• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemimpin itu dalam bentuknya haru memiliki sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang khas dan urik, sehingga kadang-kadang menjadi pemimpin merupakan bentuk dari pengembangan manivestasi seni. Ini juga yang sering disebut, bahwa kepemimpinan merupakan bagian dari ilmu seni, karena tingkah laku

pemimpin dan gayanya merupakan perbedaan dari orang lain. Dan gaya kepemimpinan akan tumbuh suatu warna perilaku tipa kepemimpinanya.

Menurut pendapat dari "Masduqi” dalam bukunya yang berjudul "Kepemimpinan yang Efektif' dalam bukunya yang berjudul "Leadership" (1996 : 8) yang mengutip pendapat “Reddin” dalam artikelnya "What Kind of Manager" menyebutkan bahwa terdapat empat teori gaya kepemimpinan dasar meliputi :

a. Kekornpakan tinggi dan kerja rendah

Gaya kepemimpinan ini berusaha menjaga hubungan baik, keakraban dan kekompakan kelompok, tetapi kurang memperhatikan usaha tercapainya tujuan kelompok atau penyelesaian tugas secara bersama dan bersinergis untuk tercapaianya tujuan organisasi.

Yang dipentingkan pada gaya kepemimpinan ini bukan hasil pencapaian tujuan, tetapi hubungan antar anggota, keakraban hubungan dan relaksasi. Gaya kepemimpinan ini sifatnya mengangkat kembali kevakuman dan kesenjangan anggota. Maka cara yang ditempuhnya, tidak memulai dengan memotivasi penyelesaian tugas yang produktif, akan tetapi anggota dimotivasi bagaimana menumbuhkan rasa memiliki terlebih dahulu terhadap kelompok kerjanya atau terhadap pelaksanaan tugas yang menjadi kewajibannya.

b. Kerja tinggi dan kekompakan rendah

Gaya kepemimpinan ini berorientasi pada penekanan segi penyelesaian tugas dan tercapainya tujuan kelompok. Gaya ini amat tepat apabila dimanfaatkan dan diterapkan untuk kelompok yang baru dibentuk, yang membutuhkan tujuab dan sasaran yang jelas dun kelompok yang kehilangan arah, tidak mempunyai lagi tujuan dan sasaran, tidak mempunyai kriteria untuk meninjau hasil kerjanya yang sudah kacau dan tidak berarti lagi. Gaya kepemimpinan ini memberi kejelasan tujuan dan sasaran serta pengawasan ketat untuk mencapai tujuan dan sasaran itu Kerja tinggi dan kepemimpinan yang tinggi

Gaya kepemimpinan yang menjaga kerja dan kekompakkan. Kepemipinan yang tinggi cocok untuk dipergunakan membentuk kelompok. Kelompok yang baru dibentuk memerlukan kejelasan tujuan dan sasaran, struktur kerja untuk mencapai tujuan, serta usaha untuk membina hubungan antar anggota, karena gaya kepemimpinan ini banyak diterapkan pada proses pembentukan kelompok, maka pemimpin perlu menunjukkan gaya kepemimpinannya dengan bertindak sebagai contoh teladan.

Pada gaya kepemimpinan ini tujuannya adalah bagaimana membentuk kelompok kerja yang jadi, matang, mampu menjalankan kedua tugas sebagai pribadi dan kelompok.

c. Kerja rendah dan kekompakkan rendah.

Gaya kepemimpinan ini mempunyai indikasi yang lemah terhadap pematangan kedewasaan anggota kelompok dan tidak menghasilkan apa akibatnya kelompok akan kebingungan dalam menyelesaikan tugasnya bahkan tidak tahu harus berbuat apa.

