sisa tanah yang belum selesai pengadaannya dalam proses Pengadaan Tanah, pengadaannya diselesaikan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012.

Sebagai tindak lanjut dari UU Nomor 2 tahun 2012 ini maka pada tanggal 07 Agustus 2012 pemerintah kembali mengesahkan Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dalam Pasal 123 ayat (1) disebutkan bahwa proses pengadaan tanah yang sedang dilaksanakan sebelum berlakunya Perpres Nomor 71 Tahun 2012 diselesaikan berdasarkan ketentuan dalam Perpres Nomor 36 Tahun 2005 juncto Perpres Nomor 65 Tahun 2006. Selanjutnya dalam dalam ayat (3) dalam pasal yang sama juga disebutkan proses pengadaan tanah yang sedang dilaksanakan diselesaikan paling lama sampai dengan 31 Desember 2014. Akan tetapi dalam hal proses pengadaan tanah masih terdapat sisa tanah yang belum selesai sampai dengan tanggal 31 Desember 2014, pengadaannya diselesaikan berdasar tahapan berdasarkan ketentuan

(8)

commit to user

dalam Perpres Nomor 71 Tahun 2012. Proses pengadaan tanah tersebut meliputi pengadaan tanah:

1) Telah dituangkan dalam dokumen perencanaan/ proposal pembangunan;

2) Telah dianggarkan pada tahun anggaran yang sedang berjalan; 3) Telah diterbitkan penetapan lokasi;

4) Telah terlaksana pelepasan hak; dan/atau

5) Ganti kerugian telah dititipkan di pengadilan negeri.

Sejalan dengan isi pasal 123 dari Perpres Nomor 71 Tahun 2012, maka pada tanggal 15 September 2014 Pemerintah kembali mengesahkan Perpres Nomor 99 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pada pasal 123A dari Perpres ini disebutkan bahwa proses pengadaan tanah yang belum selesai sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 tetapi telah mencapai 75% dari luas kebutuhan tanah, dapat diperpanjang proses pengadaannya sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.

Pelaksanaan proyek pembangunan jalan Tol Solo-Mantingan merupakan proyek berkelanjutan yang dikerjakan tiap tahun mulai tahun 2007 sampai dengan tercapainya target pembebasan tanah sesuai

masterplan pembangunan dan SK Penetapan Lokasi. Berdasarkan data

yang diperoleh penulis dari Panitia Pengadaan Tanah bahwa proses pembayaran ganti rugi untuk pembangunan jalan tol Solo-Mantingan telah mencapai 90% dari total progress bidang tanah yang akan dibebaskan.

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan jalan Tol Solo-Mantingan di wilayah Kabupaten Sragen dilaksanakan berdasarkan peraturan sebelumnya yaitu Perpres 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk

(9)

commit to user

Kepentingan Umum dan juga peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

2. Tahapan-Tahapan Pengadaan Tanah

Untuk menunjang pembangunan yang semakin kompleks, diperlukan jaringan transportasi yang memadai, sehingga pembangunan dapat merata ke semua daerah di seluruh Indonesia. Salah satu jaringan transportasi tersebut adalah Jalan Tol Solo-Mantingan di wilayah Kabupaten Sragen. Pembangunan jalan tol Solo-Mantingan dimaksudkan sebagai upaya untuk memperlancar arus lalu lintas dari jalur Solo menuju Mantingan ataupun sebaliknya yang begitu padat. Pembangunan jalan tol Solo-Mantingan juga dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di bidang pertanian, perkebunan dan perdagangan.

Pengadaan tanah untuk jalan Tol Solo-Mantingan dimulai sejak tanggal 20 Juni 2007, yaitu sejak disetujuinya penetapan lokasi berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 620/17/2007 tanggal 20 Juni 2007 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan Ruas Jalan Tol Solo-Ngawi di Wilayah Provinsi Jawa Tengah. Secara umum tahapan-tahapan untuk pembangunan jalan Tol Solo-Mantingan adalah sebagai berikut:

a. Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan

Permohonan penetapan lokasi pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

(10)

commit to user

1) Pemohon, dalam hal ini Direktur Jendera Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum mengajukan Surat Permohonan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) Jalan Tol Solo-Mantingan kepada Gubernur Jawa Tengah melalui surat Nomor UM.0103-Db/112 tanggal 22 Pebruari 2007 perihal Permohonan Surat Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) Ruas Jalan Tol Solo-Ngawi yang Berada di Wilayah Provinsi Jawa Tengah.

2) Pemohon melengkapi permohonan ijin lokasi dengan keterangan mengenai :

a) Lokasi Tanah yang Diperlukan

Lokasi tanah yang dijadikan obyek pengadaan tanah jalan Tol Solo-Mantingan wilayah Kabupaten Sragen direncanakan akan melintasi 21 Desa/Kelurahan yang tersebar dalam 6 Kecamatan. Trase jalan Tol Solo-Mantingan yang melewati Kabupaten Sragen dapat dilihat dalam Tabel 5 sebagai berikut:

(11)

commit to user

Tabel 5. Trase Jalan Tol yang Melintasi Kabupaten Sragen

No. Kecamatan Desa/Kelurahan

1. Kecamatan Masaran a. Desa Sidodadi b. Desa Karangmalang c. Desa Jati

d. Desa Pringanom e. Desa Masaran f. Desa Krikilan 2. Kecamatan Sidoharjo a. Desa Purwosuman

b. Desa Duyungan c. Desa Jetak d. Desa Sidoharjo e. Desa Singopadu f. Desa Pandak

3. Kecamatan Sragen a. Kelurahan Karang Tengah

b. Desa Tangkil 4. Kecamatan Ngrampal a. Desa Bandung

b. Desa Pilangsari c. Desa Kebonromo 5. Kecamatan Gondang a. Desa Bumiaji 6. Kecamatan

Sambungmacan

a. Desa Toyogo b. Desa Banyurip

c. Desa Gringging

Sumber : Panitia Pengadaan Tanah Jalan Tol Solo-Mantingan Kabupaten Sragen, 2014

Dari Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa trase jalan Tol yang melintasi wilayah Kabupaten Sragen paling banyak melintas di Kecamatan Masaran dan Kecamatan Sidoharjo, yang masing-masing sebanyak 6 (enam)

(12)

commit to user

Desa/Kelurahan. Sedangkan paling sedikit wilayah yang dilintasi trase jalan tol adalah Kecamatan Gondang.

b) Luas Tanah yang Dibutuhkan

Kebutuhan tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan jalan Tol Solo-Mantingan tersebut adalah seluas kurang lebih 2,229,961 m2 dengan panjang lintasan sepanjang 29, 9 KM. Data kebutuhan luas tanah yang terkena proyek pengadaan tanah jalan Tol Solo-Mantingan Wilayah Kabupaten Sragen per desa dapat dilihat dalam Tabel 6 Sebagai berikut:

(13)

commit to user

Tabel 6. Kebutuhan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan Wilayah Kabupaten Sragen

No. Kecamatan Desa

Luas Tanah (M2) Panjang Lintasa n (KM) 1. Masaran Sidodadi 56.361 0,9 Karangmalang 159.625 1,2 Jati 87.497 1,4 Pringanom 39.819 0,6 Masaran 31.435 0,4 Krikilan 89.744 1,2 2. Sidoharjo Purwosuman 184,569 2,4 Duyungan 67.955 1,2 Jetak 208.938 1,2 Sidoharjo 54.901 0,8 Singopadu 170.352 2,8 Pandak 72.517 1,0

3. Sragen Karang Tengah 56.305 0,6

Tangkil 105.860 1,4 4. Ngrampal Bandung 132.122 2,2 Pilangsari 58.126 1,0 Kebonromo 186.637 2,4 5. Gondang Bumiaji 97.944 1,6 6. Sambungmacan Toyogo 150.021 2,6 Banyurip 101.398 1,2 Gringging 117.835 1,8 Jumlah 2.229.961 29,9

