PENGARUH KEPERCAYAAN DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT KECAMATAN TANJUNG PURA TERHADAP
PEMANFAATAN RSUD TANJUNG PURA TAHUN 2012
T E S I S
Oleh
ALAMSYAH PUTRA KARYA TARIGAN 107032026/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH KEPERCAYAAN DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT KECAMATAN TANJUNG PURA TERHADAP
PEMANFAATAN RSUD TANJUNG PURA TAHUN 2012
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ALAMSYAH PUTRA KARYA TARIGAN 107032026/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH KEPERCAYAAN DAN
KEBUTUHAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN RSUD TANJUNG PURA TAHUN 2012
Nama Mahasiswa : Alamsyah Putra Karya Tarigan Nomor Induk Mahasiswa : 107032026
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Fikarwin Zuska) (Drs. Amru Nasution, M.Kes Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal: 31 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Fikarwin Zuska
PERNYATAAN
PENGARUH KEPERCAYAAN DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT KECAMATAN TANJUNG PURA TERHADAP
PEMANFAATAN RSUD TANJUNG PURA TAHUN 2012
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2012
Alamsyah Putra Karya Tarigan 107032026/IKM
ABSTRAK
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya satu orang, tetapi seluruh masyarakat, angka kesakitan (morbiditas) pada masyarakat merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Pemanfaatan pelayanan rumah sakit di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas (Riset kesehatan dasar) tahun 2010, bahwa persentase rumah tangga yang memanfaatkan sarana rumah sakit sebesar 40,0% untuk daerah perkotaan dan 22,0% untuk wilayah pedesaan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kepercayaan dan kebutuhan masyarakat Kecamatan Tanjung Pura terhadap pemanfaatan RSUD Tanjung Pura. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian adalah masyarakat di Kecamatan Tanjung Pura, dengan sampel sebanyak 219 orang yang terdiri dari 19 kelurahan. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner,
dianalisis dengan regresi logistik berganda α = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor kepercayaan yaitu persepsi (p = 0,001) dan pengetahuan (p = 0,002), faktor kebutuhan yaitu kebutuhan yang dirasakan (p=0,000). Pengetahuan paling dominan memengaruhi pemanfaatan RSU Tanjung Pura dengan nilai odds ratio (OR) sebesar 8,416.
Disarankan kepada pihak RSU Tanjung perlu melakukan promosi secara luas dengan menggunakan metode yang sesuai dengan kondisi masyarakat, petugas RSU Tanjung Pura perlu meningkatkan kemampuan diri dalam upaya kesehatan untuk membangun kemauan dan kepercayaan masyarakat dan pemerintah Kabupaten Tanjung Pura mengupayakan pengadaan sarana dan fasilitas yang belum tersedia untuk meningkatkan kualitas sarana RSU Tanjung Pura.
ABSTRACT
To be healthy is everybody’s expectation. Morbidity rate found in the community is one of the indicators of the level of public health. Based on the result of basic health Research conducted in 2010, it is found out that the services provided by the hospitals in Indonesia was more utilized by urban families (40.0%) compared to rural families (22.0%).
The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of trust and need of the community of Tanjung Pura Subdistrict on the utilization of Tanjung Pura General Hospital. The population of this study was the residents of Tanjung Pura Subdistrict which consists of 19 kelurahan (urban villages), and 219 of the total residents were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at α = 0.05.
The result of this study showed that statistically the factor of trust, namely perception (p = 0.001) and knowledge (p = 0.002), and the factor of need, namely the need felt (p = 0.000). The knowledge was the most dominant factor influencing the utilization of Tanjung Pura General Hospital with odds ratio (OR) = 8.416.
The management of Tanjung Pura General Hospital is suggested to widely promote it through the method which is in accordance with the condition of Tanjung Pura community. The staff of Tanjung Pura General Hospital needs to improve their personal capability of health service to build the will and the trust of local community. The District Government of Langkat should provide the facilities which are not yet available to improve the quality of Tanjung Pura General Hospital.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas kehendaknya penulis dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Kepercayaan dan Kebutuhan Masyarakat Kecamatan Tanjung Pura terhadap Pemanfaatan RSU Tanjung Pura Tahun 2012”, guna memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Master Kesehatan.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Dalam penyusunan tesis ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa
dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, tesis ini tidak akan dapat selesai. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesarbesarnya kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, saran dan
masukan selama penulis melakukan pendidikan.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
5. Dr. Fikarwin Zuska selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Drs. Amru
Nasution, M.Kes, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh
perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan, motivasi dan
meluangkan waktu untuk kesempurnaan tesis ini.
6. Dr. R Kintoko Rochadi, M.K.M dan Bapak Drs. A. Djalil Amri Arma, M.Kes,
selaku Komisi Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan
untuk kesempurnaan tesis ini.
7. Seluruh Dosen dan Staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat FKM USU yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti
selama penulis mengikuti pendidikan.
8. Ayahanda H. Johansyah Tarigan dan Ibunda Hj. Siti Maryam Br Sembiring
atas segala jasanya, sehingga penulis mendapat pendidikan terbaik.
9. Kakanda Hj. Erna Wati Tarigan Am.Keb, Abangda Kapten Arh Hermansyah
Tarigan S.E, Abangda Ardiansyah Tarigan S.P, atas saran dan motivasinya,
10.Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Angkatan 2010 khususnya Minat Studi ARS-A saya sebagai komting
mengucapkan Mami dr. Rasken, Kakanda dr. Irsam, Kakanda Nurhasanah
S.Kep, Kakanda Ris Desi S.Kep, Abangda dr. Nehru, Abangda dr. Robinson
Sembiring, Betseba Br. Sebayang, M.Kes (Kesehatan Reproduksi B),
dr. Hengky (ARS-B), dan teman-teman lainnya yang telah banyak membantu
dan selalu memberikan semangat dalam penulisan tesis ini.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi siapa saja serta
untuk kemajuan ilmu pengetahuan Amin.
Medan, Oktober 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Alamsyah Putra Karya Tarigan dilahirkan pada tanggal 03 September 1983 di
Kota Pekan Baru. Anak keempat dari empat (4) bersaudara, dari pasangan ayahanda
H. Johansyah Tarigan dan ibunda Hj. Siti Mariam Br Sembiring.
Pendidikan dimulai dari pendidikan 1988-1989 taman kanak-kanak di Taman
Kanak-kanak Avia Pekan Baru, tahun 1990-1996 pendidikan SD Impres Tanjung
Morawa, tahun 1996-1999 pendidikan SLTP Negeri 1 Tanjung Morawa, tahun
1999-2002 pendidikan SMU Negeri 1 Tanjung Morawa, tahun 1999-2002-2006 pendidikan S1
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, 2007-2009 pendidikan
profesi kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara dan tahun
2010 – sekarang pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM
USU.
