• Tidak ada hasil yang ditemukan

KENDALA YANG MENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN KONVERSI HAK ATAS TANAH ADAT A. Masalah Pertanahan Mengenai Grant Sultan

Di dalam diktum kedua Undang-undang Pokok Agraria memuat ketentuan tentang konversi, yaitu mengatur tentang konversi hak-hak atas tanah sebelum berlakunya Undang-undang Pokok Agraria. Grant Sultan sebagai bukti hak atas tanah yang sejak masa sebelum berlakunya Undang-undang Pokok Agraria dapat dikonversi menjadi hak milik. Akan tetapi, di dalam kenyataannya “kebendaan tanah Grant Sultan dapat menimbulkan beberapa masalah karena alasan sebagai berikut”.

1. Letak tanahnya sulit diidentifikasi di lapangan;

2. Tanah Grant Sultan banyak digarap oleh pihak lain dalam jumlah besar; 3. Banyak terdapat Grant Sultan yang tidak terdaftar”90

Letak tanah Grant Sultan, sulit diidentifikasi di lapangan berdasarkan kenyataan- kenyataan, sebagai berikut :

1. Ada letak tanah bekas Grant Sultan yang masih dapat di rekontruksi karena detail–detail yang tergambar di peta, seperti parit, jembatan atau bangunan (lama) ternyatab hingga saat ini masih terdapat dilapangan;

2. Ada tanah bekas Grant Sultan yang masih dapat diperkirakan letaknya, tetapi sulit untuk di konstruksi karena detail–detail yang tergambar di peta sudah banyak berubah atau tidak sesuai lagi dengan keadaan saat ini akibatnya ada pelebaran jalan atau perubahan penggunaan tanah, misalnya perumahan. 91

Dalam rangka menjamin kepastian hukum, UUPA Pasal 19 memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah. Lebih lanjut diatur dalam PP No. 24 Tahun

90

Makalah Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sumatera Utara, Oktober 1996, Op.Cit, Hal. 2.

91

1997 sebagai penyempurnaan dari PP No. 10 Tahun 1961 sebagai peraturan pelaksanaannya maka pelaksanaan pendaftaran tanah merupakan kewajiban bersama antar pemerintah dan pemegang hak atas tanah.

Dengan adanya pendaftaran tersebut akan memberi manfaat yaitu mengangkat nilai ekonomis tanah atau memudahkan pelaksanaan transaksi baik untuk dialihkan haknya maupun untuk dijadikan jaminan dalam hak tanggungan.

Setiap negara manapun, semua penduduk atau masyarakatnya sangat mendambakan dan membutuhkan perlindungan hukum dan kepastian hukum. Untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas penggunaan/pemilikan tanah di Indonesia maka UUPA telah menggariskan kepada pemerintah agar menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia, dimana dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut alat bukti kepemilikan tanah mempunyai peran yang sangat menentukan.

Secara normatif ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pendafaran tanah akan semakin lengkap, namun efektifitas berlakunya perlu di tunjang dengan pelaksanaan secara konsisten oleh para pelaksana pendaftaran tanah. Tidak kurang pentingnya dukungan dari masyarakat terhadap pelaksanaan pendaftaran tanah. Pemahaman terhadap ketentuan-ketentuan berkenaan dengan pendaftaran tanah adalah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat yang cenderung bersifat kritis.

Dalam melakukan pendaftaran tersebut ada kalanya timbul suatu kendala dan permasalahan, baik yang dihadapi oleh Pemerintah (BPN) ataupun pihak dari masyarakat. Untuk mengetahui faktor penyebab pendaftaran hak atas tanah yang

berasal dari tanah Negara tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan dapat diketahui melalui 30 responden yang menjadi sumber dari data primer dalam penelitian.

