• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PELAKSANAAN PENDAFTARAN KONVERS

D. Pendaftaran Konversi Hak-Hak Atas Tanah Adat

Pembuktian bekas Hak Lama dan Hak Milik Adat dilakukan melalui alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup oleh pejabat yang berwenang.

Pada masa sekarang, berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 5 Undang-undang Pokok Agraria, keberadaan status tanah grant Sultan sebagai tanah hak milik adat masih diakui. Di dalam Pasal 56 Undang-undang Pokok Agraria disebut bahwa : ”Selama Undang-undang mengenai Hak Milik sebagai tersebut dalam Pasal 51 ayat 1

belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam Pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-undang ini”. Jadi diantara hak- hak atas tanah menurut undang-undang Pokok Agraria, Hak Milik ”merupakan hak terkuat dan terpenuh, misalnya peraturan-peraturan hak milik adat dan Hak Grant Sultan .”49

Meskipun hak milik adat tetap diakui, akan tetapi di anggap sebagai bekas hak milik adat yang harus masih di akui, akan tetapi dianggap sebagai bekas hak milik adat yang masih harus disesuaikan dengan ketentuan konversi hak-hak atas tanah dalam Undang-undang Pokok Agraria, jika statusnya ingin ditingkatkan menjadi status hak milik menurut peraturan yang diatur di dalam Undang-undang Pokok Agraria. Jadi konversi dari hak-hak atas tanah yang dimaksud adalah “bagaimana pengaturan dari hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya Undang–Undang Pokok Agraria”.50 Akan tetapi di dalam pelaksanaannya, batas waktu konversi bekas hak adat atau tanah-tanah hak Indonesia “tidak tegas ditentukan kapan batas waktu pendaftaran hak itu akan berakhir”.51

Didalam kenyataannya, sejak diterbitkannya Undang-Undang Pokok Agraria “telah terdapat ketidak pastian hukum dari suatu lembaga hak atas tanah yang ada

49

Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2003, Hal. 145. 50

A.P. Parlindungan, Op.Cit, Hal. 1. 51

Soedharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, Hal. 63.

pada Swapraja, yang terdapat di seluruh Indonesia masalah konversi hak atas tanah sangat peka karena ukuran yang digunakan lebih merupakan suatu pensitaan tanah- tanah dari bekas Swapraja dan kemudian menjadi ajang spekulasi dari orang-orang yang menduduki tanah tersebut.”52 Untuk mengantisipasi masalah spekulasi terhadap tanah-tanah bekas Swapraja, maka dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri SK 26/DDA/1970 ditetapkan bahwa masa pengajuan permohonan konversi tersebut belum berakhir, artinya menjadi tidak ada batas waktunya. Upaya pelaksanaan pendaftaran konversi adalah dengan melampirkan bukti tanda haknya (jika ada surat ukurnya), bukti kewarganegaraan dan keterangan tanah tersebut digunakan perumahan atau pertanian. Upaya pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan adalah dalam rangka pengumpulan dan pengolahan data fisik dalam proses pendaftaran tanah, diantaranya berdasarkan kegiatan pembuktian hak “meliputi pembuktian hak baru, pembuktian hak lama, dan pembukuan hak”.53 Sedangkan untuk konversi tanah Grant Sultan dilakukan berdasarkan pembuktian hak lama. Di dalam Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa : “Untuk keperluan pendaftaran hak, hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh panitian ajudikasi dalam pendaftaran tanah serta sistematik atau Kepala Kantor Pertahanan dalam pendaftaran tanah secara

52

A.P Parlindungan, Op.Cit. Hal. 38. 53

Boedi Harsono, Peraturan Pemerintah Nomor 24 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Makalah Seminar Nasional, Jakarta, 1997, Hal. 10

sporadic dianggap cukup untuk mendaftarkan hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya ”.

Di dalam Pasal 2 dan Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria diatur ketentuan mengenai konversi hak-hak Indonesia menjadi salah satu hak baru. Di dalam Pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa : “Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat 1, seperti yang disebutkan dengan nama sebagai di bawah, yang ada pada mulanya berlakunya undang-undang ini, yaitu hak Agrarische Eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini, Grant Sultan, landerijen bezitrecht,

altijddurende erpacht, hak usaha atas bekas tanah partikulir dan hak lain dengan

nama apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Mebteri Agraria sejak mulai berlakunya Undang-undang ini, menjadi hak milik tersebut dalam Pasal 20 ayat 1, kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagai tersebut dalam Pasal 21”.

