• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Kepuasan Kerja

2.3.1. Defenisi Kepuasan Kerja

Menurut Handoko dalam Darmawan (2013), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan ketika karyawan memandang pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Darmawan, kepuasan kerja adalah suatu tanggapan secara kognisi dan afeksi dari seorang karyawan terhadap hasil pekerjaan atau kondisi-kondisi lain yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti gaji, lingkungan kerja, rekan kerja, dan atasan.

2.3.2. Faktor-faktor Kepuasan Kerja

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Burt yang dikutip Sunyoto (2013) yakni 1) faktor hubungan antar karyawan (hubungan antara manajer dengan karyawan, faktor fisik dan lingkungan kerja, sugesti dari teman sekerja); 2) faktor individual, hubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaan, usia dan jenis kelamin; 3) faktor keadaan keluarga karyawan; 4) rekreasi, meliputi pendidikan.

Menurut Ghiselli dan Brown yang dikutip Sunyoto (2013), faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yakni : 1) kedudukan, orang beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada yang berkedudukan lebih rendah; 2) pangkat, pada pekerjaan yang mendasar pada perbedaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Jika ada kenaikan upah, maka ada yang beranggapan sebagai kenaikan pangkat; 3) umur, dirasakan adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan

umur karyawan. Umur 25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah umur yang biasa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaannya; 4) mutu pengawasan, kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan dan hubungan yang lebih baik dari pimpinan dan bawahan sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang terpenting dari organisasi kerja tersebut.

Pendapat Robbins (2001) dalam Darmawan (2013), bahwa seseorang tidak hanya sekedar melakukan pekerjaan, tetapi juga berhubungan dengan setiap aspek lain seperti interaksi dengan rekan sekerja, atasan, kebijakan organisasi, dan lingkungan kerja tertentu yang memungkinkan untuk tidak sesuai atau sesuai dengan dirinya. Pendapat tersebut menunjukkan kepuasan kerja seseorang dipengaruhi banyak faktor, tidak hanya dinilai dari gaji saja, namun juga berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri serta faktor lainnya seperti hubungan dengan atasan dan rekan sekerja (manajemen konflik) dan aturan-aturan (budaya organisasi).

2.3.3. Kategori Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja dapat mempunyai beberapa bentuk atau kategori. Colquitt, Lepine, Wesson (2011) dalam Wibowo (2013) mengemukakan adanya beberapa kategori kepuasan kerja.

1. Pay Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang bayaran mereka, termasuk apakah sebanyak yang mereka berhak mendapatkannya, diperoleh dengan aman dan

2. Promotion Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang kebijakan promosi perusahaan dan pelaksanaannya, termasuk apakah promosi sering diberikan, dilakukan dengan jujur, dan berdasar pada kemampuan.

3. Supervision Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang atasan mereka, termasuk apakah atasan mereka kompeten, sopan dan komunikator yang baik, dan bukannya bersifat malas, mengganggu, dan menjaga jarak.

4. Coworker Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang teman sekerja mereka, termasuk apakah rekan sekerja mereka cerdas, bertanggung jawab, membantu, menyenangkan, dan menarik. Pekerja mengharapkan rekan sekerjanya membantu dalam pekerjaan. Hal ini penting karena kebanyakan dalam batas tertentu mengandalkan pada rekan sekerja dalam menjalankan tugas pekerjaan.

5. Satisfaction with the work itself

Mencerminkan perasaan pekerja tentang tugas pekerjaan mereka sebenarnya, termasuk apabila tugasnya menantang, menarik, dihormati, dan memanfaatkan keterampilan penting daripada sifat pekerjaan yang menjemukan, berulang-ulang dan tidak nyaman.

6. Altruism

Altruism merupakan sifat suka membantu orang lain dan menjadi penyebab moral. Sifat ini antara lain ditunjukkan oleh kesediaan orang untuk membantu rekan sekerja ketika sedang menghadapi banyak tugas.

7. Status

Status menyangkut prestise, mempunyai kekuasaan atas orang lain, atau merasa memiliki popularitas.

8. Environment

Lingkungan menunjukkan perasaan nyaman dan aman. Lingkungan kerja yang baik dapat menciptakan quality of worklife di tempat pekerjaan.

2.3.4. Mengukur Kepuasan Kerja

Komponen atau unsur yang dapat dipergunakan untuk mengukur kepuasan kerja.

