• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Perpajakan

a. Pengertian Pajak

Soemitro mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur yaitu:

1. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang bukan barang.

2. Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluran- pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas (Purwono, 2010).

b. Pajak dalam Perspektif Syariah

Secara etimologi, pajak dalam Bahasa Arab disebut dengan istilah dharibah, yang berasal dari kata dharaba, yadhribu, dharban yang artinya mewajibkan, menetapkan, menentukan, memukul, menerangkan, atau membebankan. Terdapat tiga ulama yang memberikan definisi tentang pajak yaitu:

- Yusuf Qardhawi mendefinisikan bahwa pajak adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisasi sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.

(2)

11

- Gazi Inayah mendefinisikan pajak sebagai bentuk kewajiban untuk membayar tunai yang ditentukan oleh pemerintah atau pejabat berwenang yang bersifat mengikat tanpa adanya imbalan tertentu.

Ketentuan pemerintah ini sesuai dengan kemampuan si pemilik harta dan dialokasikan untuk mencukupi kebutuhan pangan secara umum dan untuk memenuhi tuntutan politik keuangan bagi pemerintah.

- Abdul Qadim Zallum mendefinisikan pajak sebagai harta yang diwajibkan Allah SWT kepada kaum Muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka, pada kondisi baitul mal tidak ada uang/harta. Menurut Zallum yang dikutip Gusfahmi dalam bukunya

“Pajak Menurut Syariah”, terangkum lima unsur pokok yang merupakan unsur penting yang harus terdapat dalam ketentuan pajak menurut syariah, yaitu:

a. Diwajibkan oleh Allah SWT.

b. Objeknya adalah harta (Al-Maal).

c. Subjeknya kaum muslim yang kaya (ghaniyyun), tidak termasuk nonmuslim.

d. Tujuannya untuk membiayai kebutuhan mereka (kaum Muslim) saja.

e. Diberlakukan karena adanya kondisi darurat (khusus), yang harus segera diatasi oleh ulil amri.

Kelima unsur dasar tersebut, sejalan dengan prinsip-prinsip penerimaan negara menurut sistem ekonomi Islam, yaitu harus memenuhi empat unsur:

a. Harus adanya nash (Al-Qur’an dan Hadis) yang memerintahkan setiap sumber pendapatan dan pemungutannya.

b. Adanya pemisahan sumber penerimaan dari kaum muslim dan nonmuslim.

(3)

12

c. Sistem pemungutan zakat dan pajak harus menjamin bahwa hanya golongan kaya dan golongan makmur yang mempunyai kelebihan saja yang memikul beban utama.

d. Adanya tuntutan kemaslahatan umum.

Dengan adanya definisi di atas, jelas terlihat bahwa pajak adalah kewajiban yang datang secara temporer, diwajibkan oleh ulil amri sebagai kewajiban tambahan sesudah zakat (jadi dharibah bukan zakat), karena kekosongan atau kekurangan baitul mal, dapat dihapus jika keadaan baitul mal sudah terisi kembali, diwajibkan hanya kepada kaum Muslim yang kaya, dan harus digunakan untuk kepentingan mereka (kaum Muslim), bukan kepentingan umum, sebagai bentuk jihad kaum Muslim unuk mencegah datangnya bahaya yang lebih besar jika hal itu tidak dilakukan (Gusfahmi, 2011).

c. Pajak Dengan Teori Ekonomi Makro

a). Aliran Pendapatan Dan Syarat Keseimbangan 1. Aliran pendapatan dan pengeluaran

Campur tangan pemerintah dalam perekonomian akan menimbulkan tiga jenis aliran baru dalam sirkulasi aliran pendapatan. Tiga jenis aliran yang baru tersebut adalah :

Pembayaran pajak oleh rumah tangga dan perusahaan kepada pemerintah, Pembayaran pajak tersebut menimbulkan pendapatan kepada pihak pemerintah. Ia merupakan sumber pendapatan pemerintah yang terutama Pengeluaran dari sektor pemerintah ke sektor perusahaan, Aliran ini menggambarkan nilai pengeluaran pemerintah keatas barang-barang dan jasa yang diproduksikan oleh sektor perusahaan.

Aliran pendapatan dari sektor pemerintah sektor rumah tangga.

Aliran itu timbul sebagai akibat dari pembayaran keatas konsumsi faktor-faktor produksi yang dimiliki sektor rumah tangga oleh pemerintah.

Pembayaran oleh sektor perusahaan sekarang dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

(4)

13

- Pembayaran kepada sektor rumah tangga sebagai pendapatan kepada faktor-faktor produksi.

- Pembayaran pajak pendapatan perusahaan kepada pemerintah.

Pendapatan yang diterima rumah tangga sekarang berasal dari dua sumber yaitu :

a. Dari pembayaran gaji dan upah, sewa, bunga dan utang oleh perusahaan

b. Dari pembayaran gaji dan upah oleh pemerintah.

2. Syarat keseimbangan Keseimbangan:

Y = AE, atau Y = C + I + G Keterangan:

Y : penawaran agregat AE : pengeluaran agregat C : konsumsi rumah tangga I : investasi perusahaan

G : pengeluaran pemerintah membeli barang dan jasa

Jika C dikurangi dari setiap ruas, maka dalam perekonomian tiga sektor I dan G adalah suntikan kedalam sirkulasi aliran pendapatan, sedangkan S dan T adalah kebocoran. Sebagai kesimpulan dapatlah dirumuskan bahwa dalam perekonomian tiga sektor yang mencapai keseimbangan akan berlaku keadaan : I + G = S + T

Contoh :

Jika diket: C = 60 + 0,75 Y dan S = 0,25 Y - 100 I = 120

G = 60

Hitung Y keseimbangan!

(Ingat persamaan C diatas untuk pajak tetap T = 40) Jawab :

Y = C + I + G

Y = 60 + 0,75 Y + 120 + 60 Y = 0,75 Y + 240

(5)

14 Y – 0,75 Y = 240

0,25 Y = 240 Y = 960 I + G = S + T

120 + 60 = 0,25 Y – 100 + 40 180 = 0,25 Y – 60

Y = 960 b). Jenis Pajak

Pajak adalah iuran wajib yang dibayar oleh wajib pajak berdasarkan norma-norma hukum untuk membiayai pengeluaran kolektif guna meningkatkan kesejahteraan umum yang balas jasanya tidak diterima secara langsung.

Secara menyeluruh pengelompokan pajak dilakukan berdasarkan tiga faktor yaitu sebagai berikut:

1. Berdasarkan Pihak Yang Menanggung

Berdasarkan pihak yang menaggung, pajak dibedakan menjadi pajakk langsung dan pajak tidak langsung

a. Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang pembayarannya harus di tanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Pajak langsung merupakan pajak yang dikenakan terhadap wajib pajak pribadi atau perorangan dan badan yang harus dibayar secara periodik berdasarkan surat ketetapan pajak. Contohnya Pajak Penghasilan (PPH) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

b. Pajak Tidak Langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain. Pajak tidak langsung merupakan pajak yang dikenakan terhadap setiap perbuatan atau peristiwa ekonomi dan dipungut tanpa surat ketetapan pajak. Contoh pajak tidak langsung adalah Pajak Penjualan

(6)

15

(PPn), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Materai, dan Cukai.

