• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Pemberian Ganti Rugi Terhadap Tanah Kas Desa yang Terkena Proyek Pengadaan Tanah Jalan Tol Solo-Mantingan di

Wilayah Kabupaten Sragen

Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan Tol Solo-Mantingan yang melintasi Kabupaten Sragen dilaksanakan mulai tahun 2007 sejak dikeluarkannya Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 620/17/2007, tanggal 20 Juni 2007 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan Ruas Jalan Tol Solo-Ngawi di Wilayah Provinsi Jawa Tengah.

Proyek pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Solo-Mantingan tidak hanya melibatkan tanah hak saja tetapi tanah kas desa juga banyak yang terkena obyek pembebasan. Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari Panitia Pengadaan Tanah Jalan Tol Solo-Mantingan Kabupaten Sragen jumlah bidang tanah kas desa yang terkena pembebasan tanah adalah sebanyak 102 bidang tanah dengan luasan seluas 18 Ha. Penggunaan tanah

commit to user

sebelumnya sangat bervariasi. Ada yang digunakan untuk lapangan, bangunan sekolah, makam, tanah lungguh perangkat desa. Status dari tanah kas desa tersebut ada yang sudah bersertipikat dengan status tanah hak pakai dan ada juga yang masih belum bersertipikat.

Proses pembayaran ganti rugi terhadap tanah kas desa tentu berbeda dengan tanah hak pada umumnya. Jika tanah hak yang dimiliki oleh masyarakat proses pembayaran ganti ruginya hanya melibatkan warga dengan pihak yang membutuhkan tanah. Sedangkan dalam pembayaran ganti rugi tanah kas desa harus mendapat rekomendasi dari Gubernur Jawa Tengah melalui mekanisme pelepasan hak.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 15 PMDN Nomor 4 Tahun 2007 disebutkan bahwa tanah kas desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum. Pelepasan hak kepemilikan tersebut dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik dan berlokasi di Desa setempat. Pelepasan hak kepemilikan tanah desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Keputusan Kepala Desa tersebut diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan Gubernur.

Sesuai dengan peraturan diatas maka pelepasan terhadap tanah kas desa baru bisa dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai dengan harga yang menguntungkan desa yang akan digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik (baik berdasarkan tingkat kesuburan, letak maupun luasannya) yang berlokasi di desa setempat.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bpk. Wahyu Dwi Hari Prasetyo selaku anggota Panitia Pengadaan Tanah, langkah-langkah pembayaran ganti rugi tanah kas desa adalah sebagai berikut:

1. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah

commit to user

Kegiatan inventarisasi ini dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah yang meliputi bidang tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan. Identifikasi dan inventarisasi yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah meliputi:

a) Penunjukan batas;

b) Pengukuran bidang tanah dan/atau bangunan;

c) Pemetaan bidang tanah dan/atau bangunan dan keliling batas bidang tanah;

d) Penetapan batas-batas bidang tanah dan/atau bangunan; e) Pendataan penggunaan dan pemanfaatan tanah;

f) Pendataan status tanah dan/atau bangunan;

g) Pendataan penguasaan dan pemilikan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman;

h) Pendataan bukti-bukti penguasaan dan pemilikan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman; dan

Hasil inventarisasi ini ditetapkan dengan Surat Keputusan dari Ketua Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Sragen Nomor 590/04/P2T/2009 tentang Pengumuman Hasil Identifikasi dan Inventarisasi atas Penguasaan, Penggunaan dan Pemilikan Tanah, Bangunan dan Tanaman yang Terkena Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan.