“Dari pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan yang dilakukan di Kota Medan, sejauh ini hanya sebatas pada pendaftaran pengakuan hak, jadi pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan yang dilakukan hanya sebatas pemberian cap, stempel dan tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan.”92 Selanjutnya pemohon diberi waktu selama tiga bulan untuk kemudian mendaftarkan kembali permohonan konversi tersebut. Untuk menindak lanjuti pelaksanaan konversi hak atas tanah hingga tuntas sesuai dengan peraturan yang tertulis di dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, tentu membutuhkan waktu dan biaya yang relatif mahal, misalnya biaya Surat Ukur dan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB). Disamping itu, konversi hak atas tanah Grant Sultan hanya dapat dilakukan terhadap Grant Sultan yang memenuhi persyaratan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kota Medan terhadap beberapa orang pemegang Grant Sultan yang dipilih sebagai sampel penelitian, maka didapat beberapa kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan di Kota Medan yaitu : 93

92

Hasil Wawancara dengan Bapak Emri, SH, CN, M.Kn, Kepala Tata Usaha, Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal, 23 Mei 2007.

93

Hasil Wawancara dengan Bapak Emri, SH, CN, M.Kn, Kepala Tata Usaha, Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal, 23 Mei 2007.

1. Kurangnya pengetahuan pemegang Grant Sultan mengenai konversi hak atas tanah.

Dari 30 (dua puluh) orang pemegang Grant Sultan, hanya sekitar empat puluh persen (40, %) yang mengetahui tentang konversi hak atas tanah, sedangkan sebanyak enam puluh persen (60,%) dari jumlah sampel tidak mengetahui tentang konversi hak atas tanah itu disebabkan karena pemegang grant sultan kurang memahami arti tentang konversi itu sendiri, dan itu disebabkan karena kurangnya penyuluhan ataupun seminar yang dilakukan oleh pemerintah ataupun instansi Kantor Pertanahan setempat.94

2. Sulitnya diidentifikasi letak tanah Grant Sultan di lapangan.

Untuk melaksanakan konversi atas hak tanah, maka dilakukan penelitian data fisik tanah, yaitu untuk kegiatan pembuatan Surat Ukur.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, banyak terdapat Grant Sultan yang tidak memiliki ukuran batas yang akurat, meskipun pada grant, telah disebutkan luas tanah dan batas-batasnya. Pada umumnya luas tanah yang disebutkan pada Grant Sultan tidak sesuai dengan ukuran yang ada dilapangan, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa pada tanah Grant Sultan, tidak dipasang tanda batas.

Pada tanah Grant Sultan tidak dilakukan pengukuran secara kadastral, padahal pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah merupakan teknis dari kadaster. Hal tersebut disebabkan karena pada saat grant diterbitkan, pada awalnya orang tidak terlalu mempermasalahkan tentang batas dan luas tanah yang dimiliki dikarenakan jumlah penduduk pada masa itu masih jarang dan masih banyak areal tanah yang

94

Hasil Wawancara dengan Bapak Safruddin Chandra, SH, CN, M.Kn, Staf Pendaftaran dan Peralihan Hak, Kantor Pertanahan Kota Medan, Tanggal, 26 Mei 2007.

sangat luas dan belum dimanfaatkan. Di samping itu juga belum dilakukan pengukuran desa demi desa sebagaimana daerah-daerah yang ditunjuk Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Sedangkan batas-batas tanah yang disebut pada Grant Sultan yang diteliti, sebagian besar masih dapat diperkirakan letaknya, akan tetapi sulit untuk direkonstruksi karena detail yang disebutkan pada Grant Sultan sudah banyak berubah tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang, baik akibat adanya pelebaran jalan ataupun perubahan penggunaan tanah. Meskipun demikian, sebagian kecil tanah Grant Sultan, letak tanahnya masih dapat direkonstruksi di lapangan, karena detail yang disebutkan pada Grant Sultan masih ada. Dari penelitian yang dilakukan terhadap tiga puluh sampel yang dipilih, maka didapat data, wilayah Tanjung Mulia, Labuhan, Mabar dan Rengas Pulau, sebanyak 30 % (tiga puluh persen) Grant Sultan yang sulit direkonstruksi di lapangan, yaitu sejumlah 70 % (tujuh puluh persen) dari jumlah sampel. Data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2

Keadaan Letak Tanah Grant Sultan yang Terdapat di Kota Medan n = 30

No Keadaan Letak Tanah Grant Sultan Jumlah Persentase

1 Tidak mengalami perubahan 10 30 %

2 Sudah mengalami perubahan 20 70 %

Jumlah 30 100%

3. Banyaknya tanah Grant Sultan yang secara fisik tidak dikuasai langsung oleh pemegang Grant Sultan, tetapi diduduki oleh penggarap, bahkan secara turun temurun. Hal tersebut tentu menghambat pelaksanaan konversi hak atas tanah Grant Sultan.