2. Berdasarkan Pihak Yang Memungut

Berdasarkan pihak yang memungut, pajak dibedakan menjadi pajak negara dan pajak daerah.

a. Pajak Negara

Pajak negara atau pajak pusat adalah pajak yang dipungut pemerintah pusat. Pajak pusat merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan. Pajak pusat diatur dalam suatu peraturan yang disebut undang-undang tentang perpajakan nasional. Pelaksanaan pemungutannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Contoh pajak negara adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjalan (PPn), dan Bea Materai

b. Pajak Daerah

Pajak daerah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah daerah. Setiap daerah mempunyai objek pajak tersendiri. Hal ini sesuai dengan peraturan daerah masing-masing. Pajak daerah diatur dalam suatu peraturan yang disebut peraturan daerah (PERDA).Pelaksanaa pemungutannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Contoh pajak daerah adalah iuran kebersihan, retribusi masuk terminal, pajak tontonan, pajak reklame retribusi parkir, dan retribusi galian pasir.

3. Berdasarkan sifatnya

Berdasarkan sifatnya, pajak dibedakan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif

a. Pajak subjektif

Pajak Subjektif adalah pajak yang memperhatikan Kondisi atau keadaan wajib pajak. Dalam hal ini penentuan besarnya pajak

(7)

16

harus ada alasan objektif yang berhubungan erat dengan kemammpuan membayar wajib pajak. Jenis pajak yang termasuk pajak subjektif ialah Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Objektif

Pajak objektif adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan wajib pajak. Jenis pajak yang termasuk dalam pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn-BM). (Sukirno, 2017)

B.

Pemahaman Perpajakan

a. Pengertian Pemahaman Perpajakan

Pemahaman perpajakan adalah proses dimana wajib pajak mengetahui tentang perpajakan dan mengaplikasikan pengetahuan itu untuk membayar pajak. Meningkatnya pengetahuan perpajakan baik formal dan non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak (Suryadi, 2006).

Rendahnya kepatuhan wajib pajak disebabkan oleh pengetahuan wajib pajak serta persepsi tentang pajak dan petugas pajak yang masih rendah. Sebagian wajib pajak memperoleh pengetahuan pajak dari petugas pajak, selain itu ada yang memperoleh dari media informasi, konsultan pajak, seminar dan pelatihan pajak. Jika seseorang telah memahami dan mengerti tentang perpajakan maka akan terjadi peningkatan pada kepatuhan wajib pajak.

b. Karakteristik Pemahaman Perpajakan

Karakteristik wajib pajak yang tercermin oleh kondisi budaya, sosial dan ekonomi akan membentuk perilaku wajib pajak yang tergambar dalam tingkat kesadaran mereka dalam membayar pajak. Struktur perekonomian suatu negara berdasarkan pada fundamental ekonomi makro, jika fundamental ekonomi makronya kuat dan sehat tentunya struktur perekonomian negara juga akan kuat (Ilhamsyah, 2016).

Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui tiga karakteristik yaitu:

1. Pajak merupakan kontribusi wajib dan bersifat memaksa

(8)

17

Karakteristik pertama dari pajak ini mengacu pada teori kontrak sosialnya Jhon Locke. Menurut Jhon Locke, ada tiga pihak dalam kontrak sosial yaitu pencipta kepercayaan, yang diberi kepercayaan, dan yang menerima manfaat dari pemberi kepercayaan. Pencipta kepercayaan dan yang menerima manfaat dari pemberi kepercayaan adalah masyarakat. Sehingga masyarakat berperan penting dalam pembuatan kontrak sosial karena mereka juga yang merasakan dampak baik atau buruk dari kepercayaan tersebut. Sedangkan pihak yang diberi kepercayaan adalah pemerintah atau pemegang kekuasaan dimana ia harus bertanggung jawab kepada masyarakat atas kewenangannya tersebut.

2. Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan undang-undang

Pemungutan pajak secara ekplisit terdapat pada pasal 23A UUD 1945 yang berbunyi, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Dengan dibentuknya undang-undang perpajakan tersebut bukanlah tanpa konsekuensi, konsekuensi yang harus dihadapi oleh warga negara sebagai wajib pajak adalah timbulnya hutang pajak apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif. Sehingga, dapat dikatakan bahwa kewajiban membayar pajak timbul akibat adanya undang- undang.

3. Pajak tidak memberikan kontraprestasi secara langsung

Pemerintah menggunakan pajak yang dipungut untuk kebutuhan belanja seperti belanja bunga hutang, belanja subsidi, belanja kementrian/lembaga, transfer ke daerah, dana desa, dan belanja lainnya.

c. Indikator Pemahaman Perpajakan

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurhakim dan Pratomo (2015) terdapat beberapa indikator wajib pajak mengetahui dan memahami perpajakan, yaitu :

a. Kewajiban kepemilikan NPWP

b. Pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak.

(9)

18

c. Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan.

d. Pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP, PKP dan tarif pajak.

e. Wajib Pajak mengetahui dan memahami perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan oleh KPP.

C.

Surat Pemberitahuan 1. Definisi SPT

Surat pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan atau pembayaran pajak, objek pajak atau bukan objek pajak, harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Setelah melakukan pendaftaran, penghitungan, dan pembayaran pajak, kegiatan perpajakan selanjutnya adalah pelaporan pajak. Sarana yang digunakan untuk pelaporan pajak adalah Surat Pemberitahuan (SPT) (Mardiasmo, 2016).

Menurut UU KUP, SPT mempunyai fungsi sebagaimana sarana bagi Wajib Pajak dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang terutang. Selain itu, SPT berfungsi sebagai berikut:

a. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, baik yang dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan.

b. Melaporkan harta dan kewajiban

c. Melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan.

Secara umum, SPT untuk menyampaikan laporan pajak bagi Wajib Pajak dapat dibedakan menjadi dua kategori, sebagai berikut:

1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. Lamanya masa pajak adalah satu bulan kalender atau tiga bulan kalender, batas waktu penyampaian SPT Masa adalah paling lambat 20 hari setelah berakhirnya masa pajak. Contoh SPT masa adalah PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal

(10)

19

25, PPh pasal 26, PPh pasal 4 (2), PPh pasal 15, PPN dan PPnBM serta pemungutan PPN.

2. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan.

Batas waktu penyampaian SPT Tahunan WP Orang Pribadi paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak. Contoh SPT tahunan adalah SPT tahunan Wajib Pajak Badan dan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi. Bagi yang tahun pajaknya menggunakan tahun kalender, maka 3 bulan tersebut sama dengan akhir bulan maret tahun kalender berikutnya (purwono, 2010).

Untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi terdiri dari tiga jenis formulir, yaitu sebagai berikut:

1. SPT Tahunan PPh WP OP 1770

Digunakan bagi orang pribadi yang sumber penghasilannya antara lain dari usaha atau pekerjaan bebas, seperti dokter yang melakukan praktik, pengacara, pedagang, pengusaha, dan konsultan yang pekerjaannya tidak terikat, termasuk PNS/TNI/POLRI yang memiliki kegiatan usaha lainnya.

2. SPT Tahunan PPh WP OP 1770 S

Digunakan bagi orang pribadi mempunyai penghasilan:

a. Dari satu atau lebih pemberi kerja b. Dari dalam negeri lainnya

c. Yang dikenakan PPh final atau bersifat final 3. SPT Tahunan PPh WP OP 1770 SS

Digunakan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah penghasilan bruto tidak melebihi Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) setahun (pekerjaan dari satu atau lebih pemberi kerja).

Dalam pelaksanaannya terdapat dua kategori wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban penyampaian SPT. Pertama, apabila wajib pajak orang pribadi yang dalam satu tahun pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa

(11)

20

PPh pasal 25 dan SPT Tahunan orang pribadi. Kedua, apabila Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25.

Kategori kedua dimaksudkan bagi mereka yang mendapatkan penghasilan hanya dari pemberi kerja, misalnya pegawai negeri, karyawan swasta dan buruh. Namun demikian, wajib pajak ini juga masih Wajib menyampaikan SPT Tahunan.