Sumber : Panitia Pengadaan Tanah Jalan Tol Solo-Mantingan Kabupaten Sragen, 2014

(14)

commit to user

Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan merupakan alternatif untuk mengurangi kepadatan dan kemacetan lalu lintas yang menghubungkan Kabupaten Boyolali – Kabupaten Karanganyar – Kabupaten Sragen yang merpakan bagian dari rencana pembangunan jalan Tol Trans Jawa.

c) Rencana Penggunaan Tanah pada Saat Permohonan diajukan

Rencana penggunaan tanah tersebut adalah untuk pembangunan fasilitas umum berupa jalan bebas hambatan atau jalan tol rute Solo-Ngawi.

d) Uraian Rencana Proyek yang Akan Dibangun Disertai Keterangan Mengenai Aspek Pembayaran dan Lamanya Pelaksanaan Pembangunan

Tanah yang dimohonkan akan digunakan untuk pembangunan Jalan Tol Solo-Ngawi. Tujuan dari pembangunan Jalan Tol Solo-Ngawi ini untuk mengurangi kepadatan dan kemacetan lalu lintas yang menghubungkan Kabupaten Boyolali-Kabupaten Karanganyar-Kabupaten Sragen yang merupakan bagian dari rencana pembangunan jalan tol Trans Jawa.

Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Solo-Mantingan ini dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Biaya yang berasal dari APBN tersebut terdiri dari biaya untuk : pengukuran dan pemetaan tanah; pemberian ganti rugi kepada pemilik; Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota, Provinsi, dan/atau Nasional; Lembaga Penilai Harga Tanah/Tim Penilai Harga Tanah; Pengurusan hak atas tanah sampai

(15)

commit to user

dengan penerbitan sertipikat; penitipan ganti rugi apabila diperlukan; pemisahan dari sisa bagian tanah pemilik; dalam rangka pembinaan, koordinasi, konsultasi, evaluasi, supervisi, dan penyelesaian masalah; dan lainnya yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan tugas Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten.

Dalam kaitannya dengan besaran honor Panitia Pengadaan Tanah maka Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Sragen berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 58/PMK.02/2008 tentang Biaya Panitia Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang menyebutkan bahwa biaya Panitia Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum adalah biaya operasional yang disediakan untuk Panitia Pengadaan Tanah dalam rangka membantu pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Biaya operasional tersebut disediakan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satuan kerja yang memerlukan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Besaran biaya operasional P2T ditentukan paling tinggi 4% (empat perseratus) untuk ganti rugi sampai dengan atau setara Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan selanjutnya dengan prosentase menurun. Besaran biaya tersebut didasarkan pada perhitungan ganti rugi yang ditetapkan oleh P2T.

3) Gubernur Jawa Tengah setelah menerima permohonan tersebut kemudian memerintahkan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi Jawa Tengah untuk mengadakan Koordinasi dengan

(16)

commit to user

Ketua BAPPEDA Propinsi Jawa Tengah atau Dinas Tata Kota dan Instansi terkait untuk bersama-sama melakukan penelitian mengenai kesesuaian peruntukkan tanah yang dimohon dengan Rencana Tata Ruang Wilayah atau Perencanaan Ruang Wilayah dan Kota.

Dalam Pasal 12 Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 11 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sragen Tahun 2011-2031 disebutkan pemerintah berencana membangun jaringan jalan bebas hambatan. Rencana pembangunan jaringan jalan bebas hambatan tersebut berupa pembangunan ruas jalan Solo-Mantingan yang melintasi Kecamatan Masaran, Kecamatan Sidoharjo, Kecamatan Sragen, Kecamatan Ngrampal, Kecamatan Gondang serta Kecamatan Sambungmacan. Dengan demikian, rencana pembangunan jalan tol sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sragen.

4) Berdasarkan permohonan dan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Gubernur Jawa Tengah menetapkan Keputusan Gubernur Nomor 620/17/2007, tanggal 20 Juni 2007 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan Ruas Jalan Tol Solo-Ngawi di Wilayah Provinsi Jawa Tengah.

Dalam SP2LP tersebut menyetujui penetapan lokasi pembangunan jalan Tol dengan syarat dan ketentuan:

a) Pemohon wajib mengajukan permohonan pengadaan tanah kepada Panitia Pengadaan Tanah Provinsi Jawa Tengah untuk kepentingan umum sesuai Peraturan Perundang-Undangan;

b) Perolehan hak atas tanah melalui pengadaan tanah agar dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku dan apabila di lokasi tersebut terdapat tanah dan atau bangunan milik

(17)

commit to user

Instansi Pemerintah agar diselesaikan pelepasan assetnya sesuai peraturan perundang-undangan.

c) Apabila perolehan hak atas tanah telah selesai dilaksanakan wajib segera mengajukan permohonan hak, sampai memperoleh sertipikat Hak Atas Tanah atas nama instansi induknya sesuai ketentuan yang berlaku;

d) Dalam pelaksanaan pembangunan fisik sedapat mungkin melibatkan tenaga kerja dari masyarakat yang terkena pembangunan.

Dalam pelaksanaannya Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 620/17/2007, tanggal 20 Juni 2007 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan Ruas Jalan Tol Solo-Ngawi di Wilayah Provinsi Jawa Tengah dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, oleh karena itu pada tanggal 23 Desember 2008 Gubernur Jawa Tengah mencabut Surat Keputusan Nomor 620/17/2007 dan menggantinya dengan Surat Keputusan dari Gubernur Jawa Tengah Nomor 620/25/2008 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa di Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 disebutkan bahwa keputusan penetapan lokasi pengadaan tanah diberikan untuk jangka waktu :

a) Satu tahun, bagi pengadaan tanah yang memerlukan tanah seluas sampai dengan 25 (dua puluh lima) hektar;

b) Dua tahun, bagi pengadaan tanah yang memerlukan tanah seluas lebih dari 25 (dua puluh lima) hektar sampai dengan 50 (lima puluh) hektar;

(18)

commit to user

c) Tiga tahun bagi pengadaan tanah yang memerlukan tanah seluas dari 50 (lima puluh) hektar.

Pelaksanaan pembangunan Jalan Tol Solo-Ngawi membutuhkan tanah sepanjang ± 56,10 km dengan areal seluas ± 369 Ha. Sedangkan panjang lintasan pembangunan ruas jalan Tol Solo-Mantingan sepanjang 29,9 Km dengan areal tanah seluas 2.229.961 m2 atau sekitar ± 222 Ha.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 6 Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 maka pembangunan jalan Tol Solo-Mantingan perlu dilakukan perpanjangan ijin penetapan lokasi.

Perpanjangan ijin penetapan lokasi pembangunan jalan Tol Solo-Mantingan dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 620/1/2012 tanggal 10 Januari 2012 tentang Perpanjangan Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa di Provinsi Jawa Tengah. Keputusan perpanjangan ijin penetapan lokasi ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2014.

Menurut Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Apabila tanah telah ditetapkan sebagai lokasi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan surat Keputusan penetapan lokasi yang ditetapkan oleh Bupati/walikota atau Gubernur, maka bagi siapa saja yang ingin melakukan pembelian tanah diatas tanah tersebut, terlebih dahulu harus mendapat persetujuan tertulis dari bupati/walikota atau Gubernur sesuai kewenangannya.107

b. Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan Wilayah Kabupaten Sragen

107

Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Pencabutan hak, pembebasan dan pengadaan tanah, ,Mandar Madju Bandung, 2011, hal. 68.

(19)

commit to user

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah. Dalam Pasal 6 ayat (1) Perpres Nomor 65 Tahun 2006 disebutkan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum di wilayah kabupaten/kota dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah kabupaten/kota yang dibentuk oleh Bupati/Walikota. Selanjutnya dalam ayat (5) dalam pasal yang sama disebutkan juga bahwa susunan keanggotaan panitia pengadaan tanah terdiri atas unsur perangkat daerah terkait dan unsur Badan Pertanahan Nasional.

