• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Budaya Organisasi dan Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Budaya Organisasi dan Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN MANAJEMEN KONFLIK TERHADAP KEPUASAN KERJA PETUGAS RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN

TAHUN 2014

TESIS

Oleh

ARI SANTI MARISSA 127032123/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN MANAJEMEN KONFLIK TERHADAP KEPUASAN KERJA PETUGAS RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARI SANTI MARISSA 127032123/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN MANAJEMEN KONFLIK TERHADAP KEPUASAN KERJA PETUGAS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Ari Santi Marissa Nomor Induk Mahasiswa : 127032123

Program studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi pembimbing

(Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si) (Hj. Masnelly Lubis, S.Kep, M.A.R.S

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 09 Oktober 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si Anggota : 1. Masnelly Lubis, S.Kep, M.A.R.S

2. Dr. Juanita, S.E, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN MANAJEMEN KONFLIK TERHADAP KEPUASAN KERJA PETUGAS RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANGSIDIMPUAN

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

(6)

ABSTRAK

Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian, karena kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang besar pada tindakan seseorang/karyawan dalam bekerja. Apabila seseorang merasakan kepuasan kerja, ia akan berusaha dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugasnya dengan optimal. Kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh budaya organisasi dan manajemen konflik.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi dan manajemen konflik terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan.

Jenis penelitian adalah survey explanatory. Populasi adalah petugas rawat inap sebanyak 108 orang dan sampel sebanyak 51 orang. Data diperoleh melalui kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik berganda.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa variabel budaya organisasi di RSUD Kota Padangsidimpuan dalam kategori baik sebesar 54,9% dan variabel manajemen konflik dalam kategori baik sebesar 66,7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi dan manajemen konflik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan. Kedua variabel mampu menjelaskan sebesar 63,8% dan sisanya sebesar 36,2% dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa budaya organisasi yang berpengaruh terbesar terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan. Disarankan kepada manajemen RSUD Kota Padangsidimpuan hendaknya tetap mempertahankan nilai-nilai budaya organisasi dan manajemen konflik yang sudah baik, serta menguatkan pengamalan nilai-nilai budaya organisasi yang masih lemah seperti meningkatkan sikap tulus dan ikhlas, keramahan dan kerja sama. Diharapkan juga mengurangi manajemen konflik menghindar (avoiding) agar terjalin kompromi untuk menyelesaikan masalah yang timbul terutama mengenai kepuasan kerja petugas rawat inap.

(7)

ABSTRACT

Job satisfaction is one of the factors that need to get attention, because job satisfaction has a significant influence on the actions of a person / employee in the work. When someone takes the job satisfaction, it will work with all possessed the ability to complete the work by optimally. Officers at Fort Padangsidimpuan RSUD complain about the lack of cooperation and understanding of the respective tufoksi up sometimes problems often occur in the interaction force until the performance is not optimal visible at rs performance indicators are not ideal.

The purpose of this study to analyze the influence of organizational culture and conflict management, job satisfaction inpatient staff in the District General Hospital Kota Padangsidimpuan.

Type of research is the Explanatory survey. Inpatient staff population of 108 persons and a sample of 51 people. Data were obtained through interviews guided by a questionnaire and analyzed with multiple linear regression.

The results showed that the variables of organizational culture in the City RSUD Padangsidimpuan in good category of 54.9% and a variable conflict management in the good category of 66.7%. Test results found multiple linear variable conflict management, organizational culture and significant effect on job satisfaction and inpatient staff at County General Hospital Kota Padangsidimpuan. R square of 0.504, meaning that the ability variable and conflict management, organizational culture can explain the variable effects on job satisfaction in the District General Hospital Kota Padangsidimpuan of 50.4%, the remaining 50.6% is explained by other variables that were not examined. Partial variable organizational culture and conflict management are also significant effect on job satisfaction and inpatient staff at County General Hospital Kota Padangsidimpuan.

The conclusion is that organizational culture and conflict management, significant effect on job satisfaction and inpatient staff at County General Hospital Kota Padangsidimpuan. Recommended to management RSUD Padangsidimpuan City should evaluate the monitoring of the running system and conflict management, organizational culture to improve job satisfaction and inpatient staff to the vision and mission of RS could be implemented.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkah dan

rahmatNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Pengaruh Budaya Organisasi dan Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja

Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun

2014”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan tesis ini mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

3. Prof Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

(9)

5. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si, selaku ketua komisi pembimbing dan

Masnelly Lubis, S.Kep, M.A.R.S., selaku anggota komisi pembimbing yang

dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan

meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga

penulisan tesis selesai.

6. Dr. Juanita, S.E, M.Kes, dan Siti Khadijah Nasution, S.K.M, M.Kes, selaku

penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,

mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari

proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Andar Amin Harahap, S.S.T.P, M.Si selaku Walikota Kota Padangsidimpuan

yang telah berkenan memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan

pendidikan tugas belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

8. Drs. Zulkarnaen Nasution, M.M, selaku mantan Walikota Padangsidimpuan,

yang pada masa kepemimpinannya telah berkenan memberikan izin kepada

penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan tugas belajar

pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

9. dr. Aminuddin selaku Direktur RSUD Kota Padangsidimpuan yang telah

(10)

pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

10.Wakil Direktur Bidang Pendidikan dan Pelatihan beserta staf, Wakil Direktur

Bidang Pelayanan Medis dan Perawatan RSUD Kota Padangsidimpuan beserta

staf, rekan-rekan sejawat khususnya petugas rawat inap yang memberikan

dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Sumatera Utara.

11.Staf dosen dan pegawai Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang mendukung penulis

menyelesaikan pendidikan tepat waktu.