Sebagian besar batas waktu pelaporan SPT masa adalah tanggal 20 pada bulan berikutnya, kecuali untuk SPT masa PPN yang jatuh tempo pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa pajak.

Sementara itu, untuk batas waktu SPT Tahunan Orang Pribadi adalah akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak dan SPT Tahunan Badan adalah akhir bulan keempat setelah berakhirnya tahun pajak.

Untuk meningkatkan kepatuhan bagi Wajib Pajak, apabila terjadi keterlambatan dalam melakukan pelaporan pajak dapat dikenakan sanksi berupa denda. Keterlambatan pelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) dan untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah).

Sementara itu, untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dikenakan denda sebesar Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) dan SPT Tahunan PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah). Dalam melaporkan pajak dengan menggunakan SPT, dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu melaporkan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, mengirimkan SPT melalui pos atau jasa kurir tercatat, atau menyampaikan SPT secara elektronik.

Namun, bagi WP yang ingin menyampaikan SPT Tahunan Lebih Bayar, SPT Tahunan Pembetulan atau SPT Tahunan yang disampaikan setelah Batas Waktu Penyampaian, SPT Tahunan tersebut harus disampaikan secara langsung ke KPP, tempat WP yang bersangkutan terdaftar. (Sakti, 2015)

(12)

21 2. Tata Cara Pelaporan Pajak

Dalam melaporkan pajaknya, wajib pajak menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai sarana penyampaian laporan. SPT dibagi menjadi dua kategori, yaitu SPT Tahunan dan SPT Masa. Berdasarkan UU PPh, pajak penghasilan dikenakan terhadap wajib pajak orang pribadi atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak.

Penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan adalah penghasilan dari seluruh anggota keluarga wajib pajak yang digabungkan sebagai satu kesatuan dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh wajib pajak sebagai kepala keluarga. Seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh setiap wajib pajak orang pribadi dalam suatu tahun pajak, wajib dilaporkan dengan mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

Setelah diisi dengan benar, lengkap, dan jelas wajib pajak juga wajib menandatanginya. Apabila ditandatangani oleh orang yang diberi kuasa, harus dilampirkan dengan surat kuasa khusus.

SPT tahunan orang pribadi, dapat disampaikan secara langsung di KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi pojok pajak, mobile pajak, dan tempat khusus penerimaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan (Drop Box).

Dapat pula dikirimkan melalui pos dengan tanda bukti penerimaan surat atau dengan cara online atau elektronik.

Apabila terdapat kekurangan pembayaran pajak yang terutang, harus dibayar lunas sebelum SPT Tahunan PPh orang pribadi disampaikan.

Pembayaran pajak terutang dilakukan ke kas negara melalui PT Pos Indonesia atau bank yang ditunjuk oleh menteri keuangan untuk menerima pembayaran Pajak (bank persepsi). Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian surat pemberitahuan tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan yang dihitung dari berakhirnya batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan sampai tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.

(13)

22

Berdasarkan Undang-undang KUP, setiap orang yang karena kealpaannya atau dengan sengaja tidak menyampaikan SPT tahunan PPh orang pribadi, atau menyampaikan SPT tahunan PPh orang pribadi tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dapat dikenai sanksi administrasi atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Sakti, 2015).

Pelaporan SPT juga dapat dilakukan wajib pajak dengan cara seperti berikut:

a. Pelaporan SPT secara langsung

Pelaporan SPT secara langsung dapat dilakukan oleh wajib pajak dengan mengirimkan SPT dalam bentuk fisik langsung ke KPP atau KP2KP termasuk yang dikirimkan melalui media pengiriman seperti kantor pos atau lainnya.

b. Pelaporan SPT Secara Elektronik

Pelaporan SPT dapat dilakukan secara elektronik atau melalui sistem E-Filling. Tata cara penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan yang dilakukan oleh dirjen pajak antara lain meliputi:

1. Penelitian Kelengkapan SPT

2. Pemberian Tanda Terima SPT Pemberian tanda terima penerimaan SPT dilakukan terhadap penerimaan SPT pada Direktorat Jenderal Pajak (Muljono, 2008).

D.

Penggunaan E-Filing 1. Pengertian E-Filing

E-Filling adalah suatu cara penyampaian SPT secara elektronik yang dilakukan dengan sistem online yang real time melalui media internet pada website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) dengan mencantumkan alamat surat elektronik (email address) dan nomor telepon genggam (handphone) untuk pengiriman kode verifikasi serta notifikasi.

(Muljono, 2008).

(14)

23 2. Pelayanan Pajak Secara Online

Pelayanan pajak secara online adalah pengelolaan layanan dalam pemenuhan kewajiban pelaksanaan perpajakan yang menjadi tanggung jawab dirjen pajak sebagai pemegang otoritas perpajakan di indonesia.

Karena itulah, layanan yang diberikan oleh dirjen pajak harus dapat memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam melakukan pendaftaran, penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak.

Pada saat ini, proses pemenuhan kewajiban perpajakan sudah dapat menggunakan sistem dalam jaringan atau online sehingga membuat wajib pajak mudah dalam mendaftar, membayar, dan melaporkan pajaknya.

Sistem pelayanan yang dibuat secara dalam jaringan atau online dibangun untuk meningkatkan pelayanan kewajiban kepada wajib pajak. Dengan tingkat penetrasi internet yang sudah semakin tinggi dan terus meningkat di Indonesia, diharapkan para wajib pajak dapat memanfaatkan fasilitas tersebut, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. Menghemat waktu karena tidak perlu lagi hadir secara fisik ke kantor pajak dan menghemat biaya karena tidak memerlukan biaya transportasi serta pencetakan formulir SPT. Di sisi lain, apabila dilihat dari jumlah wajib pajak yang saat ini sudah meningkat sampai lebih dari 25juta, fasilitas pelayanan secara online ini akan mengurangi beban administrasi di kantor pajak. Jika telah disampaikan melalui jaringan atau online, petugas pajak tidak perlu lagi melakukan input ulang data perpajakan yang ada dalam SPT.

Dalam ruang lingkup yang lebih besar, penyediaan jasa pelayanan secara elektronik juga menghemat penggunaan kertas yang sangat besar.

Layanan e-filling telah memenuhi konsep “go green” dengan konsep “less paper-nya” dapat dihitung dengan jumlah penyampaian SPT tahunan yang telah disampaikan dengan jumlah mencapai satu juta e-filler. Ini artinya, dua juta lembar kertas telah dihemat jika asumsinya jumlah kertas yang digunakan adalah sejumlah dua lembar dalam satu periode SPT tahunan.

Namun demikian, dalam hal tertentu masih ada kewajiban bagi wajib pajak untuk datang ke kantor pajak. Kedatangan tersebut diperlukan sebagai validasi data untuk membuktikan kebenaran data wajib pajak.

(15)

24

Kemudahan penyampaian kewajiban pajak secara online telah terbukti bermanfaat bagi wajib pajak dan juga dirjen pajak, untuk itu peningkatan pengembangan aplikasi secara terus menerus harus terus dilakukan (Sakti, 2015).

3. Undang-Undang E-Filing

Menurut UU Ketentuan Umum Perpajakan tahun 2007, pasal 28, ayat (11) bahwa buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak Orang Pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Karena itu, pastikan Anda menyimpannya dengan baik dan di tempat yang aman.