1. Pandangan Colquitt, Lepine, dan Wesson

Colquitt, Lepine, dan Wesson melihat adanya dua unsur yang terkandung dalam kepuasan kerja, yaitu Value Fulfillment atau pemenuhan nilai dan Satisfaction with the wok itself atau kepuasan atas pekerjaan itu sendiri.

2. Pandangan Kreitner dan Kinicki

Kreitner dan Kinicki memberikan wawasan tentang cara yang dapat dipakai untuk meningkatkan kepuasan kerja pekerja, yaitu need fulfillment/pemenuhan kebutuhan, discrepancies/ketidaksesuaian, value attainment/pencapaian nilai,

3. Pandangan Schermerhon, Jr., John R., James G. Hunt, Richard N. Osborn, dan Mary Uhl-Bien

Schermerhon, Jr., John R., James G. Hunt, Richard N. Osborn, dan Mary Uhl-Bien (2011) dalam Wibowo (2013) mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat diketahui melalui observasi dan interpetasi secara berhati-hati tentang apa yang dikatakan dan dilakukan orang sambil melakukan pekerjaannya. Mereka menyebutnya kompenen kepuasan kerja. Dalam hal ini ada dua model yang disarankan dapat dipergunakan, yaitu The Minnesota Satisfaction Quesitionaire dan Job Descriptive Index.

The Minnesota Satisfaction Quesitionaire (MSQ) mengukur kepuasan antara lain dengan (a) working condition, kondisi kerja, (b) chances for advancement, kesempatan untuk maju, (c) freedom to use one’s own judgement, kebebasan untuk mempergunakan pertimbangannya sendiri, (d) praise for doing a good job, memuji karena telah melakukan pekerjaan baik, dan (e) feelings of accomplishment, perasaan atas penyelesaian.

Sedangkan Job Descriptive Index mengukur kepuasan dari lima segi, yaitu (a) the work itself, pekerjaan itu sendiri, (b) quality of supervision, kualitas pengawasan, (c) relationship with co-workers, hubungan dengan rekan sekerja, (d) promotion opportunities, peluang promosi, (e) pay, bayaran.

2.3.5. Dampak Ketidakpuasan Kerja

Dampak dari ketidakpuasan pekerja dituangkan dalam model teoritik dinamakan EVLN-Model oleh Robbins dan Judge (2011) dalam Wibowo (2013), yang terdiri dari exit, voice, loyality, dan neglect. Kerangka tanggapan pekerja terhadap ketidakpuasan kerja tersebut dibedakan dalam dua dimensi : konstruktif/distruktif dan aktif/pasif, sebagaimana digambarkan di bawah ini.

Active

Destructive Contructive

Passive

Gambar 2.1. Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja

1. Exit. Respon exit merupakan perilaku langsung dengan meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri.

2. Voice. Respon voice termasuk aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menganjurkan perbaikan, mendiskusikan persoalan dengan atasan, dan melakukan beberapa bentuk aktivitas perserikatan.

3. Loyality. Respon loyality berarti secara positif, tetapi secara optimistik menunggu kondisi membaik, termasuk berbicara untuk organisasi menghadapi kritikan eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya melakukan sesuatu yang benar.

EXIT VOICE

4. Neglect. Respon neglect secara pasif memungkinkan kondisi memburuk dan termasuk kemangkiran secara kronis atau keterlambatan, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.

2.3.6. Petugas Rawat Inap

Petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan terdiri dari perawat dan bidan. Berdasarkan Lokakarya Nasional pada Bulan Januari 1983 di Jakarta, telah disepakati pengertian keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Asmuji, 2012).

Ciri dari praktek pelayanan professional secara umum adalah memiliki otonomi, bertanggung jawab dan bertanggung gugat (accountability) menggunakan metode ilmiah berdasarkan standar praktek dan kode etik profesi dan memiliki aspek legal (Depkes RI, 2004).

Menurut Henderson dalam Nurjannah (2010), indikator kinerja perawat dapat dilihat dari pelaksanaan standar asuhan keperawatan yang merupakan pemberdayaan proses keperawatan meliputi : 1) Pengkajian perawatan : data dianamnesa, untuk menegakkan diagnosa keperawatan, 2) Diagnosa keperawatan : respon pasien yang dirumuskan berdasarkan data status kesehatan pasien, 3) Perencanaan keperawatan : disusun sebelum melaksanakan tindakan, 4) Implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan : ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien dipenuhi secara

maksimal, 5) Evaluasi keperawatan : dilakukan secara periodik dari semua tindakan dan rencana tindakan yang terlaksana.

Dokumen terkait