12.Kak Ema yang telah mendukung penulis di saat-saat sulit.

13.Ayahanda, Asal Tambunan, S.Pd, dan Ibunda, Riasih, S.Pd atas segala restunya

dan do’a untuk penulis sampai saat ini mendapat pendidikan yang terbaik.

14.Kakanda, Samsul Rizal, S.P, S.Pd, dan Riski Wanda, S.Pd serta adinda, Melati

Indah Sari, S.S.T, Nanda Budi Satria, dan Riri Rosa Apriannisa yang selalu sabar

dan menyemangati penulis untuk menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

15.Namboru tersayang, Hj. Yatina Tambunan, S.K.M, dan Dra. Hj. Sari Bulan

Tambunan, MMA beserta Amangboru, H. Achmad Arifin Rangkuti yang

(11)

16.M. Ali Basa Siregar, teman yang selalu menyemangati penulis di saat sedih dan

memotivasi penulis untuk menyelesaikan pendidikan tepat waktu.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang

kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2014

Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Ari Santi Marissa, lahir di Padangsidimpuan pada tanggal 08 Pebruari 1986, anak ketiga dari 6 bersaudara, anak dari pasangan Asal Tambunan, S.Pd dan Riasih, S.Pd.

Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Tingkat Kanak-kanak Aisiyah Padangsidimpuan selesai pada tahun 1992, Sekolah Dasar Negeri 15/142431 Padangsidimpuan selesai pada tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Padangsidimpuan selesai pada tahun 2001, Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Padangsidimpuan selesai pada tahun 2004, Program Studi Kebidanan Padangsidimpuan Politeknik Kesehatan Depkes RI Medan selesai pada tahun 2007, Program Studi D IV Bidan Pendidik Politeknik Kesehatan Depkes RI Medan selesai pada tahun 2009.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

ABSTRACT ………... ii

KATA PENGANTAR ………. iii

RIWAYAT HIDUP ………. iv

DAFTAR ISI ……… v

DAFTAR TABEL ……… vi

DAFTAR GAMBAR ……… vii

DAFTAR LAMPIRAN ……… viii

BAB 1. PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang………. 1

1.2. Permasalahan……….. 11

1.3. Tujuan Penelitian………. 11

1.4. Hipotesis……….. 11

1.5. Manfaat Penelitian……… 11

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA……… 13

2.1. Budaya Organisasi ……….. 13

2.2. Manajemen Konflik ……… 17

2.3. Kepuasan Kerja ……….. 27

2.4. Landasan Teori ..……… 34

2.5. Kerangka Konsep ……… 36

BAB 3. METODE PENELITIAN……….. 37

3.1. Jenis Penelitian ………. 37

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 37

3.3. Populasi dan Sampel ……… 38

3.4. Metode Pengumpulan Data ………. 39

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ………. 43

3.6. Metode Pengukuran ……… 44

3.7. Metode AnalisisData ……….. 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ……… 49

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ………. 49

(14)

BAB 5. PEMBAHASAN ……….. 69

5.1. Pengaruh Variabel Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan ………. 69

5.2. Pengaruh Variabel Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan ……… 71

5.3. Kepuasan Kerja ……….. 73

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 76

6.1. Kesimpulan ………. 76

6.2. Saran ………... 76

DAFTAR PUSTAKA……… 78

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1. Daftar Absensi Pegawai RSUD Kota Padangsidimpuan ….. 7

1.2. Utilitas Rawat Inap ……..………. 8

3.1. Jumlah Populasi Dan Sampel Petugas PNS Di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Padangsidimpuan ….………

39

3.2 Hasil Uji Validitas Kuesioner ……… 41

3.3 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner ……… 42

3.4. Metode Pengukuran Variabel Penelitian ………... 47

4.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Petugas Rawat Inap di RSUD Kota Padangsidimpuan ………..

52

4.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Responden terhadap Variabel Budaya Organisasi ………..

55

4.3. Distribusi Frekuensi Kategori Responden terhadap Variabel Budaya Organisasi ………

56

4.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Responden terhadap Variabel Manajemen Konflik ……….

58

4.5. Distribusi Frekuensi Kategori Responden terhadap Variabel Manajemen Konflik ………..

61

4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Responden terhadap Variabel Kepuasan Kerja ………

62

4.7. Distribusi Frekuensi Kategori Responden terhadap Variabel Kepuasan Kerja ……….

64

4.8. Hubungan Variabel Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di RSUD Kota

Padangsidimpuan ………..

(16)

4.9. Hubungan Hubungan Variabel Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di RSUD Kota

Padangsidimpuan ………..

65

4.10. Model Summary ……… 66

(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja ……….. 32

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pengantar Kuesioner Penelitian ……….. 84

2. Kuesioner Penelitian ….………. 85

3. Master Data ……… 91

4. Analisis Univariat ………... 96

5. Analisis Bivariat ………. 113

6. Analisis Multivariat ………. 116

7. Surat Izin Uji Kuesioner dan Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ……….

119

8. Surat Balasan Izin Kuesioner dan Izin Penelitian dari Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan ……….

(19)

ABSTRAK

Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian, karena kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang besar pada tindakan seseorang/karyawan dalam bekerja. Apabila seseorang merasakan kepuasan kerja, ia akan berusaha dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugasnya dengan optimal. Kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh budaya organisasi dan manajemen konflik.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi dan manajemen konflik terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan.

