• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.2. Pengaruh Mekanisme Koping terhadap Sikap Keluarga

Dari 67 keluarga pasien yang berkunjung di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara yang menjadi responden penelitian didapatkan hubungan antara mekanisme koping (emotion focused coping dan

problem focused coping) dan sikap keluarga untuk menerima pasien gangguan jiwa (Skizofrenia) yang telah tenang,

Hasil analisis hubungan antara emotion focused coping dengan sikap keluarga bahwa ada sebanyak 28 dari 67 orang (66,7%) yang memiliki emotion focused coping yang maladaptif dan juga memiliki sikap yang kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,009, dimana nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara emotion focused coping dengan sikap keluarga. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.8. Tabulasi Silang Variabel Emotion Focused Coping dengan Sikap Keluarga untuk Menerima Pasien Gangguan Jiwa yang Telah Tenang di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

Emotion Focused Coping

Sikap Keluarga Total p

Buruk Kurang Baik

n % n % n % n % Maladaptif Adaptif 3 4 7,1 16,0 28 7 66,7 28,0 11 14 15,7 56,0 42 25 100 100 0,009 Jumlah 7 10,4 35 52,2 25 37,3 67 100

Hasil analisis hubungan antara problem focused coping dengan sikap keluarga bahwa ada sebanyak 28 dari 67 orang (63,6%) yang memiliki problem focused

coping yang maladaptif dan juga memiliki sikap yang kurang. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,014, dimana nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang bermakna antara problem focused coping dengan sikap keluarga. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.9. Tabulasi Silang Variabel Problem Focused Coping dengan Sikap Keluarga untuk Menerima Pasien Gangguan Jiwa (Skizofrenia) yang Telah Tenang di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

Problem Focused Coping

Sikap Keluarga Total p

Buruk Kurang Baik

n % n % n % n % Maladaptif Adaptif 5 2 11,4 8,7 28 7 63,6 30,4 11 14 25,0 60,9 44 23 100 100 0,014 Jumlah 7 10,4 35 52,2 25 37,3 67 100 4.6. Analisis Multivariat

4.6.1. Pengaruh Pengetahuan dan Mekanisme Koping terhadap Sikap Keluarga untuk Menerima Pasien Gangguan Jiwa (Skizofrenia) yang Telah Tenang

Dari 67 keluarga pasien yang berkunjung di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara yang menjadi responden penelitian didapatkan hubungan antara pengetahuan dan mekanisme koping terhadap sikap keluarga untuk menerima pasien gangguan jiwa yang telah tenang, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.10. Analisis Regresi Linear Ganda Pengaruh Pengetahuan dan Mekanisme Koping dengan Sikap Keluarga untuk Menerima Pasien Gangguan Jiwa (Skizofrenia) yang Telah Tenang di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 Variabel Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig B Std. Error Beta (Constant) Pengetahuan

Emotion Focused Coping Problem Focused Coping

1,043 0,289 0,123 0,375 0,353 0,114 0,154 0,157 0,291 0,094 0,280 2,952 2,538 0,798 2,385 0,004 0,014 0,428 0,020 Pengaruh variabel pengetahuan dan mekanisme koping tehadap sikap keluarga untuk menerima pasien gangguan jiwa (Skizofrenia) yang telah tenang di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Sumatera Utara dengan menggunakan uji regresi linear ganda dengan persamaan regresi sebagai berikut : Sikap = 1,043 + 0,289 (Pengetahuan) + 0,123 (Emotion Focused Coping) + 0,375 (Problem Focused Coping).

4.6.2. Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t)

Hasil analisis pengujian koefisien regresi variabel pengetahuan diperoleh nilai t hitung > dari t tabel yaitu 2,538 > 1,998, artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara pengetahuan dan sikap keluarga. Hasil analisis pengujian koefisien regresi variabel emotion focused coping diperoleh nilai t hitung < t tabel yaitu 0,798 < 1,998, artinya secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara emotion focused coping dengan sikap keluarga. Hasil analisis pengujian koefisien regresi variabel

secara parsial ada pengaruh signifikan antara problem focused coping dengan sikap keluarga.

4.6.3. Pengujian Hipotesis Secara Serentak (Uji F)

Pada tabel ANOVA diperoleh nilai p (di kolom sig.) sebesar 0,006 berarti pada alpha 5% (p < 0,05) dapat disimpulkan bahwa secara serentak variabel pengetahuan dan mekanisme koping berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap keluarga untuk menerima pasien gangguan jiwa (Skizofrenia) yang telah tenang di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 4.11. Hasil Pengujian Secara Serentak Pengaruh Pengetahuan dan Mekanisme Koping dengan Sikap Keluarga untuk Menerima Pasien Gangguan Jiwa (Skizofrenia) yang Telah Tenang di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 4.790 3 1.597 4.496 .006

Residual 22.374 63 0,355

Total 27.164 66

4.6.4. Analisis Korelasi Ganda (r) dan Analisis Determinasi (R²)

Hubungan pengetahuan dan mekanisme koping dengan sikap menunjukkan hubungan yang sedang (r = 0,420) dan berpola positif artinya semakin baik pengetahuan dan mekanisme kopingnya maka semakin baik sikapnya. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan mekanisme koping dengan sikap keluarga.