Pada umumnya, tanah Grant Sultan yang secara fisik dikuasai oleh penggarap, berukuran sangat luas, berukuran sangat luas. Luas tanah Grant Sultan tersebut tidak jarang merupakan kelebihan batas maksimum kepemilikan tanah. Sebagai contoh, tanah Grant Sultan Nomor 1845 seluas 99,99 Ha, terdaftar di Kantor Pertanahan Kota Medan, sedangkan Grant Sultan Nomor 1847 102,30 Ha.

Tabel 3

Data Mengenai Tanah Grant Sultan yang Dikuasai oleh Penggarap

No Grant Sultan Tanggal Jumlah Penggarap yang Menguasai Tanah

1 No. 1845 14 Januari 1914 415 Kepala Keluarga 2 No. 1847 15 Nopember 1920 203 Kepala Keluarga

Jumlah 618 Kepala Keluarga

Sumber Data : Kantor Pertanahan Kota Medan Tahun 2007

4. Banyaknya pemegang Grant Sultan yang memperoleh Grant, selaku ahli waris, sedangkan pemegang Grant Sultan yang asli pada umumnya sudah meninggal dunia

Dari jumlah sampel yang dipilih yaitu sebanyak 30 orang sampel, sebanyak 19 pemegang Grant Sultan adalah berasal dari warisan.

Masalah kendala yang timbul dalam pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan jadi semakin bertambah, disebabkan tanah Grant Sultan yang berasal dari warisan terkadang sudah dialihkan sebelum dilaksanakannya konversi Grant Sultan tersebut. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam tabel 4, bahwa dari 30 pemegang Grant Sultan, sebanyak 30 Grant Sultan sudah dialihkan kepada pihak lain. Bahkan tidak jarang terjadi, bahwa peralihan hak yang dilakukan ahli waris, terkadang tanpa seizin ahli waris yang lainnya, artinya pada Grant Sultan, belum dilaksanakannya pemisahan dan pembagian terlebih dulu sebelum dialihkan. Hal tersebut terlihat dari warisan, dari sebanyak 30 Grant Sultan yang sudah dialihkan, terdapat sebanyak 19 (sembilan belas) Grant Sultan yang sudah dialihkan secara di bawah tangan, jadi jumlah tersebut adalah 55,6% dari jumlah Grant Sultan yang sudah dialihkan dan berasal dari warisan, sebanyak 9 (sembilan) Grant Sultan yang sudah dialihkan secara Perikatan Jual Beli yang dibuat oleh Notaris jadi jumlah tersebut adalah 33,3% dari jumlah Grant Sultan yang sudah dialihkan dan berasal dari warisan, sedangkan sebanyak 2 (dua) Grant Sultan yang sudah dialihkan secara hibah, jadi jumlah tersebut adalah 11,1% dari jumlah Grant Sultan yang sudah dialihkan dan berasal dari warisan.

Tabel 4

Grant Sultan yang sudah Dialihkan Sebelum Dikonversi

n = 30 No. Cara Peralihan Hak Asas Perolehan Grant Sultan Jumlah Persentase

1. Dengan cara dibawah tangan

Warisan 19 55,6%

2. Perikatan jual beli Warisan 9 33,3%

3. Hibah Warisan 2 11,1

Jumlah 30 100%

Sumber Data : Kantor Pertanahan Kota Medan Tahun 2006

Apabila tanah Grant Sultan beralih kepada ahli waris secara otomatis, yaitu jika pemegang Grant Sultan telah meninggal dunia, maka seyogianya warisan tersebut dilengkapi dengan keterangan waris dan tanah yang diwariskan secara fisik dikuasai oleh ahli waris. Di dalam kenyatannya dari 30 jumlah pemegang Grant Sultan yang berasal dari warisan, hanya sebanyak 11 pemegang Grant Sultan yang dilengkapi dengan keterangan waris, yaitu sebanyak 42,1 % dari jumlah sample, yang tidak dilengkapi dengan keterangan waris sebanyak 19, yaitu 57,9 % dari jumlah sample, Sedangkan jumlah selebihnya, bahkan sebagian terkait masalah sengketa tanah antara ahli waris. Dara tersebut dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 5