Jenis penelitian adalah survey explanatory. Populasi adalah petugas rawat inap sebanyak 108 orang dan sampel sebanyak 51 orang. Data diperoleh melalui kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik berganda.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa variabel budaya organisasi di RSUD Kota Padangsidimpuan dalam kategori baik sebesar 54,9% dan variabel manajemen konflik dalam kategori baik sebesar 66,7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi dan manajemen konflik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan. Kedua variabel mampu menjelaskan sebesar 63,8% dan sisanya sebesar 36,2% dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa budaya organisasi yang berpengaruh terbesar terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan. Disarankan kepada manajemen RSUD Kota Padangsidimpuan hendaknya tetap mempertahankan nilai-nilai budaya organisasi dan manajemen konflik yang sudah baik, serta menguatkan pengamalan nilai-nilai budaya organisasi yang masih lemah seperti meningkatkan sikap tulus dan ikhlas, keramahan dan kerja sama. Diharapkan juga mengurangi manajemen konflik menghindar (avoiding) agar terjalin kompromi untuk menyelesaikan masalah yang timbul terutama mengenai kepuasan kerja petugas rawat inap.

(20)

ABSTRACT

Job satisfaction is one of the factors that need to get attention, because job satisfaction has a significant influence on the actions of a person / employee in the work. When someone takes the job satisfaction, it will work with all possessed the ability to complete the work by optimally. Officers at Fort Padangsidimpuan RSUD complain about the lack of cooperation and understanding of the respective tufoksi up sometimes problems often occur in the interaction force until the performance is not optimal visible at rs performance indicators are not ideal.

The purpose of this study to analyze the influence of organizational culture and conflict management, job satisfaction inpatient staff in the District General Hospital Kota Padangsidimpuan.

Type of research is the Explanatory survey. Inpatient staff population of 108 persons and a sample of 51 people. Data were obtained through interviews guided by a questionnaire and analyzed with multiple linear regression.

The results showed that the variables of organizational culture in the City RSUD Padangsidimpuan in good category of 54.9% and a variable conflict management in the good category of 66.7%. Test results found multiple linear variable conflict management, organizational culture and significant effect on job satisfaction and inpatient staff at County General Hospital Kota Padangsidimpuan. R square of 0.504, meaning that the ability variable and conflict management, organizational culture can explain the variable effects on job satisfaction in the District General Hospital Kota Padangsidimpuan of 50.4%, the remaining 50.6% is explained by other variables that were not examined. Partial variable organizational culture and conflict management are also significant effect on job satisfaction and inpatient staff at County General Hospital Kota Padangsidimpuan.

The conclusion is that organizational culture and conflict management, significant effect on job satisfaction and inpatient staff at County General Hospital Kota Padangsidimpuan. Recommended to management RSUD Padangsidimpuan City should evaluate the monitoring of the running system and conflict management, organizational culture to improve job satisfaction and inpatient staff to the vision and mission of RS could be implemented.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Organisasi rumah sakit merupakan organisasi yang unik dan kompleks. Unik

karena di rumah sakit terdapat suatu proses yang menghasilkan jasa perhotelan

sekaligus jasa medis dan perawatan dalam bentuk pelayanan kepada pasien yang

rawat inap maupun berobat jalan. Kompleks karena terdapat permasalahan yang

sangat rumit. Rumah sakit merupakan suatu organisasi padat karya dengan latar

belakang pendidikan yang berbeda-beda. Di dalamnya ada berbagai macam fasilitas

pengobatan dan berbagai macam peralatan. Kemudian, orang yang dihadapi adalah

orang-orang beremosi labil, tegang dan emosional karena sedang dalam keadaan

sakit, termasuk keluarga pasien (Supriyanto, 2010).

Setiap kelompok dalam suatu organisasi, dimana di dalamnya terjadi interaksi

antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Adanya

konflik terjadi akibat komunikasi yang tidak lancar, tidak adanya kepercayaan serta

tidak adanya sifat keterbukaan dari pihak-pihak yang saling berhubungan. Konflik

sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan,

disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan

beban kerja yang sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan

tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara

(22)

dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja

(Sumaryanto, 2010).

Semakin besar suatu ukuran organisasi semakin cenderung menjadi kompleks

keadaannya. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber daya potensial untuk

timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya

manusia, dimana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai

tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja (Juanita,

2002).

Menurut Gunawan (2010) dalam organisasi rumah sakit, tidak semua pekerja

atau karyawan bekerja secara optimal. Hal ini tampak bahwa tidak semua karyawan

dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seperti yang diharapkan rumah sakit.

Kondisi kepuasan kerja yang rendah dapat menyebabkan karyawan bosan dengan

tugas-tugasnya cepat atau lambat tidak dapat diandalkan, menjadi mangkir atau buruk

prestasi kerjanya.

Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian,

karena kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang besar pada tindakan

seseorang/karyawan dalam bekerja. Sikap terhadap pekerjaan menjadi indikator

ketepatan aspirasi sikap anggota suatu organisasi sebagai imbas berbagai pendekatan

kebijakan organisasi. Apabila karyawan bekerja tidak produktif artinya karyawan

memiliki tidak semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan mempunyai

(23)

Apabila seseorang merasakan kepuasan kerja, ia akan berusaha dengan

segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugasnya dengan

optimal. Namun dalam kenyataannya di Indonesia dan juga di beberapa negara lain,

kepuasan kerja secara menyeluruh belum mencapai tingkat maksimal (Johan, 2002).

Penelitian Huffman, dkk dalam Posig dan Kickul (2004) bahwa 70% pekerja

mengaku tidak puas terhadap pekerjaannya karena adanya konflik dalam

keseimbangan karir dan keluarganya. Penelitian Sahyuni (2009) 51,3% responden

menyatakan tidak puas terhadap pekerjaannya, terutama pada faktor kompensasi dan

hubungan karyawan dengan pihak manajemen.

Terpenuhinya kebutuhan karyawan memberikan dampak terhadap kepuasan.