Dari hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan tersebut jumlah tanah kas desa di Wilayah Kabupaten Sragen yang terkena proyek pengadaan tanah adalah sejumlah 102 bidang tanah yang tersebar di 18 (delapan belas) Desa yang tercakup dalam 6 (enam) kecamatan. Hasil identifikasi dan inventarisasi dari Pantia Pengadaan Tanah terhadap tanah kas desa dapat dilihat dalam Tabel 10 sebagai berikut:

commit to user

Tabel 10. Hasil Identifikasi dan Inventarisasi terhadap Tanah Kas Desa Yang Terkena Proyek Pengadaan Tanah untuk Jalan Tol

No. Kecamatan Desa Jumlah

Bidang 1. Masaran 1. Sidodadi 1 2. Karangmalang 6 3. Jati 17 4. Pringanom 8 5. Masaran 5 6. Krikilan 2 2. Sidoharjo 1. Purwosuman 8 2. Duyungan 4 3. Jetak 4 4. Singopadu 7 5. Pandak 1 3. Sragen 1. Tangkil 9 4. Ngrampal 1. Bandung 2 2. Kebonromo 10 5. Gondang 1. Bumiaji 3 6. Sambungmacan 1. Toyogo 2 2. Banyurip 6 3. Gringging 7 Jumlah 102

Sumber: Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Sragen, 2014

Selanjutnya setelah selesai dilakukan inventarisasi, Panitia menaksir harga tanah dan melakukan penjelasan serta penyuluhan dengan cara tatap muka langsung dengan masyarakat pemilik tanah tentang rencana dan tujuan Pemerintah melakukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Dalam hal penyuluhan diterima oleh masyarakat, dilanjutkan dengan kegiatan pengadaan tanah, jika tidak diterima, panitia melakukan penyuluhan kembali dengan acuan :

a) Tetap tidak diterima oleh masyarakat, sedang lokasinya dapat dipindahkan, diajukan alternatif lokasi lain.

b) Tetap tidak diterima oleh masyarakat, sedang lokasinya tidak dapat dipindahkan kelokasi lain, maka Panitia Pengadaan tanah

commit to user

mengusulkan pada walikota untuk melakukan pencabutan hak atas tanah sesuai ketentuan Undang-undang nomor 20 Tahun 1961.112

2. Penilaian Ganti Kerugian

Penilaian harga tanah dilakukan oleh Tim Penilai Harga Tanah atau Lembaga Penilai Harga Tanah. Penilaian harga tanah didasarkan pada Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan, dan juga berpedoman pada variabel-variabel sebagai berikut :

a) lokasi dan letak tanah; b) status tanah;

c) peruntukan tanah;

d) kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah atau perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada;

e) sarana dan prasarana yang tersedia; dan

f) faktor lainnya yang mempengaruhi harga tanah.

Sedangkan Penilaian harga bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dilakukan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen serta Dinas Pertanian Kabupaten Sragen

Penilaian besarnya harga ganti kerugian ditetapkan oleh Tim Penilai Tanah yang sudah ditetapkan oleh Bupati Sragen. Hasil dari penilaian ganti kerugian ini meliputi ganti rugi terhadap tanah, bangunan, tanaman dan lain-lain yang bisa dinilai dengan uang. Hasil penilaian dari Tim Penilai Tanah inilah yang menjadi dasar musyawarah untuk menetapkan besarnya harga ganti rugi yang akan ditetapkan oleh Panitia Pengadaan Tanah. Penetapan harga ganti rugi dikelompok-kelompokkan berdasarkan kelas dari masing-masing tanah. Hasil klasifikasi/pengelompokan dari Tim Penilai Tanah dibedakan atas Kelompok Sawah dan Kelompok Pekarangan.

112

commit to user

Hasil penilaian dari Tim Penilai diserahkan kepada Panitia Pengadaan Tanah untuk dipergunakan sebagai dasar musyawarah antara Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota selaku instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para memilik tanah.

3. Musyawarah penetapan Ganti Kerugian

Pelaksanaan musyawarah penetapan harga dihadiri oleh Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Sragen, Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Tanah Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan serta wakil dari para pemilik tanah, bangunan dan tanaman yang tanahnya terkena pembangunan Jalan Tol.