Pengalaman bekerja pada tahun 2011 sampai sekarang sebagai Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS) di Puskesmas Namuterasi Kabupaten Langkat, pengalaman
DAFTAR ISI
2.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 12
2.3. Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 13
2.3.1 Definisi Perilaku ... 13
2.3.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 17
3.3. Populasi dan Sampel ... 36
3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39
3.6. Variabel dan Definisi Operasional ... 42
3.6.1 Variabel Independen ... 42
3.6.2 Variabel Dependen ... 42
3.7. Metode Pengukuran ... 42
3.8. Metode Analisis Data ... 44
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 47
4.1. Gambaran Umum Rumah Umum Sakit Tanjung Pura ... 47
4.2. Struktur Organisasi ... 48
4.3. Visi dan Misi RSUD Tanjung Pura ... 51
4.4. Karakteristik Responden ... 54
4.5. Kepercayaan Masyarakat tentang Pelayanan Kesehatan ... 55
4.5.1 Sikap Masyarakat tentang Pelayanan Kesehatan ... 55
4.5.2 Persepsi terhadap Pelayanan Kesehatan ... 62
4.5.3 Pengetahuan tentang Pelayanan Kesehatan ... 67
4.6. Kebutuhan Masyarakat ... 72
4.6.1 Kebutuhan yang Dirasakan ... 72
4.6.2 Kebutuhan yang Dinyatakan ... 75
4.6.3 Kebutuhan yang Komparatif ... 78
4.7. Pemanfaatan RSU Tanjung Pura ... 81
4.8. Hasil Uji Statistik Bivariat ... 83
4.8.1. Hubungan Kepercayaan dengan Pemanfaatan Rumah Sakit Umum Tanjung Pura ... 83
4.8.2. Hubungan Kebutuhan dengan Pemanfaatan RSU Tanjung Pura ... 86
4.9. Analisis Multivariat ... 90
BAB 5. PEMBAHASAN ... 98
5.1.1. Pengaruh Persepsi terhadap Pemanfaatan RSU Tanjung
Pura ... 101
5.1.2. Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemanfaatan RSU Tanjung Pura ... 102
5.2. Pengaruh Kebutuhan terhadap Pemanfaatan Rumah Sakit ... 104
5.2.1. Pengaruh Kebutuhan yang Dibandingkan terhadap Pemanfaatan RSU Tanjung Pura ... 106
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 108
6.1. Kesimpulan ... 108
6.2. Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 110
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Jumlah Kunjungan Pasien RSU Tanjung Pura Periode 2009 s/d 2011 .... 5
3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2011 ... 38
3.2. Hasil Uji Validitas Variabel Kepercayaan... 40
3.3. Hasil Uji Validitas Variabel Kebutuhan ... 41
3.4. Hasil Uji Validitas Variabel Pemanfaatan ... 42
3.5. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 44
4.1. Distribusi Identitas Responden Wilayah Kerja RSU Tanjung Pura ... 55
4.2. Distribusi Sikap Responden tentang RSU Tanjung Pura ... 59
4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap tentang Pelayanan Kesehatan di Wilayah kerja RSU Tanjung Pura ... 62
4.4. Distribusi Persepsi Responden tentang RSU Tanjung Pura ... 65
4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi tentang Pelayanan Kesehatan di Wilayah kerja RSU Tanjung Pura ... 67
4.6. Distribusi Pengetahuan Responden tentang RSU Tanjung Pura ... 70
4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Pelayanan Kesehatan di Wilayah kerja RSU Tanjung Pura ... 71
4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebutuhan yang Dirasakan tentang Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja RSU
Tanjung Pura ... 74
4.10. Distribusi Responden tentang Kebutuhan yang Dirasakan di RSU Tanjung Pura ... 75
4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebutuhan yang Dinyatakan tentang Pelayanan Kesehatan di Wilayah kerja RSU Tanjung Pura ... 76
4.12. Distribusi Responden tentang Kebutuhan yang Komperatif di RSU Tanjung Pura ... 77
4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebutuhan yang Komperatif tentang Pelayanan Kesehatan di Wilayah kerja RSU Tanjung Pura ... 80
4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan RSU Tanjung Pura ... 81
4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pemanfaatan RSU Tanjung Pura ... 81
4.16. Hubungan Sikap dengan Pemanfaatan RSU Tanjung Pura ... 82
4.17. Hubungan Persepsi dengan Pemanfaatan RSU Tanjung Pura ... 82
4.18. Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan RSU Tanjung Pura ... 83
4.19. Hubungan Kebutuhan yang Dirasakan Responden dengan Pemanfaatan RSU Tanjung Pura ... 84
4.20. Hubungan Kebutuhan yang Dinyatakan Responden dengan Pemanfaatan RSU Tanjung Pura ... 85
4.22. Hasil Uji Multivariat Regresi Logistik ... 87
4.23. Hubungan Kebutuhan yang Dirasakan Responden dengan Pemanfaatan RSU Tanjung Pura ... 88
4.24. Hubungan Kebutuhan yang Dinyatakan Responden dengan Pemanfaatan RSU Tanjung Pura ... 89
4.25. Hubungan Kebutuhan yang Dibandingkan Responden dengan Pemanfaatan RSU Tanjung Pura ... 90
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Determinan Perilaku Manusia Bloom (1908) ... 17
2.2. Konsep Kesakitan dan Perilaku Mencari Bantuan Smet (1994) ... 18
2.3. Model Perilaku Pemanfaatan Kesehatan Andersen ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner ... 113
2. Reliabity ... 122
3. Univariat... 124
4. Bivariat ... 144
5. Multivariat ... 150
6. Master Tabel ... 153
ABSTRAK
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya satu orang, tetapi seluruh masyarakat, angka kesakitan (morbiditas) pada masyarakat merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Pemanfaatan pelayanan rumah sakit di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas (Riset kesehatan dasar) tahun 2010, bahwa persentase rumah tangga yang memanfaatkan sarana rumah sakit sebesar 40,0% untuk daerah perkotaan dan 22,0% untuk wilayah pedesaan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kepercayaan dan kebutuhan masyarakat Kecamatan Tanjung Pura terhadap pemanfaatan RSUD Tanjung Pura. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian adalah masyarakat di Kecamatan Tanjung Pura, dengan sampel sebanyak 219 orang yang terdiri dari 19 kelurahan. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner,
dianalisis dengan regresi logistik berganda α = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor kepercayaan yaitu persepsi (p = 0,001) dan pengetahuan (p = 0,002), faktor kebutuhan yaitu kebutuhan yang dirasakan (p=0,000). Pengetahuan paling dominan memengaruhi pemanfaatan RSU Tanjung Pura dengan nilai odds ratio (OR) sebesar 8,416.
Disarankan kepada pihak RSU Tanjung perlu melakukan promosi secara luas dengan menggunakan metode yang sesuai dengan kondisi masyarakat, petugas RSU Tanjung Pura perlu meningkatkan kemampuan diri dalam upaya kesehatan untuk membangun kemauan dan kepercayaan masyarakat dan pemerintah Kabupaten Tanjung Pura mengupayakan pengadaan sarana dan fasilitas yang belum tersedia untuk meningkatkan kualitas sarana RSU Tanjung Pura.
ABSTRACT
To be healthy is everybody’s expectation. Morbidity rate found in the community is one of the indicators of the level of public health. Based on the result of basic health Research conducted in 2010, it is found out that the services provided by the hospitals in Indonesia was more utilized by urban families (40.0%) compared to rural families (22.0%).
The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of trust and need of the community of Tanjung Pura Subdistrict on the utilization of Tanjung Pura General Hospital. The population of this study was the residents of Tanjung Pura Subdistrict which consists of 19 kelurahan (urban villages), and 219 of the total residents were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at α = 0.05.