Keinginan organisasi dengan keinginan karyawan harus terjadi kesesuaian, sehingga

pemenuhan kebutuhan karyawan harus dilakukan karena memberi dampak pada

kepuasan kerja (Sunarso, 2009).

Temuan Tepeci (2001) yang dikutip Sopiah (2008) mengungkapkan bahwa

budaya organisasi berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja. Penelitian Utami

(2005) menemukan ada hubungan yang signifikan antara iklim organisasi dengan

kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap dengan mayoritas 70,3%

perawat mempunyai kepuasan kerja sedang. Penelitian Koesmono (2005) menyatakan

bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Chasanah (2008)

dalam penelitiannya menemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap

kepuasan kerja. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan Suhanto (2009) menemukan

(24)

kepuasan kerja, dan kepuasan kerja mampu menurunkan niat untuk pindah. Penelitian

Widyarini (2009) menyatakan bahwa budaya organisasi birokrasi mempunyai

pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja, budaya inovasi dan budaya suportif

mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja.

Idrus (2006) menyatakan bahwa iklim organisasi memiliki kontribusi yang

cukup signifikan terhadap setiap individu di organisasi, yang pada ujung-ujungnya

akan berpengaruh pula terhadap kualitas kerja. Kepuasan kerja dan kualitas kerja

antara satu individu dengan individu lainnya dapat berbeda, dikarenakan perbedaan

dalam mempersepsi iklim organisasi tempat dirinya bekerja. Bagi mereka yang

mempersepsi secara positif, maka dengan sendirinya akan tercipta rasa nyaman dan

nikmat dalam bekerja, dan pada akhirnya akan menghasilkan kualitas kehidupan kerja

yang baik. Sebaliknya, mereka yang mempersepsi iklim organisasi secara negatif,

maka akan menyebabkan rasa bosan dalam bekerja, menurunnya gairah kerja, jika

sudah demikian yang terjadi adalah meningkatnya kemangkiran dalam bekerja,

produktivitas kerja yang rendah dan akhirnya indikasi kesejahteraan ataupun kualitas

kehidupan kerja yang baik tidak dapat dicapai dengan sempurna.

Berbagai fenomena di Jakarta seperti adanya unjuk rasa karyawan atau

perawat pada rumah sakit dan adanya angka keluar masuk perawat yang tinggi,

semuanya ini menandakan adanya keresahan karyawan rumah sakit terhadap

kebijakan manajemen rumah sakit.

(25)

pemicu konflik baik pada level individu maupun level organisasi. Pemicu konflik

tersebut akan membentuk persepsi atas konflik dan akhirnya akan membentuk

konflik. Hasil akhir dari proses terjadinya konflik akan memberikan dampak yang

negatif. Hasil penelitian Alfiah (2013) membuktikan bahwa konflik memiliki dampak

yang signifikan dan positif terhadap kepuasan kerja. Penelitian Lathifah (2008)

membuktikan bahwa konflik pekerjaan mengintervensi keluarga berpengaruh

terhadap kepuasan kerja dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap turnover

intentions. Menurut Husein (2008) konflik peran yang dirasakan oleh akuntan

manajemen tidak mempengaruhi kepuasan kerjanya.

Penelitian Laksmi dan Hadi (2012) menunjukkan adanya korelasi yang

signifikan antara konflik peran ganda dengan kepuasan kerja, maka kepuasan kerja

semakin rendah. Penelitian Agustina (2009) menemukan adanya pengaruh yang

signifikan dari variabel konflik peran secara parsial terhadap kepuasan kerja.

Penelitian Rantika dan Sunjoyo (2011) mengenai pengaruh konflik terhadap

komitmen organisasional yang dimediasi oleh kepuasan kerja pada profesi perawat di

RSUD Dr. Moewardi Surakarta menemukan bahwa work interfening with the family

(WIF) memengaruhi kepuasan kerja secara negatif (γ = - 0,324; p < 0,01) dan

kepuasan kerja memengaruhi komitmen organisasional secara positif (γ = 0,839; p <

0,05).

Wirawan (2009) mendefenisikan manajemen konflik sebagai proses yang

terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya

(26)

Raditya (2012) menyatakan bahwa kepuasan kerja para staf fungional umum

mempunyai hubungan signifikan dengan manajemen konflik yaitu obliging (kerelaan

untuk membantu) dan avoiding (menghindar). Penelitian Utami, dkk (2013) tentang

manajemen konflik interpersonal pada karyawan kontrak di bank Syariah Mandiri

Cabang Padang menemukan bahwa yang paling dominan dipakai gaya manajemen

konflik kolaborasi, kompromi dan menghindar.

Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran

tenaga medis dan non medis (Depkes RI, 2001). Menurut Suroso (2011) bahwa

evaluasi terhadap penerapan sistem jenjang karir berdasar kompetensi di beberapa

rumah sakit di Indonesia terbukti secara klinik dan riset, dapat meningkatkan

kepuasan kerja dan mutu pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan keperawatan.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan penulis terhadap 20 orang

petugas rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Padangsidimpuan pada bulan Januari 2014, diperoleh keterangan sementara bahwa

sebagian besar yaitu 8 (delapan) orang atau 40% menyatakan kurangnya kerjasama

dan pengertian akan tupoksi masing-masing sehingga terkadang sering terjadi

masalah dalam interaksi antar petugas, seperti kurang jelasnya operan pergantian

dinas, ketidakdisiplinan waktu seperti permisi ke kantin, ada urusan sebentar dan

telat masuk dinas yang telah ditentukan (pagi jam 08.00 s.d 15.00 WIB, sore jam

15.00 s.d 21.30 WIB, malam jam 21.30 s.d 08.00), ketidakhadiran dinas, pengantaran

(27)

tidak sesuai dengan beban kerja di ruangan (berdasarkan jumlah pasien per ruangan,

bukan didasarkan kinerja petugas) dan lainnya yang dapat menimbulkan konflik.

