• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan

2.3. Keperawatan Jiwa

2.3.1. Definisi Keperawatan Jiwa

Perawatan ialah pelayanan yang bersifat manusiawi yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan manusia untuk merawat diri, kesembuhan dari penyakit atau cedera, dan penanggulangan komplikasinya sehingga dapat menunjang kehidupan. Sedangkan keperawatan adalah suatu kegiatan yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan individu baik yang mampu atau tidak mampu melakukan perawatan mandiri sehingga individu tersebut mampu mempertahankan atau melakukan perawatan mandiri (Orem, 1971, dalam Ali, 2001).

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi

(Stuart, 2006). Pasien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas.

2.3.2. Perawatan Pasien di Rumah Sakit Jiwa

Rencana keperawatan pasien di Rumah Sakit Jiwa meliputi : (1) Rencana tindakan yang dilakukan selama pasien di rawat. (2) Persiapan pulang.

(3) Rencana perawatan di rumah.

Keluarga dan pasien perlu dilibatkan pada semua rencana keperawatan agar dapat menggantikan peran perawat sewaktu pulang ke rumah.

Pada awal pasien di rawat, perawat hendaknya melakukan hubungan dengan pasien dan keluarga. Keluarga mengetahui peran dan tanggung jawabnya dalam proses keperawatan yang direncanakan melalui kontrak yang telah disepakati.

Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien merupakan dasar utama untuk membantu pasien mengungkapkan dan mengenal perasaannya, mengidentifikasi kebutuhan dan masalahnya, mencari alternatif pemecahan masalah, melaksanakan alternatif yang dipilih serta mengevaluasi hasilnya. Proses ini harus dilalui oleh pasien dan keluarga agar di masa yang akan datang (di rumah) keluarga dapat membantu pasien dengan cara yang sama (Keliat, 1996).

2.3.3. Peran Perawat Jiwa

Peran perawat jiwa terhadap keluarga antara lain (Keliat, 1996) : (1) Menyertakan keluarga dalam rencana perawatan pasien.

(2) Menjelaskan pola perilaku pasien dan cara penanganannya.

(3) Membantu keluarga berperilaku terapeutik, yang dapat menolong pemecahan masalah pasien.

(4) Mengadakan pertemuan antar keluarga pasien, diskusi, membagi pengalaman, mengantisipasi masalah pasien.

(5) Melakukan terapi keluarga.

(6) Menganjurkan kunjungan keluarga yang teratur.

2.3.4.Persiapan Pulang

Perawatan di Rumah Sakit akan bermakna jika dilanjutkan dengan perawatan di rumah. Untuk itu, selama di Rumah Sakit perlu dilakukan persiapan pulang. Persiapan pulang dilakukan sesegera mungkin setelah di rawat serta diintegrasikan di dalam proses keperawatan. Jadi, persiapan pulang bukan persiapan yang dilakukan pada hari atau sehari sebelum pasien pulang.

Persiapan atau rencana pulang bertujuan untuk (Jipp & Sims, 1986) : (1) Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial. (2) Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga.

(3) Melaksanakan rentang perawatan antara rumah sakit dan masyarakat. (4) Menyelenggarakan proses pulang yang bertahap.

Beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalam persiapan pulang adalah :

(1) Pendidikan (edukasi, reedukasi, reorientasi).

Youssef (1987) menemukan penurunan angka kambuh pada pasien dan keluarga yang mengikuti program pendidikan. Pendidikan kesehatan ini ditujukan untuk mencegah atau menguraikan dampak gangguan jiwa bagi pasien. Program keterampilan yang dapat dilakukan adalah keterampilan khusus (perilaku adaptif, aturan makan obat, penataan rumah tangga, identifikasi gejala kambuh, pemecahan masalah) dan keterampilan umum (komunikasi efektif, ekspresi emosi yang konstruktif, relaksasi, pengelolaan stres).

(2) Program pulang bertahap.

Setelah pasien mempunyai kemampuan dan keterampilan mandiri maka pasien dapat mengikuti program pulang bertahap. Tujuannya adalah melatih pasien kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat. Pasien, keluarga, dan jika perlu masyarakat dipersiapkan, antara lain apa yang harus dilakukan pasien di rumah, apa yang harus dilakukan keluarga untuk membantu adaptasi.

(3) Rujukan.

Integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas sebaiknya mempunyai hubungan langsung dengan Rumah Sakit. Perawat komuniti (Puskesmas) sebaiknya mengetahui perkembangan pasien di Rumah Sakit dan berperan serta dalam membuat rencana pulang (Keliat, 1996).

2.3.5. Perawatan di Rumah

Perawat, pasien dan keluarga bekerjasama untuk membantu proses adaptasi pasien di dalam keluarga dan masyarakat. Perawat komunitas membantu pasien dan keluarga menyesuaikan diri di lingkungan keluarga, dalam hal sosialisasi, perawatan mandiri dan kemampuan memecahkan masalah. Perawat dapat memantau dan mengidentifikasi gejala kambuh dan segera melakukan tindakan sehingga dapat dicegah perawatan kembali di Rumah Sakit (Keliat, 1996).