Berdasarkan peraturan terbaru, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI Nomor 9/PMK.03/2018, terdapat jenis SPT Pajak yang diwajibkan e- filing pajak. daftar SPT tersebut yaitu SPT Pajak yang Wajib e-FilingSPT Masa PPh Pasal 21 / PPh Pasal 26SPT Masa PPN / PPnBM 1111SPT Tahunan Badan bagi PKP (Pengusaha Kena Pajak) yang menerbitkan e- Faktur.

Ini berarti pelaporan ketiga jenis SPT di atas tidak dapat lagi dilakukan manual dengan mengantarkan dokumen elektronik ke KPP.

Namun, pengecualian ini berlaku untuk SPT Masa PPh Pasal 21/PPh Pasal 26 dan SPT Masa PPN nihil untuk masa pajak Desember.

Kewajiban lapor pajak online ini berlaku sejak 1 April 2018.

Namun, ada juga SPT yang tidak diwajibkan dilaporkan secara online yakni: SPT yang Tidak Diwajibkan e-FilingSPT Masa PPh 25 nihilSPT Masa PPh 25 kurang bayarSPT Masa PPh 21 nihilSPT Masa PPh 26 nihil SPT Masa PPN/PPnBM nihil PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri PPN Impor Barang Luar NegeriPPN Jasa Luar Negeri. Ketentuan tidak wajib lapor atau e-filing ini berlaku sejak PMK Nomor 9/PMK.03/2018 tentang SPT diundangkan pada 26 Januari 2018.

(16)

25

Sebelum adanya PMK baru ini, SPT Masa PPh Pasal 21, PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 26 nihil tetap harus dilaporkan meskipun nihil.

Saluran/Aplikasi e-Filing Pajak Resmi

Aplikasi efiling apa saja yang merupakan saluran resmi yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak?

Website penyalur SPT elektronik seperti aplikasi e-filing online pajak.

Saluran suara digital yang ditetapkan DJP untuk Wajib Pajak tertentu.Jaringan komunikasi data yang terhubung khusus antara DJP dengan Wajib Pajak.Website Direktorat Jenderal Pajak (DJP).Saluran lain yang ditetapkan DJP.

4. Penyedia Jasa Aplikasi

Penyedia Jasa Aplikasi adalah penyampaian jasa elektronik melalui jasa ASP (Application Service Provider). ASP telah diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor: Per-36/PJ/2013 tentang tata cara penyampaian surat pemberitahuan dan penyampaian pemberitahuan perpanjangan surat pemberitahuan secara elektronik (e-filling) melalui penyedia jasa aplikasi (ASP).

E-Filling melalui website DJP dapat menyampaikan SPT tahunan dengan cara mengisi e-SPT dengan benar, lengkap, dan jelas. WP yang telah mengisi e-SPT lalu meminta kode verifikasi pada website DJP. Untuk mengakses e-filling dapat dilakukan melalui alamat http://efiling.pajak.go.id pada internet browser atau mengklik tautan yang terdapat pada laman muka situs pajak www.pajak.go.id.

Wajib pajak dapat menyampaikan SPT secara elektronik (e-filling) melalui satu atau beberapa perusahaan penyedia jasa aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh direktur jenderal pajak (Pandiangan, 2014).

Perusahaan ASP harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Berbentuk badan

2. Memiliki izin usaha penyedia jasa aplikasi (ASP)

3. Mempunyai nomor pokok wajib pajak dan telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

4. Menandatangani perjanjian dengan direktorat jenderal pajak.

(17)

26

Sementara itu, untuk e-filling melalui Dirjen Pajak situs pajak, tata caranya diatur melalui Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER- 1/PJ/2014 tentang tata cara penyampaian surat pemberitahuan tahunan bagi wajib pajak orang pribadi yang menggunakan formulir 1770 S atau 1770 SS secara e-filling melalui website direktorat jenderal pajak (www.pajak.go.id). Jenis surat pemberitahuan yang dapat disampaikan adalah SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi formulir 1770 S dan formulir 1770 SS (Sakti, 2015).

5. Pembuatan e-FIN

Untuk dapat membuat e-Fin, wajib pajak atau kuasanya dapat mengajukan permohonan yang disampaikan langsung ke kantor pelayanan pajak terdekat dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan.

Dalam hal ini ketika wajib pajak sudah mendapatkan e-FIN tetapi belum mendaftarkan diri sebagai wajib pajak e-filling melalui website DJP sampai batas waktu yang ditentukan atau e-FIN hilang sebelum wajib pajak mendaftarkan diri sebagai wajib pajak e-filling melalui website DJP, maka wajib pajak dapat mengajukan kembali permohonan e-FIN wajib pajak yang telah terdaftar sebagai wajib pajak (Muljono, 2008).

6. Tata Cara Melakukan E-Filing

Wajib pajak harus memiliki E-FIN (Electronic Identification Number). Permohonan E-FIN dapat mengajukan ke KPP terdekat.

Sementara itu, bagi wajib pajak yang akan menyampaikan SPT secara e- filling melalui ASP, harus mengajukan permohonan E-FIN ke KPP tempat wajib pajak terdaftar. Berikut tata cara melakukan e-filling:

a. Wajib pajak menyerahkan Kartu identitas asli Wajib Pajak atau kuasanya untuk ditujukan kepada petugas pajak.

b. Fotokopi identitas dari Wajib Pajak dan fotokopi NPWP atau surat keterangan terdaftar Wajib Pajak

c. Apabila diajukan oleh kuasa Wajib Pajak, melampirkan surat kuasa khusus bermaterai sebagai lampiran formulir E-FIN (Sakti, 2015).

(18)

27

Setelah proses pengajuan dilakukan, kantor pelayanan pajak harus menerbitkaan E-FIN paling lama 1 hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap. Kemudian, E-FIN disampaikan langsung kepada Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak. Nomor E-FIN disampaikan dalam format tersendiri yang ditetapkan oleh kantor pelayanan pajak.

7. Penyampaian SPT Tahunan Orang Pribadi Melalui E-Filling

Penyampaian SPT tahunan orang pribadi secara E-Filling dilakukan oleh wajib pajak seperti berikut ini:

a. SPT yang telah diisi secara benar, jelas dan lengkap disampaikan secara elektronik melalui suatu perusahaan ASP oleh wajib pajak ke direktorat jenderal pajak

b. Atas SPT yang disampaikan secara elektronik melalui perusahaan ASP yang telah ditunjuk oleh direktur jenderal pajak diberikan bukti penerimaan secara elektronik apabila SPT telah lengkap

c. SPT yang tidak lengkap, oleh kepala KPP diberitahukan kepada wajib pajak secara elektronik.

Tata cara penyampaian SPT tahunan secara E-Filling berdasarkan peraturan direktur jendral pajak Nomor PER-1/PJ/2014 adalah:

1) Wajib Pajak menyampaikan SPT tahunan secara E-Filling melalui website Direktorat Jendral Pajak (www.pajak.go.id) harus memiliki e- FIN.

2) Wajib pajak yang sudah mendapatkan e-FIN harus mendaftarkan diri melalui website direktorat jenderal pajak (www.pajak.go.id) paling lama 30 hari kalender.

3) Pendaftaran dilakukan dengan mencantumkan:

a. Alamat surat elektronik (e-mail address)

b. Nomor telepon genggam (handphone) untuk pengiriman kode verifikasi, notifikasi dan bukti penerimaan elektronik.

4) Wajib pajak yang telah mendaftarkan diri dapat menyampaikan SPT tahunan secara E-Filling dengan cara mengisi aplikasi e-SPT dengan benar, lengkap dan jelas.