Mengacu pada Pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, maka pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Wilayah Kabupaten Sragen dilakukan dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Sragen yang dibentuk oleh Bupati Sragen. Menurut Sudaryo Soimin, bahwa panitia pengadaan tanah bukan merupakan panitia yang sifatnya tetap, ia hanya merupakan panitia yang bersifat khusus artinya kalau pembebasan tanah itu selesai, panitia hanya untuk pembebasan tanah tertentu saja.108

Dalam Pasal 14 Peraturan Kepala BPN Nomor Tahun 2007 juga disebutkan bahwa keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota paling banyak 9 (sembilan) orang dengan susunan: 1) Sekretaris Daerah sebagai Ketua merangkap Anggota;

2) Pejabat dari unsur perangkat daerah setingkat eselon II sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota;

3) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai Sekretaris merangkap Anggota; dan

4) Kepala Dinas/Kantor/Badan di Kabupate/Kota yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan tanah atau pejabat yang ditunjuk sebagai Anggota.

108

Sudaryo Soimin, Status Hak Dan Pembebasan Tanah , Sinar Grafika, Jakarta, 1994. Hal. 34.

(20)

commit to user

Bedasarkan ketentuan diatas maka susunan Panitia Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan di Wilayah Kabupaten Sragen untuk pertama kalinya ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan dari Bupati Sragen Nomor 590/137/02/2007 tanggal 10 Agustus 2007 tentang Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Sragen. Seiring dengan perkembangan waktu dimana setiap tahun terjadi mutasi jabatan struktural di wilayah Kabupaten Sragen, maka susunan panitia pengadaan tanah Kabupaten Sragen juga mengalami perubahan. Terakhir susunan panitia pengadaan tanah ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati Sragen Nomor 590/128/002/2013 tanggal 08 April 2013 tentang Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Jalan Tol Ruas Solo-Mantingan di Kabupaten Sragen Tahun Anggaran 2013.

Susunan Panitia Panitia Pengadaan Tanah tersebut adalah sebagaimana digambarkan dalam Tabel 7 sebagai berikut:

(21)

commit to user

Tabel 7. Susunan Panitia Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan di Wilayah Kabupaten Sragen

No. Jabatan Pokok Jabatan dalam Panitia

1. Sekretaris Daerah Ketua merangkap anggota 2. Asisten Administrasi

Pemerintahan

Wakil Ketua merangkap anggota

3. Kepala Kantor Pertanahan Sekretaris merangkap Anggota 4. Kepala Dinas Pekerjaan

Umum

Anggota

5. Kepala Dinas Pertanian Anggota

6. Kepala Bagian Hukum Anggota

7. Kepala Bagian Pemerintahan dan Pertanahan

Anggota

8. Camat Setempat Anggota

9. Lurah/Kepala Desa Setempat Anggota

Sumber : Kantor Pertanahan Kabupaten Sragen, 2014

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Sragen Nomor 590/128/002/2013 tanggal 08 April 2013 tentang Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Jalan Tol Ruas Solo-Mantingan di Kabupaten Sragen Tahun Anggaran 2013, tugas Panitia Pengadaan Tanah di wilayah Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut:

1) Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;

2) Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan, dan dokumen yang mendukungnya;

(22)

commit to user

3) Menaksir dan mengusulkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;

4) Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah;

5) Mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan instansi Pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi;

6) Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada di atas tanah;

7) Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah; 8) Mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak yang berkompeten.

Panitia pengadaan tanah harus melaksanakan tugasnya secara maksimal untuk meminimalisasi permasalahan dan mengurangi penolakan ganti rugi keputusan panitia tentang besarnya nilai ganti rugi dan bentuk ganti rugi harga tanah.109 Dalam hal ini Abdurrahman menyatakan, tugas panitia yang terpenting adalah mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, tanaman, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan, sebab jika inventarisasi tidak sesuai dengan keadaan hukum (reachttoestand),

109

(23)

commit to user

maka akibatnya akan menimbulkan keruwetan hukum.110 Konsekuensinya yaitu adanya pemegang hak atas tanah yang keberatan dan menolak kinerja panitia karena terjadinya tumpang tindih nama pemilik pada satu lokasi yang sama, luas tanah yang kurang atau macam hak atas tanah atau status penguasaan tanah yang keliru ditetapkan.

c. Pembentukan Lembaga Penilai Harga Tanah

Keberadaan Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah, yang diatur dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2006, sebagai lembaga yang bersifat independen dan profesional, tidak lain untuk melindungi Pemegang Hak Atas Tanah dari kebijakan pemerintah yang sewaktu-waktu akan bertindak sewenang-wenang. Tugas dan kewenangan Tim Penilai tergambar jelas dalam Pasal 28 Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 yang menegaskan Tim Penilai Harga Tanah melakukan penilaian harga tanah berdasarkan pada nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan yang tercantum pada Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan dapat berpedoman pada variabel-variabel tertentu antara lain lokasi dan letak tanah, status tanah, peruntukan tanah dan faktor lainnya yang mempengaruhi harga tanah. Selanjutnya penilaian tersebut diserahkan kepada Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Sragen untuk dipergunakan sebagai dasar musyawarah antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan pemegang hak. Tim Penilai Tanah haruslah bersifat independen dan profesional dalam melaksanakan tugas menilai harga tanah yang akan digunakan sebagai sarana pembangunan untuk kepentingan umum. Hal ini

110

Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991 hal. 94

(24)

commit to user

dimaksudkan agar penilaian harga tanah benar-benar dapat dipertanggungjawabkan sehingga hak-hak masyarakat yang tanahnya akan diambil alih dapat terlindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Memiliki izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan menjadi syarat berikutnya, mengingat profesi jasa penilai selama ini wajib mendapatkan izin praktik dari Menteri Keuangan. Sedangkan lisensi dari BPN dimaksudkan agar Penilai Pertanahan merupakan penilai yang menguasai permasalahan penilaian pertanahan, mengingat izin praktik yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan merupakan izin praktik jasa penilai publik yang di dalamnya mengatur juga pemberian izin Penilai bidang jasa properti yang ruang lingkupnya antara lain meliputi jasa penilaian terhadap tanah dan bangunan beserta kelengkapannya, serta pengembangan. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik, Penilai Publik adalah penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini atau penilai eksternal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan di bidang kekayaan negara dan lelang. Sedangkan penilaian itu sendiri merupakan proses pekerjaan untuk memberikan estimasi dan pendapat atas nilai ekonomis suatu obyek penilaian pada saat tertentu sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia.111

Lembaga Penilai Harga Tanah untuk proyek pembangunan pengadaan tanah jalan tol Solo-Mantingan di wilayah Kabupaten Sragen ditentukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum yang dilaksanakan oleh PT. Wadantra Nilaitama.

111

(25)

commit to user

Hasil penilaian Tim Penilai Harga Tanah diserahkan kepada Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Sragen, untuk dipergunakan sebagai dasar musyawarah antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para memilik.

d. Pelaksanaan Pengadaan Tanah Jalan Tol Solo-Mantingan

Pengadaan tanah jalan tol Solo-Mantingan di wilayah Kabupaten Sragen dilaksanakan berdasarkan Keputusan dari Gubernur Jawa Tengah Nomor 620/17/2007, tanggal 20 Juni 2007 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan Ruas Jalan Tol Solo-Ngawi di Wilayah Provinsi Jawa Tengah.

Pembangunan jalan tol ini membutuhkan lahan seluas 2.229.961 m2 atau sekitar 222 Ha dengan panjang lintasan jalan yang dilalui sepanjang 29,9 Km. Sedangkan jumlah bidang tanah yang dibebaskan yg terkena proyek pengadaan tanah jalan tol adalah sebanyak 2.697 bidang tanah.