Demikianlah Grant Sultan merupakan salah satu dari bukti kepemilikan atas tanah, atau disebut juga sebagai bukti tertulis, dimana bukti tersebut atas nama pemegang hak, pada waktu berlakunya Undang-undang Pokok Agraria, seyogianya dikonversi menjadi hak milik. Dengan adanya konversi atas tanah, maka terbuka peluang bagi pemilik Grant Sultan untuk meningkatkan status tanahnya, yaitu dengan cara dikonversi menjadi hak milik. Didalam prakteknya di lapangan, hak-hak atas

tanah Grant Sultan sebagian ada yang sudah dikonversi dan didaftarkan, tetapi sebagian lagi masih banyak yang belum terdaftar. Sedangkan “pelaksanaan konversi hak atas tanah baru dinyatakan selesai dengan tuntas apabila telah dibukukan dan diterbitkan sertifikat tanahnya”.54

Sehubungan dengan maksud dari pasal tersebut “di dalam praktek masih banyak hak-hak adat diperjual belikan di bawah tangan, sehingga usaha pemerintah agar hak-hak adat itu secara berangsung-angsur hapus dan menjadi hak-hak menurut Undang-undang Pokok Agraria menjadi terkendala ”. 55 Selanjutnya, pada kenyataannya dengan “meningkatnya pembuatan perjanjian-perjanjian yang bermaksud memindah hak atas tanah secara di bawah tangan atau dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang menurut Peraturan Perundangan yang berlaku, mengakibatkan usaha-usaha untuk mengadakan pengawasan secara seksama oleh pemerintah menjadi terkendala”. 56 Oleh sebab itu, maka “setiap pemindahan hak yang tidak dibuktikan dengan sesuatu akta, yang dibuat oleh/ dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, tidak akan didaftarkan haknya sehingga kepada pemilik yang baru tidak diberikan tanda bukti hak/sertifikat ”.57 Demikian pula didalam ketentuan konversi telah ditegaskan dengan nyata bahwa semua hak-hak Indonesia (adat) harus dikonversi, tanpa terkecuali, tetapi karena luasnya wilayah hukum Indonesia dan

54

A.P Parlindungan, Op.Cit. Hal. 38. 55

Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahannya, Fakultas Hukum USU Press, Medan, 2000, Hal. 134.

56

Ali Achmat Chomzah, Hukum Agraria Julid II, Prestasi Pustaka Publiser, Jakarta, 2004, Hal. 68.

57

banyak pemilikan tanah, maka konversi terhadap semua hak milik adapt tidak mungkin dapat diselesaikan dalam waktu singkat.

Di dalam peralihan hak atas tanah Grant Sultan, tidak tertutup kemungkinan tuntutan pihak ketiga, baik dengan mengajukan tanda bukti yang dapat diterima atau ditolak atau tanpa mengajukan tanda bukti yang dapat diterima atau di tolak. Selanjutnya masalah akan menjadi lebih kompleks apabila di atas sebidang tanah tersebut sudah berdiri bangunan yang sudah ditempati atau dibeli oleh pihak lain.

Dari kenyataan tersebut terdapat suatu kondisi, di mana pada tanah Grant Sultan, di samping ada pemegang hak Grant Sultan, yang tidak memanfaatkan tanahnya, juga timbul penggarap. Jadi, tanah berstatus Grant Sultan, akan tetapi dikuasai oleh penggarap. Hal tersebut lazim terjadi karena adanya larangan pengosongan tanah Grant Sultan, sementara luas tanah Grant Sultan pada umumnya sulit diidentifikasikan dikarenakan tidak ada batas-batas yang jelas menangani letaknya, maupun ukurannya, terlebih lagi di masa sekarang, tentu bertentangan dengan ketentuan luas batas maksimum kepemilikan tanah. Pada saat dulu, dimasa kedaulatan Sultan, masalah tersebut belum perlu dipermasalahkan, mengingat jumlah penduduk yang masih sedikit dengan lahan yang masih begitu luas sehingga para pemilik Grant Sultan maupun penggarap dengan leluasa dapat memanfaatkan tanah dan mendapatkan bidang tanah dengan cara yang relatif lebih mudah.