Musyawarah diawali dengan penyuluhan kepada pemegang hak atas tanah, bangunan dan/atau tanaman yang terkena Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan di Kabupaten Sragen. Musyawarah ini dilaksanakan untuk menetapkan bentuk dan besarnya ganti kerugian. Panitia mengundang Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota yang diwakili fdari Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah) dan pemegang hak yang bersangkutan untuk mengadakan musyawarah.

Panitia pengadaan tanah harus melibatkan seluruh pemegang hak atas tanah dalam proses musyawarah untuk mendapatkan kesepakatan bersama dalam penentuan ganti rugi hak atas tanah, tentunya untuk mencermati maksud Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005. Dimana panitia pengadaan tanah harus mengundang semua pemegang hak atas tanah dengan tidak membedakan antara satu dengan lain.

Prinsip musyawarah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (10) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, yaitu saling mendengar, saling memberi dan saling menerima pendapat serta keinginan untuk mencapai

commit to user

kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara pihak yang mempunyai tanah dengan pihak yang memerlukan tanah.113 Musyawarah ini harus dilakukan secara bebas tanpa adanya suatu tekanan, dan kesepakatan harus adanya kerelaan dan persesuaian kehendak dari masing-masing pihak atau dengan kata lain melepaskan hak atas tanah secara sukarela dengan mendapat ganti rugi yang layak.

Musyawarah antara kedua belah pihak yang berkepentingan yang dipimpin oleh Wakil Ketua Panitia tersebut, dihadiri langsung oleh pemegang hak atas tanah. Berdasar keterangan dari para narasumber, bahwa pemilik tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah secara langsung mengikuti musyawarah dengan Instansi Pemerintah (Dinas Bina Marga Propinsi Jawa Tengah).

Musyawarah dilangsungkan di tempat yang telah ditentukan Panitia. Dalam hal ini dipilih lokasi yang mudah dijangkau oleh warga masyarakat pemegang hak yang bersangkutan. Tempat tersebut antara lain : Balai Desa/Kelurahan serta Kantor Kecamatan.

Musyawarah dilakukan dengan pemegang hak atas tanah yang didahului dengan menandatangani daftar hadir, mendengar penjelasan, dan diminta persetujuan untuk melepaskan hak atas tanahnya dengan harga ganti rugi yang telah ditetapkan.

Kedudukan para pihak yang bermusyawarah adalah sama / sejajar. Setiap pihak diberikan kesempatan yang sama untuk mengajukan usul / pendapat. Sehingga musyawarah berlangsung secara kekeluargaan. Menurut keterangan dari narasumber bahwa pemegang hak diberi kesempatan secara bebas untuk mengemukakan pikiran dan pendapat berupa pertanyaan, usul dan saran mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian.

113

Lihat Pasal 1 ayat (10) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, berkaitan dengan Prinsip musyawarah yang harus dilakukan Panitia pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

commit to user

Penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian yang dilakukan dengan musyawarah berdasarkan Pasal 8 butir 1 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 Juncto Perpres Nomor 65 Tahun 2006. Musyawarah merupakan hal yang utama dalam pelaksanaan pengadaan tanah, apabila musyawarah telah menghasilkan kesepakatan maka Panitia Pengadaan Tanah mengeluarkan keputusan tentang bentuk dan besarnya ganti kerugian. Jika belum terjadi kesepakatan maka diadakan musyawarah lagi hingga tercapai kesepakatan.

Pelaksanaan musyawarah untuk pembangunan jalan tol tidak dilakukan sekaligus tapi dilakukan secara bertahap sampai tercapainya kesepakatan harga ganti rugi antara pemilik tanah dengan pihak yang membutuhkan tanah. Pelaksanaan musyawarah penetapan ganti kerugian untuk tanah kas desa yang terkena pengadaan tanah jalan tol diwakili oleh Kepala Desa serta Kepala Urusan Perencanaan dan Keuangan.