Proses pembayaran ganti rugi ini dilakukan sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang dimana progress pembayarannya dilakukan setiap tahun. Progress pengadaan tanah jalan tol Solo-Mantingan setiap tahun dapat dilihat dalam Tabel 8 sebagai berikut:

(26)

commit to user

Tabel 8. Progress Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan

No. Tahun Jumlah Bidang Luas (m2)

1. 2008 81 102.294 2. 2009 247 262.722 3. 2010 304 249.563 4. 2011 758 666.498 5. 2012 573 442.694 6. 2013 271 258.611 7. 2014 (s/d Okt) 46 38.253 Jumlah 2.280 2.020.635

Sumber : Panitia Pengadaan Tanah Jalan Tol Solo-Mantingan Kabupaten Sragen, 2014

Berdasarkan Tabel 8 diatas dapat diketahui bahwa progress pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol paling banyak dilaksanakan di tahun 2011 sebanyak 758 bidang tanah dan seluas 666.498 m2.

Status dan penggunaan tanah dari bidang tanah yang dibebaskan tersebut bervariasi. Status dan penggunaan tanah tersebut dapat dilihat dalam tabel 9 sebagai berikut:

(27)

commit to user

Tabel 9. Kebutuhan Tanah dirinci Berdasarkan Jenis Penggunaan Tanah

No.

Status Tanah sebelum dibebaskan

Kebutuhan Tanah

Bidang Luas (Ha) UGR (Rp.

M)

1. Jalan dan

Saluran Desa

175 12.01 34,89

2. Tanah Kas Desa 102 18.00 54,77

3. Jalan dan Saluran 25 4.01 11,26 4. Tanah Masyarakat 2.392 188.94 524,42 5. Tanah Wakaf 2 0.02 0,05 6. Tanah BUMD 1 0.01 0,01 Jumlah 2.697 222.99 625.40

Sumber: Panitia Pengadaan Tanah Jalan Tol Solo-Mantingan Kabupaten Sragen, 2014

C. Pelaksanaan Pemberian Ganti Rugi Terhadap Tanah Kas Desa yang Terkena Proyek Pengadaan Tanah Jalan Tol Solo-Mantingan di Wilayah Kabupaten Sragen

Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan Tol Solo-Mantingan yang melintasi Kabupaten Sragen dilaksanakan mulai tahun 2007 sejak dikeluarkannya Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 620/17/2007, tanggal 20 Juni 2007 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan Ruas Jalan Tol Solo-Ngawi di Wilayah Provinsi Jawa Tengah.

Proyek pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Solo-Mantingan tidak hanya melibatkan tanah hak saja tetapi tanah kas desa juga banyak yang terkena obyek pembebasan. Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari Panitia Pengadaan Tanah Jalan Tol Solo-Mantingan Kabupaten Sragen jumlah bidang tanah kas desa yang terkena pembebasan tanah adalah sebanyak 102 bidang tanah dengan luasan seluas 18 Ha. Penggunaan tanah

(28)

commit to user

sebelumnya sangat bervariasi. Ada yang digunakan untuk lapangan, bangunan sekolah, makam, tanah lungguh perangkat desa. Status dari tanah kas desa tersebut ada yang sudah bersertipikat dengan status tanah hak pakai dan ada juga yang masih belum bersertipikat.

Proses pembayaran ganti rugi terhadap tanah kas desa tentu berbeda dengan tanah hak pada umumnya. Jika tanah hak yang dimiliki oleh masyarakat proses pembayaran ganti ruginya hanya melibatkan warga dengan pihak yang membutuhkan tanah. Sedangkan dalam pembayaran ganti rugi tanah kas desa harus mendapat rekomendasi dari Gubernur Jawa Tengah melalui mekanisme pelepasan hak.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 15 PMDN Nomor 4 Tahun 2007 disebutkan bahwa tanah kas desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum. Pelepasan hak kepemilikan tersebut dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik dan berlokasi di Desa setempat. Pelepasan hak kepemilikan tanah desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Keputusan Kepala Desa tersebut diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan Gubernur.

Sesuai dengan peraturan diatas maka pelepasan terhadap tanah kas desa baru bisa dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai dengan harga yang menguntungkan desa yang akan digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik (baik berdasarkan tingkat kesuburan, letak maupun luasannya) yang berlokasi di desa setempat.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bpk. Wahyu Dwi Hari Prasetyo selaku anggota Panitia Pengadaan Tanah, langkah-langkah pembayaran ganti rugi tanah kas desa adalah sebagai berikut:

1. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah

(29)

commit to user

Kegiatan inventarisasi ini dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah yang meliputi bidang tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan. Identifikasi dan inventarisasi yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah meliputi:

a) Penunjukan batas;

b) Pengukuran bidang tanah dan/atau bangunan;

c) Pemetaan bidang tanah dan/atau bangunan dan keliling batas bidang tanah;

d) Penetapan batas-batas bidang tanah dan/atau bangunan; e) Pendataan penggunaan dan pemanfaatan tanah;

f) Pendataan status tanah dan/atau bangunan;

g) Pendataan penguasaan dan pemilikan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman;

h) Pendataan bukti-bukti penguasaan dan pemilikan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman; dan

Hasil inventarisasi ini ditetapkan dengan Surat Keputusan dari Ketua Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Sragen Nomor 590/04/P2T/2009 tentang Pengumuman Hasil Identifikasi dan Inventarisasi atas Penguasaan, Penggunaan dan Pemilikan Tanah, Bangunan dan Tanaman yang Terkena Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan.

Dari hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan tersebut jumlah tanah kas desa di Wilayah Kabupaten Sragen yang terkena proyek pengadaan tanah adalah sejumlah 102 bidang tanah yang tersebar di 18 (delapan belas) Desa yang tercakup dalam 6 (enam) kecamatan. Hasil identifikasi dan inventarisasi dari Pantia Pengadaan Tanah terhadap tanah kas desa dapat dilihat dalam Tabel 10 sebagai berikut:

(30)

commit to user

Tabel 10. Hasil Identifikasi dan Inventarisasi terhadap Tanah Kas Desa Yang Terkena Proyek Pengadaan Tanah untuk Jalan Tol

No. Kecamatan Desa Jumlah

Bidang 1. Masaran 1. Sidodadi 1 2. Karangmalang 6 3. Jati 17 4. Pringanom 8 5. Masaran 5 6. Krikilan 2 2. Sidoharjo 1. Purwosuman 8 2. Duyungan 4 3. Jetak 4 4. Singopadu 7 5. Pandak 1 3. Sragen 1. Tangkil 9 4. Ngrampal 1. Bandung 2 2. Kebonromo 10 5. Gondang 1. Bumiaji 3 6. Sambungmacan 1. Toyogo 2 2. Banyurip 6 3. Gringging 7 Jumlah 102

Sumber: Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Sragen, 2014

Selanjutnya setelah selesai dilakukan inventarisasi, Panitia menaksir harga tanah dan melakukan penjelasan serta penyuluhan dengan cara tatap muka langsung dengan masyarakat pemilik tanah tentang rencana dan tujuan Pemerintah melakukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Dalam hal penyuluhan diterima oleh masyarakat, dilanjutkan dengan kegiatan pengadaan tanah, jika tidak diterima, panitia melakukan penyuluhan kembali dengan acuan :

a) Tetap tidak diterima oleh masyarakat, sedang lokasinya dapat dipindahkan, diajukan alternatif lokasi lain.

b) Tetap tidak diterima oleh masyarakat, sedang lokasinya tidak dapat dipindahkan kelokasi lain, maka Panitia Pengadaan tanah

(31)

commit to user

mengusulkan pada walikota untuk melakukan pencabutan hak atas tanah sesuai ketentuan Undang-undang nomor 20 Tahun 1961.112

2. Penilaian Ganti Kerugian

Penilaian harga tanah dilakukan oleh Tim Penilai Harga Tanah atau Lembaga Penilai Harga Tanah. Penilaian harga tanah didasarkan pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan, dan juga berpedoman pada variabel-variabel sebagai berikut :

a) lokasi dan letak tanah; b) status tanah;

c) peruntukan tanah;

d) kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah atau perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada;

e) sarana dan prasarana yang tersedia; dan

f) faktor lainnya yang mempengaruhi harga tanah.