2.3.6. Peran Perawat dalam Terapi Keluarga

Dengan bantuan perawat, keluarga diharapkan mempunyai kemampuan mengatasi masalah dan memelihara stabilitas dari status kesehatan semaksimal mungkin. Newman menjelaskan strategi intervensi perawatan keluarga yang lebih berfokus pada prevensi primer dan tersier seperti :

(1) Mendidik kembali dan mengorientasi kembali seluruh anggota keluarga, misalnya perawat menjelaskan mengapa komunikasi itu penting, apa visi seluruh keluarga, kesamaan harapan apa yang dimiliki semua anggota keluarga.

(2) Memberikan dukungan kepada pasien serta sistem yang mendukung pasien untuk mencapai tujuan dan usaha untuk berubah. Perawat meyakinkan bahwa keluarga pasien mampu memecahkan masalah yang dihadapi anggotanya.

(3) Mengkoordinasi dan mengintegrasi sumber pelayanan kesehatan. Perawat menunjukkan institusi kesehatan mana yang harus bekerja sama dengan keluarga dan siapa yang diajak berkonsultasi.

(4) Memberi pelayanan prevensi primer, sekunder dan tersier melalui penyuluhan, perawatan di rumah, pendidikan dan sebagainya. Bila ada anggota keluarga yang kurang memahami perilaku sehat didiskusikan atau bila ada keluarga yang membutuhkan perawatan.

Proses perawatan yang melibatkan pasien dan keluarga akan membantu proses intervensi dan menjaga agar pasien tidak kambuh kembali setelah pulang. Khusus untuk keluarga yang memiliki anggota dengan gangguan jiwa, sangat penting merencanakan pulang pasien dengan keluarganya. Jiip & Sine (1986) mengemukakan tujuan rencana pulang pasien sebagai berikut :

(1) Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan sosial serta psikologi. (2) Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga.

(3) Menyelenggarakan rentang perawatan antara rumah sakit dan masyarakat. (4) Melaksanakan proses pulang yang bertahap (Yosep, 2007).

2.4. Sikap

2.4.1. Definisi Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Dari berbagai batasan tentang sikap dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap

belum merupakan tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 1997).

2.4.2. Komponen Sikap

Menurut Allport (1954) sikap memiliki 3 komponen pokok, yakni: (1). Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek. (2). Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek. (3). Kecenderungan untuk bertindak.

Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam pembentukan sikap ini, pegetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 1997).

2.4.3. Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari beberap tingkatan (Notoatmodjo, 1997) yakni : (1). Menerima (Receiving).

Subyek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan obyek. (2). Merespon (Responding).

Memberikan pertanyaan apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Terlepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang yang menerima ide tersebut.

(3). Menghargai (Valuing).

Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu masalah.

(4). Bertanggungjawab (Responsible).

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling penting.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju).

2.5. Konsep Keluarga 2.5.1. Definisi Keluarga

Friedman (1998) mendefenisikan bahwa keluarga adalah kumpulan 2 orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Keluarga adalah 2 atau lebih dari 2 individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Baylon dan Maglaya, 1989, dalam Effendy, 1998)

Menurut UU No.10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya( Suprajitno, 2004).

2.5.2. Tipe Keluarga

Menurut Suprajitno (2004), pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan. Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

(1).Keluarga inti (nuclear family).

Adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.

(2).Keluarga besar (extended family).

Adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).

Namun, dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme, pengelompokkan tipe keluarga selain kedua di atas berkembang menjadi :

(1).Keluarga bentukan kembali (dyadic family).

Adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.

(2).Orang tua tunggal (single parent family).

Adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.

(4).Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the single adult living alone).

(5).Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non-marital heterosexual cohabiting family).

Biasanya dapat dijumpai pada daerah kumuh perkotaan (besar), tetapi pada akhirnya mereka dinikahkan oleh pemerintah daerah (kabupaten atau kota) meskipun usia pasangan tersebut telah tua demi status anak-anaknya.

(6).Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian family).

2.5.3. Struktur Keluarga

Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat sekitarnya. Friedman (1998) mengutip pendapat Parad dan Caplan (1965) mengatakan ada 4 elemen struktur keluarga yaitu :

(1).Struktur peran keluarga.

Menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya dilingkungan masayarakat atau peran formal dan informal.

(2).Nilai atau norma keluarga.

Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.

Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah-ibu (orangtua), orangtua dengan anak, anak dengan anak, dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar) dengan keluarga inti.

(4).Struktur kekuatan keluarga.

Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.

2.5.4. Fungsi Keluarga

Secara umum fungsi keluarga (Friedman, 1998) adalah sebagai berikut : (1).Fungsi afektif (the affective function).

Adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain,. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.

(2).Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement function).

Adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

(3).Fungsi reproduksi (the reproductive function).

Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

(4).Fungsi ekonomi (the economic function).

Yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

(5).Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan (the health care function).

Yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.

2.5.5. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan (Suprajitno, 2004), meliputi : (1).Mengenal masalah kesehatan keluarga.

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatan kadang kala seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis.

(2).Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga.

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai

keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.

(3).Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.

Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan memiliki tindakan untuk pertolongan pertama. (4).Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.

(5).Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga.

Dokumen terkait