• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Landasan Teori

3. Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias “sakti”. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Kepercayaan diri merupakan keyakinan dalam diri seseorang untuk dapat menangani segala sesuatu dengan tenang. Kepercayaan diri merupakan keyakinan dalam diri yang berupa perasaan

dan anggapan bahwa dirinya dalam keadaan baik sehingga memungkinkan individu tampil dan berperilaku dengan penuh keyakinan (Hambly, 1995: 3 dalam Dhania, 2009).

Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah :

• Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain.

Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima

oleh orang lain atau kelompok.

Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain. berani menjadi diri sendiri.

Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil). Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau

kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain).

Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain

dan situasi di luar dirinya.

Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika

harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.

Menurut Goleman (2003) dalam Melandy dan Nurna (2006), kepercayaan diri adalah kesadaran yang kuat tentang harga dan kemampuan diri sendiri. Orang dengan kecakapan ini akan berani tampil dengan keyakinan diri, berani menyatakan keberadaannya, berani menyuarakan pandangan yang tidak popular dan bersedia berkorban demi kebenaran serta tegas, mampu membuat keputusan yang baik kendati dalam keadaan tidak pasti dan tertekan. Sedangkan menurut Rini (2002) kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan melakukan segala sesuatu seorang diri. Sedangkan kepercayaan diri menurut Angelis (1997) dalam Titih (2009) pada dasarnya adalah kemampuan dasar individu untuk dapat menentukan arah dan tujuan hidupnya. Individu yang memiliki kepercayaan diri akan kemampuannya sendiri merupakan suatu indikasi bahwa individu tersebut akan melaksanakan tugasnya dengan baik.

Menurut Fereira dalam Melandy dan Nurna (2006), seorang konsultan dari Deloitte and Touche Consulting mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kepercayaan diri, di samping mampu membuat perubahan di lingkungannya, ini berarti bahwa kepercayaan diri akan mempengaruhi pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.

Menurut Lauster (2003) dalam Melandy dan Nurna (2006), kepercayaan pada diri sendiri yang sangat berlebihan tidak selalu berarti sifat yang positif. Ini umumnya dapat menjurus pada usaha tak kenal lelah. Orang yang terlalu percaya pada diri sendiri sering tidak hati-hati dan seenaknya. Tingkah laku mereka sering menyebabkan konflik dengan orang lain. Seseorang yang bertindak dengan kepercayaan pada diri sendiri yang berlebihan, sering memberikan kesan kejam dan lebih banyak punya lawan daripada teman. Rasa percaya diri yang kuat sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa, karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Bagi mereka yang kurang percaya, setiap kegagalan mempertegas rasa tidak mampu mereka. Tidak adanya percaya diri dapat mewujud dalam bentuk rasa putus asa, rasa tidak berdaya, dan meningkatkan keraguan kepada diri sendiri. Di pihak lain, percaya diri berlebihan dapat membuat orang tampak sombong, terutama bila ia tidak mempunyai keterampilan sosial. Orang yang memiliki rasa percaya diri umumnya memandang diri sendiri sebagai orang yang produktif, mampu menghadapi tantangan dan mudah menguasai pekerjaan atau keterampilan baru. Mereka mempercayai diri sendiri sebagai katalisator, penggerak, dan pelopor, serta merasa bahwa kemampuan-kemampuan mereka lebih unggul dibanding kebanyakan orang lain.

Hanum (2006) mengatakan bahwa kepercayaan diri adalah sebuah pendorong dalam diri manusia, yang menimbulkan sebuah keputusan untuk bertindak, tanpa khawatir akan tidak sesuainya tindakan dengan harapan yang ada.

Faktor –faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri individu menurut Middel Brook dalam Rahmawati (2008), yakni: pola asuh, jenis kelamin, pendidikan dan penampilan fisik. Faktor-faktor diatas erat kaitannya dengan penilaian dan pengaruh lingkungan terhadap kepercayaan diri individu. Hurlock (1978) dalam Rahmawati (2008) menambahkan bahwa rasa percaya diri dan rendah diri dipengaruhi pula oleh kegagalan dan prestasi. Apabila prestasi individu lebih rendah dari prestasi orang lain, maka individu cenderung untuk memandang dirinya rendah dan menarik diri. Sebaliknya jika prestasi individu lebih tinggi dari orang lain, maka individu merasa bangga pada kemampuannya dan lebih percaya diri. 4. Kinerja Auditor

Kinerja merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan keefektifan operasi suatu organisasi (Apriani, 2008). Auditor adalah seorang tenaga profesional yang berkompeten dibidangnya. Biasanya tenaga profesional sulit menerima sistem pengendalian yang terlalu birokratis dikarenakan mereka telah terbiasa menghadapi setiap masalah dalam lingkungan kerjanya dengan hasil pemikiran mereka sendiri (Apriani, 2008). Secara umum kinerja (performance) didefinisikan sebagai tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaanya. Menurut

Surya (2004), tingkat sampai sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas pekerjaanya disebut sebagai “level of performance”.