The result of this study showed that statistically the factor of trust, namely perception (p = 0.001) and knowledge (p = 0.002), and the factor of need, namely the need felt (p = 0.000). The knowledge was the most dominant factor influencing the utilization of Tanjung Pura General Hospital with odds ratio (OR) = 8.416.
The management of Tanjung Pura General Hospital is suggested to widely promote it through the method which is in accordance with the condition of Tanjung Pura community. The staff of Tanjung Pura General Hospital needs to improve their personal capability of health service to build the will and the trust of local community. The District Government of Langkat should provide the facilities which are not yet available to improve the quality of Tanjung Pura General Hospital.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya satu
orang, tetapi seluruh masyarakat. Angka kesakitan (morbiditas) pada masyarakat
merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Tingginya angka
kesakitan berkaitan dengan tingkat pemanfaatan saran pelayanan kesehatan seperti
rumah sakit.
Menurut riset WHO (2007) bahwa pemanfaatan pelayanan rumah sakit
pemerintah lebih tinggi dibandingkan rumah sakit swasta. Perbedaan tingkat
pemanfaatan tersebut berpengaruh terhadap tingkat efisiensi rumah sakit seperti
jumlah tempat tidur, jumlah pelayanan rawat jalan, jumlah kunjungan (rawat jalan),
jumlah hari rawat (rawat inap), jumlah tindakan operasi, jumlah pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan radiologi.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pemanfaatan pelayanan
kesehatan, sebagaimana dikemukakan oleh Swastha (2000) yaitu tiga faktor yang
berasal dari penyedia layanan kesehatan dan dua faktor dari masyarakat pengguna
pelayanan kesehatan. Tiga faktor dari penyedia layanan kesehatan adalah fasilitas
pelayanan, biaya pelayanan dan jarak, sedangkan dua faktor dari masyarakat
pengguna pelayanan kesehatan adalah faktor pendidikan dan status sosial ekonomi
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan
untuk pengembangan diri. Perbedaan tingkat pendidikan menyebabkan perbedaan
pengetahuan kesehatan. Rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi secara
tidak langsung akan mempengaruhi tingkat pengetahuan akan perlindungan
masyarakat terhadap diri dan keluarganya, sehingga berdampak pada keluarganya
dalam pemanfaatan perawatan dan pelayanan kesehatan (Sulastri, 2008).
Kurangnya kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan
dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya pelayanan kesehatan
terhadap kesehatan (Suhardjo, 1996). Selain itu faktor pendidikan, pengetahuan
kesehatan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antar lain pengalaman,
keyakinan, fasilitas, penghasilan dan sosial budaya. Kelima faktor yang memengaruhi
pengetahuan kesehatan seseorang juga dapat memengaruhi persepsi dan sikap
seseorang terhadap sesuatu (Notoatmodjo, 2003).
Menurut hasil Survei Kesehatan Nasional (SUSENAS) tahun 2010 hanya
32,4% penduduk yang berstatus miskin yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Terbatasnya akses ke pelayanan kesehatan disebabkan kendala jarak, biaya dan
transportasi. Tempat pelayanan kesehatan yang paling banyak di kunjungi adalah
Posyandu sebanyak 61,6%, Puskesmas 31,4%, praktek dokter kesehatan sebanyak
17,0% dan sementara ke rumah sakit pemerintah hanya sebesar 10,6%.
Pemanfaatan pelayanan rumah sakit di Indonesia berdasarkan hasil Riskesdas
(Riset kesehatan dasar) tahun 2010, bahwa persentase rumah tangga yang
untuk daerah pedesaan. Persentase pemanfaatan rumah sakit yang rendah pada
wilayah perkotaan terkait dengan perkembangan jumlah rumah sakit swasta, jarak ke
Rumah Sakit serta faktor pendidikan, pengetahuan kesehatan masyarakat perkotaan
yang semakin baik dikarenakan informasi kesehatan yang didapat lebih banyak.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2009),
pemanfaatan tempat tidur (BOR) pada 29 unit RSUD di Provinsi Sumatera Utara
antara 9,0 – 86,3%, dengan standar Kementerian Kesehatan sebesar 60 – 80%.
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan kategori kelas A dengan jumlah
BOR mencapai 73,4% pada tahun 2011, hal ini disebabkan karena rumah sakit ini
merupakan rumah sakit umum pemerintah terlengkap serta merupakan rumah sakit
rujukan daerah Aceh dan Sumatera Utara. Dengan fasilitas dan spesialisasi dokter
yang lengkap sehingga memberikan rasa kepercayaan kepada masyarakat untuk
berobat ke rumah sakit (Profil Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, 2010).
RSUD dr. Pirngadi Medan kategori kelas B dengan jumlah BOR pada tahun
2010 sebesar 65,52% mempunyai jumlah pemanfaatan tinggi yang sama halnya
dengan RSU Sultan Suleiman kategori kelas C sebesar 63,28% pada tahun 2010,
faktor utama tingginya angka pemanfaatan dikarenakan fasilitas yang cukup
memadai, berdasarkan kemampuan ekonomi rumah tangga mampu untuk mencapai
ke pelayanan kesehatan (rumah sakit), selain itu kepercayaan masyarakat,
pengalaman dan sosial budaya masyarakat tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan
ragam kepercayaan terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak penyelenggara
kesehatan (Sudarmo, 2008).
Menurut Miller (1997) keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan
merupakan proses yang mencari dan memanfaatkan pelayanan kesehatan oleh
seseorang. Keputusan tersebut merupakan proses yang melibatkan keputusan
individual dan sosial yang dipengaruhi oleh profesionalisme kesehatan.
Menurut Ramsey dan Sohi dalam Sunanti (2007), kepercayaan merupakan
elemen penting yang berpengaruh pada kualitas suatu hubungan. Kepercayaan
konsumen terhadap penyedia jasa akan meningkatkan nilai hubungan yang terjalin
dengan penyedia jasa. Demikian juga Morgan dan Hunt dalam Sunanti (2007)
menyatakan bahwa tingginya kepercayaan akan dapat berpengaruh terhadap
menurunanya kemungkinan untuk melakukan perpindahan terhadap penyedia jasa
lainnya.
Menurut Supari (2008) bahwa rumah sakit di Indonesia harus membenahi diri
masing-masing untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa
layanan kesehatan rumah sakit. Pola pikir bisnis seringkali mendominasi pola pikir
para pelaku institusi rumah sakit yang mengakibatkan terabaikannya fungsi sosial
rumah sakit. Hal ini tercermin dari banyaknya keluhan, tuntutan hukum, serta
pengungkapan media massa terhadap pihak rumah sakit, seperti keluhan lamanya
pasien mendapatkan pelayanan dari dokter, kasus mal praktek yang dikeluhkan pasien
karena itu, rumah sakit perlu mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan
memperhatikan hak-hak keselamatan pasien.
Kabupaten Langkat hanya memiliki satu Rumah Sakit Umum Pemerintah
yaitu Rumah Sakit Umum Tanjung Pura yang terletak di Kecamatan Tanjung Pura.
