BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.4. Kepercayaan
Anderson (1974) menggambarkan model sistem kesehatan (health system model) yang berupa model kepercayaan kesehatan. Di dalam model Anderson ini terdapat 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan yakni karakteristik predisposisi,
Kepercayaan kesehatan (health belief) sebagaimana dikemukakan Anderson (1974), mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, yaitu meliputi: penilaian
(persepsi) terhadap status sehat sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan,
pengetahuan tentang pelayanan penyakit.
Deutsch dalam Bruhen (2003) mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan
(belief) suatu pihak akan menemukan apa yang diinginkan dari pihak lain bukan apa yang ditakutkan dari pihak lain. Dan Mayer, Davis dan Schoorman dalam Bruhen
(2003) menyatakan bahwa kepercayaan (belief) adalah kemauan dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya (vulnerable) atas tindakan pihak lainnya.
Psikologi kepercayaan merupakan suatu keyakinan dan kemauan atau dapat
juga disebut sebagai kecenderungan perilaku (Delgado-Ballester et al, 2003), sehingga faktor kepercayaan merupakan variabel kunci dalam hubungan antara suatu
organisasi dengan mitra kerjanya (Morgant dan Hunt, 1994).
Beberapa proses yang diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan adalah
(Doney dan Canon dalam Bruhn, 2003) adalah :
a. Proses yang Terkalkulasi. Menurut proses ini pihak tertentu yakin pada perilaku
positif pihak lain ketika manfaat dari perilaku negatif pihak yang sama memiliki
konsekuensi biaya yang lebih rendah.
b. Proses Prediktif. Kepercayaan menurut proses ini sangat bergantung pada
kemampuan pihak tertentu untuk mengantisipasi perilaku pihak lainnya.
c. Proses Kemampuan. Proses ini berkaitan erat dengan perkiraan kemampuan
d. Proses Intensi. Menurut proses ini kepercayaan didasarkan pada tujuan dan
intensi pihak lain serta ini mengacu pada penilaian pihak lain diluar pihak-pihak
yang terlibat dalam proses.
Belief atau kepercayaan, terdiri atas komponen sikap, selain komponen sikap,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kognitif (ide, konsep, pengetahuan terhadap objek).
2. Afektif (kehidupan emosional).
3. Konatif (kecenderungan orang untuk bertindak).
Kepercayaan (belief) merupakan jenis kognitif (pemahaman), sehingga ketika ingin mengetahui proses munculnya belief, sama halnya dengan munculnya
pemahaman seseorang, yakni secara umum, adanya sosialisasi nilai, adanya stimulus
yang memengaruhi pandangan. Ketika stimulus ini semakin sering diterima oleh
seseorang, maka lama-kelamaan akan terinternalisasi, atau juga ketika hanya satu kali
stimulus namun merupakan suatu hal yang sangat sesuai dengan individu tersebut,
maka akan langsung di-iya-kan dan akhirnya dipercayai/diyakini untuk menjadi
belief.
Kepercayaan (belief) merupakan salah satu variabel yang berpengaruh pada terbentuknya perilaku, baik perilaku individu maupun masyarakat. Variabel
pembentuk perilaku selainnya yakni value dan norma. Untuk lebih jelasnya, dalam
Belief adalah kepercayaan yang dianut oleh seseorang, dengan adanya kepercayaan itu, maka berpengaruh pada perilaku yang dilakukan oleh seseorang
tersebut. Mengingat bahwa sesuatu yang diimani, pastinya akan menuntut sebuah
perilaku. Ketika mempercayai sesuatu, maka perilaku harus sesuai dengan
kepercayaan tersebut. Sehingga, belief yang dimiliki oleh seseorang, akan sangat
berpengaruh pada terbentuknya perilaku. Semua perilaku yang dijalankan akan
diusahakan sesuai dengan belief tersebut, jika tidak sesuai, maka akan menimbulkan
kekhawatiran tersendiri bagi individu tersebut.