(19)

28

4) Wajib pajak yang telah mengisi aplikasi e-SPT meminta kode verifikasi pada website direktorat jenderal pajak (www.pajak.go.id)

5) Hasil pengisian aplikasi e-SPT dibubuhi tanda tangan elektronik atau tandatangan digital dengan cara memasukan kode verifikasi yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pajak

6) Hasil pengisian aplikasi e-SPT dinyatakan lengkap apabila seluruh elemen digitalnya telah diisi

7) Dalam hal pengisian e-SPT dinyatakan lengkap, kepada wajib pajak diberikan bukti penerimaan elektronik sebagai tanda terima penyampaian SPT tahunan

8) Bukti penerimaan elektronik disampaikan kepada wajib pajak melalui alamat surat elektronik (email address)

9) Penyampaian SPT Tahunan secara E-filling melalui website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) dapat dilakukan setiap saat dengan standar waktu indonesia bagian barat (Suhadak, 2015)

Sebelum memasuki aplikasi e-filling hendaknya para wajib pajak menyiapkan bukti potong supaya bisa menyesuaikan pemotongan pembayaran pajak yang akan diisi pada aplikasi e-filling.

Berikut ini langkah-langkah penyampaian SPT tahunan orang pribadi secara e-filling (Sakti, 2015):

1. Langkah pertama login ke akun DJP online

Gambar 2.1 Login sistem DJP online

(20)

29

Jika anda sudah terdaftar pada aplikasi E-filling, gunakan username dan password anda pada aplikasi tersebut untuk login.

Masukan NPWP sebagai login dan password yang telah diaktifkan pada saat melakukan aktifasi E-FIN. Setelah itu akan muncul menu utama sebagai berikut :

Gambar 2.2 Menu utama pada E-Filing 2. Pilih menu pada e-filling

Setelah itu pilih menu e-filling untuk melanjutkan, dan setelah pilih e-filling akan muncul menu berikutnya.

Gambar 2.3 Kuesioner

(21)

30

3. Pengisian SPT tahunan 1770 S e-filling dengan formulir

a. Menu pertama adalah menjawab pertanyaan tentang nilai penghasilan wajib pajak selama satu tahun dan pemilihan untuk pengisian SPT dengan menggunakan formulir.

b. Pilih “Tidak” untuk menjawab nomor 1 tentang jumlah penghasilan dalam setahun dan pilih “1770 S Formulir” untuk mekanisme pengisian SPT. Setelah itu, klik untuk lanjut isi SPT 1770 S dengan Formulir. Kemudian, akan muncul tampilan sebagai berikut :

Gambar 2.4 Formulir pengisian SPT

c. Pilihan selanjutnya adalah pengisian identitas, berikut contohnya:

1) Tahun pajak misalkan diisi “2017”

2) Status SPT klik “Normal”

3) Klik langkah berikutnya dan akan muncul menu selanjutnya

Gambar 2.5 Format pengisian identitas

(22)

31

d. Selanjutnya pilih bagian daftar harta pada akhir tahun, klik

“Tambah +” lagi untuk mengisi harta pada SPT Tahun. Lalu akan muncul menu pengisian dan pilih sesuai dengan harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yaitu:

1) Pilih jenis harta yang akan diisi

2) Isi “tahun perolehan, harga perolehan, dan keterangan” sesuai dengan data sebenarnya.

3) Pilih “SIMPAN” untuk menyimpan data yang telah diisi.

4) Isi semua harta pada kolom harta pada SPT Tahunan. Lalu, secara lengkap dan disimpan, sehingga tampilan website akan menjadi seperti berikut ini:

Gambar 2.6 Pendataan harta

5) Setelah muncul tampilan website di bagian harta, pengisian selanjutnya yaitu bagian daftar kewajiban/utang pada akhir tahun, akan muncul tampilan seperti berikut ini:

Gambar 2.7 Pendataan utang

(23)

32

e. Pilih “Tambah +” lagi untuk mengisi:

1) Daftar kewajiban atau utang pada akhir tahun, kemudian akan muncul menu pengisian, isi sesuai dengan kewajiban atau utang yang masih menjadi kewajiban wajib pajak pada akhir tahun 2017.

2) Isi kode utang berdasarkan pilihan yang ada, kemudian isi

“nama dan alamat pemberi pinjaman, tahun peminjaman, dan jumlah peminjaman” berdasarkan data sebenarnya.

3) Kemudian pilih “SIMPAN” untuk menyimpan data yang telah diisi pada kolom kewajiban atau utang wajib pajak secara lengkap.

f. Selanjutnya pilih daftar susunan anggota keluarga:

1) Pilih “Tambah +” lagi untuk mengisi daftar susunan anggota keluarga, akan muncul menu pengisian. Isi sesuai dengan susunan anggota keluarga yang menjadi tanggungan wajib pajak.

2) Isi “nama anggota keluarga, nik, hubungan keluarga, dan pekerjaan” sesuai dengan data sebenarnya, lalu pilih

“SIMPAN”.

3) Isi semua data semua anggota keluarga yang menjadi tanggungan wajib pajak, kemudian simpan data tersebut.

Sehingga tampilan website akan seperti berikut:

Gambar 2.8 Daftar susunan anggota keluarga

(24)

33

g. Langkah berikutnya mengisi bukti potong yang dimiliki oleh wajib pajak yaitu:

1) Isi bukti potong yang dimiliki dengan memilih “Tambah +”

2) Isi nama pemotong atau pemungut pajak beserta NPWP, nomor bukti potong, tanggal bukti pemotongan, jenis pajak dan jumlah PPh yang dipotong atau dipungut sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Gambar 2.9 Daftar pemotongan/pemungutan PPh 3) Setelah itu pilih “SIMPAN” apabila telah diisi dengan benar,

jelas dan lengkap. Kemudian di website akan terekam data seperti berikut:

h. Menu berikutnya menanyakan tentang PTKP dari wajib pajak.

Sesuai contoh, diisi dengan kawin atau tidak kawin sesuaikan dengan data wajib pajak

Gambar 2.10 Formulir PTKP

(25)

34

i. Wajib pajak memasuki langkah berikutnya yaitu mengisi penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final, oleh karena tidak ada penghasilan yang dikenakan PPh final bagian ini dikosongkan.

contohnya sebagai berikut:

Gambar 2.11 Penghasil neto dalam negeri

j. Selanjutnya pilih menu penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, oleh karena tidak ada penghasilan yang dikenakan bagian ini dikosongkan akan muncul tampilan seperti berikut:

Gambar 2.12 Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak k. Langkah selanjutnya pilih dan klik “Setuju” pada kolom bagian

pernyataan, seperti contoh berikut:

(26)

35

Gambar 2.13 Persetujuan

l. Periksa sekali lagi kesesuaian data SPT 1770 S yang telah diisi oleh wajib pajak, apabila sudah sesuai dengan data yang diisi, wajib pajak meminta kepada dirjen pajak untuk mengirimkan kode verifikasi dengan cara memilih dan klik “disini”. Di kolom kirim bagian bawah sebagaimana tampilan berikut:

Gambar 2.14 Verifikasi

m. Muncul pilihan bagi wajib pajak untuk menerima kode verifikasi melalui email, setelah itu “pilih OK” dan muncul menu informasi bahwa kode verifikasi telah dikirimkan ke email wajib pajak.