Sedangkan Penilaian harga bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dilakukan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen serta Dinas Pertanian Kabupaten Sragen

Penilaian besarnya harga ganti kerugian ditetapkan oleh Tim Penilai Tanah yang sudah ditetapkan oleh Bupati Sragen. Hasil dari penilaian ganti kerugian ini meliputi ganti rugi terhadap tanah, bangunan, tanaman dan lain-lain yang bisa dinilai dengan uang. Hasil penilaian dari Tim Penilai Tanah inilah yang menjadi dasar musyawarah untuk menetapkan besarnya harga ganti rugi yang akan ditetapkan oleh Panitia Pengadaan Tanah. Penetapan harga ganti rugi dikelompok-kelompokkan berdasarkan kelas dari masing-masing tanah. Hasil klasifikasi/pengelompokan dari Tim Penilai Tanah dibedakan atas Kelompok Sawah dan Kelompok Pekarangan.

112

(32)

commit to user

Hasil penilaian dari Tim Penilai diserahkan kepada Panitia Pengadaan Tanah untuk dipergunakan sebagai dasar musyawarah antara Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota selaku instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para memilik tanah.

3. Musyawarah penetapan Ganti Kerugian

Pelaksanaan musyawarah penetapan harga dihadiri oleh Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Sragen, Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Tanah Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan serta wakil dari para pemilik tanah, bangunan dan tanaman yang tanahnya terkena pembangunan Jalan Tol.

Musyawarah diawali dengan penyuluhan kepada pemegang hak atas tanah, bangunan dan/atau tanaman yang terkena Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan di Kabupaten Sragen. Musyawarah ini dilaksanakan untuk menetapkan bentuk dan besarnya ganti kerugian. Panitia mengundang Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota yang diwakili fdari Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah) dan pemegang hak yang bersangkutan untuk mengadakan musyawarah.

Panitia pengadaan tanah harus melibatkan seluruh pemegang hak atas tanah dalam proses musyawarah untuk mendapatkan kesepakatan bersama dalam penentuan ganti rugi hak atas tanah, tentunya untuk mencermati maksud Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005. Dimana panitia pengadaan tanah harus mengundang semua pemegang hak atas tanah dengan tidak membedakan antara satu dengan lain.

Prinsip musyawarah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (10) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, yaitu saling mendengar, saling memberi dan saling menerima pendapat serta keinginan untuk mencapai

(33)

commit to user

kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara pihak yang mempunyai tanah dengan pihak yang memerlukan tanah.113 Musyawarah ini harus dilakukan secara bebas tanpa adanya suatu tekanan, dan kesepakatan harus adanya kerelaan dan persesuaian kehendak dari masing-masing pihak atau dengan kata lain melepaskan hak atas tanah secara sukarela dengan mendapat ganti rugi yang layak.

Musyawarah antara kedua belah pihak yang berkepentingan yang dipimpin oleh Wakil Ketua Panitia tersebut, dihadiri langsung oleh pemegang hak atas tanah. Berdasar keterangan dari para narasumber, bahwa pemilik tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah secara langsung mengikuti musyawarah dengan Instansi Pemerintah (Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah).

Musyawarah dilangsungkan di tempat yang telah ditentukan Panitia. Dalam hal ini dipilih lokasi yang mudah dijangkau oleh warga masyarakat pemegang hak yang bersangkutan. Tempat tersebut antara lain : Balai Desa/Kelurahan serta Kantor Kecamatan.

Musyawarah dilakukan dengan pemegang hak atas tanah yang didahului dengan menandatangani daftar hadir, mendengar penjelasan, dan diminta persetujuan untuk melepaskan hak atas tanahnya dengan harga ganti rugi yang telah ditetapkan.

Kedudukan para pihak yang bermusyawarah adalah sama / sejajar. Setiap pihak diberikan kesempatan yang sama untuk mengajukan usul / pendapat. Sehingga musyawarah berlangsung secara kekeluargaan. Menurut keterangan dari narasumber bahwa pemegang hak diberi kesempatan secara bebas untuk mengemukakan pikiran dan pendapat berupa pertanyaan, usul dan saran mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian.

113

Lihat Pasal 1 ayat (10) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, berkaitan dengan Prinsip musyawarah yang harus dilakukan Panitia pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

(34)

commit to user

Penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian yang dilakukan dengan musyawarah berdasarkan Pasal 8 butir 1 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 Juncto Perpres Nomor 65 Tahun 2006. Musyawarah merupakan hal yang utama dalam pelaksanaan pengadaan tanah, apabila musyawarah telah menghasilkan kesepakatan maka Panitia Pengadaan Tanah mengeluarkan keputusan tentang bentuk dan besarnya ganti kerugian. Jika belum terjadi kesepakatan maka diadakan musyawarah lagi hingga tercapai kesepakatan.

Pelaksanaan musyawarah untuk pembangunan jalan tol tidak dilakukan sekaligus tapi dilakukan secara bertahap sampai tercapainya kesepakatan harga ganti rugi antara pemilik tanah dengan pihak yang membutuhkan tanah. Pelaksanaan musyawarah penetapan ganti kerugian untuk tanah kas desa yang terkena pengadaan tanah jalan tol diwakili oleh Kepala Desa serta Kepala Urusan Perencanaan dan Keuangan.

Apabila musyawarah tidak memperoleh kesepakatan tentang ganti rugi, maka penyelesaiannya panitia pengadaan tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. Atas putusan panitia ini dapat diajukan banding, dengan mengajukan keberatan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Gubernur akan mengukuhkan atau mengubah keputusan Panitia Pengadaan Tanah. Apa yang dilakukan oleh gubernur ini sebenarnya bukan merupakan proses banding tetapi hanya untuk memberikan penyelesaian yang sebaik-baiknya dalam kedudukannya sebagai Penguasa Tunggal di Daerah.

Musyawarah yang dilakukan meliputi nilai ganti rugi harga tanah atau bentuk ganti rugi tanah dan benda-benda lain yang ada di atasnya untuk mengkaji penetapan uang ganti rugi dan dengan mempedomani harga patokan yang berlaku umum dan mempertimbangkan harga tanah yang wajar sepanjang menyangkut musyawarah. Menurut Boedi Harsono pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan tersebut dilakukan dengan memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia

(35)

commit to user

dan prinsip penghormatan terhadap hak yang sah atas tanah tersebut diwujudkan dengan ketentuan, bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan melalui musyawarah.114

Pembebasan hak atas tanah wajib disertai dengan pemberian ganti kerugian dan harus berpedoman pada Peraturan yang berlaku serta dalam penentuan bentuk dan besarnya ganti kerugian harus diusahakan dengan asas musyawarah antara pihak yang bersangkutan dengan mempertimbangkan/memperhatikan harga dasar setempat yang ditetapkan secara berkala oleh Panitia.115

Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota menetapkan tempat dan tanggal musyawarah, dengan mengundang instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan para pemilik tanah untuk musyawarah mengenai rencana pembangunan untuk kepentingan umum dilokasi tersebut, dan mengenai bentuk dan/ atau besarnya ganti rugi. Demikian disebutkan oleh pasal 31 ayat 1 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun2007. Musyawarah bentuk dan/atau besarnya ganti rugi berpedoman pada : a). kesepakatan para pihak, b). hasil penilaian dari sebagaimana dimaksud dalam pasal 30, dan c). tenggang waktu penyelesaian proyek.

