• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL pemeriksaan atas 68 LKPD Tahun 2013 mengungkapkan 1.059 temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang di dalamnya terdapat 1.193 permasalahan, berakibat kerugian daerah sebesar Rp285,78 miliar, potensi kerugian sebesar Rp1,29 triliun dan kekurangan penerimaan sebesar Rp62,19 miliar. Atas permasalahan ketidakpatuhan tersebut, pemerintah daerah telah melakukan

penyetoran uang ke kas negara/ daerah atau penyerahan aset sebesar Rp43,02 miliar (Lampiran E), terdiri dari kerugian daerah sebesar Rp33,72 miliar, potensi kerugian daerah sebesar Rp184,21 juta dan kekurangan penerimaan sebesar Rp9,11 miliar. Permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:

Kerugian Daerah

Permasalahan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian daerah adalah sebanyak 479 permasalahan senilai Rp285,78 miliar yang terjadi di 68 pemerintah daerah. Terutama sebagai berikut:

• Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan sebanyak 89 permasalahan senilai Rp86,52 miliar, terjadi di 44 entitas.

Empat terbesar permasalahan tersebut yaitu pencairan dari Rekening Kas Daerah 2013 tanpa menggunakan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) senilai Rp35,00 miliar di Kabupaten

Mamberamo Raya, bukti pertanggungjawaban realisasi belanja logistik kantor berindikasi tidak benar senilai Rp4,77 miliar di Kabupaten Seram Bagian Barat, pengeluaran Belanja Barang dan Jasa untuk makan minum, jasa tim kesenian, penyewaan kendaraan, serta penyewaan peralataan dan perlengkapan kantor tidak

21 72 187 421 479 Ketidakhematan Potensi Kerugian Daerah Kekurangan Penerimaan Kelemahan Administrasi Kerugian Daerah

Grafik 2.4Kelompok Temuan Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan pada Pemeriksaan LKPD Tahun 2013

Grafik 2.4 Kelompok Temuan Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan pada Pemeriksaan LKPD Tahun 2013

sesuai ketentuan dan berindikasi merugikan daerah senilai Rp8,89 miliar di Provinsi Sulawesi Utara, belanja tidak langsung - belanja penunjang pengawasan peraturan daerah 2013 pada Sekretariat DPRD senilai Rp2,98 miliar tidak sesuai ketentuan di Kabupaten Dogiyai.

• Kekurangan volume pekerjaan dan/ atau barang yang terjadi pada belanja modal dan pemeliharaan sebanyak 113 permasalahan senilai Rp74,52 miliar, yang terjadi di 59 entitas.

Lima terbesar permasalahan tersebut yaitu kekurangan volume pekerjaan jalan di Dinas Pekerjaan Umum senilai Rp1,41 miliar dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) senilai Rp3,15 miliar di Kabupaten Nduga, Lima Paket Pekerjaan senilai Rp2,16 miliar

pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air di Kabupaten Kutai Kertanegara, pekerjaan pembangunan/ pemeliharaan gedung senilai Rp3,12 miliar di Kabupaten Mamberamo Tengah, pekerjaan pembangunan pada empat SKPD senilai Rp3,54 miliar di Kabupaten Sarmi, pekerjaan pembangunan dan rehabilitasi pada sembilan SKPD senilai Rp2,43 miliar di Kabupaten Deiyai.

• Kelebihan pembayaran pada pelaksanaan belanja modal dan belanja barang/jasa sebanyak 77 permasalahan senilai Rp25,26 miliar, terjadi di 37 entitas.

Lima terbesar permasalahan terse-but yaitu kelebihan pembayaran pekerjaan pada tujuh SKPD seni-lai Rp4,72 miliar di

Provinsi Papua Barat, pekerjaan

Tabel 2.2

Kelompok Temuan Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan

Peraturan Perundang-undangan pada Pemeriksaan LKPD Tahun 2013 Berdasarkan Tingkat Pemerintah Daerah

Kelompok Temuan Tingkat Pemerintahan Total Provinsi Kabupaten Kota Jumlah Nilai Jumlah Nilai Jumlah Nilai Jumlah Nilai Perma- (juta Rp) Perma- (juta Rp) Perma- (juta Rp) Perma- (juta Rp) salahan

salahan salahan salahan

Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang Mengakibatkan:

Kerugian Daerah 39 25.250,82 406 246.255,70 34 14.273,59 479 285.780,11 Potensi Kerugian Daerah 7 12.863,41 54 94.196,39 11 1.187.653,21 72 1.294.713,01 Kekurangan Penerimaan 19 6.122,01 154 54.105,18 14 1.970,16 187 62.197,35 Administrasi 27 363 - 31 - 421 -Ketidakhematan 1 287,91 20 33.293,87 - - 21 33.581,78 Ketidakefisienan - 0,00 - - - - - -Ketidakefektifan - 0,00 10 8.405,50 3 1.440,05 13 9.845,55 Jumlah 93 44.524,15 1.007 436.356,64 93 1.205.337,01 1.193 1.686.117,80

Tabel 2.3 Kelompok Temuan Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan pada Pemeriksaan LKPD Tahun 2013 Berdasarkan Tingkat Pemerintahan

Tabel 2.2

Kelompok Temuan Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan pada Pemeriksaan LKPD Tahun 2013 Berdasarkan Tingkat Pemerintah Daerah

Kelompok Temuan Tingkat Pemerintahan Total Provinsi Kabupaten Kota Jumlah Nilai Jumlah Nilai Jumlah Nilai Jumlah Nilai Perma- (juta Rp) Perma- (juta Rp) Perma- (juta Rp) Perma- (juta Rp) salahan

salahan salahan salahan

Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang Mengakibatkan:

Kerugian Daerah 39 25.250,82 406 246.255,70 34 14.273,59 479 285.780,11 Potensi Kerugian Daerah 7 12.863,41 54 94.196,39 11 1.187.653,21 72 1.294.713,01 Kekurangan Penerimaan 19 6.122,01 154 54.105,18 14 1.970,16 187 62.197,35 Administrasi 27 363 - 31 - 421 -Ketidakhematan 1 287,91 20 33.293,87 - - 21 33.581,78 Ketidakefisienan - 0,00 - - - - - -Ketidakefektifan - 0,00 10 8.405,50 3 1.440,05 13 9.845,55 Jumlah 93 44.524,15 1.007 436.356,64 93 1.205.337,01 1.193 1.686.117,80

penyediaan sarana produksi peri-kanan air tawar senilai Rp3,24 miliar di Kabupaten Keerom, Belanja mod-al jmod-alan, irigasi dan jaringan senilai Rp2,15 miliar di Kabupaten Kutai Kertanegara, pekerjaan pembangu-nan dan rehabilitasi pada sembilan SKPD senilai Rp1,43 miliar di Kabu-paten Deiyai, pembangunan jalan dan pematangan lahan 2013 pada dua SKPD senilai Rp1,26 miliar di Ka-bupaten Lanny Jaya.

• Biaya perjalanan dinas ganda dan/ atau melebihi standar yang ditetapkan sebanyak 55 permasalahan senilai Rp20,74 miliar, terjadi di 47 entitas.

Lima terbesar permasalahan tersebut yaitu di Kabupaten Sarmi senilai Rp6,79 miliar, Kota Palangka Raya senilai Rp1,25 miliar, Kabupaten Nias Barat senilai Rp1,17 miliar, Kabupaten Kutai Timur senilai Rp1,11 miliar dan Kota Sorong senilai Rp935,56 juta.

• Pembayaran honorarium ganda dan atau melebihi standar yang ditetapkan sebanyak 31 permasalahan senilai Rp18,47 miliar, terjadi di 20 entitas.

Lima terbesar permasalahan tersebut yaitu pembayaran honor paripurna DPRD senilai Rp2,24 miliar di Kabupaten Intan Jaya, pembayaran honorarium anggota DPRD tidak sesuai ketentuan senilai Rp2,29 miliar di Kabupaten Nduga, pembayaran uang sidang kepada

unsur pimpinan dan anggota DPRD senilai Rp2,24 miliar di Kabupaten Supiori, pembayaran uang lembur kepada anggota DPRD senilai Rp2,05 miliar di Kabupaten Lanny Jaya, pembayaran honorarium anggota dan pimpinan DPRD senilai Rp1,93 miliar tidak sesuai ketentuan di Kabupaten Mamberamo Tengah.

• Kerugian lainnya sebanyak 114 permasalahan senilai Rp60,24 miliar seperti pemahalan harga (mark up), spesifikasi barang/ jasa yang diterima tidak sesuai kontrak dan rekanan pengadaan barang/ jasa tidak menyelesaikan pekerjaan (Lampiran F).