(27)

36

Periksa email yang Wajib Pajak daftarkan sebagai akun e-filling, akan muncul email dari e-filling @pajak.go.id yang berisi kode verifikasi atas permohonan Wajib Pajak. Tampilannya seperti berikut ini:

Gambar 2.15 Kode verifikasi

n. Isi kode verifikasi ke dalam kolom “Kirim” pada menu “Kirim SPT” yang sudah dijelaskan tadi pada poin 13. Kemudian pilih

“Kirim SPT”.

o. Dengan demikian, SPT 1770 S telah disampaikan secara online melalui e-filling. sebagai bukti tanda terima dirjen pajak akan mengirimkan bukti penerimaan elektronik dengan contoh sebagai berikut:

Gambar 2.16 Konfirmasi dari dirjen pajak

(28)

37 8. Indikator Penggunaan E-filling

Indikator penggunaan e-filling menurut Gita Gowinda K (2012) yaitu:

a. Menggunakan e-filling setiap kali melaporkan pajak

b. Menggunakan e-filling karena mempunyai fitur yang membantu pekerjaan pengguna

c. Pelaporan SPT dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun d. E-filling dapat merespon dan memberi konfirmasi dengan cepat e. Praktis dan menghemat biaya

f. Perhitungan Pajak lebih cepat, mudah dan akurat g. Mudah untuk dipelajari bagi pemula wajib pajak

h. Memudahkan dalam pengisian SPT secara lengkap (Sari, 2017).

E.

Kepatuhan Wajib Pajak

1. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan wajib pajak menurut Nurmantu adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya (Rahayu & Kurnia, 2010).

Ketika mendengar kata “pajak” yang tergambarkan adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan kepada pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, secara langsung biasanya dalam bentuk pajak penghasilan (PPh) yang dipotong dari gaji atau yang harus dibayarkan pada akhir tahun pajak. Adapun pembayaran pajak secara tidak langsung, yaitu adanya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dipungut ketika seseorang membeli barang kena pajak. Bahkan, tabungan masyarakat yang disimpan di bank pun dikenakan pemotongan pajak atas bunga yang diterima nasabah. Tentu saja, banyak yang tidak rela atas pemotongan atau pemungutan pajak tersebut.

(29)

38

Secara manusiawi, setiap orang enggan untuk membayar pajak.

Salah satu penyebabnya karena tidak adanya kontraprestasi atau imbalan secara langsung yang diterima ketika seseorang membayar pajak. Berbeda dengan pembayaran iuran jalan tol, listrik, atau telepon yang manfaatnya bisa langsung dinikmati. Manfaat pembayaran pajak dirasakan secara bersama-sama oleh masyarakat dalam bentuk pembangunan fasilitas umum dan sosial. Bentuk nyatanya adalah sarana infrastruktur seperti jalan, jembatan, bendungan, pelabuhan, dan taman. Dalam bentuk yang lain adalah tersedianya jaminan pertahanan dan keamanan dalam bentuk militer atau kepolisian. Semua fasilitas umum dan fasilitas sosial tersebut dibayar melalui pembayaran pajak yang dilakukan oleh rakyat.

Namun, itu semua tidak bisa dinikmati secara utuh oleh masyarakat, karena fasilitas-fasilitas umum yang disediakan oleh negara sangat jauh dari kenyamanan. Begitu juga pelayanan masyarakat oleh pemerintah yang cenderung berkualitas rendah. Maka di sinilah beratnya tugas dirjen pajak dalam meyakinkan masyarakat tentang pentingnya membayar pajak sehubungan dengan fasilitas umum yang diberikan oleh instansi di luar dirjen pajak. Pembayaran dan setoran pajak masyarakat digunakan sepenuhnya untuk pembiayaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam anggaran pendapatan negara, pajak mendominasi penerimaan negara sebesar hampir 75%. Oleh karena itu, pembayaran pajak oleh masyarakat sangatlah penting demi kelangsungan kehidupan bernegara suatu bangsa (Sakti, 2015).

Tingkat kepatuhan perpajakan formal di Indonesia masih sangat rendah. Kepatuhan pajak formal bagi wajib pajak adalah pemenuhan kewajiban dalam pendaftaran, pembayaran, dan pelaporan pajaknya.

Berdasarkan data dari laporan tahunan direktorat jenderal pajak, menurut Sakti (2015) rasio kepatuhan penyampaian SPT PPh pada tahun 2008 sampai 2012 untuk wajib pajak badan berkisar dari 33,7% hingga 53,3%.

Untuk Wajib Pajak orang pribadi pada tahun yang sama adalah 32,9%

sampai 53,7%. Kepatuhan formal tersebut baru diukur berdasarkan pemenuhan kewajibannya saja. Belum diukur dari kepatuhan metarial

(30)

39

yang diukur dari kebenaran nilai penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak jika dibandingkan dengan data dan fakta sebenarnya yang dialami oleh wajib pajak (Sakti, 2015).

Tingkat kepatuhan pajak yang masih rendah, salah satunya dapat disebabkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat tentang pajak itu sendiri. Padahal, salah satu fungsi penggunaan uang pajak adalah untuk retribusi pendapatan yang digunakan untuk kepentingan bersama.

Pembangunan jalan, jembatan, atau infrastruktur lainnya memakan biayanya yang sangat mahal. Dengan demikian, kontribusi masyarakat melalui pajak adalah salah satu cara dan sarana pembiayaan yang digunakan oleh pemerintah dalam membangun saran umum. Tingkat kesadaran ini dapat dibangun melalui informasi dan sosialisasi tentang penggunaan uang pajak.

Walaupun pajak adalah kontraprestasi secara tidak langsung, tetapi apabila hasil yang diperoleh oleh rakyat berupa fasilitas umum dapat dinikmati dengan baik, tentunya akan meningkatkan kesadaran untuk membayar pajak. Perlu ada sosialisasi secara massal kepada pembayar pajak untuk memperlihatkan lebih jelasnya kemana larinya uang pajak yang dibayar masyarakat. Untuk itu, dibutuhkan suatu sistem terpadu yang pada akhirnya menguntungkan masyarakat sebagai pengguna jasa dan pemerintah sebagai pemberi jasa pelayanan. Misalnya, mekanisme kontrol secara langsung dari masyarakat terhadap proyek pembangunan yang diusulkan langsung oleh masyarakat dan menggunakan uang pajak dari masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan mengumumkan secara transparan tentang penggunaan uang dalam APBN secara gamblang dan mudah dipahami. Jumlah uang dan proyek pembangunan yang dilakukan, kemudian diumumkan secara luas melalui media massa.

Hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi secara besar- besaran secara langsung dan terbuka tentang penggunaan uang pajak.

Salah satu contoh sosialisasi langsung adalah dengan memberikan tulisan, stiker, atau spanduk di fasilitas-fasilitas umum. Misalnya, pemberian tulisan secara besar dan mencolok, “Fasilitas taman ini dibangun dengan

(31)

40

uang pajak anda”, “Pembayaran uang pajak anda digunakan untuk membuat pelabuhan ini”, atau “Akan segera dibangun bandara dengan menggunakan uang dari pajak anda”.

Tulisan-tulisan semacam itu juga bisa dibuat di loket layanan masyarakat yang nantinya juga memberikan pengaruh atas peningkatan pelayanan terhadap masyarakat yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil.

Misalnya, diloket pembuatan KTP, SIM, atau Paspor. Bahkan, di kantor pelayanan pajak dibuat tulisan besar, “Pelayanan yang kami berikan dibayarkan melalui pajak anda”. (Sakti, 2015)

2. Indikator Kepatuhan Wajib Pajak

Indikator yang diperkenalkan oleh Sasmita (2015), yaitu sebagai berikut :

a. Wajib Pajak selalu mengisi formulir pajak dengan benar

b. Wajib Pajak selalu menghitung pajak dengan jumlah yang benar c. Wajib Pajak selalu membayar dan melapor tepat pada waktunya

d. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir

e. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak

f. Wajib pajak tidak pernah mendapat surat teguran (Pujiwidodo, 2016) 3. Kriteria Wajib Pajak Patuh

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000, bahwa kriteria kepatuhan wajib pajak adalah :

a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak

c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan

d. Dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan. (Marliana, 2016)

(32)

41

F.