Dari keempat gaya kepemimpinan yang diuraikan di atas, secara keseluruhan memiliki konotasi tidak ada yang lebih baek dan lebih buruk dibandingkan satu sama lain. Berhasil dan tidaknya seseorang dalam menegakkan tugas tergantung dari yang dipimpin. Seorang pemimpin dituntut untuk bisa melihat situasi kelompok dalam mengambil keputusan. Di samping keempat gaya kepemimpinan tersebut di atas ada juga gaya kepemimpinan yang tertulis dalam bahasa Sansekerta. Dalam bukunya yang berjudul "Etika Pemerintahan" (1997 : 42.) "N.A.W. Widjaja" mengutip pendapat dari Ki Hajar Dewantara tentang trilogi kepemimpinan yang dirumuskan dalam tiga hal, yaitu:

1. Ing Ngarsa Sung Tuladha

Yang berarti kalau pemimpin itu berada di depan dia harus dapat menjelaskan cita-cita kepada yang depimpin dengan cara jelas mungkin, mampu menentukan suatu tujuan, serta wajib memberikan suri tauladan bagi pengikutnya, selain itu seorang pemimpin rnampu menjadikan dirinya sebagai pola panutan bagi orang yang dipimpinnya lewat sikap dan perbuatan.

2. Ing Madya Mangum Karsa

Yang berari bila mana pemimpin berada ditengah, dia harus dapat membangkitkan tekad dan semangat kepada para pengikutnya agar tujuan yang telah ditetapkan dapat terwujud dengan yang diinginkan.

3. Tut Wuri Handayani

Yang berarti bilamana pemimpin itu berada di belakang, ia berperan sebagai kekuatan pendorong dan penggerak, dengan kata lain pemimpin harus mampu memberikan motivasi kepada pengikutnya agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

ketiga trilogi kepemimpinan yang seringkali diucapkan oleh Ki Hajar Dewantara di atas secara nyata telah ditumbuh kembangkan melalui pemahaman falsafah hidup bangsa Indonesia termasuk orang jawa dalam kepemimpinan.

Dalam melaksanakan kegiatan pokok kepemimpinan selalu terlihat beberapa berbeda dalam mendayagunakan fungsi-fungsi kepemimpinan. Perbedaan itu mengakibatkan terjadinya tipe kepemimpinan

Menurut "Nawawi" dalam bukunya yang berjudul "Kepemimpinan yang Efektif" (1993 : 94) mengemukakan beberapa tipe kepemimpinan dalam suatu organisasi yang antara lain :

1. Tipe Kepemimpinan otoriter

Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal, pemimpin memandang dirinya lebih dalam segala hal, dibandingkan dengan

bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah, sehingga dianggap tidak mampu. berbuat sesuatu tanpa diperintah. Perintah pimpinan sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena dipandang sebagai satu-satunya yang paling benar. Pimpinan sebagai penguasa merupakan penentu, bukan saja dalam melaksanakan kegiatan, tetapi juga penentu nasib bawahannya. Pimpinan merupakan pihak yang memiliki wewenang, sedangkan bawahan merupakan pihak yang hanya memiliki tugas, kewajiban dan tanggung jawab.

2. Tipe Kepemimpinan Demokratis

Kepemimpinan yang aktif, dinamis dan terarah. Kegiatan-kegiatan pengendalian dilaksanakan secara tertib dan bertanggung jawab, pembagian tugas-tugas dan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, memungkinkan setiap anggota berpartisipasi secara aktif. Dengan kata lain setiap anggota mengetahui secara pasti sumbangan yang dapat, diberikannya untuk mencapai tujuan kelompok / organisasinya. Di samping itu mengetahui pula bagaimana melaksanakan secara efektif dan efisien.

3. Tipe Kepemimpinan Kharismatik

Kemampuan menggerakkan orang lain dengan mendayagunakan keistirnewaan atau kelebihan dalam sifat / aspek kepribadian yang dimiliki pimpinan sehingga menimbulkan rasa hormat, segan dan kepatuhan pada orang yang dipimpinnya. Keistimewaan kepribadian yang umum dimiliki pimpinan tipe ini adalah akhlak yang terpuji

sehingga perilaku kepemimpinannya terserah sepenuhnya kepada kepentingan orang-orang yang dipimpin baik secara perorangan maupun kelompok dan keseluruhan organisasinya.