Apabila musyawarah tidak memperoleh kesepakatan tentang ganti rugi, maka penyelesaiannya panitia pengadaan tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. Atas putusan panitia ini dapat diajukan banding, dengan mengajukan keberatan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Gubernur akan mengukuhkan atau mengubah keputusan Panitia Pengadaan Tanah. Apa yang dilakukan oleh gubernur ini sebenarnya bukan merupakan proses banding tetapi hanya untuk memberikan penyelesaian yang sebaik-baiknya dalam kedudukannya sebagai Penguasa Tunggal di Daerah.

Musyawarah yang dilakukan meliputi nilai ganti rugi harga tanah atau bentuk ganti rugi tanah dan benda-benda lain yang ada di atasnya untuk mengkaji penetapan uang ganti rugi dan dengan mempedomani harga patokan yang berlaku umum dan mempertimbangkan harga tanah yang wajar sepanjang menyangkut musyawarah. Menurut Boedi Harsono pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan tersebut dilakukan dengan memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia

commit to user

dan prinsip penghormatan terhadap hak yang sah atas tanah tersebut diwujudkan dengan ketentuan, bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan melalui musyawarah.114

Pembebasan hak atas tanah wajib disertai dengan pemberian ganti kerugian dan harus berpedoman pada Peraturan yang berlaku serta dalam penentuan bentuk dan besarnya ganti kerugian harus diusahakan dengan asas musyawarah antara pihak yang bersangkutan dengan mempertimbangkan/memperhatikan harga dasar setempat yang ditetapkan secara berkala oleh Panitia.115

Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota menetapkan tempat dan tanggal musyawarah, dengan mengundang instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan para pemilik tanah untuk musyawarah mengenai rencana pembangunan untuk kepentingan umum dilokasi tersebut, dan mengenai bentuk dan/ atau besarnya ganti rugi. Demikian disebutkan oleh pasal 31 ayat 1 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun2007. Musyawarah bentuk dan/atau besarnya ganti rugi berpedoman pada : a). kesepakatan para pihak, b). hasil penilaian dari sebagaimana dimaksud dalam pasal 30, dan c). tenggang waktu penyelesaian proyek.

Jika ketentuan pasal 31 angka 3 Peraturan Kepala BPN tersebut dicermati, ternyata musyawarah dalam menentukan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi, pedoman yang utama adalah kesepakatan, sehingga kesepakatan menjadi unsur yang essensial dalam mekanisme musyawarah.

Maria Soemardjono mengatakan ganti rugi atas dasar musyawarah mengandung makna “Bahwa dalam musyawarah tersebut harus diberlakukan asas kesejajaran antara pemerintah dengan pemilik tanah dan harus dihindari adanya tekanan-tekanan berupa apa pun dalam pertemuan maupun di luar pertemuan, jika tidak maka kesepakatan yang dicapai

114

Boedi Harsono, Op.Cit, Hal. 191.

115

Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pustaka bangsa press, Jakarta, 2004, hal. 24.

commit to user

adalah kesepakatan dalam keadaan terpaksa dan kesepakatan demikian bukanlah kesepakatan”.116

Maria Sumardjono menyebutkan persyaratan yang diperlukan untuk tercapainya musyawarah secara sukarela dan bebas adalah:117

a) Ketersediaan informasi yang jelas dan menyeluruh tentang kegiatan tersebut (dampak dan manfaat, bentuk dan besarnya ganti rugi, rencana pemukiman kembali bila diperlukan, rencana pemulihan pendapatan dan bantuan-bantuan lain, dll).

b) Suasana yang kondusif untuk melaksanakan musyawarah. c) Keterwakilan para pihak.

d) Kemampuan para pihak untuk melakukan negosiasi.

e) Jaminan bahwa tidak ada tipuan, paksaan, atau kekerasan dalam proses musyawarah.