Penelitian Terdahulu

a. Wulandari Agustiningsih (2016). Penelitian dari Wulandari Agustiningsih membahas tentang “Pengaruh Penerapan E-Filing, Tingkat Pemahaman Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Di Kpp Pratama Yogyakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Penerapan E-Filing, Tingkat Pemahaman Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Penerapan E-Filing, Tingkat Pemahaman Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak memiliki pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Yogyakarta secara signifikan.

Persamaan: Sama-sama menggunakan variabel E-Filing dan Pemahaman Perpajakan sebagai variabel independen.

Perbedaan: Peneliti sebelumnya menggunakan tiga variabel independen yaitu Penerapan E-Filing, Tingkat Pemahaman Perpajakan Dan Kesadaran Wajib Pajak dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel dependen.

Menggunakan survey wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Yogyakarta sebagai responden. Sedangkan penelitian sekarang menggunakan dua variabel independen yaitu pemahaman perpajakan, penggunaan fasilitas e-filling dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan responden wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Indramayu.

b. Egi Nugraha Saputra (2013). Penelitian Egi Nugraha Saputra membahas tentang “Pengaruh Kualitas Teknologi Informasi Dan Penerapan E-filling Terhadap Kualitas Pelayanan”. Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kualitas teknologi informasi dan penerapan e-filling terhadap kualitas pelayanan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kualitas teknologi informasi berpengaruh positif terhadap kualitas pelayanan dan penerapan e-filling berpengaruh terhadap kualitas pelayanan PT. Kereta Api Indonesia.

Persamaan: Sama-sama menggunakan variabel penerapan E-filling sebagai variabel independen.

(33)

42

Perbedaan: Peneliti sebelumnya menggunakan dua variabel independen yaitu pengaruh kualitas teknologi informasi dan penerapan e-filling dan kualitas pelayanan sebagai variabel dependen. Menggunakan survey wajib pajak orang pribadi PT. Kereta Api Indonesia sebagai responden.

Sedangkan penelitian sekarang menggunakan dua variabel independen yaitu pemahaman perpajakan, penggunaan fasilitas e-filling dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan responden wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Indramayu.

c. Syafrida Hani (2016). Penelitian Syafrida Hani dan Fitri Apriani membahas terkait dengan “Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Penggunaan E-Filling”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perilaku wajib pajak orang pribadi terhadap penggunaan e-filling. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa dari hasil uji T diketahui bahwa variabel kesiapan teknologi berpengaruh signifikan terhadap penggunaan e-filling, sedangkan variabel keamanan dan kerahasiaan, persepsi kegunaan dan kemudahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap penggunaan e-filling.

Analisis penelitian menggunakan uji F menemukan bahwa ada pengaruh kesiapan teknologi, keamanan dan kerahasiaan, persepsi kegunaan, dan persepsi kemudahan terhadap penggunaan e-filling di KPP Pratama Medan Belawan.

Persamaan: Sama-sama membahas variabel penggunaan E-filling

Perbedaan: Peneliti sebelumnya menggunakan variabel penggunaan E- filling yaitu sebagai variabel dependen, dan perilaku wajib pajak orang pribadi sebagai variabel independen. Menggunakan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Medan Belawan sebagai responden. Sedangkan penelitian sekarang menggunakan dua variabel independen yaitu pemahaman perpajakan, penggunaan fasilitas e-filling dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan responden wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Indramayu.

d. Titi Cahya Pekerti (2015). Penelitian Titi Cahya Pekerti membahas terkait “Pengaruh Sosialisasi Perpajakan Terhadap Pemahaman Wajib

(34)

43

Pajak”. Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sosialisasi perpajakan terhadap pemahaman wajib pajak.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa sosialisasi perpajakan berpengaruh positif terhadap pemahaman wajib pajak hotel atas rumah kos terdaftar di Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang.

Persamaan: Sama-sama membahas variabel pemahaman wajib pajak Perbedaan: Peneliti sebelumnya menggunakan variabel pemahaman wajib pajak yaitu sebagai variabel dependen, dan sosialisasi perpajakan sebagai variabel independen. Menggunakan wajib pajak hotel atas rumah kos terdaftar di Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang sebagai responden.

Sedangkan penelitian sekarang menggunakan dua variabel independen yaitu pemahaman perpajakan, penggunaan fasilitas e-filling dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan responden wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Indramayu.

e. Risal C.Y. Laihad (2013). Penelitian Risal C.Y. Laihad membahas terkait

“Pengaruh Perilaku Wajib Pajak Terhadap Penggunaan E-filling Wajib Pajak”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perilaku wajib pajak terhadap penggunaan e-filling wajib pajak.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa persepsi kegunaan secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan e-filling dan persepsi kemudahan secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan e-filling, tetapi sikap terhadap perilaku tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penggunaan e-filling di Kota Manado.

Persamaan: Sama-sama membahas variabel penggunaan e-filling

Perbedaan: Peneliti sebelumnya menggunakan variabel penggunaan e- filling yaitu sebagai variabel dependen, dan perilaku wajib pajak sebagai variabel independen. Menggunakan wajib pajak di Kota Manado sebagai responden. Sedangkan penelitian sekarang menggunakan dua variabel independen yaitu pemahaman perpajakan, penggunaan fasilitas e-filling dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan responden wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Indramayu.

(35)

44

f. Muji Burrahman (2016). Penelitian Muji Burrahman membahas tentang

“Influence Of Application Of E-filling, Tax Level Undarstanding And Awareness Of Compliance With Taxpayers In KPP Pratama Yogyakarta”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh adopsi kepatuhan wajib pajak perpajakan, pengaruh kesadaran kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Yogyakarta pengaruh adopsi e-filling, tingkat pemahaman dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Yogyakarta. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa penerapan e-filling berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak, begitu juga dengan tingkat pemahaman perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Yogyakarta.

Persamaan: sama-sama membahas masalah penggunaan e-filling

Perbedaan: Peneliti sebelumnya menggunakan variabel penggunaan e- filling yaitu sebagai variabel independen, dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel dependen. Menggunakan wajib pajak di Kota Yogyakarta sebagai responden. Sedangkan penelitian sekarang menggunakan dua variabel independen yaitu pemahaman perpajakan, penggunaan fasilitas e- filling dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan responden wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Indramayu.

g. Sihar Tambun (2017). Penelitian Sihar Tambun membahas tentang “The

Effect of E-filling on the of Compliance Individual Taxpayer, Moderated by Taxation Socialization”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang dimoderasi oleh sosialisasi perpajakan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan sosialisasi perpajakan tidak mampu memoderasi e-filling terhadap kepatuhan wajib pajak secara signifikan.

Persamaan: sama-sama membahas masalah e-filling dan kepatuhan wajib pajak.

Perbedaan: Peneliti sebelumnya menggunakan variabel penggunaan e- filling dan sosialisasi perpajakan yaitu sebagai variabel dependen, dan

(36)

45

kepatuhan wajib pajak sebagai variabel independen. Menggunakan wajib pajak di Kota Jakarta sebagai responden. Sedangkan penelitian sekarang menggunakan dua variabel independen yaitu pemahaman perpajakan, penggunaan fasilitas e-filling dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan responden wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Indramayu.

h. Shamika Kumar (2017). Penelitian Shamika Kumar membahas tentang

“A Study on Income Tax Payers Perception Towards Elektronic Filling”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi wajib pajak terhadap pengajuan elektronik e-filling. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa e- filling tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak meskipun e-filling telah memberikan kemudahan pengguna kepada pembayar pajak pendapatan namun mereka menghadapi berbagai masalah seperti sibuk dan merasa kesulitan dalam operasi proses ini.