Jika ketentuan pasal 31 angka 3 Peraturan Kepala BPN tersebut dicermati, ternyata musyawarah dalam menentukan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi, pedoman yang utama adalah kesepakatan, sehingga kesepakatan menjadi unsur yang essensial dalam mekanisme musyawarah.

Maria Soemardjono mengatakan ganti rugi atas dasar musyawarah mengandung makna “Bahwa dalam musyawarah tersebut harus diberlakukan asas kesejajaran antara pemerintah dengan pemilik tanah dan harus dihindari adanya tekanan-tekanan berupa apa pun dalam pertemuan maupun di luar pertemuan, jika tidak maka kesepakatan yang dicapai

114

Boedi Harsono, Op.Cit, Hal. 191.

115

Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pustaka bangsa press, Jakarta, 2004, hal. 24.

(36)

commit to user

adalah kesepakatan dalam keadaan terpaksa dan kesepakatan demikian bukanlah kesepakatan”.116

Maria Sumardjono menyebutkan persyaratan yang diperlukan untuk tercapainya musyawarah secara sukarela dan bebas adalah:117

a) Ketersediaan informasi yang jelas dan menyeluruh tentang kegiatan tersebut (dampak dan manfaat, bentuk dan besarnya ganti rugi, rencana pemukiman kembali bila diperlukan, rencana pemulihan pendapatan dan bantuan-bantuan lain, dll).

b) Suasana yang kondusif untuk melaksanakan musyawarah. c) Keterwakilan para pihak.

d) Kemampuan para pihak untuk melakukan negosiasi.

e) Jaminan bahwa tidak ada tipuan, paksaan, atau kekerasan dalam proses musyawarah.

Selanjutnya musyawarah rencana pembangunan untuk kepentingan umum suatu lokasi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 31 ayat 1 huruf a, dianggap telah tercapai kesepakatan apabila paling sedikit 75% dari luas tanah yang diperlukan untuk pembangunan telah diperoleh, atau jumlah pemilik telah menyetujui bentuk dan/atau besarnya ganti rugi.118

Pasal 36 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007 menjelaskan “Pemilik tanah yang belum bersepakat mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi, dan jumlahnya 25% dari jumlah pemilik/luas tanah, Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota mengupayakan musyawarah kembali sampai tercapai kesepakatan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi”.

116

Maria Soemardjono, Dalam Kasus-kasus Pengadaan Tanah dalam Putusan Pengadilan, SuatuTinjauan Yuridis, Mahkamah Agung RI, 1996, Hal. 119.

117

Maria Soemardjono, Op.Cit, Hal. 272

118

(37)

commit to user 4. Pembayaran Ganti Kerugian

Menurut Telders yang dikutip Prof. Dr. A. Parlindungan, SH. bahwa yang berhak untuk penggantian kerugian, baik pemilik maupun penyewa. Dimana Schenk kembali memperjelas bahwa ganti rugi sepenuhnya meliputi:

a) Setiap kerugian akibat langsung dari pencabutan hak harus diganti sepenuhnya;

b) Kerugian disebabkan karena sisa yang tidak dicabut haknya menjadi berkurang nilainya;

c) Kerugian karena tidak dapat mempergunakan benda tersebut, ataupun karena kehilangan penghasilannya;

d) Kerugian karena harus mencari tempat usaha lain sebagai pengganti.119

Penentuan besarnya ganti rugi ditetapkan dalam musyawarah untuk mufakat yang dilakukan oleh panitia pengadaan tanah dengan pihak masyarakat yang menghaki tanah tersebut. Hal terpenting dalam penentuan ganti kerugian adalah adanya kebebasan yang merdeka untuk menentukan nilai ganti kerugian yang dikehendaki pemilik tanah dan dapat diterima oleh negara-sehingga terjadi proses musyawarah yang menuju kesepakatan (meeting of mind).120

Arti ganti rugi menurut Perpres No. 36 Tahun 2005 terdapat dalam pasal 1 ayat (11) yang menyatakan ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan

119

A.P. Parlindungan, Berakhirnya Hak-Hak Atas Tanah Menurut Sistem UUPA, CV. Mandar Maju, Bandung, 1996. Hal. 50

120

Gunanegara. Rakyat dan Negara Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Tatanusa, Jakarta, 2008, Hal. 216

(38)

commit to user

kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.

Sedangkan bentuk ganti rugi terdapat dalam ketentuan pasal 13 yang berbunyi: ayat (1) bentuk ganti rugi dapat berupa: (a) uang, dan/atau (b) tanah pengganti, dan/atau (c) pemukiman kembali, ayat (2) dalam hal pemegang hak atas tanah tidak menghendaki bentuk ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dapat diberikan kompensasi berupa penyertaan modal (saham) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pemberian ganti kerugian terhadap tanah kas desa baru akan dibayarkan ketika pihak desa telah memperoleh tanah pengganti sebagai tanah kas desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Panitia Pengadaan Tanah Jalan Tol Solo-Mantingan langkah-langkah yang harus ditempuh pihak desa sebelum mendapatkan pembayaran ganti kerugian adalah sebagai berikut:

a. Pemerintah Desa membuat Peraturan Desa mengenai pemindahtanganan tanah kas desa;

Berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Desa bahwa pedoman pemindahtanganan tanah kas desa harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Setiap pemindahtanganan tanah kas desa dilaksanakan dalam kerangka kebijakan sebagai upaya memperkuat pemerintahan desa, khususnya dalam usaha meningkatkan/menggali sumber pendapatan desa;

2) Tanah kas desa dilarang untuk dilimpahkan atau diserahkan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum, meliputi:

a) Jalan umum, jalan tol, rel kereta api, saluran air minum/air bersih dan/atau saluran pembuangan air;

(39)

commit to user

b) Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya;

c) Pelabuhan atau Bandar udara atau stasiun kereta api dan terminal;

d) Fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana;

e) Tempat pembuangan sampah; f) Cagar alam dan cagar budaya;

g) Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

3) Apabila tanah kas desa digunakan untuk kepentingan pihak lain tidak merubah status kepemilikan, harus memberi kontribusi kepada pemerintah desa yang besarnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.

Jenis-jenis pemindahtanganan tanah kas desa meliputi: 1) Penjualan;

2) Tukar-menukar; 3) Hibah;

4) Penyertaan modal pemerintah dan atau Pemerintah Provinsi dan atau Pemerintah Kabupaten.

Pemindahtanganan tanah kas desa kepada pihak lain harus memenuhi persyaratan:

1) Rencana Penggunaan Tanah Kas Desa yang akan dipindahtangankan kepada pihak lain, tidak merugikan Desa; 2) Ganti Tanah kepada Desa akibat pemindahtanganan kepada pihak

lain harus lebih produktif dari tanah yang dilepas;

3) Apabila ganti rugi kepada Desa berwujud uang, penggunaannya diwajibkan untuk membeli tanah yang lebih produktif dan luasnya paling sedikit senilai dengan tanah yang dilepas atau dalam keadaan memaksa dapat digunakan untuk pembangunan

(40)

commit to user

kepentingan umum setelah mendapatkan persetujuan Bupati dan Gubernur Jawa Tengah;

Dalam pencarian tanah pengganti harus ditangani oleh Panitia Pembelian/Penukaran Tanah Kas Desa yang dibentuk oleh Kepala Desa dengan Keputusan Kepala Desa. Panitia Pembelian/Penukaran Tanah Kas Desa diambilkan dari Aparat Pemerintah Desa dan Tokoh Masyarakat. Panitia ini bertugas membantu Kepala Desa untuk melakukan musyawarah dalam hal penentuan harga dan pencarian tanah pengganti.