Tabel 1.1. Daftar Absensi Pegawai RSUD Kota Padangsidimpuan

Tahun Sakit Ijin Alpha Total

2012 263 3 220 486

2013 464 8 264 736

Sumber :Kepegawaian RSUD Kota Padangsidimpuan, 2014

Dari Tabel 1.1. di atas dapat kita lihat terjadi peningkatan absensi yang

meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Robbins (2003) masuk akal bahwa karyawan

yang tidak puas besar kemungkinannya untuk tidak masuk kerja.

Berdasarkan analisa SWOT identifikasi kelemahan faktor internal lingkungan

strategis RSUD Kota Padangsidimpuan tahun 2013, ditemukan diantaranya

penempatan pegawai banyak yang tidak sesuai kompetensinya, reward dan

punishment belum sepenuhnya dilaksanakan, koordinasi antar bidang di RS belum

optimal, jenjang karier belum berdasarkan evaluasi kinerja, sarana dan prasana belum

lengkap, sistim informasi RS belum terlaksana, program pendidikan dan pelatihan

staff di RS belum terlaksana, pengawasan dan evaluasi kinerja di masing-masing

bidang belum optimal.

Menurut Dalimunthe (2003) bahwa dalam sebuah organisasi, pekerjaan

individual maupun kelompok saling terkait dengan pekerjaan pihak-pihak lainnya.

Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu

diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu

(28)

kambing hitam. Harahap (2012) menemukan kurangnya variabel kepemimpinan

sebesar 70,2% dan variabel komunikasi sebesar 56,1% sehingga mempengaruhi

kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Kota Padangsidimpuan.

Data Rekam Medik RSUD Kota Padangsidimpuan (2014) indikator kinerja

rawat inap berupa BOR 2009 (36%), BOR 2010 (44,0%), BOR 2011 (35,83%), dan

BOR 2012 (47,18%). Dapat dilihat jumlah pasien rawat inap berdasarkan indikator

BOR (Bed Occupancy Rate) mengalami fluktuasi dan cenderung rendah, padahal

BOR ideal rumah sakit secara nasional di Indonesia seharusnya berada dalam kisaran

75%-85% (Muninjaya, 2004).

Tabel 1.2. Utilitas Rawat Inap

Rawat Inap Askes 2013 Rawat Inap BPJS 2014

Bulan Jumlah Bulan Jumlah

Januari 160 Januari 269

Pebruari 162 Pebruari 276

Maret 161 Maret 317

April 155 April 335

Mei 156 Mei 388

Juni 148 Juni 446

Juli 157

Agustus 112

September 182

Oktober 139

Nopember 177

Desember 197

Sumber :RSUD Kota Padangsidimpuan, 2014.

Dari Tabel 1.2. dapat dilihat kecenderungan peningkatan utilitas rawat inap

(29)

Kesehatan Nasional (JKN) menarik minat masyarakat untuk memeriksakan kesehatan

diri pada fasilitas-fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah termasuk

RSUD Kota Padangsidimpuan dan tampaknya RSUD Kota Padangsidimpuan mulai

berhasil mewujudkan visi menjadi rumah sakit umum yang diminati oleh masyarakat.

Peneliti memperhatikan adanya kotak saran yang terpasang di dinding salah

satu sudut ruangan rawat inap yang sering dilalui, tetapi letaknya kurang menarik

perhatian pengunjung. Menurut salah satu petugas rawat inap, kotak saran tersebut

tidak selalu dimanfaatkan oleh pasien dan keluarga. Evaluasi kotak saran pun jarang

dilakukan.

Untuk mengetahui kinerja petugas rawat inap peneliti juga mewawancarai 20

orang pasien dan keluarganya, diperoleh hasil sementara bahwa sebanyak 5 orang

atau 25% merasa kurang puas, 13 orang atau 65% merasa cukup puas, dan 2 orang

atau 10% merasa sangat puas terhadap pelayanan petugas. Mereka yang menyatakan

kurang puas disebabkan menurut mereka petugas kurang ramah dan tidak selalu

tanggap terhadap keluhan pasien dan keluarga.

Menurut Ilyas (2012) bahwa kinerja adalah penampilan hasil karya personal

baik kuantitas maupun kualitas organisasi. Terdapat tujuh indikator kinerja. Dua di

antaranya mempunyai peran yang sangat penting yaitu tujuan dan motif. Kinerja

ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai dan untuk melakukannya diperlukan

motif. Tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan.

(30)

kinerja juga memerlukan adanya dukungan sarana, kompetensi, peluang, standar, dan

umpan balik (Wibowo, 2012).

Kusumawati (2008) dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa budaya

organisasi secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dalam

meningkatkan kinerja karyawan. Indrawati (2003) melakukan penelitian tentang

pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan dan kepuasan pelanggan pada

rumah sakit swasta di kota Denpasar, memperoleh hasil bahwa kepuasan kerja

memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kinerja karyawan. Menurut Nur

(2013) bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai artinya

semakin tinggi tingkat kepuasan kerja akan memberikan dampak positif dalam

meningkatkan kinerja pegawai.

Penelitian Mariam (2009) menyatakan budaya organisasi dan gaya

kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja

dalam meningkatkan kinerja karyawan. Hasil penelitian Matalia (2012) menunjukkan

bahwa kepemimpinan dan hubungan kerja karyawan mempunyai pengaruh signifikan

terhadap pengembangan karir, hubungan kerja dan pengembangan karir berpengaruh

signifikan terhadap kepuasan kerja.