Status Tanah Grant Sultan yang Berasal dari Pewarisan

n = 30

No Status Tanah Grant Sultan Jumlah Persentase

1 Dilengkapi dengan keterangan waris 11 42,1%

2 Tidak dengan keterangan waris 19 57,9%

Jumlah 30 100%

Sumber Data : Kantor Pertanahan Kota Medan Tahun 2006

Tabel 6

Tanah Grant Sultan yang Berasal dari Warisan yang Terkait Sengketa Tanah n = 30

No Keadaan Tanah Grant Sultan Jumlah Persentase

1 Dalam sengketa 9 31,6%

2 Tidak terkait sengketa 13 42,1%

3 Lain-lain 8 26,3%

Jumlah 30 100%

Sumber Data : Kantor Pertanahan Kota Medan Tahun 2006

5. Biaya yang masih mahal

Berdasarkan hasil penelitian selain kurang memahami fungsi dan kegunaan sertifikat, jenis pekerjaan responden juga turut mempangaruhi pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari tanah Grant Sultan, karena berdasarkan hasil penelitian penghasilan yang diperoleh masyarakat kecil, sehingga mempengaruhi untuk mendaftarkan tanah yang berasal dari tanah Negara. Besarnya biaya menimbulkan kurangnya minat masyarakat untuk mendaftarkan hak atas tanah. Berdasarkan hasil

wawancara responden yang sudah mendaftarkan hak atas tanahnya bahwa 95“biaya yang diperlukan sangat mahal karena memerlukan biaya Rp. 1.500.000,- s/d Rp. 3.000.000,-. Sehingga untuk ukuran responden sangat berat karena sehari-hari responden memiliki pendapatan yang tidak besar dengan pekerjaan karyawan swasta.”

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden bahwa “tidak mendaftarkan tanahnya pada Kantor Pertanahan 96dikarena biaya untuk memperoleh sertifikat, sangat mahal dikarenakan banyaknya grant sultan dikota medan haknya diperoleh berdasarkan warisan dan diperoleh berdasarkan pelepasan hak yang dibuat dihadapan notaris.

Sedangkan menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1992, tidaklah sebesar yang dikeluarkan oleh masyarakat.” Dan hasil wawancara yang sudah mendaftarkan haknya bahwa 97“pengurusan sertifikat dengan permohonan sendiri yaitu sebesar Rp. 1.500.00,- s/d Rp. 2.500.000,-“ Sedangkan biaya pendaftaran tanah yaitu biaya pembuatan sertifikat hanya sebesar Rp. 1.000,- sehingga biaya dengan permohonan sendiri lebih besar dibandingkan dengan Peraturan Kepala BPN N0. 2 Tahun 1992.

95

Hasil Wawancara dengan Bapak Zulkarnaen Hasibuan, Tanggal 19 Mei 2007. 96

Hasil Wawancara dengan Bapak Sopar Siburian, SH, CN, Tanggal, 6 Juni 2007. 97

Sebagaimana apa yang telah ditentukan dalam Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997 Jo Pasal 11 ayat 4 Jo Pasal 19 UUPA bahwa “pendaftaran dilaksanakan berdasarkan atas terjangkau dan memperhatikan kepentingan masyarakat ekonomi lemah.

Menurut Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997, mengertikan terjangkau dimaksudkan adalah “keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhaitikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah, artinya pelayanan serta pembiayaan yang diwajibkan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan”.

Tarif pelayanan ini tidak termasuk biaya transportasi ke lokasi tanah yang dimohonkan tersebut, dalam mendapatkan data yang menyangkut pembiayaan tambahan diluar biaya pendaftaran tanah, sehingga mengalami kesulitan dan kendali hal ini disebabkan karena Pejabat Kantor Pertanahan tidak bisa menetapkan total pembiayaan minimal menyangkut biaya-biaya tambahan seperti biaya komodasi dan transportasi petugas lapangan dan sebagainya.

Berarti masyarakat harus mengeluarkan biaya-biaya lain, selain dari biaya pendaftaran tanah oleh karena itu biaya yang ditanggung setiap pemohon pendaftaran tanah berbeda-beda pada setiap lokasi tanah, di samping itu perincian terhadap biaya- biaya tersebut tidak ada secara resmi dikeluarkan dari kantor pertanahan sehingga menimbulkan kesan bahwa tidak adanya kepastian biaya yang diperlukan dalam suatu pendaftaran tanah.