Kepadatan penduduk di perkotaan menimbulkan masalah-masalah penguasaan dan penggunaan tanah yang umumnya merupakan benturan kepentingan

lokasi pembangunan dengan penggarap / penguasaan tanah dan antara pemilik tanah dan pihak lain yang melakukan pengusaan tanah yang tidak sah. 58

Pada suatu kondisi, dimana tanah Grant Sultan tidak dilakukan pengukuran di lapangan, maka membuka peluang timbulnya ketidakpastian data fisik tanah Grant Sultan, yaitu mengenai luas dan batas-batasnya. Keadaan demikian tentunya dapat menimbulkan masalah. Masalahnya, pemanfaatan tanah oleh penggarap dapat menjadi sewenang-wenang. Jadi pada tanah Grant Sultan tidak dapat menguasai atau memanfaatkan tanahnya.

Bagi pemilik Grant Sultan mereka dihadapkan pada suatu dilema, dimana disatu sisi, apabila mereka ingin mempertahankan hak dari penguasaan penggarap dan diminta kembali hak Grant Sultan tersebut, maka akan mendapatkan hak sebatas yang diizinkan, yaitu tidak melebihi batas maksimum kepemilikan tanah. Sedangkan tanah Grant Sultan pada umumnya luasnya melebihi batas maksimum kepemilikan tanah yang telah ditegaskan oleh Pemerintah berdasarkan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1956.

Di sisi lain, pemilik Grant Sultan diperbolehkan untuk memohonkan hak berdasarkan ketentuan konversi hak-hak atas tanah, dengan syarat melepaskan hak Grant Sultan itu sendiri. Masalah tersebut tentu menimbulkan ketidakpastian hukum baik bagi pemilik Grant Sultan maupun bagi penggarap tanah Grant Sultan. Sedangkan tujuan dari pelaksanaan konversi hak-hak atas tanah adalah untuk

58

Abdul Rahman, Hukum adat, Menurut Perundang-Undangan Republik Indonesia, Cendana Press, Jakarta, Hal. 17.

kepentingan pendaftaran tanah yang pada akhirnya bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi pemilik hak atas tanah.

Berdasarkan uraian di atas, maka akan diuraikan prosedur konversi tanah Grant Sultan yang dilaksanakan di Kantor Pertahanan Kota Medan. Untuk dapat dijelaskan tentang Grant Sultan, maka didalam tinjauan pustaka pada Bab berikutnya, ada diuraikan sedikit tentang sejarah Grant Sultan dan perkembangannya sejak sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria maupun setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, akan tetapi tidak bertujuan khusus untuk mendeskripsikan sejarah ataupun membahas permasalahan terbitnya Grant Sultan dan meneliti Grant Sultan asli atau palsu. Jadi, untuk diketahui pengertian tentang Grant Sultan, sejarah terbitnya serta perkembangannya hingga masa sekarang, maka dapat diuraikan prosedur pelaksanaan konversi tanah Grant Sultan di Kota Medan.

Konversi hak atas tanah yang berasal dari hak barat, adalah berdasarkan jenis hak atas tanah yang berasal dari bekas hak barat yaitu hak Eigendom, hak opstal dan hak Erpacht. Selanjutnya contoh bekas hak Barat yang telah dilakukan konversi dapat dilihat pada lampiran, yaitu dalam bentuk kohir. Konversi Hak atas tanah dan bekas Hak-hak Indonesia adalah terhadap Hak Erpacht yang Altijdurend (Altijdurende

Erpacht). Hak Agrarische Eigendom dan hak gogolan. Sedangkan konversi hak-hak

atas tanah yang berasal dari tanah bekas Swapraja adalah terhadap hak Hanggaduh, Hak-hak Grant dan hak-hak konsesi dan sewa untuk perumahan kebun besar.

Sejalan dengan dicabutnya ketentuan-ketentuan mengenai hak atas tanah yang diatur dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Agrarische Wet (S. 1870 – 55) sebagai yang termuat dalam Pasal 51 Wet Op de Staatsinrichting van Nederlands Indie (S. 1925 – 447) dan ketentuan dalam ayat-

ayat lainnya dari pasal itu.

2. a. Domeinverkalring tersebut dalam Pasal 1 Agrarische Besluit (S. 1870-118). b. Algemene Domeinverklaring tersebut dalam S. 1875 – 119 a

c. Domeinverklaring untuk Sumatera, tersebut dalam Pasal 1 dari S. 1874- 94f

d. Domeinverklaring untuk Keresidenan Menado, tersebut dalam Pasal 1 dari S.