Persamaan: sama-sama membahas masalah e-filling dan kepatuhan wajib pajak.

Perbedaan: penelitian sebelumnya membahas terkait persepsi wajib pajak sebagai variabel independen dan pengajuan elektronik e-filling sebagai variabel dependen. Menggunakan wajib pajak orang pribadi perusahaan bisnis dan HUF sebagai responden, Sedangkan penelitian sekarang menggunakan dua variabel independen yaitu pemahaman perpajakan, penggunaan fasilitas e-filling dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan responden wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Indramayu.

i. Mikel Alla (2014). Penelitian yang dilakukan oleh Mikel Alla membahas terkait “The System of Tax Filing in Albania, E-filling”. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pentingnya sistem e-filling untuk pembayaran pajak dan administrasi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sistem e-filling berpengaruh secara signifikan terhadap pembayaran dan administrasi perpajakan.

Persamaan: sama-sama membahas terkait sistem e-filling

(37)

46

Perbedaan: penelitian sebelumnya menggunakan satu variabel yaitu e- filling sebagai variabel independen dan pembayaran administrasi perpajakan sebagai variabel dependen, menggunakan wajib pajak Republik Albania sebagai responden. Sedangkan penelitian sekarang menggunakan dua variabel independen yaitu pemahaman perpajakan, penggunaan fasilitas e-filling dan kepatuhan wajib pajak sebagai variabel dependen.

Penelitian ini menggunakan responden wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Indramayu.

j. Sonja E. Pippin (2014). Penelitian yang dilakukan oleh Sonja E. Pippin yaitu membahas tentang “Electronik Tax Filing in the United States: an Analysis of Possible Success Factors”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel e-filling berdampak positif pada tarif pengarsipan elektronik, dan pertumbuhan pengarsipan elektronik. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pandangan yang lebih rinci pada negara lain dan menunjukan variabilitas yang tinggi di antara beberapa bagian negara, begitu juga dengan variabel demografis, sosial ekonomi dan geografis diperiksa secara lebih terperinci sehingga penelitian ini terdapat kemungkinan berpengaruh secara signifikan bahwa e-filling merupakan sesuatu yang sifatnya inisiatif karena melibatkan media elektronik sehingga dapat mengurangi kesenjangan digital.

Persamaan: sama-sama membahas terkait e-filling

Perbedaan: pada penelitian sebelumnya membahas terkait variabel e- filling sebagai variabel independen, pertumbuhan dan tarif pengarsipan elektronik sebagai variabel dependen. Sedangkan penelitian sekarang menggunakan dua variabel independen yaitu Pemahaman Perpajakan, Penggunaan Fasilitas E-filling dan Kepatuhan Wajib Pajak sebagai variabel dependen. Penelitian ini menggunakan responden Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Indramayu.

G.

Hipotesis Teoritik

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru

(38)

47

berdasarkan teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empiris.

Adapun hipotesis penelitian ini adalah:

1. H1o: Tidak terdapat pengaruh Pemahaman Perpajakan (X1) secara parsial terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Y).

H1a: Terdapat pengaruh Pemahaman Perpajakan (X1) secara parsial terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Y).

2. H2o: Tidak terdapat pengaruh Penggunaan Fasilitas E-filling (X2) secara parsial terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Y).

H2a: Terdapat pengaruh Penggunaan Fasilitas E-filling (X2) secara parsial terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Y).

3. H3o: Tidak terdapat pengaruh Pemahaman Perpajakan (X1) dan Penggunaan Fasilitas E-filling (X2) secara simultan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Y).

H3a: Terdapat pengaruh Pemahaman Perpajakan (X1) dan Penggunaan Fasilitas E-filling (X2) secara simultan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Y).

H.

Kerangka Pemikiran

Pemahaman wajib pajak adalah proses dimana wajib pajak mengetahui tentang perpajakan dan mengaplikasikan pengetahuan itu untuk membayar pajak, selain membayar pajak ia pun memahami bagaimana tata cara pelaporan surat pemberitahuan baik lewat manual maupun secara online.

(Suryadi, 2006)

E-filling adalah suatu cara penyampaian SPT secara elektronik yang dilakukan dengan sistem online yang real time melalui media internet pada website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) dengan mencantumkan alamat surat elektronik (email address) dan nomor telepon genggam (handphone) untuk pengiriman kode verifikasi serta notifikasi (Muljono, 2008).

(39)

48

Sementara kepatuhan wajib pajak dalam penyampaian SPT adalah kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi, yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya (Rahayu & Kurnia, 2010).

Keberhasilan direktorat jenderal pajak ditentukan oleh kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan SPT secara e-fillingnya dengan tepat dan real time. Kepatuhan wajib pajak merupakan indikator penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan direktorat jenderal pajak, kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah pemahaman perpajakan dan penggunaan fasilitas e-filling untuk menghasilkan kualitas pelayanan direktorat jenderal pajak yang baik maka diperlukan pemahaman wajib pajak yang didukung oleh penggunaan fasilitas e-filling yang bagus pula. Jika faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak itu dapat dikondisikan dengan baik, maka secara otomatis kepatuhan wajib pajak juga akan semakin meningkat.

Kehadiran teknologi e-filling yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, maka diharapkan kepatuhan wajib pajak tersebut akan meningkat. Dengan kata lain kepatuhan wajib pajak akan meningkat apabila penggunaan fasilitas e-filling dapat dipahami dan digunakan secara maksimal. Para wajib pajak perlu mengetahui dan memahami penggunaan fasilitas e-filling yang telah ditetapkan oleh direktorat jenderal pajak. Apabila wajib pajak memiliki pemahaman terhadap penggunaan fasilitas e-filling yang digunakan maka wajib pajak akan merasa lebih memiliki kepatuhan dalam membayar dan melaporkan kewajiban perpajakannya secara tepat dan real time. Wajib pajak yang memiliki pemahaman tinggi akan berdampak positif bagi direktorat jenderal pajak sehingga timbul kepatuhan wajib pajak yang tinggi sesuai dengan harapan (Agustiningsih, 2016).

(40)

49

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka peneliti membuat paradigma penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.17 Pengaruh pemahaman perpajakan dan penggunaan fasilitas e-filling terhadap kepatuhan wajib pajak

Pemahaman Perpajakan (X1)

Penggunaan Fasilitas E- filling (X2)

Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mempertimbangkan kapasitas angkut dan kecepatan yang berbeda pada tiap kendaraan serta produk dapat dikonsolidasikan dalam satu kali pengiriman maka variabel

[r]

Setelah melakukan analisis terhadap data yang telah didapat, terdapat sebuah pemikiran yang menuju pada cara bagaimana menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh

Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja Di Unit Kerja Produksi Pengecoran Logam.. Skripsi, Universitas Muhammadiyah

Menugaskan para Kepala Bidang untuk melaksanakan evaluasi kegiatan pengumpulan, penerimaan, penyimpanan dan pemindaian dokumen perpajakan, perekaman dan transfer data

Proses Wawancara Bersama Asisten Kepala (Askep) di Kantor Besar. Administratur Perkebunan PTPN

Berdasarkan Penetapan Hasil Kualifikasi Nomor : 03.13.SS/ULP/SS -I/IX/2013 tanggal 23 September 2013, maka dengan ini kami umumkan Calon Rekanan yang masuk Daftar Pendek Terpilih

Kepada peserta yang keberatan terhadap hasil pengumuman ini dapat mengajukan sanggah melalui Aplikasi pada sistem SPSE sesuai jadwal dalam SPSE.