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan responden yang sudah mendaftarkan hak atas tanahnya, mengatakan bahwa “pembiayaan pendaftaran tanah,

dimana mereka mengatakan bahwa kantor Pertanahan tidak pernah menentukan secara jelas dan pasti biaya standar yang harus dipenuhi dalam pendaftaran tanah termasuk biaya tambahan di lapangan, sehingga, biaya-biaya tersebut terkesan tidak pasti dan mahal.98

Sebagaimana besar masyarakat pengurus sertipikatnya melalui perantara, ini disebabkan karena masyarakat tidak mengerti untuk mengurusnya, dan mengakibatkan biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pada pengurus sendiri.

Dalam proses pemberian hak, pemohon pendaftaran tanah diharuskan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB ) yang merupakan penerimaan Negara yang sebagian besar diserahkan kepada pemerintah daerah dalam rangka memantapkan otonomi daerah. Yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan yang dapat berubah tanah, termasuk tanaman di atasnya, tanah dan bangunan. Perolehan hak meliputi baik perolehan hak yang sudah ada melalui pemindahan hak. Untuk kesederhanaan dan memberikan kemudahan bagi wajib pajak ( WP ), tarif ditetapkan tunggal, yaitu sebesar 5% ( lima persen ).

Dasar pengenaan pajak adalah nilai perolehan objek pajak ( NPOP ). NPOP dapat berupa harga transaksi atau nilai pasar objek pajak. Untuk pemberian hak baru dasar pengenaan pajak berupa nilai pasar objek pajak.

98

Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 tentang BPHTB memerlukan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Besarnya NPOPTKP tersebut dapat diubah dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi serta perkembangan harga umum tanah atau bangunan.

Penerimaan BPHTB diarahkan untuk pembangunan daerah, khususnya untuk mendukung perkembangan otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Selain BPHTB, masyarakat juga diberatkan dengan biaya memasukkan untuk membuat sertifikat. Selain itu juga, tujuan pokok UUPA adalah sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum, “meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertahanan.”

Biaya pemasukan diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Badan Pertahanan Nasional. Pengertian dari biaya Pemasukan menurut Pasal 1 PP No. 46 Tahun 2002, yaitu “ uang yang harus dibayar kepada Negara oleh setiap penerima hak atas tanah Negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagai pengakuan atas hak menguasai Negara.”

Pemerintah memberikan keringanan terhadap masyarakat yang tidak mampu dibebaskan dalam pembayaran uang pemasukan ini, terlihat pada Pasal 21 PP No. 46 Tahun 2002, yaitu :

1. Badan Keagamaan, Badan Sosial, Masyarakat Miskin atau Masyarakat Tidak Mampu dibebaskan dari tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah untuk Pertama kali.

2. Tarif pengukuran rincikan dalam kegiataan redistribusi tanah secara swadaya ditetapkan 75% dari ketentuan tariff terendah di kantor Pertanahan Kabupaten /Kota yang bersangkutan.

3. Pengenaan Uang Pemasukan Dalam Rangka Penetapan Hak Atas Tanah dapat dikenakan sebesar Rp. 0,00 terhadap pemberian hak milik atas tanah yang berasal dari tanah Negara dalam rangka Prona, Proyek Operasional Nasional Agraria/Pertanahan Daerah ( PRONADA ), Proyek Hak Daerah Transmigrasi, Redistribusi dan Konsolidasi tanah, dan HGU dan HP yang berasal dari obyek PRONA, Konsolidasi tanah yang masih tercatat atas nama bekas pemegang semula yang diterbitkan sebelum PP ini.

Dalam penjelasan Pasal 19 UUPA dikatakan bahwa pendaftaran tanah ini akan diselenggarakan dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti serta dijalankan (terjangkau) oleh rakyat yang bersangkutan. Dari penjelasan Pasal 19 tersebut diatas terkandung azas terjangkau dalam upaya pendaftaran tanah diseluruh Indonesia. Pasal 19 UUPA tersebut kemudian dipertegas oleh Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran yang berbunyi bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.

Sementara arti dari azas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak- pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah, artinya pelayanan serta pembiayaan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.