Selanjutnya musyawarah rencana pembangunan untuk kepentingan umum suatu lokasi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 31 ayat 1 huruf a, dianggap telah tercapai kesepakatan apabila paling sedikit 75% dari luas tanah yang diperlukan untuk pembangunan telah diperoleh, atau jumlah pemilik telah menyetujui bentuk dan/atau besarnya ganti rugi.118

Pasal 36 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007 menjelaskan “Pemilik tanah yang belum bersepakat mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti rugi, dan jumlahnya 25% dari jumlah pemilik/luas tanah, Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota mengupayakan musyawarah kembali sampai tercapai kesepakatan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi”.

116

Maria Soemardjono, Dalam Kasus-kasus Pengadaan Tanah dalam Putusan Pengadilan, SuatuTinjauan Yuridis, Mahkamah Agung RI, 1996, Hal. 119.

117

Maria Soemardjono, Op.Cit, Hal. 272

118

commit to user 4. Pembayaran Ganti Kerugian

Menurut Telders yang dikutip Prof. Dr. A. Parlindungan, SH. bahwa yang berhak untuk penggantian kerugian, baik pemilik maupun penyewa. Dimana Schenk kembali memperjelas bahwa ganti rugi sepenuhnya meliputi:

a) Setiap kerugian akibat langsung dari pencabutan hak harus diganti sepenuhnya;

b) Kerugian disebabkan karena sisa yang tidak dicabut haknya menjadi berkurang nilainya;

c) Kerugian karena tidak dapat mempergunakan benda tersebut, ataupun karena kehilangan penghasilannya;

d) Kerugian karena harus mencari tempat usaha lain sebagai pengganti.119

Penentuan besarnya ganti rugi ditetapkan dalam musyawarah untuk mufakat yang dilakukan oleh panitia pengadaan tanah dengan pihak masyarakat yang menghaki tanah tersebut. Hal terpenting dalam penentuan ganti kerugian adalah adanya kebebasan yang merdeka untuk menentukan nilai ganti kerugian yang dikehendaki pemilik tanah dan dapat diterima oleh negara-sehingga terjadi proses musyawarah yang menuju kesepakatan (meeting of mind).120

Arti ganti rugi menurut Perpres No. 36 Tahun 2005 terdapat dalam pasal 1 ayat (11) yang menyatakan ganti rugi adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan/atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat memberikan

119

A.P. Parlindungan, Berakhirnya Hak-Hak Atas Tanah Menurut Sistem UUPA, CV. Mandar Maju, Bandung, 1996. Hal. 50

120

Gunanegara. Rakyat dan Negara Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Tatanusa, Jakarta, 2008, Hal. 216

commit to user

kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.

Sedangkan bentuk ganti rugi terdapat dalam ketentuan pasal 13 yang berbunyi: ayat (1) bentuk ganti rugi dapat berupa: (a) uang, dan/atau (b) tanah pengganti, dan/atau (c) pemukiman kembali, ayat (2) dalam hal pemegang hak atas tanah tidak menghendaki bentuk ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dapat diberikan kompensasi berupa penyertaan modal (saham) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pemberian ganti kerugian terhadap tanah kas desa baru akan dibayarkan ketika pihak desa telah memperoleh tanah pengganti sebagai tanah kas desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Panitia Pengadaan Tanah Jalan Tol Solo-Mantingan langkah-langkah yang harus ditempuh pihak desa sebelum mendapatkan pembayaran ganti kerugian adalah sebagai berikut:

a. Pemerintah Desa membuat Peraturan Desa mengenai pemindahtanganan tanah kas desa;

Berdasarkan peraturan yang dibuat oleh Desa bahwa pedoman pemindahtanganan tanah kas desa harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Setiap pemindahtanganan tanah kas desa dilaksanakan dalam kerangka kebijakan sebagai upaya memperkuat pemerintahan desa, khususnya dalam usaha meningkatkan/menggali sumber pendapatan desa;

2) Tanah kas desa dilarang untuk dilimpahkan atau diserahkan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum, meliputi:

a) Jalan umum, jalan tol, rel kereta api, saluran air minum/air bersih dan/atau saluran pembuangan air;

commit to user

b) Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya;

c) Pelabuhan atau Bandar udara atau stasiun kereta api dan terminal;

d) Fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana;

e) Tempat pembuangan sampah; f) Cagar alam dan cagar budaya;

g) Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

3) Apabila tanah kas desa digunakan untuk kepentingan pihak lain tidak merubah status kepemilikan, harus memberi kontribusi kepada pemerintah desa yang besarnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.