4. Tipe kepemimpinan bebas (Luissez Faire)

Pimpinan berkedudukan sebagai simbol dan memfungsikan dirinya sebagai penasehat. Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut kehendak masing-masing baik secara perseorangan maupun kelompok-kelompok kecil.

5. Tipe Kepemimpinan Paternalistik

Tipe ini terdapat suatu pengaruh kebapakan antara pimpinan dan kelompoknya. Segi positif kepemimpinan paternalistik, dapat dikatakan bahwa tipe ini menunjukkan bobot rasa tanggung jawab yang cukup besar, perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pengikutnya.

dari pendapat tersebut maka penuIis dapat menyimpulkan bahwa tipe kepemimpinan yang bervariasi, yang disesuaikan dengan sitlzasi akan menghasilkan kepemimpinan yang efektif. Dengan kata lain kepeminpinan yang efektif tidak mungkin terwujud dengan menggunakan salah satu tipe kepemimpinan secara murni.

6. Tipe Kepemimpinan Demokratif

Menurut "Nawawi" dalam bukunya yang berjudul "Kepemimpinan yang Efektif' (1993:100) Tipe kepemimpinan ini menempatkan

manusia sebagai fungsi utama dan terpenting dalam setiap kelompok atau organisasi. Kepemimpinan ini diwujudkan melalui pemimpin sebagai pelaksana (Eksekutif). Tipe diwarnai dengan usaha mewujudkan dan mengembangkan hubungan manusia (Human Relationship) yang efektif berdasarkan prinsip saling menghormati dan menghargai antara yang satu dengan yang lain. Pemimpin memandang orang-orang yang dipimpinnya sebagai subyek yang memiliki kepribadian seperti dirinya. Proses kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi anggota kelompok atau organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan.

Dalam usaha pencapaian tujuan seorang pemimpin selalu melaksanakan tugas dan kegiatan demi perkembangan organisasi atau instansi yang dipimpinnya, tujuan ini dapat diwujudkan dalam berbagai hal diantaranya yaitu melibatkan bawahan secara langsung dalam memecahkan suatu permasalahan yang terjadi di dalam organisasi atau instansi dengan cam musyawarah untuk mencari titik temu sebagai penyelesaian yang terbaik, pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang jelas sehingga bawahan mengetahui secara pasti sumbangan yang dapat diberikan untuk mencapai tujuan organisasi atau instansi, selain itu pemimpin harus memberikan kesempatan yang luas bagi para bawahan untuk berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan yang ada didalam organisasi atau instansi.

Untuk peningkatan kualitas kerja seorang pemimpin harus dapat member-ikan semangat kerja bagi bawahannya dengan cara memotivasi kerja bawahannya sebab dengan motivasi diharapkan setiap individu mau bekerja keras dari antusias dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, untuk itu pembagian tugas harus jelas sehingga setiap bawahan dapat mengerjakan apa yang harus dikerjakannya dan bekerjasama dalam mengerjakan sesuatu yang memerlukan kebersamaan, selain itu seorang pemimpin harus dapat menegakkan disiplin dilingkungan organisasi atau intraksi, dalam mewujudkan dan melaksanakan disiplin pemimin terpaksa memberikan sanksi atau hukuman kepada bawahan yang melanggar aturan. Pemimpin dengan tipe demokraris ini selalu dihormati dan disegani, karena mampu mengembangkan, memelihara, dan menjaga kewibawaan atas dasar hubungan manusiawi yang efektif pemimpin selalu berpihak pada kebenaran dan keadilan yang bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi justru untuk semua anggota organisasi atau instansi, pemimpin menyadari bahwa kebenaran untuk menghasilkan keputusan yang baik tidak sekedar bersumber pada dirinya sendiri tetapi juga dapat diperoleh dari orang lain jika diberi kesempatan mengemukakan pendapat, saran dan gagasan.

Dokumen terkait