Porter dan Lawler (1986) dalam Surya (2004) menyatakan bahwa “succesfull role achievement” yang diperoleh seseorang akan berasal dari perbuatanya. Dari definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa kinerja merupakan suatu bentuk kesuksesan seseorang untuk mencapai peran atau target tertentu yang berasal dari perbuatanya sendiri. Kinerja seseorang dikatakan baik apabila hasil kerja individu tersebut dapat melampaui peran atau target yang ditentukan sebelumnya.

Menurut Miner (1988) dalam Surya (2004), dinyatakan bahwa dimensi kerja adalah ukuran dan penilaian dari perilaku yang aktual di tempat kerja, dimensi kerja tersebut mencakup :

1. Quality of Output, kinerja seseorang individu dinyatakan baik apabila kualitas output yang dihasilkan lebih baik atau paling tidak sama dengan target yang telah ditentukan.

2. Quantity of Output, kinerja seseorang juga diukur dari jumlah output yang dihasilkan. Seseorang individu dinyatakan mempunyai kinerja yang baik apabila jumlah/kuantitas output yang dicapai dapat melebihi atau paling tidak sama dengan target yang telah ditentukan dengan tidak mengabaikan kualitas output tersebut.

3. Time at Work, dimensi waktu juga menjadi pertimbangan di dalam mengukur kinerja seseorang. Dengan tidak mengabaikan kualitas dan kuantitas output yang harus dicapai, seorang individu dinilai

mempunyai kinerja yang baik apabila individu tersebut dapat menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu atau bahkan melakukan penghematan waktu.

4. Cooperation With Others’Work, kinerja juga dinilai dari kemampuan seorang individu untuk tetap bersifat kooperatif dengan pekerja lain yang juga harus menyelesaikan tugasnya masing-masing.

Menurut Irving (1986) dalam Reza Surya (2004), komponen penting untuk melakukan penaksiran kinerja adalah kuantitas dan kualitas kinerja seorang individu. Ia dinilai berdasarkan pencapaian kuantitas dan kualitas output yang dihasilkan dari serangkaian tugas yang harus dilakukannya.

Kinerja auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu. Pengertian kinerja auditor menurut Trisnaningsih (2007) adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.

B. Keterkaitan kecerdasan emosional, kecerdasan intelegensi, kepercayaan diri dan kinerja auditor

1. Kecerdasan emosional dengan kinerja auditor

Menurut Surya (2004) bahwa kecerdasan emosional auditor berpengaruh terhadap kinerja auditor. Kecerdasan emosi seorang auditor dapat menimbulkan motivasi terhadap auditor tersebut sehingga seorang auditor tersebut akan dapat meningkatkan kinerjanya dalam pekerjaannya. Menurut Sufnawan kecerdasan emosional auditor berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor.

2. Kecerdasan intelegensi dengan kinerja auditor

Menurut Lisda (2009) bahwa kecerdasan intelegensi berpengaruh terhadap kinerja auditor. Menurut Armansyah (2006) bahwa kecerdasan intelegensi berpengaruh dalam membentuk perilaku kerja. Keberhasilan manusia menurut pendapat umum dipengaruhi oleh peran besar kecerdasan intelegensi atau IQ. Artinya hanya mereka yang memiliki kecerdasan intelektual, akademis, matematis saja yang mampu mewujudkan keberhasilan seseorang termasuk keberhasilan dalam pekerjaan. Sama seperti seorang auditor, dalam kinerjanya sangat dipengaruhi dengan oleh peran besar kecerdasan intelegensi.

3. Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Intelegensi dengan Kinerja auditor

Menurut Surya (2004) bahwa kecerdasan emosional auditor berpengaruh terhadap kinerja auditor. Menurut Sufnawan kecerdasan

emosional auditor berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Menurut Lisda (2009) bahwa kecerdasan intelegensi berpengaruh terhadap kinerja auditor. Menurut Armansyah (2006) bahwa kecerdasan intelegensi berpengaruh dalam membentuk perilaku kerja.

