• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kendala yang Dihadapi PSI Jakarta Saat Kampanye

Dalam dokumen PARTAI POLITIK DAN KOMUNIKASI POLITIK: (Halaman 95-99)

BAB IV ANALISIS STRATEGI PEMASARAN POLITIK (POLITICAL

B. Kendala yang Dihadapi PSI Jakarta Saat Kampanye

Secara keseluruhan kendala yang dihadapi oleh PSI mulai dari isu partai anti Islam, partai kafir, partai cari sensasi, tidak diterima oleh masyarakat setempat, narasi yang dibawa terlalu elitis, sampai isu tidak lolos ambang batas parlemen menjadi tantangan tersendiri bagi PSI. Terkhusus di Jakarta isu partai anti Islam dan partai kafir sangat keras menerpa PSI DKI Jakarta. Apalagi dengan adanya narasi PSI untuk menolak poligami dan perda-perda Syariah serta Injil menambah resistensi di masyarakat.

Secara garis besar penulis mengkerucutkan pada tiga kendala yang memang sering kali menerpa PSI dan caleg-caleg dari PSI itu sendiri, yaitu isu partai anti Islam, PSI tidak akan lolos parlemen, dan narasi yang dibawa terlalu elitis.

78 a. Isu Partai Anti Islam

Isu partai anti Islam ini menerpa PSI yang memang karena narasi besar yang dibawanya mengenai anti intoleransi di break down pada sikap partai mengenai anti terhadap poligami dan anti terhadap Perda Syariah yang sebenarnya juga anti perda Injil. Menyebabkan persepsi masyarakat luas bahwa PSI ialah partai yang anti terhadap Islam. Hal ini bahkan menyebabkan salah satu caleg PSI DKI Jakarta ditolak mentah-mentah dengan dibuang di hadapannya flyer yang baru saja dibagikan olehnya dan yang membuang mengatakan “saya ga mau pilih PSI partai anti Islam”48

padahal ia beragama Islam dan perempuan memakai hijab. Selain itu kebanyakan dari warga yang ditemui oleh para caleg menanyakan

standing position atau alasan dari PSI, mengapa PSI anti terhadap poligami dan

Perda Syariah. Mengenai isu ini menurut Gun Gun Heriyanto adalah wajar ketika ditanyakan mengenai mengapa PSI mendapatkan resistensi yang besar di masyarakat dan mencap PSI sebagai partai anti Islam, sebagai berikut:

“Wajar, karena PSI kan banyak memunculkan isu-isu yang tadi saya bilang eeee berani contoh misalnya seperti anti caleg narapidana. Itu kan eksplisit disebut. Partai-partai establish yang mungkin punya caleg-caleg mantan atau eks napi koruptor yang tidak suka tuh. Kemudian dia juga rajin membawa isu-isu sensitif ya kan. Anti poligami, anti perda syariah, kemudian juga dia masuk mengkritisi misalnya gubernur DKI gitu ya. Kalau bicara soal diskursus yang sifatnya resiprokal yang sifatnya timbal balik dan kecenderungan itu bisa resisten. Kenapa? saya melihat the newest thing dari apa yang ditampilkan PSI itu soal keberanian bersikap. Dan itu belum tentu bisa diterima oleh masyarakat awam gitu ya.”49

48 Ibid.,

49 Wawancara dengan Gun Gun Heriyanto, Pengamat Komunikasi Politik UIN Jakarta, pansel caleg PSI DKI Jakarta, pada 13 September 2019 di Depok.

79

Namun, kebanyakan dari kritik dan kata-kata negatif merujuk pada PSI mengenai isu ini lebih banyak berada pada tataran media sosial. Seperti yang dijelaskan oleh Anggara Wicitra:

“Eeee, kalo di masya, pernah ga ya saya di media sosial berdebat gitu ya kayanya ga pernah deh. Karena saya kalo orang nge-bully saya di media sosial terkait isu-isu tersebut ya saya diemin sih. Saya dieminm tapi kalo di masyarakat sih saya ga pernah ketemu orang yang bilang. Maksudnya saya mempertanyakan statement itu tapi ga pernah ada yang menyatakan oh partai PSI ini partai kafir, PSI partai Kristen, PSI partai komunis. Ga ga pernah, kalo bertemu di masyarakat ya. Tapi kalo di media sosial pernah tapi ga pernah saya ladenin. Jadi, ga pernah ada perdebatan.”50

Isu mengenai PSI adalah partai anti Islam sangat kuat sekali pada saat kampanye kemarin. Namun, seperti yang penulis jelaskan di pembahasan sebelumnya yaitu PSI membuat pasarnya sendiri. Ada irisan dari masyarakat yang memang sejalan dengan PSI mengenai anti terhadap Perda Syariah dan Injil serta anti terhadap poligami. Serta masyarakat DKI Jakarta cukup plural, oleh karenanya isu ini di Jakarta agak teredam.

