• Tidak ada hasil yang ditemukan

senilai Rp1,78 triliun, yang terdiri dari kerugian daerah sebesar Rp294,59 miliar, potensi kerugian daerah sebesar Rp1,27 triliun, serta kekurangan penerimaan Rp213,60 miliar.

Selain itu, terdapat 87 permasalahan ketidakhematan senilai Rp83,83 miliar, ketidakefisienan sebanyak 2 permasalahan senilai Rp5,25 miliar, dan ketidakefektifan sebanyak 84 permasalahan senilai Rp234,61 miliar, serta kelemahan administrasi sebanyak 463 permasalahan.

Dari permasalahan yang berdampak finansial senilai Rp1,78 triliun, di antaranya telah dilakukan penyetoran/

pengembalian ke kas negara/ daerah oleh entitas senilai Rp52,72 miliar.

Hasil pemeriksaan atas 229 objek pemeriksaan tersebut dapat dikelompokkan dalam lima bidang yaitu pengelolaan pendapatan daerah, pelaksanaan belanja, pengelolaan aset, dan operasional RSUD, serta pengelolaan operasional BUMD.

Pengelolaan Pendapatan Daerah

PEMERIKSAAN pengelolaan pendapatan daerah dilakukan terhadap

28 objek pemeriksaan pemerintahan provinsi/ kabupaten/ kota. Objek pemeriksaan terdiri atas 2 pemerintah provinsi dan 26 pemerintah kabupaten/ kota. Cakupan pemeriksaan mencapai Rp13,09 triliun dari realisasi anggaran Rp21,39 triliun.

Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk menguji dan menilai apakah sistem pengendalian intern pengelolaan pendapatan telah dirancang secara memadai dan dilaksanakan secara konsisten, serta untuk menilai kepatuhan

Ketidakpatuhan Kelemahan SPI

Hasil PDTT

Pemerintah Daerah dan BUMD

3.028

Total Permasalahan

2,10

Triliun

Total

821

27%

2.207

73%

294,59 M 213,6 M 83,83 M 5,25 M 234,61 M Kerugian Potensi Kerugian Kekurangan Penerimaan Ketidakhematan Ketidakefisienan Ketidakefektifan Grafik 2.7 Hasil PDTT

pelaksanaan pengelolaan pendapatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Hasil pemeriksaan telah mengungkap sebanyak 303 temuan yang di dalamnya terdapat 397 permasalahan senilai Rp214,99 miliar. Permasalahan itu terdiri atas 195 kelemahan sistem pengendalian intern, dan 202 ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp214,99 miliar.

Permasalahan yang ditemukan terutama sebagai berikut:

• Piutang pajak/ retribusi berpotensi tidak tertagih pada 4 objek pemeriksaan di Kabupaten Bandung, Kabupaten Bantul, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Kolaka. Piutang tersebut berupa piutang pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2), piutang yang berasal dari tunggakan pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak parkir, pajak air tanah, dan retribusi pengendalian

menara telekomunikasi. Penagihan piutang pajak/ retribusi

tersebut belum dilakukan secara optimal. Hal ini mengakibatkan potensi kerugian daerah sebesar Rp47,88 miliar.

• Kekurangan penerimaan terjadi pada 27 objek pemeriksaan di 2 provinsi dan 25 kabupaten/ kota senilai Rp132,23 miliar. Kekurangan penerimaan ini meliputi antara lain penerimaan negara/ daerah yang belum diterima/ disetor ke kas

negara/ daerah, dana perimbangan yang telah ditetapkan tetapi belum masuk ke kas daerah, pengenaan tarif pajak/ pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang lebih rendah dari ketentuan.

Di antara permasalahan tersebut, permasalahan yang sering terjadi adalah penerimaan negara/ daerah belum diterima/ disetor ke kas negara/ daerah senilai Rp119,06 miliar, antara lain:

– Iuran tetap (landrent), iuran eksplorasi/ produksi, dan denda keterlambatan yang belum dibayar oleh pemegang izin usaha pertambangan (IUP) batu bara.

– Tunggakan pokok pajak hotel, pajak restoran, pajak air tanah, serta denda keterlambatan yang belum dibayar oleh wajib pajak.