2.4.1. Persepsi
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006) persepsi diartikan sebagai: (a)
tangapan (penerimaan) langsung dari sesuatu dan (b) proses seseorang mengetahui
beberapa hal melalui panca inderanya. Menurut Komarudin (2006) secara etimologis,
persepsi berasal dari bahasa Latin percipere yang mempuyai pengertian: (a) kesadaran intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan
langsung terhadap sesuatu, (b) proses dalam mengetahui objek-objek dan peristiwa-
peristiwa obyektif, (c) sesuatu proses psikologis yang memproduksi bayangan
sehingga dapat mengenal obyek melalui berfikir asosiatif dengan cara inderawi
sehingga kehadiran bayangan itu dapat disadari yang disebut juga dengan wawasan.
Persepsi seseorang dipengaruhi oleh : (a) frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh dari pendidikan, pengamatan atau bacaan ;
(b) field of experience, yaitu pengalaman yang telah dialami yang tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh informasi atau
rangsangan yang pertama kali diperolehnya. Pengalaman pertama yang tidak
menyenangkan pada pelayanan rumah sakit atau informasi yang tidak benar
mengenai rumah sakit akan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi seorang
terhadap kebutuhan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Persepsi adalah awal dari segala macam kegiatan belajar yang bisa terjadi
dalam setiap kesempatan, disengaja atau tidak, Persepsi sebagai “suatu proses
penerimaan informasi yang rumit, yang diterima atas diekstraksi manusia dari
lingkungan, persepsi termasuk penggunaan indra manusia”. Kemp dan Dayton dalam
Prawiradilaga dan Eveline (2004) menyatakan persepsi “ sebagai satu proses dimana
seseorang menyadari keberadaan lingkungannya serta dunia yang mengelilinginya”.
Persepsi terjadi karena setiap manusia memiliki indra untuk menyerap objek-objek
serta kejadian di sekitarnya. Pada akhirnya, persepsi dapat memengaruhi cara
berpikir, bekerja, serta bersikap pada diri seseorang. Hal ini terjadi karena orang
tersebut dalam mencerna informasi dari lingkungan berhasil melakukan adaptasi
sikap, pemikiran, atau perilaku terhadap informasi tersebut (Prawiradilaga dan
Eveline, 2004).
2.4.2. Pengetahuan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI (2006) kata “tahu” berarti
mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajar). Sedangkan arti dari
pemahaman adalah hal mengetahui sesuatu, segala apa yang diketahui serta
memperoleh pengetahuan yang didapatnya dari pesan yang disampaikan oleh sumber
pengetahuan dan berkenaan dengan sesuatu hal (disiplin ilmu).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003).
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo
(2003), dari hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru, dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu:
a.Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
b.Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.
c.Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
d.Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e.Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
2.4.3. Sikap
Thurstone dalam Azwar (2007), mendefinisikan sikap sebagai derajat afek
positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Sikap atau Attitude
senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. LaPierre dalam Azwar (2007)
mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif,
predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana,
sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty &
Cacioppo dalam Azwar (2007), menyatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat
manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu.
Menurut Fishben & Ajzen dalam Dayakisni & Hudaniah (2003), sikap sebagai
predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu
berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif dalam Dayakisni & Hudaniah
(2003) menyatakan bahwa sikap menentukan perilaku seseorang dalam hubungannya
dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu
keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku.
Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran:
a. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis
Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood dalam Azwar (2007). Menurut
mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang
maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.
b. Kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre,
Mead dan Gordon Allport dalam Azwar (2007),. Menurut kelompok pemikiran
ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek
dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan
yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan
pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.
c. Kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik
(triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi di dalam
memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. (1) sikap positif
adalah apabila timbul persepsi yang positif terhadap stimulus yang diberikan dapat
berkembang sebaik-baiknya karena orang tersebut memiliki pandangan yang positif
terhadap stimulus yang telah diberikan. (2) sikap negatif apabila terbentuk persepsi
negatif terhadap stimulus yang telah diberika.
Struktur sikap dibagi menjadi 3 komponen yang saling menunjang (Azwar,
2007). Ketiga komponen tersebut pembentukan sikap yaitu sebagai komponen
kognitif (pengetahuan), emosional (perasaan) dan komponen konatif (tindakan)
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu.