4. Kecerdasan emosional dan kepercayaan diri dengan kinerja auditor Menurut Melandy dan Nurna (2006) bahwa kepercayaan diri memperkuat pengaruh kecerdasan emosional terhadap pemahaman akuntansi. Dalam Menurut Fereira dalam Melandy dan Nurna (2006), seorang konsultan dari Deloitte and Touche Consulting mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kepercayaan diri, di samping mampu membuat perubahan di lingkungannya, ini berarti bahwa kepercayaan diri akan mempengaruhi pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.

5. Kecerdasan intelegensi dan kepercayaan diri dengan kinerja auditor Menurut Armansyah (2006) bahwa kecerdasan intelegensi berpengaruh dalam membentuk perilaku kerja. Keberhasilan manusia menurut pendapat umum dipengaruhi oleh peran besar kecerdasan intelegensi atau IQ. Artinya hanya mereka yang memiliki kecerdasan intelektual, akademis, matematis saja yang mampu mewujudkan keberhasilan seseorang termasuk keberhasilan dalam pekerjaan. Sama seperti seorang auditor, dalam kinerjanya sangat dipengaruhi dengan oleh peran besar kecerdasan intelegensi. Walaupun IQ adalah tolok ukur dari kepintaran seseorang, IQ bukan merupakan satu-satunya indikator

kesuksesan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan (IQ-EQ, 2002) dalam Armansyah (2006). Ukuran IQ memiliki kelemahan dalam hal pemberian peluang bagi nuansa-nuansa emosional seperti empati, motivasi diri, pengendalian diri, dan kerjasama sosial.

Menurut Fereira dalam Melandy dan Nurna (2006), seorang konsultan dari Deloitte and Touche Consulting mengatakan bahwa seseorang yang memiliki kepercayaan diri, di samping mampu membuat perubahan di lingkungannya, ini berarti bahwa kepercayaan diri akan mempengaruhi kinerja.

C. Hasil Penelitian Sebelumnya

Sebagai acuan dari penelitian ini, maka peneliti akan menyebutkan beberapa penelitian terdahulu yang telah dilaksanakan sebelumnya. Penelitian ini didasari oleh penelitian yang dilakukan oleh Melandy dan Nurna (2006) bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap pemahaman akuntansi dan kepercayaan diri sebagai variabel moderating dapat mempengaruhi kinerja auditor.

Mora Hernia (2008) bahwa kemampuan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi. Berbeda halnya secara parsial, didapati bahwa kemampuan intelektual tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap sikap etis.

Tikollah, dkk (2006) bahwa kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual secara simultan berpengaruh signifikan terhadap sikap etis mahasiswa akuntansi. Secara parsial, hanya kecerdasan intelektual yang berpengaruh signifikan dan dominan terhadap sikap etis mahasiswa, sedangkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara parsial tidak berpengaruh terhadap sikap etis mahasiswa.

Reza Surya (2004) bahwa kecerdasan emosional auditor berpengaruh terhadap kinerja auditor.

Sufnawan (2007) bahwa kecerdasan emosional dan spiritual auditor berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor baik bersama-sama ataupun terpisah. Kecerdasan spiritual memberikan kontribusi dan pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja auditor dibandingkan dengan kecerdasan emosional. D. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2008). Variabel Independen dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional & kecerdasan intelegensi.

2. Variabel Dependen yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independen (Sugiyono, 2008). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja auditor.

3. Variabel Moderating yaitu variabel yang mempengaruhi (memperkuat dan memperlemah) hubungan antara variabel independen dan dependen (Sugiyono, 2008). Variabel moderating pada penelitian ini adalah kepercayaan diri.

Hubungan antara variabel independen, variabel dependen dan variabel variabel moderasi tersebut dapat dilihat dalam gambar

Ket: = Garis Pengaruh

Gambar 2.2

Alur Kerangka Pemikiran

Sedangkan hipotesis dari masing-masing kausalitas dalam model yang akan diuji dideskripsikan dengan model hipotesis sebagai berikut:

H1: Kecerdasan emosional (EQ) berpengaruh terhadap kinerja auditor.

Gambar 2.3 Model Hipotesis 1 Kecerdasan Emosional Auditor Kecerdasan Intelegensi Auditor Kinerja Auditor Kepercayaan Diri Kecerdasan Emosional

H2: Kecerdasan intelegensi (IQ) berpengaruh terhadap kinerja auditor.