• Penyimpangan administrasi pada 15 objek pemeriksaan di 1 provinsi dan 14 kabupaten/ kota. Pada umumnya permasalahan yang sering terjadi adalah peyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang tertentu seperti pertambangan, perpajakan dan lingkungan hidup, sebagai berikut: – Beberapa pemegang IUP belum

memiliki persetujuan kelayakan analisa mengenai dampak lingkungan hidup, membangun dermaga khusus tanpa izin Kementerian Perhubungan,

belum menyampaikan rencana reklamasi dan rencana pasca tambang, serta melakukan kegiatan di kawasan hutan tanpa izin Kementerian Kehutanan.

– Penetapan pajak air dilakukan secara flat dan pengelolaan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) belum memadai, seperti data yang tercantum dalam SPPT PBB-P2 kurang akurat serta pengendalian dan pengadministrasian dana setoran PBB-P2 oleh aparat desa kurang memadai.

• Kelemahan sistem pengendalian intern pada 27 objek pemeriksaan di 2 Provinsi dan 25 kabupaten/ kota. Pada umumnya permasalahan yang terjadi adalah ketidaktepatan dan/ atau ketiadaan penetapan, pelaksanaan kebijakan dan pelaporan, seperti sebagai berikut: – Pelaporan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan/ atau bangunan (BPHTB) belum tertib dan belum diatur dengan peraturan kepala daerah, sehingga pendapatan riil yang seharusnya diterima tidak dapat dihitung. Di samping itu, pemerintah daerah juga tidak dapat mengenakan sanksi denda kepada pejabat pembuat akta tanah (PPAT)/ Notaris yang terlambat/ belum menyampaikan laporan bulanan.

– Penyusunan laporan data tunggakan pajak kendaraan bermotor (PKB) tidak dilakukan, sehingga tidak diketahui nilai tunggakan PKB. Selain itu, sistem aplikasi yang dimiliki belum mampu menyajikan piutang PKB secara kumulatif beserta umur piutangnya.

– Belum ditetapkannya objek pajak parkir mengakibatkan hilangnya potensi pendapatan pajak parkir.

Terhadap permasalahan itu, BPK merekomendasikan kepala daerah terkait untuk:

• Memerintahkan kepala dinas yang bertanggung jawab untuk melakukan indentifikasi atas tagihan/ piutang yang telah jatuh tempo dan melakukan upaya penagihan secara intensif sesuai dengan ketentuan, serta menyetorkan hasil penagihan tersebut ke kas negara/ daerah.

• Memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada pejabat atau pegawai terkait.

• Menyusun peraturan kepala daerah mengenai tata cara pelaporan oleh PPAT/ Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara.

• Memerintahkan kepala dinas yang bertanggung jawab untuk mengembangkan aplikasi yang telah ada agar dapat menyediakan

informasi terkait dengan pelaporan tunggakan pokok dan denda PKB.

• Memperbaharui data base wajib pajak serta potensi pajak yang valid dan up to date.

Selama proses pemeriksaan berlangsung beberapa pemerintah daerah telah menindaklanjuti dengan melakukan penyetoran ke kas negara/ daerah senilai Rp3,21 miliar.

Pelaksanaan Belanja

PEMERIKSAAN pelaksanaan belanja pemerintah daerah 2012-2014 dilakukan terhadap 149 objek pemeriksaan meliputi 22 objek pemeriksaan pemerintah provinsi, dan 127 objek pemeriksaan pemerintah kabupaten/ kota. Cakupan pemeriksaan Rp32,63 triliun dari realisasi anggaran Rp98,03 triliun.

Hasil pemeriksaan mengungkapkan 1.121 temuan yang di dalamnya terdapat 1.627 permasalahan senilai Rp477,06 miliar. Permasalahan tersebut terdiri atas 139 kelemahan sistem pengendalian intern dan 1.488 ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp477,06 miliar. Permasalahan itu di antaranya:

• Kekurangan volume pekerjaan dan/ atau barang, kelebihan pembayaran selain kekurangan volume, belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan, spesifikasi barang yang diterima tidak sesuai dengan kontrak, dan lainnya, yang mengakibatkan kerugian

daerah senilai Rp275,52 miliar. Permasalahan ini terjadi pada 143 objek pemeriksaan di 14 Provinsi dan 121 kabupaten/ kota.