Rumah sakit ini memiliki kapasitas yang sama lengkapnya dengan rumah sakit pada
umumnya di Langkat. Namun dalam perkembangannya, rumah sakit ini memperoleh
angka kunjungan yang tidak stabil dan jauh dari standar Departemen Kesehatan
(Depkes). Tabel 1.1 berikut menunjukkan bahwa rendahnya jumlah kunjungan pasien
dari tahun ke tahun di RSU Tanjung Pura yaitu sebagai berikut:
Tabel 1.1. Jumlah Kunjungan Pasien RSU Tanjung Pura Periode 2009 s/d 2011
Tahun Standard
2009 2010 2011 Depkes
Jumlah Kunjungan
25,48 % 25,45% 26,14% 60 – 80 %
Sumber : Rekam Medis RSU Tanjung Pura
Dari data kunjungan pasien RSUD Tanjung Pura terlihat bahwa jumlah
pemanfaatan pelayanan kesehatan di RSUD Tanjung Pura masih rendah dan jauh dari
standar yang telah ditetapkan Departemen Kesehatan yaitu 60 – 80 %. Penurunan
angka kunjungan tersebut terjadi kemungkinan dikarenakan persaingan yang semakin
kompetitif antara rumah sakit baik pemerintah maupun swasta dalam menarik minat
pasien, dan adanya beberapa pengobatan alternatif yang telah lama masyarakat
Hasil wawancara dengan masyarakat pada tanggal 20 Februari 2012
didapatkan bahwa kebutuhan masyarakat tentang pelayanan kesehatan yaitu
masyarakat mengiinkan tidak adanya proses administrasi ketika berobat, biaya
berobat yang rendah serta masyarakat kurang percaya dengan obat-obatan medis, di
Kecamatan Tanjung Pura sendiri banyak terdapat pengobatan alternatif, sekitar 15
pengobatan alternatif ternama di Kecamatan Tanjung Pura, dengan jumlah pasien per
harinya kurang lebih 30 sampai 130 orang yang berasal dari warga Kecamatan
Tanjung Pura dan luar Kecamatan Tanjung Pura dimana pengobatannya
menggunakan dengan minum air putih. Secara tidak langsung hal ini memberikan
dampak bagi penurunan jumlah kunjungan pasien karena pasien semakin banyak
memiliki pilihan untuk berobat.
Sebagai rumah sakit pemerintah, RSU Tanjung Pura secara khusus memiliki
visi untuk terwujudnya RSUD Tanjung Pura yang maju dan mandiri, dengan
pelayanan yang prima dan bermutu, serta menjadi pilihan pertama sarana kesehatan
rujukan. Namun kenyataan visi ini tidak berjalan sesuai harapan sebab sebagian
masyarakat Tanjung Pura berobat ke rumah sakit lain seperti Rumah Sakit Umum Dr.
Djoelham Binjai. Hal ini dapat menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan dan
kebutuhan masyarakat terhadap RSU Tanjung Pura masih sangat kecil. Mereka masih
memiliki persepsi bahwa rumah sakit di Kota Binjai atau Medan dan pengobatan
alternatif memiliki kualitas yang jauh lebih baik daripada rumah sakit di daerah.
Sebagai rumah sakit rujukan yang ada di Kabupaten Langkat, RSUD Tanjung
yang ada di RSUD Tanjung Pura terdiri dari Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis
Anak, Spesialis Bedah, Spesialis Obgyn, Spesialis THT, Spesialis Mata, Spesialis
Paru dan Penyakit kulit (Profil Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Pura, 2010).
Penyakit terbanyak di Tanjung Pura adalah dyspepsia, gastritis dan diabetes
mellitus dimana masyarakat cenderung pergi berobat ke pengobatan alternatif
dikarenakan dana yang dikeluarkan lebih sedikit, masyarakat yang kuat memegang
tradisi dimana lebih percaya ke pengobatan alternatif daripada tenaga medis dan
masyarakat beranggapan bahwa rumah sakit sulit dengan proses administrasinya.
Berdasarkan informasi dari petugas kesehatan di RSUD Tanjung Pura, bahwa
pasien yang sudah dirujuk ke RSUD Tanjung Pura, tetapi tidak memanfaatkan
pelayanan kesehatan ke RSUD Tanjung Pura, banyak pasien yang melakukan
pengobatan alternatif yang ada di sekitar bahkan langsung ke RSUD Djoelham
Binjai.
Anderson (1995) dalam Notoatmodjo (2005) bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi pencarian pelayanan kesehatan dapat digolongkan ke dalam 3 bagian
yaitu (a) faktor predisposisi yang menggambarkan karakteristik pasien yang
mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan terdiri dari
demografi, struktur sosial, kepercayaan, (b) faktor pemungkin (enabling factor) yang terdiri dari kualitas pelayanan kesehatan, jarak pelayanan, status sosial ekonomi dan
(c) kebutuhan pelayanan (need) yaitu keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan dan membuat seseorang megambil
pelayanan kesehatan merupakan kombinasi dari kebutuhan normatif dengan
kebutuhan yang dirasakan, karena untuk konsumsi pelayanan kesehatan.
Sedangkan menurut Dever dalam Notoatmodjo (2005) faktor-faktor yang
memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah sosial budaya, organisasi,
faktor konsumen dan proses pelayanan kesehatan. Pengambilan keputusan merupakan
bagian dari proses berpikir ketika seseorang mempertimbangkan, memahami,
mengingat dan menalar tentang segala sesuatu. Sesuatu diputuskan akan dilakukan
setelah menilai suatu keadaan, kenyataan, atau peristiwa yang sedang dihadapi.
Menurut Thadeus dan Maine (1990) bahwa faktor yang memengaruhi pengambilan
keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan meliputi karakteristik pasien,
kemudahan pelayan dan kualitas pelayanan.
Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang bergerak di bidang pelayanan
kesehatan yang setiap harinya berhubungan dengan pasien. Oleh karena itu sebuah
rumah sakit harus mampu memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh pasien
sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memberikan
pelayanan kepada masyarakat sekitar. Sebaliknya rumah sakit memberikan pelayanan
yang baik sehingga mendapatkan upah/ jasa. Penting bagi manajemen rumah sakit
untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat dan bahkan meningkatkannya
menjadi lebih baik. Kelanggengan suatu rumah sakit salah satunya ditentukan dari
banyaknya jumlah pasien yang berkunjung ke rumah sakit untuk memperoleh jasa
pelayanan kesehatan. Semakin meningkatnya jumlah kunjungan pasien maka semakin
Berdasarkan latar belakang permasalahan peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pengaruh kepercayaan dan kebutuhan masyarakat Kecamatan
Tanjung Pura terhadap pemanfaatan RSUD Tanjung Pura.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan permasalahan di atas, perumusan masalah ini adalah apakah
kepercayaan dan kebutuhan masyarakat Kecamatan Tanjung Pura berpengaruh
terhadap pemanfaatan RSUD Tanjung Pura.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kepercayaan
dan kebutuhan masyarakat Kecamatan Tanjung Pura terhadap pemanfaatan RSUD
Tanjung Pura.
1.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh kepercayaan dan
kebutuhan masyarakat Kecamatan Tanjung Pura terhadap pemanfaatan RSUD
Tanjung Pura.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat dan Rumah
Sakit dalam mengambil kebijakan dan strategi guna meningkatkan cakupan
2. Sebagai bahan masukan bagi pihak rumah sakit dalam peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan masyarakat.
