• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepatuhan Wajib Pajak

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 28-32)

1. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan wajib pajak menurut Nurmantu adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya (Rahayu & Kurnia, 2010).

Ketika mendengar kata “pajak” yang tergambarkan adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan kepada pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, secara langsung biasanya dalam bentuk pajak penghasilan (PPh) yang dipotong dari gaji atau yang harus dibayarkan pada akhir tahun pajak. Adapun pembayaran pajak secara tidak langsung, yaitu adanya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut ketika seseorang membeli barang kena pajak. Bahkan, tabungan masyarakat yang disimpan di bank pun dikenakan pemotongan pajak atas bunga yang diterima nasabah. Tentu saja, banyak yang tidak rela atas pemotongan atau pemungutan pajak tersebut.

38

Secara manusiawi, setiap orang enggan untuk membayar pajak.

Salah satu penyebabnya karena tidak adanya kontraprestasi atau imbalan secara langsung yang diterima ketika seseorang membayar pajak. Berbeda dengan pembayaran iuran jalan tol, listrik, atau telepon yang manfaatnya bisa langsung dinikmati. Manfaat pembayaran pajak dirasakan secara bersama-sama oleh masyarakat dalam bentuk pembangunan fasilitas umum dan sosial. Bentuk nyatanya adalah sarana infrastruktur seperti jalan, jembatan, bendungan, pelabuhan, dan taman. Dalam bentuk yang lain adalah tersedianya jaminan pertahanan dan keamanan dalam bentuk militer atau kepolisian. Semua fasilitas umum dan fasilitas sosial tersebut dibayar melalui pembayaran pajak yang dilakukan oleh rakyat.

Namun, itu semua tidak bisa dinikmati secara utuh oleh masyarakat, karena fasilitas-fasilitas umum yang disediakan oleh negara sangat jauh dari kenyamanan. Begitu juga pelayanan masyarakat oleh pemerintah yang cenderung berkualitas rendah. Maka di sinilah beratnya tugas dirjen pajak dalam meyakinkan masyarakat tentang pentingnya membayar pajak sehubungan dengan fasilitas umum yang diberikan oleh instansi di luar dirjen pajak. Pembayaran dan setoran pajak masyarakat digunakan sepenuhnya untuk pembiayaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam anggaran pendapatan negara, pajak mendominasi penerimaan negara sebesar hampir 75%. Oleh karena itu, pembayaran pajak oleh masyarakat sangatlah penting demi kelangsungan kehidupan bernegara suatu bangsa (Sakti, 2015).

Tingkat kepatuhan perpajakan formal di Indonesia masih sangat rendah. Kepatuhan pajak formal bagi wajib pajak adalah pemenuhan kewajiban dalam pendaftaran, pembayaran, dan pelaporan pajaknya.

Berdasarkan data dari laporan tahunan direktorat jenderal pajak, menurut Sakti (2015) rasio kepatuhan penyampaian SPT PPh pada tahun 2008 sampai 2012 untuk wajib pajak badan berkisar dari 33,7% hingga 53,3%.

Untuk Wajib Pajak orang pribadi pada tahun yang sama adalah 32,9%

sampai 53,7%. Kepatuhan formal tersebut baru diukur berdasarkan pemenuhan kewajibannya saja. Belum diukur dari kepatuhan metarial

39

yang diukur dari kebenaran nilai penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak jika dibandingkan dengan data dan fakta sebenarnya yang dialami oleh wajib pajak (Sakti, 2015).

Tingkat kepatuhan pajak yang masih rendah, salah satunya dapat disebabkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat tentang pajak itu sendiri. Padahal, salah satu fungsi penggunaan uang pajak adalah untuk retribusi pendapatan yang digunakan untuk kepentingan bersama.

Pembangunan jalan, jembatan, atau infrastruktur lainnya memakan biayanya yang sangat mahal. Dengan demikian, kontribusi masyarakat melalui pajak adalah salah satu cara dan sarana pembiayaan yang digunakan oleh pemerintah dalam membangun saran umum. Tingkat kesadaran ini dapat dibangun melalui informasi dan sosialisasi tentang penggunaan uang pajak.

Walaupun pajak adalah kontraprestasi secara tidak langsung, tetapi apabila hasil yang diperoleh oleh rakyat berupa fasilitas umum dapat dinikmati dengan baik, tentunya akan meningkatkan kesadaran untuk membayar pajak. Perlu ada sosialisasi secara massal kepada pembayar pajak untuk memperlihatkan lebih jelasnya kemana larinya uang pajak yang dibayar masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan suatu sistem terpadu yang pada akhirnya menguntungkan masyarakat sebagai pengguna jasa dan pemerintah sebagai pemberi jasa pelayanan. Misalnya, mekanisme kontrol secara langsung dari masyarakat terhadap proyek pembangunan yang diusulkan langsung oleh masyarakat dan menggunakan uang pajak dari masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan mengumumkan secara transparan tentang penggunaan uang dalam APBN secara gamblang dan mudah dipahami. Jumlah uang dan proyek pembangunan yang dilakukan, kemudian diumumkan secara luas melalui media massa.

Hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi secara besar-besaran secara langsung dan terbuka tentang penggunaan uang pajak.

Salah satu contoh sosialisasi langsung adalah dengan memberikan tulisan, stiker, atau spanduk di fasilitas-fasilitas umum. Misalnya, pemberian tulisan secara besar dan mencolok, “Fasilitas taman ini dibangun dengan

40

uang pajak anda”, “Pembayaran uang pajak anda digunakan untuk membuat pelabuhan ini”, atau “Akan segera dibangun bandara dengan menggunakan uang dari pajak anda”.

Tulisan-tulisan semacam itu juga bisa dibuat di loket layanan masyarakat yang nantinya juga memberikan pengaruh atas peningkatan pelayanan terhadap masyarakat yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil.

Misalnya, diloket pembuatan KTP, SIM, atau Paspor. Bahkan, di kantor pelayanan pajak dibuat tulisan besar, “Pelayanan yang kami berikan dibayarkan melalui pajak anda”. (Sakti, 2015)

2. Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

Indikator yang diperkenalkan oleh Sasmita (2015), yaitu sebagai berikut :

a. Wajib Pajak selalu mengisi formulir pajak dengan benar

b. Wajib Pajak selalu menghitung pajak dengan jumlah yang benar c. Wajib Pajak selalu membayar dan melapor tepat pada waktunya

d. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir

e. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak

f. Wajib pajak tidak pernah mendapat surat teguran (Pujiwidodo, 2016) 3. Kriteria Wajib Pajak Patuh

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000, bahwa kriteria kepatuhan wajib pajak adalah :

a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak

c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan

d. Dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan. (Marliana, 2016)

41

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 28-32)

Dokumen terkait