Di antara permasalahan tersebut, permasalahan yang sering muncul adalah:

– Kekurangan volume pekerjaan dan/ atau barang senilai Rp135,75 miliar, antara lain: a. Kelebihan nilai perhitungan

penyesuaian harga (eskalasi) yang dapat dibayarkan kepada kontraktor serta kekurangan volume pekerjaan tiang pancang pada pekerjaan pembangunan pelabuhan laut Teluk Segintung Kabupaten Seruyan. Akibatnya terjadi indikasi kerugian daerah senilai Rp20,84 miliar.

b. Kekurangan volume pekerjaan penanganan jalan kampung di Provinsi DKI Jakarta sehingga mengakibatkan indikasi kerugian daerah senilai Rp8,28 miliar.

c. Kekurangan volume pada paket pekerjaan infrastruktur bangunan gedung, jalan dan jembatan senilai Rp7,86 miliar pada Kabupaten Tapin. Atas kekurangan volume tersebut, telah ditindaklanjuti dengan penyerahan aset/ penyetoran

ke kas daerah senilai Rp4,81 miliar.

– Kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dan/ atau barang senilai Rp35,02 miliar, antara lain:

a. Harga satuan dalam Rencana Anggaran Biaya untuk beton

readymix dan campuran

aspal pada pekerjaan jalan diperhitungkan lebih mahal dan lebih tinggi dari harga standar daerah dan harga pasar, sehingga terdapat kelebihan pembayaran Rp7,03 miliar pada Kabupaten Tasikmalaya.

b. Pengadaan 6 unit sumitomo

excavator di Provinsi DKI

Jakarta diindikasikan mengarah pada satu merk dan rekanan tertentu, sehingga pemenang lelang memperoleh keuntungan yang tidak menjadi haknya senilai Rp1,98 miliar.

– Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan senilai Rp36,11 miliar, di antaranya: a. Kelebihan penyaluran dana

hibah Biaya Operasional Pendidikan (BOP) swasta untuk SD dan SMP swasta dan tidak didasarkan bukti pendukung berupa Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) sebesar

Rp6,25 miliar. Selain itu, penggunaan dana hibah BOP pada 10 SD/ SMP dan 17 SMA/SMK Swasta tidak sesuai ketentuan dan belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp2,66 miliar. Permasalahan tersebut terjadi di Provinsi DKI Jakarta.

b. Kelebihan pembayaran atas pembelian material dan peralatan kerja, pembayaran upah pekerja, pembayaran pekerjaan non fisik, pembayaran sewa alat dan pembayaran pembelian bahan bakar solar pada kegiatan pembangunan dua jalan baru sebesar Rp3,90 miliar di Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

• Ketidaksesuaian pekerjaan dengan kontrak tetapi pembayaran pekerjaan belum dilakukan seluruhnya, aset dikuasai pihak lain, aset tidak diketahui keberadaannya dan lain-lain potensi kerugian, yang mengakibatkan potensi kerugian daerah senilai Rp90,79 miliar. Hal tersebut terjadi pada 104 objek pemeriksaan di 10 provinsi dan 91 kabupaten/ kota, seperti kelebihan pembayaran dalam pengadaan barang/ jasa senilai Rp90,23 miliar.

Permasalahan yang dijumpai antara lain adanya kekurangan volume pekerjaan dan jam kerja alat berat, serta laporan kemajuan pekerjaan tidak sesuai realisasi/ prestasi fisik. Terhadap permasalahan tersebut belum dilakukan pembayaran seluruhnya. Hal ini dijumpai pada 101 objek pemeriksaan di 13 provinsi dan 85 kabupaten/ kota, di antaranya Provinsi DKI, Kabupaten Pemalang, dan Provinsi Lampung.