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang berkenaan dengan penelitian ini
untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan melakukan penelitian berbeda.
4. Sumber informasi bagi masyarakat dalam rangka memanfaatkan pelayanan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumah Sakit
WHO memberikan batasan rumah sakit yaitu suatu bagian menyeluruh dari
organisasi dan medis, yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap
kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya
menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, selain itu rumah sakit juga
merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial.
Rumah Sakit Daerah adalah Rumah Sakit milik pemerintah propinsi,
kabupaten/kota yang berlokasi di daerah propinsi, kabupaten, dan kota. Pemerintah
daerah adalah Kepala daerah beserta perangkat daerah otonom lain sebagai badan
eksekutif daerah dan sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah Propinsi, Kabupaten
dan Kota dibidang kesehatan adalah Dinas Kesehatan. Dalam pengelolaannya rumah
sakit publik berdasarkan pengelolaan badan layanan umum atau daerah, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan (PP No 44 thn 2009).
Fungsi rumah sakit merupakan pusat pelayanan rujukan medik spsialistik dan
sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan. Maka sesuai dengan fungsi
utama rumah sakit perlu adanya pengaturan sedemikian rupa sehingga rumah sakit
mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan efektif dan efisien (Ilyas,
Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009, pembedaan tingkatan
menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan,
fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah
diklasifikasikan menjadi :
1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik
luas.
2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik
luas dan subspesialistik terbatas.
3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar.
Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar.
2.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Menurut Levey dan Loomba (1973), yang dimaksud dengan pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yng diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, keluarga,
Pelayanan kesehatan merupakan suatu produk yang unik jika dibandingkan
dengan produk jasa lainnya, karena pelayanan kesehatan memiliki tiga ciri utama,
yaitu:
1. Uncertainly
Pelayanan kesehatan bersifat uncertainly artinya adalah pelayanan kesehatan tidak dapat dipastikan waktu, tenpat dan besarnya biaya yang dibutuhkan
maupun tingkat urgensi dari pelayanan tersebut.
2. Asymetry of Information
Suatu keadaan kesehatan dengan penggunaan atau pembeli jasa pelayanan
kesehatan.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dan proses pencarian
pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Pengetahuan tentang faktor
yang mendorong individu membeli kesehatan merupakan informasi kunci untuk
mempelajari utilisasi pelayanan kesehatan. Mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi pemanfatan/ utilisasi (Ilyas, 2003).
2.3. Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan 2.3.1. Definisi Perilaku
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian
pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Pengetahuan tentang faktor
yang mendorong individu membeli pelayanan kesehatan merupakan informasi kunci
memengaruhi pencarian pelayanan kesehatan berarti juga mengetahui faktor-faktor
yang memengaruhi pemanfaatan/ utilisasi.
Menurut Notoadmodjo (2007) perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku
individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari
pengobatan. Perilaku pencarian di masyarakat terutama di negara yang sedang
berkembang sangat bervariasi, respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:
Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan apa-apa (no action), alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja
mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun
simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Hal ini
menunjukkan bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan
kehidupannya.
Kedua, tindakan mengobati sendiri (self treatment) dengan alasan yang sama seperti telah diuraian. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau
masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa
berdasar pengalaman yang lalu usaha sendiri sudah mendatangkan kesembuhan. Hal
ini mengakibatkan pengobatan keluar tidak diperlukan.
Ketiga, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional
(traditional remedy), seperti dukun. Keempat, mencari pengobatan dengan membeli
obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukang-tukang jamu dan kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern
dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit (Notoatmodjo,
2007).
Fasilitas pelayanan kesehatan yang kurang didaerah pedesaan menyebabkan
sebagian besar masyarakat masih sulit mendapatkan atau memperoleh pengobatan,
selain itu hal penting yang mempersulit usaha pertolongan terhadap masalah
kesehatan pada masyarakat desa adalah kenyataan yang sering terjadi dimana
penderita atau keluarga penderita tidak dengan segera mencari pertolongan
pengobatan. Perilaku yang menunda untuk memperoleh pengobatan dari praktisi
kesehatan ini disebut dengan treatment delay (Sarafino, 2006).
Treatment delay adalah rentang waktu yang telah berlalu ketika individu mengalami simptom awal sampai individu memasuki pelayanan kesehatan dari
praktisi kesehatan (Sarafino, 2006). Rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan ini,
seringkali kesalahan dan penyebabnya dikarenakan faktor jarak antara fasilitas
tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh, tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak
memuaskan dan sebagainya.
Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan
dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara beberapa faktor.
Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti respons yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut
itu untuk membentuk perilaku perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang
dapat memperkuat pembentukan perilaku Prasetijo (2004).
Menurut Prasetijo (2004) dalam memahami pasien sebagai konsumen dari
jasa pelayanan yang diberikan rumah sakit, dapat dilihat dengan menggunakan
pendekatan perilaku konsumen, seperti yang didefinisikan oleh Schiffman dan
Kanuk, yaitu merupakan proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari dan
membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk maupun
jasa yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Proses ini terdiri dari beberapa
tahap, yaitu:
a. Tahap Perolehan (acquisition) : mencari (searching) dan membeli (purchasing).
b. Tahap Konsumsi (consumption) : menggunakan (using) dan mengevaluasi (evaluating).
c. Tahap Tindakan Pasca Beli (disposition).
Sedangkan perilaku pencarian dan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan
dapat dijelaskan sebagai suatu upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit. Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus dari
luar individu, namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik
atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun
2.3.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku
Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda
disebut juga determinan perilaku, yang dapat dibedakan menjadi dua yakni :
a. Determinan atau factor internal, yakni karakteristik individu yang
bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dll.
b. Determinan atau factor eksternal yakni lingkungan baik lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) perilaku manusia dapat
dibagi ke dalam 3 faktor yakni faktor kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan
menurut WHO alasan seseorang berperilaku tertentu adalah karena pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap objek.
Gambar 2.1 Determinan Perilaku Manusia Bloom (1908)
Menurut Smet (1994) keyakinan awam tentang kesehatan dan kesakitan akan
memengaruhi perilaku mencari bantuan. Kondisi kesakitan dan perilaku seseorang
dalam mencari bantuan medis adalah sangat kompleks dan individual tetapi Pengalaman
Keyakinan Fasilitas Sosial Budaya
Pengetahuan Persepsi Sikap Keinginan Kehendak Motivasi Niat
dipengaruhi oleh kepercayaan, norma dan budaya yang ada di lingkungannya.
Perilaku kesakitan, perilaku peran orang sakit dan perilaku pasien merupakan
rangkaian perilaku berurutan seperti terlihat dalam gambar berikut :
Gambar 2.2 Konsep Kesakitan dan Perilaku Mencari Bantuan Smet (1994)
Salan (1988) dalam Smet (1994) dengan menggunakan model Foster & Anderson, menyebutkan 5 tahap dalam proses menuju pemanfaatan medis yaitu:
a. Keputusan bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
b. Keputusan bahwa seorang sakit dan membutuhkan perawatan professional.
c. Keputusan untuk mencari perawatan medis professional.
d. Keputusan untuk mengalihkan pengawasan kepada dokter dan menerima serta
mengikuti pengobatan yang ditetapkan.
e. Keputusan untuk mengakhiri peran pasien.