Empat terbesar permasalahan tersebut yaitu pemahalan harga (mark up) seperti penetapan harga satuan dalam kontrak lebih tinggi dibandingkan dengan standar harga satuan di Kota Manado senilai Rp2,37 miliar, belanja perjalanan dinas fiktif senilai Rp3,30 miliar di Kabupaten Seram Bagian Timur, belanja atau pengadaan fiktif senilai Rp1,03 miliar di Kabupaten Supiori dan penggunaan uang/ barang untuk kepentingan pribadi di Kabupaten Seram Bagian Barat senilai Rp936, 88 juta.

Permasalahan kerugian daerah pada umumnya terjadi karena pejabat yang bertanggung jawab lalai dan tidak cermat dalam menaati dan memahami ketentuan yang berlaku, belum optimal dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawab, lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian, serta pejabat/ pegawai yang melakukan perjalanan dinas kurang bertanggung jawab dalam menggunakan biaya perjalanan dinas.

Terhadap permasalahan kerugian daerah tersebut, BPK merekomendasikan kepala daerah untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada pejabat yang lalai dan tidak cermat dalam menaati dan memahami ketentuan yang berlaku, serta pejabat yang belum optimal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, memerintahkan kepada pejabat yang bertanggung jawab untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian, serta mempertanggungjawabkan kasus kerugian daerah dengan menyetor ke kas daerah.

Potensi Kerugian Daerah

Permasalahan ketidakpatuhan yang mengakibatkan potensi kerugian daerah adalah sebanyak 72 permasalahan senilai Rp1,29 triliun yang terjadi di 43 pemerintah daerah. Terutama sebagai berikut:

• Aset berupa mesin, peralatan, dan aset lainnya tidak diketahui keberadaannya sebanyak 9 permasalahan senilai Rp1,18 triliun, terjadi di 8 entitas.

Empat terbesar entitas dengan permasalahan tersebut yaitu Kota Palangka Raya senilai Rp1,18 triliun, Kabupaten Kutai Barat senilai Rp1,33 miliar, Kabupaten Teluk Bintuni senilai Rp914,42 juta dan Kabupaten Kotawaringin Barat Rp285,79 juta.

• Piutang/ pinjaman atau dana bergulir yang berpotensi tidak tertagih sebanyak 8 permasalahan senilai Rp37,63 miliar, terjadi di 7 entitas.

Lima terbesar entitas dengan permasalahan tersebut yaitu di Kabupaten Kepulauan Aru senilai Rp36,47 miliar, Kabupaten Kotawaringin Timur senilai Rp475,41 juta, Provinsi Kalimantan Timur senilai Rp198,18 juta, Kota Palangka Raya senilai Rp143,73 juta dan Kabupaten Lembata senilai Rp23,80 juta.

• Aset berupa tanah, kendaraan dan aset lainnya dikuasai pihak lain sebanyak 15 permasalahan senilai Rp24,53 miliar, terjadi di 14 entitas.

Lima terbesar entitas dengan permasalahan tersebut yaitu di Kabupaten Tana Tidung senilai Rp8,63 miliar, Kabupaten Kupang senilai Rp5,27 miliar, Kabupaten Seram Bagian Barat senilai Rp2,70 miliar, Kota Palangka Raya senilai Rp2,37 miliar dan Provinsi Kalimantan Barat senilai Rp1,61 miliar.

• Ketidaksesuaian pekerjaan dengan kontrak tetapi pembayaran pekerjaan belum dilakukan sebagian atau seluruhnya sebanyak 32 permasalahan senilai Rp22,19 miliar, terjadi di 25 entitas.

Lima terbesar permasalahan tersebut yaitu pembayaran uang muka belum

dapat dipertanggungjawabkan senilai Rp8,98 miliar di Provinsi Papua Barat, kurang volume pekerjaan senilai Rp843,36 juta di Kabupaten Fakfak, Penyediaan listrik pedesaan paket 7 berindikasi tidak dilaksanakan senilai Rp2,19 miliar di Kabupaten Nduga, kelebihan pembayaran pengadaan barang dan jasa senilai Rp1,00 miliar di Kota Sorong, dan pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai kontrak senilai Rp2,35 miliar di Kota Menado.

• Pemberian jaminan dalam pelaksanaan pekerjaan, pemanfaatan barang dan pemberian fasilitas tidak sesuai ketentuan sebanyak 3 permasalahan senilai Rp1,47 miliar, terjadi di 2 entitas.