Abubakar (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh manajemen konflik

pada kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah

Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, menunjukkan bahwa ada peningkatan yang

(31)

kepuasan kerja, kepuasan kerja berhubungan dengan kebijakan yang berlaku di

organisasi termasuk budaya organisasi dan manajemen konflik.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang, peneliti menduga bahwa budaya organisasi

dan manajemen konflik yang tidak baik akan membentuk persepsi ketidakpuasan

kerja petugas rawat inap, sehingga permasalahan penelitian ini adalah apakah terdapat

pengaruh budaya organisasi dan manajemen konflik terhadap kepuasan kerja petugas

rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh budaya organisasi

dan manajemen konflik terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di RSUD Kota

Padangsidimpuan.

1.4. Hipotesis

Budaya organisasi dan manajemen konflik berpengaruh signifikan terhadap

kepuasan kerja petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan kepada RSUD Kota Padangsidimpuan untuk

(32)

2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan administrasi rumah sakit yang

berhubungan dengan kepuasan kerja petugas rawat inap di rumah sakit.

3. Bagi kalangan akademik, penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai bahan

(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budaya Organisasi

2.1.1. Defenisi Budaya Organisasi

Budaya organisasi dapat difenisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai

(values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi (assumptions), atau

norma-norma yang telah lama berlaku atau disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu

organisasi sebagai pedoman perilaku pemecahan masalah-masalah organisasinya

(Sutrisno, 2011). Robbin dalam Sofiah, 2008 mendefenisikan budaya organisasi

sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang

membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Budaya organisasi

adalah seperangkat nilai-nilai, keyakinan, dan sikap utama yang diberlakukan di

antara anggota organisasi (Darmawan, 2013). Budaya organisasi merupakan

nilai-nilai dan kebiasaan yang menjadi budaya kerja sumber daya manusia yang diterima

sebagai acuan bersama yang diikuti dan dihormati dalam organisasi (Wibowo, 2008).

Budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi dasar yang diciptakan dan dianut

bersama untuk mengarahkan perilaku organisasional dalam beradaptasi dengan

lingkungan luar maupun integrasi internal (Poerwanto, 2008). Budaya organisasi

adalah seperangkat atau asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang

(34)

anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal

(Mangkunegara, 2005 dalam Sembiring, 2012)

2.1.2. Karakteristik Budaya Organisasi

Karakteristik budaya organisasi berdasarkan defenisi budaya Robbins dan

Judge (2007) dalam Sunyoto (2013) terdiri dari :

a. Inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana karyawan didorong agar

bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.

b. Perhatian pada hal-hal rinci/detail. Sejauh mana karyawan diharapkan karyawan

diharapkan menjalankan kecermatan atau precision, analisis dan perhatian pada

hal-hal detail.

c. Orientasi hasil. Sejauh mana pihak manajemen lebih fokus pada hasil daripada

fokus teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

d. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen

mempertimbangkan efek dari hasil tersebut terhadap orang-orang yang ada di

dalam organisasi.

e. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim daripada

individu-individu.

f. Keagresifan atau aggressiveness. Sejauh mana orang bersikap agresif dan

komprehensif daripada santai.

g. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan

(35)

Pendapat Schein (2004) dalam Sembiring (2012) mengemukakan lima

dimensi budaya organisasi sebagai berikut :

1. Assumptions about external adaption, meliputi segala sesuatu yang berkaitan

dengan adaptasi lingkungan luar organisasi.

2. Assumptions about internal integration adalah semua fakta yang berkaitan dengan

integrasi ke dalam organisasi.

3. Assumptions about reality and truth, meliputi segala sesuatu asumsi dasar tentang

realitas dan kebenaran.

4. Assumptions about the nature of time and space, meliputi segala sesuatu mengenai

sifat waktu dan sifat ruang yang dapat didayagunakan untuk mencapai kinerja

anggota dan kinerja organisasi secara keseluruhan.

5. Assumptions about human nature, activity and relationship adalah faktor-faktor

budaya yang berhubungan dengan hakikat sifat manusia, sifat aktivitas manusia

dan sifat hubungan antar manusia.

Pendapat Sembiring (2012) tentang dimensi atau karakteristik budaya

organisasi khususnya pada sektor publik atau birokrasi pemerintah adalah

1. Iman dan taqwa

Terdiri atas : hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa Pencipta Alam Semesta,

menjalankan ibadah secara teratur, kesetiaan, saling menghormati, saling menolong,

kejujuran, keadilan, netralitas, dan keteladanan yang baik di dalam dan di luar

organisasi. Menurut Wahab (2011), organisasi agama dan kebatinan, merupakan

(36)

bersama dan intensitas dan komunikasi melalui tingkat hierarki, dan menghindarkan

resiko.

2. Profesionalisme

Terdiri atas : akuntabel, tranparansi, kedisiplinan, kemauan dan kemampuan

integrasi internal dan adaptasi eksternal, efektif dan efisien, peningkatan kualitas

terus menerus, dinamika, penegakan hukum dan visioner.

3. Orientasi masyarakat

Terdiri atas : pelayanan, pengaturan, pemberdayaan, ketanggapan keluhan,

kesejahteraan, aspirasi, partisipasi, penghargaan, pengawasan, dan sanksi

hukuman.

4. Orientasi kinerja

Terdiri atas : kerja keras, SOP, kuantitas, kualitas, sumber daya, tim kerja, kinerja

tim, evaluasi dan pelaporan kinerja organisasi sektor publik.