Sedangkan Sucham (1984) dalam Notoadmodjo (2007) mengungkapkan 5
tingkatan perilaku individu dalam mencari pertolongan yaitu:
Illness Representation
Defining oneself as ill
(cultural)
TREATMENT
SEEKING Folk Heating
Profesional Treatment
ADHERENCE
ILLNESS BEHAVIOR SICK ROLE BEHAVIOR PATIENT
a. Tingkat pengalaman gejala-gejala
b. Tingkat asumsi peranan sakit
c. Tingkat peranan berhubungan dengan pelayanan kesehatan
d. Tingkat ketergantungan pasien
e. Tingkat penyembuhan
Selanjutnya Zola dalam Smet (1994) menguraikan tentang pertimbangan lain
yang mendorong orang memutuskan pergi ke pelayanan medis, yakni adanya
sejumlah faktor non fisiologis, seperti adanya perawatan medis, kemampuan pasien
untuk membayar, serta kegagalan dan kesuksesan perawatan. Ciri-ciri demografis
seperti jenis kelamin, ras, umur, status ekonomi dan pendidikan, juga menjadi
variabel penting dalam perilaku mencari bantuan.
Menurut Green dalam Notoadmodjo (2007) faktor keputusan pasien untuk
tetap memanfaatkan jasa pelayanan medis yang ditawarkan rumah sakit tidak terlepas
dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor
yang merupakan penyebab perilaku dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu :
a) Faktor Predisposisi (Predisposing factors)
Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau
motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap,
keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang atau
b) Faktor Pemungkin (Enabling factors)
Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan
suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor pemungkin adalah
ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti tersedianya pelayanan
kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan dan perundangan.
c) Faktor Penguat (Reinforcing factors)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan
memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada
tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan pasien, penguat berasal dari
perawat, dokter, pasien lain dan keluarga. Apakah penguat positif ataukah negatif
bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan, yang sebagian
diantaranya lebih kuat daripada yang lain dalam mempengaruhi perilaku.
Berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, pasien akan
memutuskan menggunakan pelayanan kesehatan. Untuk menjelaskan tentang proses
pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat atau pasien oleh Anderson (1974)
dalam Notoadmodjo (2007) dikemukakan bahwa keputusan seseorang dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan tergantung pada:
a) Karakteristik Predisposisi (Predisposing characteristic)
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu
mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang
a. Ciri-ciri Demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah
anggota keluarga
b. Struktur Sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama,
kesukuan.
c. Kepercayaan Kesehatan : keyakinan, sikap, pengetahuan terhadap
pelayanan kesehatan, dokter dan penyakitnya.
b) Karakteristik Pendukung (Enabling characteristic)
a.Sumber Daya Keluarga : penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa
pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.
b.Sumber Daya Masyarakat : jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga
kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana.
c) Karakteristik Kebutuhan (Need characteristic)
Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan
pelayanan kesehatan. Karakteristik kebutuhan dapat dibagi menjadi 2 kategori yakni :
a. Perceived (subject assessment). b. Evaluated (clinical diagnosis).
2.4. Kepercayaan
Anderson (1974) menggambarkan model sistem kesehatan (health system model) yang berupa model kepercayaan kesehatan. Di dalam model Anderson ini terdapat 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan yakni karakteristik predisposisi,
Kepercayaan kesehatan (health belief) sebagaimana dikemukakan Anderson
(1974), mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, yaitu meliputi: penilaian
(persepsi) terhadap status sehat sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan,
pengetahuan tentang pelayanan penyakit.
Deutsch dalam Bruhen (2003) mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan
(belief) suatu pihak akan menemukan apa yang diinginkan dari pihak lain bukan apa
yang ditakutkan dari pihak lain. Dan Mayer, Davis dan Schoorman dalam Bruhen
(2003) menyatakan bahwa kepercayaan (belief) adalah kemauan dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya (vulnerable) atas tindakan pihak lainnya.
Psikologi kepercayaan merupakan suatu keyakinan dan kemauan atau dapat
juga disebut sebagai kecenderungan perilaku (Delgado-Ballester et al, 2003),
sehingga faktor kepercayaan merupakan variabel kunci dalam hubungan antara suatu
organisasi dengan mitra kerjanya (Morgant dan Hunt, 1994).
Beberapa proses yang diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan adalah
(Doney dan Canon dalam Bruhn, 2003) adalah :
a. Proses yang Terkalkulasi. Menurut proses ini pihak tertentu yakin pada perilaku
positif pihak lain ketika manfaat dari perilaku negatif pihak yang sama memiliki
konsekuensi biaya yang lebih rendah.
b. Proses Prediktif. Kepercayaan menurut proses ini sangat bergantung pada
kemampuan pihak tertentu untuk mengantisipasi perilaku pihak lainnya.
c. Proses Kemampuan. Proses ini berkaitan erat dengan perkiraan kemampuan
d. Proses Intensi. Menurut proses ini kepercayaan didasarkan pada tujuan dan
intensi pihak lain serta ini mengacu pada penilaian pihak lain diluar pihak-pihak
yang terlibat dalam proses.
Belief atau kepercayaan, terdiri atas komponen sikap, selain komponen sikap,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kognitif (ide, konsep, pengetahuan terhadap objek).
2. Afektif (kehidupan emosional).
3. Konatif (kecenderungan orang untuk bertindak).
Kepercayaan (belief) merupakan jenis kognitif (pemahaman), sehingga ketika ingin mengetahui proses munculnya belief, sama halnya dengan munculnya
pemahaman seseorang, yakni secara umum, adanya sosialisasi nilai, adanya stimulus
yang memengaruhi pandangan. Ketika stimulus ini semakin sering diterima oleh
seseorang, maka lama-kelamaan akan terinternalisasi, atau juga ketika hanya satu kali
stimulus namun merupakan suatu hal yang sangat sesuai dengan individu tersebut,
maka akan langsung di-iya-kan dan akhirnya dipercayai/diyakini untuk menjadi
belief.
Kepercayaan (belief) merupakan salah satu variabel yang berpengaruh pada terbentuknya perilaku, baik perilaku individu maupun masyarakat. Variabel
pembentuk perilaku selainnya yakni value dan norma. Untuk lebih jelasnya, dalam
Belief adalah kepercayaan yang dianut oleh seseorang, dengan adanya
kepercayaan itu, maka berpengaruh pada perilaku yang dilakukan oleh seseorang
tersebut. Mengingat bahwa sesuatu yang diimani, pastinya akan menuntut sebuah
perilaku. Ketika mempercayai sesuatu, maka perilaku harus sesuai dengan
kepercayaan tersebut. Sehingga, belief yang dimiliki oleh seseorang, akan sangat
berpengaruh pada terbentuknya perilaku. Semua perilaku yang dijalankan akan
diusahakan sesuai dengan belief tersebut, jika tidak sesuai, maka akan menimbulkan
kekhawatiran tersendiri bagi individu tersebut.