Hal-hal yang harus dipertimbangkan oleh Panitia Pembelian/Penukaran Tanah Kas Desa dalam mencari tanah pengganti adalah:

1) Lokasi tanah pengganti berada di wilayah administrasi pemerintahan desa dan apabila tidak memungkinkan, dapat dibelikan di wilayah desa lainnya dalam satu kecamatan setelah mendapatkan ijin dari pemerintah yang lebih tinggi;

2) Lokasi tanah pengganti diusahakan mudah dijangkau atau dikerjakan oleh desa;

3) Tingkat kesuburan harus lebih produktif dibanding tanah yang dilepas, sehingga benar-benar bermanfaat bagi desa;

4) Untuk menentukan senilai atau tidaknya tanah pengganti dapat dihitung dari unsur luas tanah, kelas, tingkat produktivitas dan harga.

b. Kepala Desa membuat keputusan tentang pembentukan panitia pengadaan tanah kas desa

Panitia ini ditetapkan oleh Kepala Desa dengan tugasnya : 1) Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang

terkena rencana pembangunan dan atau pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi public baik melalui tatap muka, media cetak,

(41)

commit to user

maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan atau pemegang hak atas tanah;

2) Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas bidang tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;

3) Mengadakan penelitian mengenai status hukum bidang tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya;

4) Mengumumkan hasil penelitian dan inventarisasi atas bidang tanah;

5) Menerima hasil penelitian harga tanah dan atau bangunan dan atau tanman dan atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dari Lembaga atau Tim Penilai Harga Tanah dan pejabat yang bertanggungjawab menilai bangunan dan atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah;

6) Mengadakan musyawarah dengan para pemilik dan instansi pemerintah yang memerlukan tanha dalam rangka menetapkan bentuk dan atau besarnya ganti rugi;

7) Menetapkan besarnya ganti rugi atas tanha yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;

8) Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemilik;

9) Membuat Berita Acara pelepasan atau penyerahan hak;

10) Mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan Kantor Pertanahan;

11) Menyampaikan permasalahan disertai pertimbangan penyelesaian pengadaan tanah kepada Kepala Desa, apabila musyawarah tidak tercapai kesepakatan untuk pengambilan keputusan.

(42)

commit to user

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai Panitia Pengadaan Tanah maka dibentuklah Sekretariat Pengadaan Tanah yang ditetapkan oleh Kepala Desa.

c. Kepala Desa setempat membentuk Panitia Pelepasan dan Pengadaan Tanah Kas Desa

Dasar pertimbangan Kepala Desa dalam membentuk Panitia Pelepasan dan Pengadaan Tanah Kas Desa adalah bahwa pembangunan jalan tol Solo-Mantingan yang mengenai tanah kas desa harus dilepaskan kepemilikannya dari desa dan mendapat ganti rugi dari pemerintah. Hasil dari ganti rugi tersebut akan dipergunakan untuk membeli tanah yang lebih produktif sebagai pengganti tanah kas desa yang dilepas. Atas pertimbangan itulah maka sebelum tanah kas desa dilepaskan dibentuk terlebih dahulu pihak desa harus membentuk Panitia Pelepasan dan Pengadaan Tanah Kas Desa.

Berdasarkan keputusan ini maka Panitia Pengadaan Tanah Kas Desa pengganti segera bekerja untuk mencari tanah masyarakat yang akan dibeli untuk pengganti tanah kas desa yang dilepaskan untuk pembangunan jalan Tol Solo-Mantingan. Pertimbangan dalam mencari tanah pengganti ini adalah:

1) Lokasi tanah pengganti harus berada di wilayah administrasi pemerintahan desa setempat dan apabila tidak memungkinkan, dapat dibelikan di wilayah desa lainnya dalam satu kecamatan setelah mendapatkan ijin dari pemerintah yang lebih tinggi; 2) Lokasi tanah pengganti diusahakan mudah dijangkau atau

dikerjakan oleh desa;

3) Tingkat kesuburan harus lebih produktif dibanding tanah yang dilepas;

4) Untuk menentukan senilai atau tidaknya tanah pengganti dapat dihitung dari unsure luas tanah, kelas, tingkat produktivitas dan harga.

(43)

commit to user

Setelah Panitia Pengadaan Tanah Kas Desa Pengganti mendapatkan tanah sesuai dengan kriteria tersebut maka segera melaporkannya kepada Kepala Desa.

d. Kepala Desa menetapkan keputusan mengenai pelepasan asset pemerintah desa berupa Tanah Kas Desa, tanaman dan bangunan milik Pemerintah Desa untuk pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan yang memperoleh ganti rugi dari Pemerintah.

Setelah Panitia Pengadaan Tanah Kas Desa pengganti mendapatkan tanah pengganti tanah kas desa yang dilepaskan untuk pembangunan jalan Tol maka Panitia tersebut segera melaporkannya kepada Kepala Desa setempat. Berdasarkan laporan dari Panitia tersebut Kepala Desa segera mengeluarkan keputusan mengenai pelepasan asset pemerintah desa berupa tanah kas desa, tanaman dan bangunan milik pemerintah desa untuk pembangunan jalan Tol Solo-Mantingan yang memperoleh ganti rugi dari pemerintah. Hasil dari ganti rugi tersebut dibelikan tanah pengganti tanah kas desa yang dilepas dan kebutuhan pemerintah desa lainnya.

Dalam keputusan ini Kepala Desa setempat menitikberatkan pada dua hal pokok, yakni:

1) Pemerintah desa setempat melepaskan asset pemerintah desa untuk pembangunan jalan Tol Solo-Mantingan yang memperoleh ganti rugi dari pemerintah.

2) Hasil dari ganti rugi tersebut akan digunakan Pemerintah Desa untuk membeli tanah perseorangan sebagai pengganti tanah kas desa serta untuk biaya operasional dan honor Tim.

Keputusan Kepala Desa ini berlaku sejak mendapatkan persetujuan tertulis dari Bupati dan Gubernur.

(44)

commit to user

e. Pemerintah Desa mengajukan permohonan rekomendasi pelepasan tanah kas desa dan pembelian tanah pengganti

Permohonan rekomendasi tersebut diajukan kepada Kecamatan setempat. Inti dari permohonan tersebut adalah bahwa desa memohon rekomendasi pelepasan tanah kas desa serta pembelian tanah pengganti.

f. Kecamatan setempat meneruskan permohonan rekomendasi dari desa ke Bupati Sragen

Sebelum kecamatan membuat surat permohonan kepada Bupati Sragen, pihak kecamatan telah terlebih dahulu mengadakan monitoring, pengawasan dan evaluasi tanah kas desa serta gantu rugi untuk membeli tanah kas desa pengganti.

g. Bupati Sragen meneruskan permohonan rekomendasi ke Gubernur Jawa Tengah

Berdasarkan surat rekomendasi dari Camat serta surat permohonan dari Kepala Desa setempat, Bupati Sragen mengajukan permohonan persetujuan pelepasan asset desa untuk pembangunan jalan Tol. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa pemerintah desa setempat akan melepaskan asset desa untuk pembangunan jalan Tol Solo-Mantingan dengan memperoleh uang ganti rugi. Penerimaan ganti rugi tersebut akan digunakan untuk:

1) Membeli tanah perseorangan sebagai pengganti tanah kas desa yang dilepas;

2) Kebutuhan pemerintah Desa, yang berupa : operasional dan honor Tim serta biaya pensertipikatan tanah.