5. Orientasi kesejahteraan pegawai

Terdiri atas : jaminan atas resiko pekerjaan, kompensasi, keseimbangan,

pengembangan, dan jaminan pensiun.

2.1.3. Fungsi Budaya Organisasi

Menurut Robbins (2006) dalam Sembiring (2012) yaitu menetapkan tapal

batas artinya budaya organisasi menciptakan perbedaan yang jelas antara satu

organisasi dengan organisasi lain, budaya memberikan rasa identitas organisasi ke

(37)

sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan pribadi seseorang, budaya

meningkatkan kemantapan sistem sosial atau mempersatukan anggota organisasi.

Schein mengemukakan fungsi budaya organisasi dalam tiga fase yaitu fase

awal merupakan tahap pertumbuhan suatu organisasi, fase pertengahan hidup

organisasi sebagai penyelamat krisis identitas dan membuka kesempatan untuk

mengarahkan perubahan budaya organisasi, fase dewasa sebagai penghambat dalam

berinovasi karena berorientasi pada kebesaran dan kemapanan masa lalu dan menjadi

sumber nilai untuk berpuas diri.

2.2. Manajemen Konflik 2.2.1. Defenisi Konflik

Thomas (1992 dalam Robbins, 2003) mendefenisikan konflik merupakan

proses yang bermula ketika satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah

memengaruhi secara negatif. Marquis dan Huston (1998 dalam Asmuji, 2012)

mengatakan konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat

perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dua orang atau lebih. Sedangkan

menurut Handoko (1999 dalam Asmuji, 2012) konflik adalah segala macam interaksi

pertentangan atau antogonistik antara dua pihak atau lebih.

Menurut Ross yang dikutip Sumaryanto (2010) bahwa manajemen konflik

merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam

rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak

(38)

tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau

agresif.

2.2.2. Perubahan Pandangan tentang Konflik

Robbins dan Judge dalam Wibowo (2013) juga membedakan perkembangan

pandangan tersebut dalam tiga kategori :

1. The traditional view of conflict.

Merupakan keyakinan bahwa semua konflik adalah menyakitkan dan harus

dihindari. Konflik dipandang negatif dan didiskusikan dengan terminologi seperti

kekerasan, perusakan, dan tidak rasional. Konflik bersifat disfungsional sebagai

hasil dari buruknya komunikasi, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan di antara

orang, dan kegagalan manajer merespon pada kebutuhan dan aspirasi pekerja.

2. The interaction view of conflict.

Merupakan keyakinan bahwa konflik tidak hanya merupakan kekuatan positif

dalam kelompok, tetapi juga kebutuhan mutlak bagi kelompok untuk berkinerja

secara efektif. Menurut pandangan ini tingkat konflik minimal dapat membantu

kelompok bergairah, melakukan kritik diri, dan kreatif. Menurut pandangan

interactionist tidak semua konflik baik. Functional conflict yang mendukung

tujuan kelompok dan memperbaiki kinerja merupakan bentuk konflik yang

konstruktif. Sedang konflik yang mengganggu kinerja kelompok bersifat destruktif

(39)

3. Resolution focused view of conflict.

Merupakan pandangan bahwa konflik mungkin tidak dapat dihindarkan

dikebanyakan organisasi dan lebih memfokus pada penyelesaian konflik produktif.

Pandangan ini menemukan metode konstruktif untuk menyelesaikan konflik secara

produktif sehingga pengaruh yang mengganggu dapat diminimalkan.

2.2.3. Sumber Konflik

Munculnya konflik dalam organisasi pelayanan tidak terlepas dari penyebab

atau sumber konflik. Manajer harus mampu mengenali sumber konflik sehingga

pemecahan masalah dapat dilakukan secara efektif. Sumber konflik dapat

dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu :

1. Variabel komunikasi

Penyampaian informasi yang tidak jelas akibat kesalahan semantik, saluran

informasi yang terganggu, dan kemampuan komunikasi menerima pesan dapat

menyebabkan kesalahpahaman yang menjadi potensi konflik.

2. Variabel struktur

Konflik yang didasarkan atas variabel struktur adalah konflik yang terjadi antara

bagian satu dan bagian yang lain, bukan didasarkan atas konflik pribadi. Menurut

Robbins (2003 dalam Asmuji, 2012) struktur yang digunakan dalam konteks ini

mencakup variabel ukuran kelompok, derajat spesialisasi dalam tugas yang

diberikan ke anggota kelompok, kecocokan anggota, gaya kepemimpinan, sistem

(40)

Semakin besar ukuran kelompok, semakin besar pula potensi konflik. Hal

tersebut disebabkan semakin besar kelompok, semakin banyak ide dan kemauan

sehingga semakin sulit untuk disatukan. Kelompok muda mempunyai potensi

konflik lebih besar dibandingkan kelompok tua karena kelompok muda lebih

idealis dan lebih menyukai tantangan. Ketidakjelasan peran dan tanggung jawab

juga meningkatkan konflik dalam organisasi.

Gaya kepemimpinan menentukan pula timbulnya konflik. Gaya

kepemimpinan tertutup dan pengamatan ketat secara terus-menerus dapat

meningkatkan potensi konflik. Akan tetapi, gaya kepemimpinan yang terlalu

mengandalkan partisipasi juga dapat merangsang konflik.

Ketidakadilan dalam sistem imbalan meningkatkan potensi konflik.

Kelompok yang sangat tergantung dengan kelompok lain (tidak saling tergantung)

merangsang timbulnya konflik.

3. Variabel pribadi

Sistem nilai dan karakteristik yang dimiliki setiap individu dapat menyebabkan

timbulnya perbedaan antar-individu yang secara nyata dapat menyebabkan

(41)

2.2.4. Jenis Konflik

Menurut Asmuji (2012) konflik dalam kehidupan berorganisasi dibagi

menjadi lima jenis sebagai berikut.