Gambar 2.4 Model Hipotesis 2

H3: Kecerdasan emosional (EQ) dan Kecerdasan Intelegensi (IQ) berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap kinerja auditor.

Gambar 2.5 Model Hipotesis 3

H4: Kecerdasan emosional auditor eksternal berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor dengan kepercayaan diri sebagai variabel moderating. Gambar 2.6 Model Hipotesis 4 Kecerdasan Intelegensi (IQ) Kinerja Auditor Kecerdasan Emosional

(EQ) Kinerja Auditor

Kepercayaan diri (variabel independen) Kecerdasan Emosional (EQ) Kecerdasan Intelegensi (IQ) Kinerja Auditor (variabel dependen)

H5: Kecerdasan intelegensi auditor eksternal berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja auditor dengan kepercayaan diri sebagai variabel moderating.

Gambar 2.7 Model Hipotesis 5 Kecerdasan Intelegensi

(IQ Kinerja Auditor

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam skripsi ini menggunakan dua populasi yaitu populasi sampling dan populasi sasaran. Populasi sampling dalam penelitian ini adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berlokasi di Jakarta. Populasi sasaran adalah auditor dengan kriteria telah bekerja sebagai auditor di KAP bersangkutan minimal 1 tahun. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh kecerdasan emosional dan kecerdasan intelegensi auditor terhadap kinerjanya dengan kepercayaan diri sebagai variabel moderating.

B. Metode Penentuan Sampel

Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian adalah convenience sampling (pemilihan sampel yang mudah) yaitu pemilihan sampel dimana anggota populasi bersifat kooperatif dan dengan senang hati memberikan informasi yang diperlukan oleh penulis (Indriantoro, 1999).

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dilakukan melalui studi pustaka, terutama yang berhubungan dengan data sekunder. Sementara itu data primer dapat dilakukan melalui studi lapangan, berupa; eksperimen, observasi, atau wawancara dengan metode kuesioner (Hamid, 2007). Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan guna mendukung penelitian ini, maka jenis dan sumber pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah:

1. Penelitian Kepustakaan

yaitu mengumpulkan data-data teoritis serta mempelajari secara seksama teori-teori yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas sebagai landasan dan dasar untuk menganalisis masalah dalam penelitian ini. Data-data teoritis tersebut berupa buku-buku, jurnal, artikel, dan skripsi.

2. Penelitian Lapangan

Yaitu meminta langsung tanggapan responden dengan menggunakan media kuesioner. Responden dalam penelitian ini adalah auditor eksternal. C. Metode Analisis Data

Pengujian data yang dilakukan metode statistik dilakukan dengan bantuan perangkat SPSS for Windows versi 16. Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan informasi deskripsi mengenai karakteristik variabel penelitian dan demografi responden. Statistik deskriptif menjelaskan skala jawaban responden pada setiap variabel yang diukur dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, minimum, maksimum, kurtosis, dan swekness. Disamping itu juga untuk mengetahui demografi responden yang terdiri dari kategori jenis kelamin, pendidikan, umur, posisi, dan lama bekerja responden (Ghozali, 2006).

2. Uji Kualitas Data a. Uji Validitas

Uji validitas data digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner, suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan dalam kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur pada kuesioner tersebut (Ghozali, 2006).

b. Uji reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Untuk mengukur reliabilitas digunakan uji statistik Cronbach Alpha >0,60 (Ghozali, 2006).

Cronbach’s coefficient alpha dapat diartikan sebagai hubungan positif antara item atau pertanyaan satu dengan yang lainnya. Dasar pengambilan keputusan adalah jika Cronbach’s Alpha > 0.6 maka

construct realiable, jika Cronbach’s Alpha < 0.6 maka construct tidak

realiable. 3. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel independen dan variabel dependen keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik

adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk mengujinya dapat dilakukan analisis grafik atau dengan melihat

normal probability plot yang membandingkan distribusi komulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Jika distribusi adalah normal maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2006). b. Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertjuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Deteksi ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menganalisis matriks korelasi variabel-variabel independen, atau dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) yaitu diatas 10 sama dengan nilai tolerance 0,10 (Ghozali, 2006).

c. Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoroskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).