b. Isu Tidak Dapat Mencapai Parlementary Threshold

Isu tidak dapat mencapai ambang batas parlemen juga menjadi isu yang sangat menjadi kendala bagi PSI pada kampanye 2019 ini. Seperti yang dijelaskan Ketua DPW PSI Jakarta

“Pilih PSI buang-buang suara itu juga kencang dihembuskan. Mungkin kalo ga ada isu itu, nembus empat persen sebenernya tapi karena di situ jadi banyak sih orang-orang yang kemudian pikirnya adalah saya dukung sih tapi daripada suara nanti malah angus malah jadi partai yang jadi pakai radikal yang terpilih yang paling besar yaudah partai lain deh yang penting minimal itu partainya ga akan gugur ya itu sih dua itu yang paling besar.”51

50

Wawancara dengan Anggara Wicitra Sastroamidjojo, Anggota Legislatif DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI, pada 29 Agustus 2019 di Kantor Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta.

51 Wawancara dengan Michael Sianipar, Ketua Dewan Pengurus Wilayah PSI DKI Jakarta, pada 28 Agustus 2019 di Kantor Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta.

80

Isu ini disangkal ataupun tidak, berdampak pada pencapaian PSI di DPRD DKI Jakarta. Secara political marketing, memang di DPRD tidak ada yang namanya ambang batas parlemen. Namun, tidak semua lapisan masyarakat memahami sistem pemilihan DPRD apakah ada atau tidak ambang batas parlemennya. Yang mereka pahami ialah DPR dan DPRD sistem perhitungannya itu sama. The brand has broken menimbulkan pemilih yang sebelumnya ingin memilih PSI untuk DPRD DKI Jakarta pada akhirnya tidak memilih PSI karena takut suaranya menjadi sia-sia.

c. Narasi yang Dibawa Terlalu Elitis

Selain dua kendala yang dihadapi PSI di atas, kendala yang ketiga ialah narasi yang dibawa terlalu elitis. Hal ini disadari oleh Anggara Wicitra sebagai caleg PSI untuk DPRD DKI Jakarta. Hal ini juga dikatakan oleh pengamat komunikasi politik Gun Gun Heriyanto yang mengatakan bahwa “Diskursus itu dibangunkan isunya agak elitis, jadi kalau masyarakat menengah ke atas dalam artian pendidikan atau strata ekonomi mungkin masih bisa diajak untuk berdialektika.”52

Hal ini berdampak pada strategi kampanye dari para caleg PSI DKI Jakarta. Dengan narasi yang terlalu elitis, tentu elitis ini menyangkut tentang lapisan masyarakat menengah ke atas seperti pekerja kantoran, mahasiswa, pelajar, dan pengusaha yang jika pada waktu-waktu jam kerja itu tidak bisa ditemui. Alhasil para caleg ini memutar otak bagaimana bisa menemui baseline masyarakat lapisan menengah ke atas ini.

52 Wawancara dengan Gun Gun Heriyanto, Pengamat Komunikasi Politik UIN Jakarta, pansel caleg PSI DKI Jakarta, pada 13 September 2019 di Depok.

81

Selain itu, karena narasi yang digunakan ini tidak bisa menyentuh masyarakat lapisan menengah ke bawah. Alhasil yang memang bisa dilakukan oleh para caleg ini ialah dengan pendekatan secara emosional dengan pemilih di Dapil mereka masing-masing. Strategi ini dijalankan oleh Anggara Wicitra dan cukup berhasil serta efektif dilaksanakan seperti yang dijelaskan oleh Anggara Wicitra sendiri:

“Tapi jujur ya saya merasa masyarakat di jakarta menengah ke bawah itu mereka mungkin udah apa ya mungkin udah antipati terhadap partai politik kalo misalkan ngomongin tentang nilai-nilai, mereka lebih ngeliat eee ketokohan sih kehadiran seorang calegnya langsung. Untuk mendengar keluh kesah mereka. Karena banyak yang saya temuin, sembilan puluh persen derah yang saya turun sampe mendekati pemilihan itu belom ada caleg yang turun dari partai lain.”53

Secara narasi yang dibawa memang terlalu elitis untuk dielaborasikan pada kampanye kepada masyarakat menengah ke bawah yang bisa juga dibilang the

brand cannot come through atau dengan kata lain produk yang dijual tidak bisa

sampai pada masyarakat. Gap antara narasi (produk) dan masyarakat menengah ke bawah ini begitu besar. Alhasil, para caleg ini membuat strateginya masing-masing untuk mendapatkan suara masyarakat yang tidak terakomodir narasi yang dibawa oleh PSI.

Dalam dokumen PARTAI POLITIK DAN KOMUNIKASI POLITIK: (Halaman 95-99)

Dokumen terkait