1877 – 55.

e. Domeinverklaring untuk Residentie Zuider en Oosterafdeling Van Borneo,

tersebut dalam Pasal 1 dari S. 1888- 58.

3. Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 Nomor 29 (S. 1872 – 117) dan Peraturan

Pelaksanaannya.

4. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, sepanjang yang mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik yang masih berlaku pada mulai berlakunya Undang-Undang ini.

Maka dengan diberlakukannya konsepsi hak-hak atas tanah menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, di dalam bagian kedua Undang-Undang Pokok Agraria tersebut, dibuat ketentuan-ketentuan konversi.

Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian tersebut di atas, pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik selama 20 (duapuluh) tahun atau lebih secara berturut-turut dengan syarat:

1. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka serta diperkuat oleh kesaksian yang dapat dipercaya;

2. penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan atau pihak lain.

Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti tersebut dilakukan pengumpulan dan penelitian data fisik dan data yuridis atas tanah yang bersangkutan. Data fisik dan data yuridis tersebut kemudian diumumkan di kantor Desa/Kelurahan, Kantor Kecamatan, Kantor Ajudikasi, Kantor Pertanahan, dan tempat-tempat lain yang dianggap perlu selama 60 (enampuluh) hari untuk permohonan rutin (sporadik) dan 30 (tigapuluh) hari untuk pendaftaran melalui proyek Ajudikasi (sistematik). Apabila melewati waktu pengumuman tidak terdapat keberatan atau gugatan dari pihak manapun, maka pembukuan hak dapat dilakukan dan sertipikat hak atas tanah dapat diterbitkan.

Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran Konversi: 1. surat permohonan konversi

2. mengisi DI.201 dan formulir-formulir kelengkapannya 3. identitas pemohon

4. asli bukti pemilikan (salah satu dari yang ada berikut ini): a. grosse akta hak eigendom, atau

b. surat tanda bukti hak milik berdasarkan Peraturan Swapraja, atau c. sertipikat hak milik menurut PMA No.9/1959, atau

e. petuk pajak bumi/landrente, girik, pipil, kekitir dan verponding Indonesia, atau

f. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda tangan kesaksian oleh kepala Adat/Desa/Kelurahan sebelum berlakunya PP No.24/1997, atau

g. akta pemindahan hak yang dibuat PPAT, atau

h. lain-lain alat pembuktian yang berlaku menurut ketentuan perundangan. Permohonan hak atas tanah dilakukan terhadap:

1. Tanah Negara bebas: belum pernah melekat sesuatu hak;

2. Tanah Negara asalnya masih melekat sesuatu hak dan jangka waktunya belum berakhir, tetapi dimintakan perpanjangannya;

3. Tanah Negara asalnya pernah melekat sesuatu hak dan jangka waktunya telah berakhir untuk dimintakan pembaharuannya, di sini termasuk tanah-tanah bekas hak Barat maupun tanah-tanah yang telah terdaftar menurut UUPA.

Sebelum mengajukan permohonan hak, pemohon harus menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik yang dimiliki. Data yuridis adalah bukti-bukti atau dokumen penguasaan tanah, sedangkan data teknis adalah Surat Ukur dan SKPT atas tanah dimaksud;

Sebelum proses mendaftarkan haknya maka pemohon sebelumnya wajib menempuh syarat-syarat sebagai berikut yaitu :

1. Pemohon mendaftarkan haknya untuk memperoleh sertipikat hak atas tanah setelah membayar uang pemasukan ke Kas Negara dan atau BPHTB jika

dinyatakan dalam surat keputusan tersebut. Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran SK pemberian hak untuk memperoleh sertipikat tanda bukti hak adalah:

1. surat permohonan pendaftaran; 2. surat pengantar SK Pemberian Hak;

3. SK Pemberian Hak untuk keperluan pendaftaran;

4. bukti pelunasan uang pemasukan atau BPHTB apabila dipersyaratkan; 5. identitas pemohon;

Permohonan hak yang diterima oleh Kantor Pertanahan diproses antara lain dengan penelitian ke lapangan oleh Panitia Pemeriksa Tanah (Panitia A atau B), kemudian apabila telah memenuhi syarat maka sesuai kewenangannya dan diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak atas Tanah.