2.4.1. Persepsi
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006) persepsi diartikan sebagai: (a)
tangapan (penerimaan) langsung dari sesuatu dan (b) proses seseorang mengetahui
beberapa hal melalui panca inderanya. Menurut Komarudin (2006) secara etimologis,
persepsi berasal dari bahasa Latin percipere yang mempuyai pengertian: (a) kesadaran intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan
langsung terhadap sesuatu, (b) proses dalam mengetahui objek-objek dan
peristiwa-peristiwa obyektif, (c) sesuatu proses psikologis yang memproduksi bayangan
sehingga dapat mengenal obyek melalui berfikir asosiatif dengan cara inderawi
sehingga kehadiran bayangan itu dapat disadari yang disebut juga dengan wawasan.
Persepsi seseorang dipengaruhi oleh : (a) frame of reference yaitu kerangka
pengetahuan yang dimiliki yang diperoleh dari pendidikan, pengamatan atau bacaan ;
(b) field of experience, yaitu pengalaman yang telah dialami yang tidak terlepas dari
rangsangan yang pertama kali diperolehnya. Pengalaman pertama yang tidak
menyenangkan pada pelayanan rumah sakit atau informasi yang tidak benar
mengenai rumah sakit akan berpengaruh terhadap pembentukan persepsi seorang
terhadap kebutuhan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Persepsi adalah awal dari segala macam kegiatan belajar yang bisa terjadi
dalam setiap kesempatan, disengaja atau tidak, Persepsi sebagai “suatu proses
penerimaan informasi yang rumit, yang diterima atas diekstraksi manusia dari
lingkungan, persepsi termasuk penggunaan indra manusia”. Kemp dan Dayton dalam
Prawiradilaga dan Eveline (2004) menyatakan persepsi “ sebagai satu proses dimana
seseorang menyadari keberadaan lingkungannya serta dunia yang mengelilinginya”.
Persepsi terjadi karena setiap manusia memiliki indra untuk menyerap objek-objek
serta kejadian di sekitarnya. Pada akhirnya, persepsi dapat memengaruhi cara
berpikir, bekerja, serta bersikap pada diri seseorang. Hal ini terjadi karena orang
tersebut dalam mencerna informasi dari lingkungan berhasil melakukan adaptasi
sikap, pemikiran, atau perilaku terhadap informasi tersebut (Prawiradilaga dan
Eveline, 2004).
2.4.2. Pengetahuan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI (2006) kata “tahu” berarti
mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami atau diajar). Sedangkan arti dari
pemahaman adalah hal mengetahui sesuatu, segala apa yang diketahui serta
memperoleh pengetahuan yang didapatnya dari pesan yang disampaikan oleh sumber
pengetahuan dan berkenaan dengan sesuatu hal (disiplin ilmu).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003).
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) dalam Notoatmodjo
(2003), dari hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru, dalam dirinya orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu:
a.Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
b.Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.
c.Evaluation, orang sudah mulai menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
d.Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
2.4.3. Sikap
Thurstone dalam Azwar (2007), mendefinisikan sikap sebagai derajat afek
positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Sikap atau Attitude
senantiasa diarahkan pada suatu hal, suatu objek. LaPierre dalam Azwar (2007)
mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif,
predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana,
sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty &
Cacioppo dalam Azwar (2007), menyatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat
manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu.
Menurut Fishben & Ajzen dalam Dayakisni & Hudaniah (2003), sikap sebagai
predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu
berkenaan dengan objek tertentu. Sherif & Sherif dalam Dayakisni & Hudaniah
(2003) menyatakan bahwa sikap menentukan perilaku seseorang dalam hubungannya
dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu
keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku.
Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran:
a. Kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis
Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood dalam Azwar (2007). Menurut
mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang
maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek
tersebut.
b. Kerangka pemikiran ini diwakili oleh ahli seperti Chave, Bogardus, LaPierre,
Mead dan Gordon Allport dalam Azwar (2007),. Menurut kelompok pemikiran
ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek
dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan
yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan
pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.
c. Kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik
(triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi di dalam
memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. (1) sikap positif
adalah apabila timbul persepsi yang positif terhadap stimulus yang diberikan dapat
berkembang sebaik-baiknya karena orang tersebut memiliki pandangan yang positif
terhadap stimulus yang telah diberikan. (2) sikap negatif apabila terbentuk persepsi
negatif terhadap stimulus yang telah diberika.
Struktur sikap dibagi menjadi 3 komponen yang saling menunjang (Azwar,
2007). Ketiga komponen tersebut pembentukan sikap yaitu sebagai komponen
kognitif (pengetahuan), emosional (perasaan) dan komponen konatif (tindakan)
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu.
Dalam berinteraksi sosial, individu beraksi membentuk pola sikap tertentu terhadap
berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Faktor-faktor yang memengaruhi sikap
(Azwar. 2007) terdiri dari:
(a) Pengalaman Pribadi
Pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba atau mengejutkan yang
meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian-kejadian dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama-kelamaan
secara bertahap diserap kedalam individu dan memengaruhi terbentuknya sikap.
(b) Pengaruh Orang Lain
Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan. Misal dalam
kehidupan masyarakat yang hidup di pedesaan, mereka akan mengikuti apa yang
diberikan oleh tokoh masyarakatnya.
(c) Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pembentukan sikap. Dalam kehidupan di masyarakat, sikap masyarakat diwarnai
dengan kebudayaan yang ada di daerahnya.
(d) Media Massa
Media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian
informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan
(e) Faktor Emosional
Sikap yang didasari oleh emosi yang fungisnya hanya sebagai penyaluran
frustasi, atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego, sikap yang demikian
Universitas Sumatera Utrara merupakan sikap sementara, dan segara berlalu setelah
frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan
lama.
Komponen kebutuhan yang ”dirasakan” (perceived need), di ukur dengan perasaan subjektif individu terhadap pelayanan kesehatan. Jadi secara umum dapat
dikatakan bahwa faktor kebutuhan (need) merupakan penentu akhir bagi individu
dalam menentukan seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan (Andersen, 1975).
2.5. Kebutuhan (Need)
Manusia adalah makhluk bio-psiko-sosial-spiritual yang utuh dan unik
sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia berbeda dengan makhluk
lain yang ada dimuka bumi ini. Teori kebutuhan manusia memandang manusia
sebagai suatu keterpaduan, keseluruhan yang terorganisir dalam upaya memenuhi
kebutuhannya. Kebutuhan manusia dipandang sebagai tekanan internal hasil dari
perubahan keadaan sistem dan tekanan ini diwujudkan dengan adanya suatu perilaku
yang dilakukan agar terpenuhinya suatu kebutuhan.
Menurut Abraham Maslow kebutuhan manusia terdiri dari 5 yaitu (i)
dicintai dan dimiliki, (iv) kebutuhan akan harga diri dan (v) kebutuhan akan
aktualisasi diri.
Kebutuhan kesehatan (health needs) pada dasarnya bersifat objektif yaitu kebutuhan kesehatan yang ditentukan oleh tenaga medis dan karena itu untuk
meningkatkan derajat kesehatan pada perseorangan, keluarga, kelompok ataupun
masyarakat, upaya untuk memenuhinya bersifat mutlak. Sebagai sesuatu yang bersifat
objektif maka munculnya kebutuhan sangat ditentukan oleh masalah kesehatannya.