Dalam berinteraksi sosial, individu beraksi membentuk pola sikap tertentu terhadap
berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor-faktor yang memengaruhi sikap
(Azwar. 2007) terdiri dari:
(a) Pengalaman Pribadi
Pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba atau mengejutkan yang
meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian-kejadian dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama-kelamaan
secara bertahap diserap kedalam individu dan memengaruhi terbentuknya sikap.
(b) Pengaruh Orang Lain
Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan. Misal dalam
kehidupan masyarakat yang hidup di pedesaan, mereka akan mengikuti apa yang
diberikan oleh tokoh masyarakatnya.
(c) Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pembentukan sikap. Dalam kehidupan di masyarakat, sikap masyarakat diwarnai
dengan kebudayaan yang ada di daerahnya.
(d) Media Massa
Media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian
informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan
(e) Faktor Emosional
Sikap yang didasari oleh emosi yang fungisnya hanya sebagai penyaluran
frustasi, atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego, sikap yang demikian
Universitas Sumatera Utrara merupakan sikap sementara, dan segara berlalu setelah
frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan
lama.
Komponen kebutuhan yang ”dirasakan” (perceived need), di ukur dengan perasaan subjektif individu terhadap pelayanan kesehatan. Jadi secara umum dapat
dikatakan bahwa faktor kebutuhan (need) merupakan penentu akhir bagi individu dalam menentukan seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan (Andersen, 1975).
2.5. Kebutuhan (Need)
Manusia adalah makhluk bio-psiko-sosial-spiritual yang utuh dan unik
sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia berbeda dengan makhluk
lain yang ada dimuka bumi ini. Teori kebutuhan manusia memandang manusia
sebagai suatu keterpaduan, keseluruhan yang terorganisir dalam upaya memenuhi
kebutuhannya. Kebutuhan manusia dipandang sebagai tekanan internal hasil dari
perubahan keadaan sistem dan tekanan ini diwujudkan dengan adanya suatu perilaku
yang dilakukan agar terpenuhinya suatu kebutuhan.
Menurut Abraham Maslow kebutuhan manusia terdiri dari 5 yaitu (i) kebutuhan fisiologis, (ii) kebutuhan rasa aman dan keselamatan, (iii) kebutuhan
dicintai dan dimiliki, (iv) kebutuhan akan harga diri dan (v) kebutuhan akan
aktualisasi diri.
Kebutuhan kesehatan (health needs) pada dasarnya bersifat objektif yaitu kebutuhan kesehatan yang ditentukan oleh tenaga medis dan karena itu untuk
meningkatkan derajat kesehatan pada perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat, upaya untuk memenuhinya bersifat mutlak. Sebagai sesuatu yang bersifat objektif maka munculnya kebutuhan sangat ditentukan oleh masalah kesehatannya.
Berbeda halnya dengan kebutuhan, permintaan kesehatan (health demand) yang pada dasarnya bersifat objektif yaitu kebutuhan kesehatan yang ditentukan oleh persepsi pasien tentang kesehatannya. Oleh karena itu pemenuhan permintaan tersebut pada
saat itu saja (Notoadmodjo, 2007).
Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan seringkali disalahtafsirkan dengan permintaan terhadap perawatan, pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan belum
tentu merupakan pemenuhan permintaan perawatan pelayanan kesehatan seseorang (Azwar, 1996).
Menurut Ewless dan Simnett ada empat macam kebutuhan yaitu (i) kebutuhan normatif, (ii) kebutuhan yang dirasakan, (iii) kebutuhan yang dinyatakan, dan (iv)
kebutuhan komparatif. Kebutuhan normatif adalah kebutuhan yang ditetapkan oleh seorang ahli atau seorang profesional sesuai dengan kebutuhan normatif, seperti peraturan kesehatan makanan, ditetapkan oleh undang-undang.
Kebutuhan yang dirasakan adalah kebutuhan yang diidentifikasikan orang- orang sebagai apa yang mereka inginkan. Kebutuhan yang dirasakan dapat sedikit
atau tak terbatas banyaknya tergantung pada kesadaran dan pengetahuan orang
tentang apa yang dapat tersedia.