Hak Milik dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia, Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya Bank Pemerintah, Badan keagamaan dan badan sosial yang ditunjuk Pemerintah. Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat fungsi sosial atas tanah. Jangka waktu berlakunya Hak Milik untuk waktu yang tidak ditentukan. Namun demikian, Hak Milik hapus apabila:

1. karena pencabutan hak;

2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya; 3. karena diterlantarkan;

5. tanahnya musnah;

Hak Guna Usaha dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia, Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Jangka waktu berlakunya HGU 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun, dan apabila waktu tersebut telah berakhir maka HGU dapat diperbaharui.

Hak Guna Bangunan dapat diberikan kepada Warga negara Indonesia, Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Jangka waktu berlakunya HGB 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, setelah waktu tersebut berakhir maka HGB tersebut dapat diperbaharui.

Hak Pakai dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia, Orang asing yang berkedudukan di Indonesia, Instansi Pemerintah, Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan. Jangka waktu berlakunya Hak Pakai 25 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, atau untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, PT Persero, Badan otorita, Badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah. Jangka waktu berlakunya Hak Pengelolaan: tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

Hak Milik atas Satuan Rumah Susun Hak milik atas satuan rusun diberikan atas pemilikan rusun. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian atau bukan hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama dan tanah bersama.

Jika dilihat ketentuan konversi tersebut, maka jelas bahwa pada prinsipnya, hak-hak atas tanah yang dimiliki oleh pemiliknya, sepanjang pemegang haknya pada saat ketentuan konversi berlaku, adalah warga negara Indonesia tunggal, akan dikonversikan menjadi hak milik menurut konsepsi Undang-Undang Pokok Agraria.

Tanah bekas milik adat, seperti Grant Sultan, merupakan tanah yang telah dimiliki oleh seseorang berdasarkan surat tanda bukti kepemilikan yang dibuat sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria. Surat bukti kepemilikan atas tanah, ada yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda, Kepala Adat, oleh pemerintah Indonesia sendiri, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Semua bukti kepemilikan sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria setelah tanggal 24 September 1960 harus diubah status hak atas tanah menurut ketentuan konversi dari Undang-Undang Pokok Agraria. Cara mengubah status hak atas tanah tersebut yaitu dengan mendaftarkan tanah tersebut ke Kantor Pertanahan untuk diberikan bukti kepemilikan yang baru, yaitu sertifikat hak atas tanah.

Cara melakukan pendaftaran tanah untuk mengubah status hak atas tanah dapat dibagi atas dua cara yaitu tergantung dari bukti hak atas tanah yang dimiliki oleh pemohon. Cara pertama, jika pemohon memiliki bukti hak atas tanah yang diakui berdasarkan Pasal 23 dan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka dapat ditempuh proses konversi langsung yaitu dengan cara mengajukan permohonan dan menyerahkan bukti kepemilikan hak atas tanah, kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Cara yang kedua, yaitu bagi pemohon yang tidak memiliki atau kehilangan bukti kepemilikan hak atas tanah, maka cara yang ditempuh adalah melalui penegasan konversi atau melalui pengakuan hak.

Dalam kondisi bukti tertulisnya lengkap, maka tidak lagi memerlukan tambahan alat bukti, jika bukti tertulisnya sebagian tidak ada lagi, maka harus diperkuat dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan. Sedangkan jika bukti tertulisnya semuanya tidak ada lagi, maka harus diganti keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan.

Penegasan konversi dapat dilakukan jika ada surat pernyataan kepemilikan tanah dari pemohon dan dikuatkan oleh keterangan saksi tentang kepemilikan tanah tersebut, tapi juga tergantung pada lamanya penguasaan fisik tanah tersebut oleh pemohon.

Pengakuan hak sangat tergantung dengan lamanya penguasaan fisik, yaitu selama 20 tahun. Demikian disebutkan di dalam Pasal 24 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Jadi persyaratan tersebut dirinci sebagai berikut :

1. Bahwa pemohon telah menguasai tanah tersebut selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut atau dari pihak lain yang telah menguasainya.

2. Penguasaan itu telah dilakukan dengan itikad baik.

3. Penguasaan tanah itu tidak pernah diganggu gugat dan diakui serta dibenarkan oleh masyarakat di Kelurahan tersebut.

4. Bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa.

5. Bahwa jika pernyataan tersebut memuat hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan maka pemohon dapat dituntut secara pidana maupun perdata dimuka Pengadilan karena memberikan keterangan palsu

Penegasan konversi, pengakuan hak dan pemberian hak, diatur di dalam Pasal 65 Peraturan menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3

Dokumen terkait