Permasalahan tersebut berupa jaminan pelaksanaan yang belum diterima oleh Kota Manado senilai Rp1,23 miliar dan jaminan uang muka tidak dapat dicairkan senilai Rp143,52 juta di Kabupaten Kotawaringin Barat.

• Potensi kerugian daerah lainnya sebanyak 5 permasalahan senilai Rp20,70 miliar.

Dua terbesar permasalahan tersebut yaitu penataan dan penyajian utang PFK yang dilaporkan dalam Neraca per 31 Desember 2013 tidak memadai serta tidak didukung fisik kas senilai Rp18,18 miliar di Kabupaten Seram Bagian Barat dan Kemahalan HPS senilai Rp1,79 miliar di Provinsi Sulawesi Utara.

Permasalahan potensi kerugian daerah pada umumnya terjadi karena pejabat yang bertanggung jawab lalai dan tidak cermat dalam menaati dan memahami ketentuan yang berlaku, belum optimal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, belum optimal dalam melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, serta lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian.

Terhadap permasalahan potensi kerugian daerah tersebut, BPK merekomendasikan kepala daerah agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada pejabat yang lalai dan tidak cermat dalam menaati dan memahami ketentuan yang berlaku, serta pejabat yang belum optimal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, serta memerintahkan kepada pejabat yang bertanggung jawab untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian.

Selain itu, BPK juga merekomendasikan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab agar mempertanggungjawabkan kasus potensi kerugian daerah dan apabila tidak dapat mempertanggungjawabkan agar menyetor ke kas daerah.

Kekurangan Penerimaan

Permasalahan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan adalah sebanyak 187 permasalahan senilai Rp62,19 miliar, yang terjadi di 62 pemerin-tah daerah. Terutama sebagai berikut:

• Penerimaan negara/ daerah lainnya (selain denda keterlambatan) belum/

tidak ditetapkan atau dipungut/ diterima/ disetor ke kas negara/ daerah sebanyak 83 permasalahan senilai Rp35,39 miliar.

Permasalahan tersebut terjadi di 43 entitas. Tiga terbesar permasalahan tersebut yaitu dana bergulir yang telah dihentikan penggulirannya senilai Rp3,80 miliar dan jaminan pelaksanaan atas pemutusan kontrak belum dicairkan senilai Rp1,75 miliar di Kabupaten Indragiri Hulu, jaminan pelaksanaan tidak dicairkan senilai Rp2,69 miliar di Provinsi Papua Barat, dan jaminan pelaksanaan dan sisa uang muka belum dicairkan senilai Rp3,11 miliar di Kabupaten Padang Lawas.

• Denda keterlambatan pekerjaan belum/ tidak ditetapkan atau dipungut/ diterima/ disetor ke kas negara/ daerah pada pelaksanaan pengadaan barang/ jasa dan pemborongan pekerjaan yang mengalami keterlambatan sebanyak 87 permasalahan senilai Rp24,55 miliar.

Permasalahan tersebut terjadi di 53 entitas. Lima terbesar permasalahan tersebut yaitu: di Kabupaten Padang Lawas Utara senilai Rp3,86 miliar, Kabupaten Raja Ampat senilai Rp2,64 miliar, Kabupaten Mamberamo Raya senilai Rp1,93 miliar, Kabupaten Teluk Wondama senilai Rp1,09 miliar, dan Kabupaten Teluk Bintuni senilai Rp1,10 miliar.

• Pengenaan tarif pajak/ PNBP lebih rendah dari ketentuan sebanyak 2 permasalahan senilai Rp1,20 miliar. Permasalahan tersebut terjadi di 2 entitas yaitu: perhitungan pajak mineral bukan logam dan batuan tidak sesuai ketentuan senilai Rp1,18 miliar di Kabupaten Sumba Tengah dan kekurangan penetapan retribusi IMB senilai Rp22,62 juta di Kabupaten Buru Selatan.

• Penggunaan langsung penerimaan negara/ daerah sebanyak 9 permasalahan senilai Rp653,19 juta. Permasalahan tersebut terjadi di 8 entitas. Tiga terbesar entitas dengan permasalahan tersebut yaitu: di Kabupaten Kupang senilai Rp323,80 juta, Kabupaten Sumba Tengah senilai Rp116,87 juta, dan Kabupaten Mamberamo Tengah senilai Rp90,47 juta.

• Kekurangan penerimaan lainnya sebanyak 6 permasalahan senilai Rp392,82 juta. Permasalahan tersebut terjadi di 12 entitas.