. Nilai koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai R square yaitu sebesar 0,176 (17,6%) hal ini menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen (pengetahuan, emotion focused coping dan problem focused coping) terhadap variabel dependen (sikap keluarga) sebesar 17,6%. Sedangkan sisanya sebesar 82,4% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Hasil uji analisis dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.12. Hasil Analisis Korelasi Ganda dan Analisis Determinasi Pengaruh Pengetahuan dan Mekanisme Koping dengan Sikap Keluarga untuk Menerima Pasien Gangguan Jiwa (Skizofrenia) yang Telah Tenang di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011

Model r Adjusted R² Std. Error of the

Estimate

BAB 5 PEMBAHASAN

Dari 67 keluarga pasien yang berkunjung ke Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara yang menjadi responden penelitian didapatkan karakteristik responden yaitu menunjukkan bahwa mayoritas umur responden penelitian adalah kelompok dewasa menengah (34-59 tahun). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah antara responden laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda yaitu 32 dan 35 orang. Responden penelitian yang mengunjungi pasien sebagian besar adalah orang tua dari pasien yaitu 34,3%, menurut Efendy (1998) bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan/keperawatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lain dan keluarga yang ada disekitarnya, dalam hal ini orang tua merupakan individu yang akan sangat terpengaruh akan kondisi tersebut.

Tingkat pendidikan responden penelitian mayoritas adalah berpendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) yaitu sebanyak 32%, hal ini dapat mempengaruhi pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa dan akhirnya akan mempengaruhi sikap keluarga untuk menerima pasien gangguan jiwa yang telah tenang, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Katz (1960) bahwa salah satu faktor yang memengaruhi sikap seseorang adalah pengetahuan. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden (58,2%) memiliki pengetahuan yang kurang baik

tentang gangguan jiwa, hal ini berkaitan erat dengan pendidikan responden yang sebagian besar SMP.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil “tahu” yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dapat disimpulkan bahwa dengan pengetahuan yang baik tentang gangguan jiwa dapat berdampak pada sikap keluarga untuk menerima pasien gangguan jiwa yang telah tenang.

Mayoritas responden bekerja sebagai petani (28,4%). Hal ini berkaitan dengan status pasien gangguan jiwa yang dikunjungi, dimana pada penelitian ini hanya berfokus pada pasien yang tergolong pada pasien Jamkesmas yang berasal dari keluarga yang kurang mampu. Disamping itu, dengan kondisi pekerjaan responden sebagian besar adalah petani, maka hal tersebut dapat memengaruhi sikap keluarga dimana pekerjaan responden tersebut bukan merupakan pekerjaan atau aktivitas yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan terutama yang berkaitan dengan gangguan jiwa dan pada akhirnya akan memengaruhi sikap keluarga. Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah pekerjaan.

Penghasilan responden sebagian besar < Rp. 500.000/bulan, hal ini juga berkaitan dengan status pasien gangguan jiwa yang dikunjungi yaitu pasien

Jamkesmas. Menurut Ahyar (2010), salah satu hal yang dapat memengaruhi mekanisme koping adalah materi yang meliputi sumberdaya berupa uang, barang, atau layanan yang biasanya dapat dibeli. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari 60% responden memiliki mekanisme koping yang maladapatif. Jika dikaitkan dengan pendapat dari Ahyar (2010), mekanisme koping yang maladaptif dari keluarga tersebut dapat disebabkan karena keluarga tidak memiliki materi yang cukup karena penghasilan yang rendah.

Keadaan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dapat menjadi pemicu timbulnya masalah dalam keluarga yang selanjutnya akan menjadi sumber stressor tersendiri bagi keluarga. Efek-efek stressor dalam keluarga akan berdampak ke dalam subsistem yang lain sehingga mempengaruhi seluruh keluarga (Friedman, 1998). Upaya yang dilakukan keluarga untuk dapat beradaptasi terhadap stressor dengan cara menggerakkan sumber koping. Koping digambarkan sebagai bermacam strategi yang digunakan oleh seseorang untuk mengatasi situasi sehari-hari atau situasi yang luar biasa.

5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Sikap Keluarga untuk Menerima Pasien Gangguan Jiwa (Skizofrenia) yang Telah Tenang

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 58,2% responden memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang gangguan jiwa, dimana hal ini berkaitan erat dengan pendidikan dan pekerjaan responden, yang sebagian besar berpendidikan SMP dan bekerja sebagai petani. Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan merupakan hal yang paling penting dan yang diperlukan dalam pengetahuan

sedangkan pekerjaan merupakan suatu aktivitas atau kegiatan seseorang untuk memperoleh pengetahuan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Hasil analisis uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,021, hal ini berarti terdapat pengaruh pengetahuan terhadap sikap keluarga untuk menerima pasien gangguan jiwa (Skizofrenia) yang telah tenang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi (2009) yang berjudul hubungan pengetahuan tentang gangguan jiwa dengan sikap masyarakat kepada pasien gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kasihan 1 Bantul, bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa dengan sikap masyarakat kepada pasien gangguan jiwa.