• Kelemahan sistem pengendalian intern pada 76 objek pemeriksaan di 4 provinsi dan 69 kabupaten/ kota. Permasalahan yang sering terjadi adalah penyimpangan terhadap peraturan terkait pendapatan dan belanja pada 30 objek pemeriksaan di 1 provinsi dan 29 kabupaten/ kota. Permasalahan tersebut, antara lain: – Penganggaran belanja jasa

kantor pada belanja barang dan jasa dengan realisasi senilai Rp3,90 miliar. Anggaran tersebut direalisasikan untuk biaya transportasi kepada masyarakat yang diberikan anggota DPRD pada saat kegiatan reses. Selain itu, pemerintah daerah belum memiliki ketentuan intern tentang mekanisme pelaksanaan kegiatan reses Anggota DPRD. Hal ini terjadi di Provinsi Sumatera Barat. – Penyaluran dana hibah kepada

tiga Lembaga/ Ormas/ Swasta senilai Rp2,64 miliar tidak sesuai dengan ketentuan yang

berlaku, mengakibatkan tujuan pemberian bantuan dana hibah tidak tercapai. Permasalahan tersebut terjadi di Kabupaten Mempawah.

– Keterlambatan penyampaian pertanggungjawaban dana hibah pilkada senilai Rp1,43 miliar, yang terjadi di Kabupaten Kerinci.

• Penyimpangan terhadap per-aturan yang mengakibatkan keti-dakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp83,80 miliar pada 54 objek pemeriksaan di 8 provinsi dan 42 kabupaten/ kota. Permasalahan tersebut di antaranya:

– Pemborosan keuangan Negara atau kemahalan harga senilai Rp44,44 miliar pada 37 objek pemeriksaan di 6 provinsi dan 28 kabupaten/ kota.

Permasalahan yang ditemukan antara lain:

a. Dana hibah biaya operasional pendidikan (BOP) Provinsi DKI Jakarta disalurkan kepada SD dan SMP swasta mampu, dan diberikan kepada sekolah yang tidak memiliki siswa tidak mampu. Dana hibah BOP juga diberikan kepada sekolah yang tidak memberikan keringanan biaya SPP kepada siswa serta diberikan kepada sekolah yang menarik biaya SPP yang mahal.

Selain itu, terdapat penggunaan dana hibah BOP sekolah swasta tidak sesuai ketentuan antara lain pembelian bahan bangunan, renovasi ruang kelas, dan renovasi lahan parkir. Akibatnya terjadi pemborosan keuangan daerah senilai Rp19,94 miliar. b. Terdapat pemberian tambahan

penghasilan kepada pegawai dan guru, serta pejabat menjelang Hari Raya Idul Fitri senilai Rp2,89 miliar, yang terjadi di Kabupaten Pesawaran.

Pemberian tambahan penghasilan tersebut tidak didasarkan pada beban kerja sehingga tidak memiliki dasar pertimbangan objektif yang menjadi dasar pemberian tambahan penghasilan.

– Barang yang dibeli belum/ tidak dapat dimanfaatkan senilai Rp26,92 miliar pada 16 objek pemeriksaan di 2 provinsi dan 14 kabupaten/ kota. Permasalahan yang ditemukan di antaranya alat-alat kesehatan dan alat peraga sekolah yang belum dimanfaatkan.

Terhadap berbagai permasalahan itu, BPK merekomendasikan kepala daerah dan entitas terkait agar:

• Menginstruksikan pejabat

yang bertanggung jawab untuk

telah dibayar dan mempertanggung jawabkan indikasi kerugian daerah dengan menyetorkan ke kas daerah.

• Memerintahkan Majelis TP/ TGR untuk memproses kekurangan volume pekerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

• Memperhitungkan kelebihan pembayaran dalam termin pembayaran penuh (100%) atau menarik kelebihan pembayaran dari rekanan dan menyetorkan ke kas daerah.

• Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada pejabat terkait serta lebih cermat dalam merealisasikan pembayaran tambahan penghasilan sesuai beban kerja.

• Menetapkan ketentuan intern tentang mekanisme pelaksanaan kegiatan reses Anggota DPRD dengan mengacu kepada ketentuan yang berlaku serta memberikan sanksi kepada pejabat terkait.

Selama proses pemeriksaan berlangsung beberapa pemerintah daerah telah menindaklanjuti dengan melakukan penyetoran ke kas daerah senilai Rp46,56 miliar.