4. Uji Hipotesis

Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi berganda (multiple regretion) dengan bantuan perangkat lunak SPSS for windows. Metode yang menggunakan satu variabel dependen dengan beberapa variabel independen, dengan nilai signifikannya sebesar 0,05 (Ghozali, 2006). Model yang digunakan tersebut disajikan dalam gambar sebagai berikut:

Gambar 3.1 Model Analisis Data

Ket:

Y : kinerja auditor

X1 : kecerdasan emosional

X2 : kecerdasan intelegensi

X3 : kepercayaan diri

[(X1X3)] : Interaksi kecerdasan emosional dan kepercayaan diri

[(X2X3)] : Interaksi kecerdasan intelegensi dan kepercayaan diri

e : Kesalahan regresi (regretion error)

a. Koefisien Determinasi (Adjusted R-Square)

Digunakan untuk membuat persentase variance variabel independen terhadap variabel dependen serta seberapa besar pengaruh dari faktor lain yang tidak dimasukan dalam penelitian (Ghozali 2006).

b. Uji F (Anova)

ANOVA uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen yang dimasukan dalam model regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan 0,05. Jika hasilnya <0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006).

c. Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05. Jika nilai probability t lebih kecil dari 0,05 maka variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali 2006).

Dalam penelitian ini digunakan model analisis regresi moderate

Moderated Regression Analysis atau sering disebut dengan interaksi yang merupakan aplikasi khusus regresi berganda linier dimana dalam persamaan regresinya mengandung interaksi.

E. Definisi Operasional Variabel

Operasional Variabel adalah pendefinisian dari serangkaian variabel yang digunakan dalam penulisan (Hamid, 2007). Dalam penelitian metode responden yang digunakan peneliti adalah skala likert yang menggunakan ukuran ordinal sebagai nilai skalanya. Peneliti menghilangkan alternatif

pilihan yang tidak pasti. Sehingga menggambarkan persepsi responden lebih pasti.

Tabel 3.1

Tabel Operasional variabel

Variabel Subvariabel Indikator

Metode pengukur an Kecerdasan Emosional (X1) (Melandy dan Nurna (2006) • Pengenalian Diri • Pengendalian Diri • Motivasi • Empati Keterampilan Sosial • Kesadaran diri Penilaian diri secara

teliti

• Percaya diri

• Kendali diri

Sifat dapat dipercaya

• Kewaspadaan • Adaptibilitas Inovasi Dorongan prestasi Komitmen Inisiatif Optimisme

Memahami orang lain Orientasi pelayanan Mengembangkan orang lain • Mengatasai keseragaman • Kesadaran politik Pengaruh • Komunikasi • Kepemimpinan Katalisator Manajemen konflik Pengikat jaringan Kolaborasi Skala likert Ordinal Skala likert Ordinal Skala likert Ordinal Skala likert Ordinal Skala likert Ordinal

Lanjutan tabel 3.1 kooperatif • Kemampuan tim Kecerdasan Intelegensi (X2) (Mora Hernia (2008) • Wawasan luas Rasional Kritis Cerdas Selalu memiliki informasi • Kreatif

• Menerima saran orang lain

• Berpikir logis

Mengakui kekurangan Suka tantangan Berpikiran terbuka Suka memberi solusi

Skala likert Ordinal Skala likert Ordinal Skala likert Ordinal Kepercayaan Diri (X3) (Melandy dan Nurna (2006) • Kepercayaan diri kuat • Kepercayaan diri lemah • Memahami diri Tidak mementingkan diri sendiri

Memiliki sikap toleransi Bertanggung jawab Optimis Menerima diri Berpikiran negatif Takut melakukan kesalahan • Khawatir dengan keadaan Skala likert Ordinal Skala likert Ordinal Kinerja Auditor (Y) (Trisnaningsih (2007) • Kemampuan Komitmen profesional • Pendidikan

• Pengalaman kerja sama

Bidang pekerjaan Faktor usia Berpartisipasi dalam setiap hal • Memperluas pengetahuan Skala likert Ordinal Skala likert Ordinal

Lanjutan tabel 3.1 • Motivasi Kepuasan kerja • Selalu memotivasi untuk mencapai tujuan.

Merasa puas dengan

pekerjaan • Sukaterhadap pekerjaan Skala likert Ordinal Skala likert Ordinal

Definisi Opersional Variabel yang berhubungan dengan pembahasan penelitian adalah :

1. Kecerdasan Emosional

EQ adalah kemampuan mengetahui perasaan sendiri dan perasaan orang lain, serta menggunakan perasaan tersebut menuntun pikiran dan perilaku

Dokumen terkait