Teori yang kemukakan oleh Katz (1960) menyatakan bahwa sikap dapat dipengaruhi oleh pengetahuan. Pernyataan ini juga sesuai dengan hasil penelitian ini dimana terdapat pengaruh yang bermakna antara pengetahuan dan sikap keluarga untuk menerima pasien gangguan jiwa yang telah tenang.

Penelitian yang dilakukan oleh Sullinger (1988), menyatakan bahwa keluarga berperan dalam mencegah kekambuhan pasien gangguan jiwa. Jika keluarga mengetahui tentang penyakit yang diderita anggota keluarganya maka akan memengaruhi proses penerimaan untuk melakukan perawatan kepada pasien dan akhirnya memiliki dampak pada kekambuhan pasien (Yosep, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2003), salah satu sumber pengetahuan adalah adalah berasal dari informasi yang berasal dari orang lain, dalam hal ini orang yang berperan

penting dalam memberikan informasi gangguan jiwa adalah petugas kesehatan terutama perawat.

Berdasarkan hal tersebut, jika keluarga telah mendapatkan informasi yang benar dari petugas kesehatan atau dari media cetak dan elektronik, hal yang diharapkan adalah keluarga akan memiliki sikap yang baik untuk menerima pasien gangguan jiwa yang telah tenang, sehingga kemungkinan pasien gangguan jiwa untuk kambuh kembali dapat diminimalisir.

5.2. Pengaruh Mekanisme Koping terhadap Sikap Keluarga untuk Menerima Pasien Gangguan Jiwa (Skizofrenia) yang Telah Tenang

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 67 keluarga yang mengunjungi Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara mayoritas memiliki mekanisme koping yang maladaptif, yaitu 62,7% untuk

emotion focused coping dan 65,7% untuk problem focused coping. Menurut Ahyar (2010), ada beberapa faktor yang memengaruhi strategi koping, diantaranya adalah dukungan sosial dan materi. Dukungan sosial meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh anggota keluarga lain ataupun masyarakat di sekitarnya, dalam hal ini peneliti berasumsi bahwa keluarga kurang mendapatkan dukungan sosial yang dapat berasal dari petugas kesehatan berupa informasi tentang gangguan jiwa sehingga dapat memengaruhi mekanisme koping yang dimiliki oleh keluarga. Sedangkan materi meliputi sumberdaya uang, barang atau layanan yang dapat di beli, hal ini dapat dikaitkan dengan status sosial ekonomi dari responden penelitian yang mayoritas memiliki

penghasilan < Rp. 500.000 dan mayoritas bekerja sebagai petani sehingga faktor ini dapat memengaruhi mekanisme koping yang dimiliki oleh keluarga.

Hasil analisis uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,009 untuk pengaruh emotion focused coping dengan sikap keluarga dan p = 0,014 untuk pengaruh problem focused coping dengan sikap keluarga, hal ini berarti bahwa ada pengaruh mekanisme koping baik emotion focused coping maupun problem focused coping terhadap sikap keluarga untuk menerima pasien gangguan jiwa yang telah tenang karena nilai p < 0,05. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijayanto (2008) yang berjudul hubungan mekanisme koping dengan sikap keluarga untuk melakukan perawatan pada lansia di Sragen, yang berkesimpulan ada hubungan mekanisme koping dengan sikap keluarga untuk melakukan perawatan pada lansia.

Menurut Teori Atribusi yang dikemukakan oleh Heider (1958), sikap dapat disebabkan oleh 2 penyebab yaitu internal dan eksternal. Penyebab internal berasal dari sifat atau dari dalam diri seseorang, sedangkan penyebab eksternal berasal dari lingkungan atau situasi. Mekanisme koping merupakan cara penyesuaian diri ketika menghadapi stres (Siswanto, 2007), yang berasal dari dalam diri seseorang. Jadi dapat disimpulkan bahwa mekanisme koping merupakan penyebab internal yang dapat memengaruhi sikap seseorang. Hal ini sesuai dengan penelitian ini bahwa mekanisme koping dapat memengaruhi sikap keluarga untuk menerima pasien gangguan jiwa yang telah tenang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa problem focused coping merupakan variabel yang paling berkontribusi terhadap sikap keluarga untuk menerima pasien

gangguan jiwa yang telah tenang. Berdasarkan hal tersebut dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa jika keluarga mendapatkan pendidikan kesehatan mengenai

problem focused coping yang tepat dari petugas kesehatan maka sikap keluarga untuk menerima pasien gangguan jiwa yang telah tenang dapat ditingkatkan, misalnya keluarga diajarkan untuk mengenali gejala kekambuhan pada pasien gangguan jiwa, mencari solusi secara langsung dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan cara membawa pasien gangguan jiwa ke pelayanan kesehatan, berkonsultasi dengan tenaga kesehatan tentang kondisi pasien selama perawatan di rumah sakit jiwa, melakukan perawatan dan memperlakukan pasien secara benar selama di rumah dan hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi stres karena memiliki anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa.

Dokumen terkait