Dalam surat permohonan rekomendasi tersebut juga dijelaskan bahwa pada prinsipnya Bupati Sragen menyetujui pelepasan asset desa tersebut, dengan catatan:

(45)

commit to user

2) Pelepasan asset desa tersebut, tanah perseorangan yang dibeli sebagai pengganti tanah kas desa yang dilepas, dan uang untuk dicatat secara tertib dalam Buku Administrasi Desa;

3) Apabila dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan tersebut, maka persetujuan yang dibuat oleh Bupati batal demi hukum dan kepada pihak-pihak yang terkait dikenai sanksi sesuai ketentuan yang berlaku;

4) Dalam pelaksanaannya agar diadministrasikan dengan tertib dan melaporkan kepada Bupati Sragen secara berkala.

h. Gubernur Jawa Tengah memberikan rekomendasi pelepasan tanah kas desa

Surat rekomendasi yang dikirimkan dari Bupati Sragen ke Gubernur Jawa Tengah dan diverifikasi oleh Biro Pemerintahan Desa. Verifikasi dilakukan terhadap obyek-obyek yang diajukan sebagai sebagai lahan pengganti tanah kas desa yang terkena pembebasan jalan tol. Jika dipandang telah memenuhi persyaratan secara administrasi Biro Pemerintahan mengajukan rekomendasinya kepada Gubernur. Hasil rekomendasi dari Gubernur tersebut yang dipakai sebagai rujukan untuk membayar ganti rugi terhadap tanah hak milik yang sudah direkomendasi tersebut. Dalam surat rekomendasi tersebut disebutkan bahwa proses pelepasan tanah kas desa harus dilakukan dengan persyaratan:

1) Penyelesaian tertib administrasi pertanahan dengan memfasilitasi dan bertanggungjawab sampai terbitnya bukti kepemilikan hak yang berupa sertipikat tanah atas nama Pemerintah Desa yang bersangkutan;

2) Pelepasan hak kepemilikan tanah kas desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Bupati dan Gubernur;

(46)

commit to user

3) Pelaksanaan pelepasan tanah kas desa agar dilaporkan kepada Kementerian Dalam Negeri Up. Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Tengah.

Tanah Kas Desa adalah tanah yang dikelola desa berdasar adat istiadat sebagai salah satu sumber pendapatan asli desa untuk digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat.

Pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala Desa bertanggung jawab pada Badan Perwakilan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas tersebut kepada Bupati.121

Desa sebagai basis kehidupan masyarakat akar rumput (grass root) mempunyai dua wilayah berbeda tapi sangat berkait erat. Pertama, wilayah internal dengan menunjuk pada relasi antara pemerintah desa, BPD, institusi lokal, dan masyarakat. Kedua, wilayah eksternal dengan relasi antara desa dan pemerintah diatasnya dalam konteks formasi Negara.122

Sebagai miniatur Negara, Pemerintah Desa punya hubungan yang sangat erat dengan masyarakat. Di satu sisi, perangkat desa menjadi ujung tombak dalam pelayanan publik dengan segudang tugas ketatanegaraan, dan disisi yang lain, secara normatif masyarakat bisa menyentuh langsung serta berpartisipasi dalam proses pemerintahan dan pembangunan di tingkat desa. Sehingga Kepala desa dan Perangkat desa selalu di jadikan pamong desa yang diharapkan menjadi pelindung dan pengayom masyarakat.123

121 Deddy Supriadi Bratakusumah dan Dadang Solihin, Otonomi Penelenggaraan

Pemerintahan Daerah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal. 8 122

Abdul Gaffar Karim, Kompleksitas Persoalan Ototnomi Daerah di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hal.257

123

(47)

commit to user

Jika dilihat dari tahapan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam pembayaran ganti rugi tanah kas desa sungguhlah tepat peran BPD dalam menunjang keberhasilan pengadaan tanah. Peran aktif dari seluruh elemen pemerintahan di tingkat desa sangatlah diperlukan guna mensukseskan program pembangunan pemerintah.

Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan Tol Solo-Mantingan mulai dilaksanakan sejak tahun 2007 setelah dikeluarkannya Surat Keputusan dari Gubernur Jawa Tengah tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan Jalan Tol Trans Jawa di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi dari Panitia Pengadaan Tanah jumlah tanah kas desa yang terkena proyek pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Solo-Mantingan sebanyak 102 bidang tanah. Dari 102 bidang tanah tersebut jumlah bidang tanah yang sudah dibayarkan ganti kerugian sampai dengan Bulan Desember 2014 baru mencapai 85 bidang tanah atau sekitar 83,33 %. Progress pembayaran tanah kas desa dapat dilihat dalam Tabel 11 sebagai berikut:

(48)

commit to user

Tabel 11. Progress Pembayaran Tanah Kas Desa

No. Kecamatan Desa

Kebutuhan Tanah (Bidang) Progress Pembayaran Sisa Bidang Luas (M2) 1. Masaran 1. Sidodadi 1 - - 1 2. Karangmalang 6 6 6.487 -3. Jati 17 17 25.311 -4. Pringanom 8 8 21.294 -5. Masaran 5 5 11.273 -6. Krikilan 2 - - 2 2. Sidoharjo 1. Purwosuman 8 - - 8 2. Duyungan 4 4 4.101 -3. Jetak 4 4 10.920 -4. Singopadu 7 7 18.958 -5. Pandak 1 - - 1 3. Sragen 1. Tangkil 9 9 23.509 -4. Ngrampal 1. Bandung 2 - - 2 2. Kebonromo 10 10 19.487 -5. Gondang 1. Bumiaji 3 3 9.616 -6. Sambungmacan 1. Toyogo 2 - - 2 2. Banyurip 6 6 7.125 -3. Gringging 7 6 2.843 1 Jumlah 102 85 160.924 17

Sumber : Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Sragen, 2014

Dari tabel 11 tersebut diatas dapat diketahui bahwa proses pembayaran ganti rugi tanah kas desa yang mulai dilaksanakan tahun 2008 sampai dengan tahun 2014 baru terlaksana sebanyak 85 bidang tanah atau sekitar 83,33%. Sisa dari bidang tanah yang belum dibebaskan tersebut akan dibayarkan sampai dengan tenggang waktu tanggal 31 Desember 2015.

Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum pada pasal 15 Peraturan Presiden nomor 36 Tahun 2005 menyebutkan bahwa dasar dan cara perhitungan ganti kerugian ditetapkan atas dasar Nilai Jual Obyek Pajak atau nilai nyata atau harga tanah yang sebenarnya dengan memperhatikan nilai jual obyek pajak Tahun berjalan

Gambar

Tabel 1. Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sragen Tahun 2014
Tabel 2. Luas Lahan Sawah dan Tanah Kering di Kabupaten Sragen Tahun 2014 No. Kecamatan Luas (Ha) Jumlah Sawah PertanianBukan Sawah Non Pertanian 1
Tabel 3. Luas Wilayah Kabupaten Sragen Dirinci Menurut Penggunaan Tahun 2014
Tabel 4. Banyaknya Permohonan Sertipikat Di Kantor Pertanahan Kabupaten Sragen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Laporan akhir disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Listrik di Politeknik

Sastra Jawa ngrembaka ing lingkungan kraton jaman Surakarta sing dipandhegani dening pujangga dalem (Suwarni, 2009:4-8). Serat Anglingdarma iki mujudake salah sawijine

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya diperoleh fakta bahwa dengan menerapkan model CORE berbantuan pop up book kemampuan siswa pada aspek representasi

Sedangkan untuk pengaruh variabel makro ekonomi domestik (nilai tukar mata uang, tingkat suku bungadan inflasi) di Indonesia dan Malaysia ternyata memiliki pengaruh yang

Soediran Mangun Sumarso Wonogiri diharapkan agar menurunkan beban kerja perawat di Ruang Perawatan Khusus dengan menambah jumlah perawat, kepada perawat bisa belajar untuk

$EVWUDN 3HQHOLWLDQ WLQGDNDQ LQL EHUWXMXDQ PHQJLPSOHPHQWDVLNDQ PRGHO 6LNOXV %HODMDU XQWXN PHQLQJNDWNDQ NXDOLWDV SURVHV SHPEHODMDUDQ GDQ KDVLO EHODMDU PHQJHODV GHQJDQ JDV PHWDO

Hasil dari penelitian ini terdapat pengaruh negatif tidak signifikan pada personal financial need terhadap financial statement fraud dan mendukung penelitian yang

Hal tersebut ditunjukan dengan hasil uji hipotesis yang menunjukan signifikansi dari citra merek terhadap niat beli motor Yamaha Mio adalah 0.000 < 0.05, dapat