Jenis-jenis pemindahtanganan tanah kas desa meliputi: 1) Penjualan;

2) Tukar-menukar; 3) Hibah;

4) Penyertaan modal pemerintah dan atau Pemerintah Provinsi dan atau Pemerintah Kabupaten.

Pemindahtanganan tanah kas desa kepada pihak lain harus memenuhi persyaratan:

1) Rencana Penggunaan Tanah Kas Desa yang akan dipindahtangankan kepada pihak lain, tidak merugikan Desa; 2) Ganti Tanah kepada Desa akibat pemindahtanganan kepada pihak

lain harus lebih produktif dari tanah yang dilepas;

3) Apabila ganti rugi kepada Desa berwujud uang, penggunaannya diwajibkan untuk membeli tanah yang lebih produktif dan luasnya paling sedikit senilai dengan tanah yang dilepas atau dalam keadaan memaksa dapat digunakan untuk pembangunan

commit to user

kepentingan umum setelah mendapatkan persetujuan Bupati dan Gubernur Jawa Tengah;

Dalam pencarian tanah pengganti harus ditangani oleh Panitia Pembelian/Penukaran Tanah Kas Desa yang dibentuk oleh Kepala Desa dengan Keputusan Kepala Desa. Panitia Pembelian/Penukaran Tanah Kas Desa diambilkan dari Aparat Pemerintah Desa dan Tokoh Masyarakat. Panitia ini bertugas membantu Kepala Desa untuk melakukan musyawarah dalam hal penentuan harga dan pencarian tanah pengganti.

Hal-hal yang harus dipertimbangkan oleh Panitia Pembelian/Penukaran Tanah Kas Desa dalam mencari tanah pengganti adalah:

1) Lokasi tanah pengganti berada di wilayah administrasi pemerintahan desa dan apabila tidak memungkinkan, dapat dibelikan di wilayah desa lainnya dalam satu kecamatan setelah mendapatkan ijin dari pemerintah yang lebih tinggi;

2) Lokasi tanah pengganti diusahakan mudah dijangkau atau dikerjakan oleh desa;

3) Tingkat kesuburan harus lebih produktif dibanding tanah yang dilepas, sehingga benar-benar bermanfaat bagi desa;

4) Untuk menentukan senilai atau tidaknya tanah pengganti dapat dihitung dari unsur luas tanah, kelas, tingkat produktivitas dan harga.

b. Kepala Desa membuat keputusan tentang pembentukan panitia pengadaan tanah kas desa

Panitia ini ditetapkan oleh Kepala Desa dengan tugasnya : 1) Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang

terkena rencana pembangunan dan atau pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi public baik melalui tatap muka, media cetak,

commit to user

maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan atau pemegang hak atas tanah;

2) Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas bidang tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;

3) Mengadakan penelitian mengenai status hukum bidang tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya;

4) Mengumumkan hasil penelitian dan inventarisasi atas bidang tanah;

5) Menerima hasil penelitian harga tanah dan atau bangunan dan atau tanman dan atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dari Lembaga atau Tim Penilai Harga Tanah dan pejabat yang bertanggungjawab menilai bangunan dan atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah;

6) Mengadakan musyawarah dengan para pemilik dan instansi pemerintah yang memerlukan tanha dalam rangka menetapkan bentuk dan atau besarnya ganti rugi;

7) Menetapkan besarnya ganti rugi atas tanha yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;

8) Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemilik;

9) Membuat Berita Acara pelepasan atau penyerahan hak;