Kebutuhan yang dinyatakan adalah apa yang orang katakan mereka butuhkan dan telah diubah menjadi permintaan yang terungkap/ dinyatakan. Tidak semua
kebutuhan yang dirasakan dapat berubah menjadi kebutuhan yang dinyatakan. Tidak ada kesempatan, motivasi atau keberanian menyatakan sesuatu dapat menjadi hambatan pengungkapan kebutuhan yang dirasakan.
Kebutuhan komparatif adalah kebutuhan yang ditatapkan ahli dengan membandingkan kebutuhan masing-masing kelompok sasaran. Dalam hal ini, kelompok yang belum mendapat perlakuan dianggap merupakan kelompok yang
memiliki kebutuhan.
2.6. Landasan Teori
RSUD Tanjung Pura sebagai sarana kesehatan milik pemerintah di wilayah Kabupaten Langkat ditujukan untuk melayani masyarakat atau penduduk di wilayahnya. Dengan demikian seharusnya masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan memanfaatkan jasa pelayanan rumah sakit tersebut. Konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan mengacu teori Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2005) bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pencarian pelayanan kesehatan dapat digolongkan ke dalam 3 bagian yaitu (a) faktor predisposisi yang menggambarkan karakteristik pasien yang mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan terdiri dari demografi, struktur sosial, kepercayaan, (b) faktor pemungkin (enabling factor) yang terdiri dari kualitas pelayanan kesehatan, jarak pelayanan, status sosial ekonomi dan (c)
kebutuhan pelayanan (need) yaitu keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan dan membuat seseorang megambil keputusan untuk mencari pertolongan kesehatan dan keputusan untuk memanfaatkan pelayann kesehatan merupakan kombinasi dari kebutuhan normatif dengan kebutuhan yang dirasakan, karena untuk konsumsi pelayanan kesehatan.
Anderson (1975) mengemukakan suatu model perilaku seseorang terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagai berikut:
Kepercayaan kesehatan (health belief) sebagaimana dikemukakan Anderson (1974), mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, yaitu meliputi: penilaian
(persepsi) terhadap status sehat sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan,
pengetahuan tentang penyakit. Sehubungan dengan kajian dalam penelitian ini
tentang pemanfaatan rumah sakit, maka aspek sikap, persepsi dan pengetahuan
difokuskan tentang rumah sakit.
Enabling Need Health Service Predisposing Demographic (Age, Sex) Social Structure (Ethniccity, beliefe, occupation of head family) Health Service Family Recources (Income, Health insurance) Community Resources (Health Facility and Personal) Perceived (Symtoms, Diagnose) Evaluated (Symtoms, Diagnose)
Menurut Ewless dan Simnett ada tiga macam kebutuhan yaitu (i) kebutuhan
yang dirasakan (ii) kebutuhan yang dinyatakan dan (iii) kebutuhan komparatif.
Kebutuhan yang dirasakan adalah kebutuhan yang diidentifikasikan orang-orang
sebagai apa yang mereka inginkan. Kebutuhan yang dirasakan dapat sedikit atau tak
terbatas banyaknya tergantung pada kesadaran dan pengetahuan orang tentang apa
yang dapat tersedia.
Kebutuhan yang dinyatakan adalah apa yang orang katakan mereka butuhkan
dan telah diubah menjadi permintaan yang terungkap/ dinyatakan. Tidak semua
kebutuhan yang dirasakan dapat berubah menjadi kebutuhan yang dinyatakan. Tidak
ada kesempatan, motivasi atau keberanian menyatakan sesuatu dapat menjadi
hambatan pengungkapan kebutuhan yang dirasakan.
Kebutuhan komparatif adalah kebutuhan yang ditetapkan ahli dengan
membandingkan kebutuhan masing-masing kelompok sasaran. Dalam hal ini,
kelompok yang belum mendapat perlakuan dianggap merupakan kelompok yang
2.7. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun
kerangka konsep sebagai berikut :
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian Kepercayaan Masyarakat
- Sikap terhadap pelayanan kesehatan
- Persepsi tentang pelayanan kesehatan
- Pengetahuan tentang
pelayanan kesehatan Pemanfaatan
RSUD Tanjung Pura Faktor Kebutuhan Pelayanan (Need) - Kebutuhan yang dirasakan - Kebutuhan yang dinyatakan - Kebutuhan komparatif