Dua terbesar permasalahan tersebut yaitu: pengenaan pajak penghasilan atas pendapatan jasa giro dana pemerintah di Kabupaten Kupang senilai Rp316,96 juta dan pengenaan pajak atas bunga deposito kas daerah di Kabupaten Manggarai senilai Rp28,40 juta.

Permasalahan kekurangan penerimaan pada umumnya terjadi karena pejabat yang

bertanggung jawab kurang memahami tupoksi, kurang aktif dalam melakukan upaya-upaya percepatan pekerjaan, tidak tegas dalam melakukan upaya penagihan kepada wajib pajak, belum optimal dalam melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, serta lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian.

Terhadap permasalahan kekurangan penerimaan tersebut, BPK merekomendasikan kepada kepala daerah antara lain, agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada pejabat yang lalai dan tidak cermat dalam menaati dan memahami ketentuan yang berlaku, serta pejabat yang lalai dan belum optimal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, memerintahkan kepada pejabat yang bertanggung jawab untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian, serta menagih dan menyetorkan kekurangan penerimaan ke kas negara/ daerah sesuai dengan ketentuan.

Kelemahan Administrasi

Hasil pemeriksaan atas LKPD pada 68 pemerintah daerah, menemukan 376 temuan ketidakpatuhan yang di dalamnya terdapat 421 permasalahan kelemahan administrasi. Terutama sebagai berikut:

• Pertanggungjawaban tidak

akuntabel (bukti tidak lengkap/ tidak valid) sebanyak 190 permasalahan.

Permasalahan tersebut terjadi di 85 entitas. Dua terbesar permasalahan tersebut yaitu: realisasi perjalanan dinas tidak didukung dengan bukti

pertanggungjawaban yang lengkap dan tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dan pengelolaan belanja hibah, belanja bantuan sosial, dan belanja tak terduga belum optimal.

• Penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang pengelolaan perlengkapan atau barang milik daerah sebanyak 58 permasalahan.

Permasalahan tersebut terjadi di 40 entitas. Lima terbesar permasalahan tersebut yaitu: penggunaan dan pemanfaatan aset tetap belum tertib, barang milik daerah tidak didukung dengan data yang andal, barang yang sudah diserahkan ke masyarakat masih disajikan sebagai aset pemerintah, dan penghapusan atas barang milik daerah belum tuntas.

• Kepemilikan aset tidak/ belum didukung bukti yang sah sebanyak 29 permasalahan.

Permasalahan tersebut terjadi di 27 entitas. Dua terbesar permasalahan tersebut yaitu: pengadaan kendaraan belum dilengkapi bukti kepemilikan, dan tanah hasil pengadaan belum memiliki sertifikat.

• Penyetoran penerimaan negara/ daerah melebihi batas waktu yang ditentukan sebanyak 27 permasalahan.

Permasalahan tersebut terjadi di 20 entitas. Dua terbesar permasalahan tersebut yaitu saldo kas di bendahara penerimaan BLUD belum disetor ke kas daerah dan keterlambatan penyetoran PAD ke rekening kas daerah.

• Kelemahan administrasi lainnya, sebanyak 117 permasalahan.

Lima terbesar permasalahan tersebut yaitu pertanggung jawaban/ penyetoran uang persediaan melebihi batas waktu yang ditentukan, pertanggung jawaban uang muka kerja (UMK) terlambat disampaikan, sisa uang yang harus dipertanggungjawabkan (UYHD), uang persediaan (UP) dan tambah uang persediaan (TU) Tahun Anggaran 2013 terlambat disetor ke kas daerah, dan proses pengadaan barang/ jasa tidak sesuai ketentuan.

Permasalahan kelemahan administrasi pada umumnya terjadi karena pejabat yang bertanggung jawab lalai dan tidak cermat dalam menaati dan memahami ketentuan yang berlaku, belum optimal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk menatausahakan dan mengelola BMD, kurang proaktif dalam meminta laporan pertanggungjawaban, serta lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian.

Terhadap permasalahan kelemahan administrasi tersebut, BPK merekomen-dasikan kepada kepala daerah antara lain, agar: memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada pejabat

yang lalai dan tidak cermat dalam me-naati dan memahami ketentuan yang berlaku, serta pejabat yang belum opti-mal dalam melaksanakan tugas dan tang-gung jawabnya, memerintahkan kepada pejabat yang bertanggung jawab untuk meminta laporan pertanggungjawaban penggunaan dana, serta meningkatkan pengawasan dan pengendalian.