Berbeda halnya dengan kebutuhan, permintaan kesehatan (health demand) yang pada dasarnya bersifat objektif yaitu kebutuhan kesehatan yang ditentukan oleh persepsi
pasien tentang kesehatannya. Oleh karena itu pemenuhan permintaan tersebut pada
saat itu saja (Notoadmodjo, 2007).
Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan seringkali disalahtafsirkan dengan
permintaan terhadap perawatan, pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan belum
tentu merupakan pemenuhan permintaan perawatan pelayanan kesehatan seseorang
(Azwar, 1996).
Menurut Ewless dan Simnett ada empat macam kebutuhan yaitu (i) kebutuhan
normatif, (ii) kebutuhan yang dirasakan, (iii) kebutuhan yang dinyatakan, dan (iv)
kebutuhan komparatif. Kebutuhan normatif adalah kebutuhan yang ditetapkan oleh
seorang ahli atau seorang profesional sesuai dengan kebutuhan normatif, seperti
peraturan kesehatan makanan, ditetapkan oleh undang-undang.
Kebutuhan yang dirasakan adalah kebutuhan yang diidentifikasikan
atau tak terbatas banyaknya tergantung pada kesadaran dan pengetahuan orang
tentang apa yang dapat tersedia.
Kebutuhan yang dinyatakan adalah apa yang orang katakan mereka butuhkan
dan telah diubah menjadi permintaan yang terungkap/ dinyatakan. Tidak semua
kebutuhan yang dirasakan dapat berubah menjadi kebutuhan yang dinyatakan. Tidak
ada kesempatan, motivasi atau keberanian menyatakan sesuatu dapat menjadi
hambatan pengungkapan kebutuhan yang dirasakan.
Kebutuhan komparatif adalah kebutuhan yang ditatapkan ahli dengan
membandingkan kebutuhan masing-masing kelompok sasaran. Dalam hal ini,
kelompok yang belum mendapat perlakuan dianggap merupakan kelompok yang
memiliki kebutuhan.
2.6. Landasan Teori
RSUD Tanjung Pura sebagai sarana kesehatan milik pemerintah di wilayah
Kabupaten Langkat ditujukan untuk melayani masyarakat atau penduduk di
wilayahnya. Dengan demikian seharusnya masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan memanfaatkan jasa pelayanan rumah sakit tersebut. Konsep pemanfaatan
pelayanan kesehatan rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan mengacu teori
Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2005) bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
pencarian pelayanan kesehatan dapat digolongkan ke dalam 3 bagian yaitu (a) faktor
predisposisi yang menggambarkan karakteristik pasien yang mempunyai
kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan terdiri dari demografi,
kebutuhan pelayanan (need) yaitu keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan dan membuat seseorang megambil keputusan untuk
mencari pertolongan kesehatan dan keputusan untuk memanfaatkan pelayann
kesehatan merupakan kombinasi dari kebutuhan normatif dengan kebutuhan yang
dirasakan, karena untuk konsumsi pelayanan kesehatan.
Anderson (1975) mengemukakan suatu model perilaku seseorang terhadap
pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagai berikut:
Kepercayaan kesehatan (health belief) sebagaimana dikemukakan Anderson
(1974), mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, yaitu meliputi: penilaian
(persepsi) terhadap status sehat sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan,
pengetahuan tentang penyakit. Sehubungan dengan kajian dalam penelitian ini
tentang pemanfaatan rumah sakit, maka aspek sikap, persepsi dan pengetahuan
difokuskan tentang rumah sakit.
Enabling Need Health Service Predisposing
Menurut Ewless dan Simnett ada tiga macam kebutuhan yaitu (i) kebutuhan
yang dirasakan (ii) kebutuhan yang dinyatakan dan (iii) kebutuhan komparatif.
Kebutuhan yang dirasakan adalah kebutuhan yang diidentifikasikan orang-orang
sebagai apa yang mereka inginkan. Kebutuhan yang dirasakan dapat sedikit atau tak
terbatas banyaknya tergantung pada kesadaran dan pengetahuan orang tentang apa
yang dapat tersedia.
Kebutuhan yang dinyatakan adalah apa yang orang katakan mereka butuhkan
dan telah diubah menjadi permintaan yang terungkap/ dinyatakan. Tidak semua
kebutuhan yang dirasakan dapat berubah menjadi kebutuhan yang dinyatakan. Tidak
ada kesempatan, motivasi atau keberanian menyatakan sesuatu dapat menjadi
hambatan pengungkapan kebutuhan yang dirasakan.
Kebutuhan komparatif adalah kebutuhan yang ditetapkan ahli dengan
membandingkan kebutuhan masing-masing kelompok sasaran. Dalam hal ini,
kelompok yang belum mendapat perlakuan dianggap merupakan kelompok yang
2.7. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun
kerangka konsep sebagai berikut :
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian Kepercayaan Masyarakat
- Sikap terhadap pelayanan kesehatan
- Persepsi tentang pelayanan kesehatan
- Pengetahuan tentang
pelayanan kesehatan Pemanfaatan
RSUD Tanjung Pura Faktor Kebutuhan
Pelayanan (Need)
- Kebutuhan yang
dirasakan
- Kebutuhan yang
dinyatakan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah survei penjelasan atau explanatory reseach yang
bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antar variabel-variabel melalui analisis
statistik, dalam penelitian ini menjelaskan pengaruh kepercayaan dan kebutuhan
masyarakat terhadap pemanfaatan RSUD Tanjung Pura. Survei penjelasan merupakan
penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel penelitian
melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, 1989).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada Februari- Juni 2012.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kecamatan Tanjung Pura,
pemilihan populasi dikarenakan letak RSU Tanjung Pura di Kecamatan Tanjung Pura
maka populasi penelitian ini adalah seluruh KK di Kecamatan Tanjung Pura pada
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan digunakan untuk penelitian.
Mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti baik berupa tenaga,
waktu, maupun biaya maka peneliti menggunakan rumus Lemeshowb, dkk (1997),
sebagai berikut:
Maka:
(Z(1–α/2)√pₒ. qₒ +Z(1-β)√pɑ.qɑ)² n ≥
(pₒ - pɑ)²
(1,96 √(0,2614)(1-0,2614) + 1,282 √(0,3614)(1-0,3614)
n ≥
(0,10)²
n ≥ 219
Dimana : Z (1-α/2) = nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan
tingkat kemaknaan α (untuk α = 0,05 adalah 1,96)
Z(1-β) = nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kuasa
(power) sebesar diinginkan (untuk ß=0,10 adalah 1,28) pₒ = Proporsi kunjungan di RSU Tanjung Pura = 0,2614*) pₒ - pɑ = Selisih proporsi yang berkunjung, ditetapkan sebesar = 0,10
pɑ = Proporsi kunjungan yang diteliti, diperbesar 0,3614 *) Data BPS Kecamatan Tanjung Pura
Berdasarkan perhitungan di atas jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
Statistik) Kecamatan Tanjung Pura tahun 2011, jumlah KK sebanyak 14.729,
sehingga diperoleh jumlah sampel di setiap kelurahan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2011
Sumber: BPS Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2011
Dari perhitungan tersebut jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini