• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kendala dalam Pelaksanaan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kendala-kendala yang mungkin muncul dalam pelaksanaan

pengembangan SDM biasanya berkaitan dengan peserta, pelatih atau instruktur, fasilitas pengembangan, kurikulum, dan dana pengembangan (Hasibuan, 2002: 85-86). Keseluruhan pelaksanaan bintek, baik yang diselenggarakan oleh konsorsium ataupun Dinas, teridentifikasi beberapa kendala dari berbagai aspek seperti: peralatan, SDM atau peserta bintek, dan waktu pelaksanaan bintek. Namun kendala utama yang dihadapi adalah terkait dengan perangkat peralatan penerbitan e-KTP, dimana perangkat peralatan ini sedianya digunakan sebagai media praktek oleh peserta bintek.Lebih lanjut Penulis deskripsikan dalam penjelasan di bawah ini.

commit to user a. Peserta

Peserta pengembangan mempunyai latar belakang yang tidak sama atau heterogen, seperti pendidikan dasarnya, pengalaman kerjanya, dan usianya. Hal ini akan menyulitkan dan menghambat kelancaran pelaksanaan latihan dan pendidikan karena daya tangkap, persepsi, dan daya nalar mereka terhadap pelajaran yang diberikan berbeda.

“terkait SDMnya, mereka kan ketemu alat-alat baru, melakukan mekanisme-mekanisme baru dalam pelayanan. Jadi mereka butuh adaptasi, butuh pemahaman terlebih dulu terhadap alat-alat tersebut.Ya harus sabar, karena setiap SDM butuh penyesuaian masing-masing yang mungkin berbeda-beda.” (wawancara dengan Subandi, SH.,MH tanggal 17 Oktober 2013)

Latar belakang peserta bintek yang beragam berpengaruh dalam penyampaian materi bintek. Kemampuan setiap peserta dalam memahami materi yang disampaikan juga berbeda-beda. Terlebih lagi dalam mengoperasionalkan peralatan yang terbilang baru bagi mereka. Terkait hal tersebut Retno Anggraeni menyampaikan pernyataan berbeda.

“kalau waktu bintek PNS saya ndak tau ya mbak, kalau pas bintek non-PNS yang saya ikuti ya kan kita rata-rata punya latar belakang sama. Wong dalam persyaratan waktu ngelamar kan memang dibutuhkan lulusan minimal D3 jurusan Komputer. Jadi waktu bintek juga sebagian besar sama-sama cepet ngerti sama yang diajarin pelatihnya.” (wawancara dengan Retno Anggraeni tanggal 30 Desember 2013)

Jadi kondisi peserta bintek PNS dengan peserta bintek non-PNS dapat dikatakan berbeda. Hal ini jelas karena yang dijadikan acuan saat

dipilihnya peserta PNS dengan peserta non-PNS juga berbeda.

Dimana peserta PNS berdasarkan tupoksi yang tidak dijamin setiap personal memiliki basic kemampuan mengoperasionalkan komputer yang sama. Sehingga masing-masing kelompok harus benar-benar didampingi untuk meminimalisasi tingkat kesalahan nantinya dalam pelaksanaan pelayanan yang di lapangan. Sementara peserta non-PNS sudah jelas memiliki basic kemampuan mengoperasionalkan komputer, karena persyaratan yang diminta dalam lowongan kerja sebelumnya adalah minimal pendidikan D3 Komputer.

b. Fasilitas pengembangan

Fasilitas sarana dan prasarana pengembangan yang dibutuhkan untuk latihan dan pendidikan sangat kurang atau tidak baik. Misalnya, buku-buku, alat-alat, dan mesin-mesin, yang akan digunakan untuk praktek kurang atau tidak ada. Hal ini akan menyulitkan dan menghambat lancarnya pengembangan. Dalam kasus bintek operator e-KTP ini kurangnya kesediaan alat menjadi kendala utama pelaksanaan bintek. Padahal perangkat peralatan dalam bintek ini memegang peranan penting sebagai media pembelajaran peserta.

“alat yang diberikan pada saat bintek itu hanya 1 (satu).

Padahal binteknya itu kan lebih ke praktek, bukan teori.

Bayangkan kalau saya membintek sekian banyak peserta tadi dengan alat kita hanya satu, ya sudah antri mereka untuk mencoba mengoperasionalkan alat itu. 2-3 orang praktek bersama, sekiranya dah cukup paham, gantian. Begitu seterusnya sampai bintek selesai.” (wawancara dengan Subandi, SH.,MH tanggal 17 Oktober 2013)

commit to user

Pernyataan senada juga diungkapkan Retno Anggraeni sebagai salah satu peserta bintek non-PNS.

“lha itu mbak malahan kendala utamanya. Lha wong peserta sebanyak itu alatnya cuma satu set. Jadinya waktu itu kita suruh buat kelompok sambil langsung praktek foto, rekam iris mata, signature pad, dan lain sebagainya itu. Setelah itu bareng-bareng simulasi dari awal nerima undangan pemohon e-KTP, proses rekam data, foto, iris mata, tanda tangan, sampai gimana mengirim data ke databse pusat dan distribusi kartu e-KTP yang udah jadi.” (wawancara dengan Retno Anggraeni tanggal 30 Desember 2013)

Adanya kendala tersebut mau tidak mau pelatihan secara praktek dilakukan dengan budaya antre. Kendala lain yang muncul dari kondisi ini adalah kurang maksimalnya keterampilan yang diperoleh peserta karena metode praktek yang dilakukan secara berkelompok dan dibatasi oleh waktu.

c. Kurikulum

Kurikulum yang ditetapkan dan diajarkan kurang serasi atau menyimpang serta tidak sistematis untuk mendukung sasaran yang diinginkan oleh pekerjaan atau jabatan peserta bersangkutan. Untuk menetapkan kurikulum dan waktu mengajarkannya yang tepat sangat sulit.

“waktu pelaksanaan bintek itu kan di bulan puasa, jadi pelaksanaannya di malam hari sehingga mengurangi kekhusyukan teman-teman dalam mengikuti bintek.”

(wawancara dengan Subandi, SH.,MH tanggal 17 Oktober 2013)

Sebenarnya tidak ada kendala dari kurikulum yang telah dibuat. Kendalanya hanya terletak pada waktu pelaksanaan bintek.

commit to user

Pelaksanaan bintek yang kebetulan bersamaan dengan bulan puasa membuat durasi penyampaian materi dikurangi agar tidak bertabrakan dengan waktu berbuka puasa dan salat tarawih. Selain itu, kondisi fisik peserta yang pastinya tidak semaksimal seperti hari-hari biasa menjadikan peserta bintek kurang khusyuk dalam menerima materi dan melakukan praktek.

“sebenernya ndak masalah ya mbak sama puasanya. Wong namanya ibadah kok. Semua tergantung masing-masing orangnya. Kalau saya sendiri gak masalah, tapi beberapa temen saya ada yang memang kadang ngeluh capek, ngantuk gitu. Jadi gak fokus katanya.” (wawancara dengan Retno Anggraeni tanggal 30 Desember 2013)

Kendala-kendala pelaksanaan bintek di atas saling berkaitan, dimana adanya kendala utama yakni minimnya jumlah perangkat peralatan menyebabkan munculnya kendala lain. Oleh karena itu, pemecahan masalah atas kendala-kendala tersebut juga dilakukan secara menyeluruh. Terkait dengan kendala utama yakni minimnya peralatan sebagai media pembelajaran, maka metode praktek dilakukan secara antre. Para peserta dibentuk ke dalam beberapa kelompok, dengan anggota tiap kelompok terdiri dari 2-3 orang peserta.

Jumlah anggota tiap kelompok dibatasi hanya 2-3 orang, dikarenakan tiap-tiap peserta memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mempelajari peralatan yang terbilang baru bagi mereka.

Bagi tiap kelompok juga harus diberikan pendampingan secara

commit to user

penggunaan alat. Kemudian terkait dengan waktu pelaksanaan yang terbatas, maka penyampaian materi yang bersifat teori hanya diberikan 25% dari keseluruhan waktu bintek. Selebihnya peserta langsung dihadapkan dengan alat dan simulasi layaknya kondisi sebenarnya di lapangan. Namun mau tidak mau durasi bagi tiap kelompok untuk melakukan praktek juga harus dikurangi agar pembagian waktu merata bagi semua peserta bintek.

Dokumen terkait