Bahkan dalam keadaan-keadaan (kondisi) masyarakat tertentu segala pembiayaan yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat 4 Pasal 19 UUPA dengan ketentuan bagi rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut. Artinya bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagai jamninan kepastian hukum tersebut benar-benar berpihak kepada rasa keadilan dan kemanusiaan terutama masyarakat ekonomi lemah. Hal ini terdapat pada pasal 11 ayat 2 UUPA telah menggariskan tentang menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan ekonomi lemah. Ketentuan ini lebih lanjut ditambahkan oleh Pasal 61 ayat 2 PP No. 24 Tahun 1997, yang menyebutkan bahwa atas permohonan yang bersangkutan, Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dapat membebaskan pemohon dari sebagian atau seluruh biaya sebagaimana dimaksud ayat 1, jika pemohon dapat membuktikan tidak mampu membayar biaya tersebut.

Pasal 19 UUPA jo PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 2, mengenai azas terjangkau, tidak berjalan sebagaimana yang telah ditentukan. Mengakibatkan nmasyarakat berpendapat bahwa untuk melakukan pendaftaran tanah dan menerbitkan sertifikat adalah hal yang sulit dan memerlukan biaya yang mahal.

Pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan yang dilaksanakan sejauh ini adalah sebatas diberi cap, stempel dan tanda tangan dari Kepala Kantor Pertanahan. Sedangkan selama jangka waktu 3 bulan, pemohon pendaftaran konversi diwajibkan mendaftarkan kembali ke Kantor Pertanahan guna pelaksanaan pembuatan Surat Ukur. Akan tetapi kewajiban tersebut sebagian besar tidak dilaksanakan oleh pemohon konversi, karena pertimbangan biaya.

6. Dikarenakan banyak Grant Sultan yang tidak terdaftar di Kantor Pertanahan Kota Medan.

Untuk mengetahui bahwa suatu grant tidak terdaftar adalah dengan memeriksa nomor yang tertera pada grant. Jika pada Grant Sultan ternyata nomornya kosong dan tidak terdapat di dalam register, itu berarti bahwa grant tersebut pernah di keluarkan, akan tetapi tidak terdaftar. Di samping itu, ada juga terdapat grant yang bernomor tetapi tidak terdaftar di dalam register. Hal itu antara lain disebabkan pada awalnya ketika grant diterbitkan, tidak diteliti terlebih dahulu atas tanah yang dituliskan sebagai Grant Sultan, padahal tanah tersebut telah dikerjakan atau digarap oleh pihak lain.

Kondisi tersebut terus berlangsung hingga tiba masanya suatu tanah Grant Sultan harus mengalami perubahan, misalnya untuk kepentingan pembangunan perumahan, jalan, atau industri, yang perlu diselesaikan dengan jalan pembebasan tanah, barulah masalah yang terkait dengan ganti rugi berhubungan dengan pembebasan tanah tersebut, bermunculan. Terlebih lagi tidak lengkapnya register register Grant Sultan, berpotensi menimbulkan manipulasi pemalsuan Grant Sultan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Terhadap Grant Sultan yang tidak terdaftar, untuk memastikan keabsahan dan kebenaran bukti Grant Sultan adalah sulit. Sebab, “pernah dilakukan pemeriksaan ulang ke Lembaga Kesultanan yang kini lebih dikenal dengan Kerapatan Adat, tanpak

bahwa Grant yang dikeluarkan tidak di bukukan”.99 Dengan demikian, terlihat bahwa Grant Sultan, pada saat diterbitkan tidak didukung dengan pengamanan pencatatan register apapun juga. Jadi, tidak dapat diketahui berapa yang sudah diterbitkan, juga tidak ada kejelasan mengenai letak objek tanah yang dicatat oleh pihak kesultanan.

Disamping itu, terkadang agak sulit dibedakan antara Grant Sultan milik pribadi dengan Grant Sultan bekas milik Kesultanan disebabkan banyaknya Grant Sultan yang tidak terdaftar. Hal tersebut tentu condong berpotensi menimbulkan permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan konversi hak atas tanah Grant Sultan.

7. Faktor kurang memahami fungsi dan kegunaan sertifikat

Faktor kurang memahami fungsi dan kegunaan sertifikat salah satunya akibat

Dokumen terkait