1. Dalam diri individu (intrapersonal)

Konflik yang terjadi dalam diri individu dapat terjadi karena adanya

ketidakcocokan antara keinginan dan kenyataan, status pekerjaan yang tidak pasti,

ketidakmampuan individu untuk berbuat sesuai tanggung jawabnya, dan lain-lain.

2. Antara individu dan individu (interpersonal)

Kesalahpahaman, pertentangan dan perbedaan pendapat antar-individu dapat

menyebabkan konflik.

3. Antara individu dan kelompok

Konflik ini dapat terjadi jika ketidakcocokan atau pertentangan antara keinginan

individu dan kelompok. Individu melanggar kesepakatan kelompok juga dapat

menyebabkan konflik.

4. Antara kelompok dan kelompok

Konflik ini dapat terjadi karena kesalahpahaman, pertentangan dan juga perbedaan

pendapat antar-kelompok.

5. Antara organisasi dan organisasi

Konflik ini dapat ditimbulkan karena adanya persaingan terhadap produk-produk

yang dihasilkan oleh organisasi. Dengan adanya konflik ini, akan berdampak ke

arah pengembangan produk yang dihasilkan. Organisasi akan bersaing untuk

(42)

2.2.5. Proses Konflik

Proses konflik dalam Asmuji (2012) terdiri dari lima tahap berikut.

1. Tahap I : Potensi Oposisi atau Ketidakcocokan

Tahap pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang menciptakan

kesempatan munculnya konflik. Pada tahap ini, kondisi yang memengaruhi

timbulnya konflik adalah variabel komunikasi, struktur, dan variabel individu.

Variabel-variabel tersebut mendorong terjadinya konflik.

2. Tahap II : Kognisi dan Personalisasi

Tahap kedua merupakan wujud adanya oposisi dan ketidakcocokan pada kondisi

anteseden. Pada tahap ini, terdapat dua macam konflik, yaitu konflik yang

dipersepsikan dan konflik yang dirasakan. Kesadaran individu diperlukan untuk

dapat memersepsikan adanya konflik.

3. Tahap III : Menentukan Maksud

Maksud (keinginan, niat) merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara

tertentu guna menangani konflik yang dirasakan. Penanganan konflik yang

dirasakan dan sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya dapat dilakukan dengan

cara bersaing, kerja sama, berkompromi, menghindar, atau mengakomodasi.

4. Tahap IV : Perilaku

Tahap ini merupakan upaya-upaya nyata dari individu-individu yang mengalami

konflik. Upaya ini dapat berupa pernyataan, tindakan, atau juga reaksi terhadap

(43)

5. Tahap V : Hasil

Tahap ini menghasilkan konsekuensi yang telah dibuat oleh pihak yang terlibat

konflik. Hasil yang diperoleh dapat bersifat fungsional (meningkatkan kinerja)

atau disfungsional (merintangi kinerja kelompok).

2.2.6. Gaya Manajemen Konflik

Menurut Hendricks (2008) bahwa ada 5 (lima) gaya manajemen konflik yang

dapat dilakukan untuk menangani konflik yaitu

1. Gaya penyelesaian konflik dengan mempersatukan (integrating)

Individu yang memilih gaya ini tukar menukar informasi. Di sini ada keinginan

untuk mengamati perbedaan dan mencari solusi yang dapat diterima semua

kelompok. Penyelesaian konflik dengan cara mempersatukan (integrating)

mendorong tumbuhnya creative thingking (berpikir kreatif). Mengembangkan

alternatif adalah salah satu kekuatan gaya integrating. Penyelesaian konflik dengan

model mempersatukan menekankan diri sendiri dan orang lain dalam

mensintesiskan informasi dari perspektif yang divergen (berbeda). Namun

demikian, penyelesaian konflik gaya ini menjadi tidak efektif bila kelompok yang

yang berselisih kurang memiliki komitmen atau bila waktu menjadi sesuatu yang

sangat penting, karena penyelesaian konflik dengan cara mempersatukan itu

membutuhkan waktu yang panjang. Penyelesaian cara ini juga dapat menjadi

penyelesaian yang menimbulkan frustasi terutama dalam konflik tingkat tinggi

karena penalaran dan pertimbangan rasional seringkali dikalahkan oleh komitmen

(44)

2. Gaya penyelesaian konflik dengan kerelaan untuk membantu (obliging)

Kerelaan membantu menempatkan nilai yang tinggi untuk orang lain sementara

dirinya sendiri dinilai rendah. Gaya ini mungkin mencerminkan rendahnya

penghargaan terhadap diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Gaya ini dapat

juga dipakai sebagai strategi yang sengaja digunakan untuk mengangkat atau

menghargai orang lain, membuat mereka merasa lebih baik dan senang terhadap

suatu isu. Penggunaan gaya penyelesaian konflik “rela membantu orang lain”

(obliging) dengan menaikkan status pihak lain adalah bermanfaat, terutama jika

peran individu dalam organisasi secara politis tidak berada dalam posisi yang

membahayakan.

Strategi rela membantu berperan dalam menyempitkan perbedaan antar

kelompok dan mendorong mereka untuk mencari kesamaan dasar. Perhatian tinggi

kepada orang lain menyebabkan seorang individu merasa puas dan merasa

keinginannya terpenuhi oleh pihak lain, kadang-kadang mengorbakan sesuatu

yang penting untuk dirinya sendiri. Gaya penyelesaian konflik “rela membantu

orang lain”, bila digunakan secara efektif, dapat mengawetkan dan melanggengkan

hubungan. Gaya ini dengan tidak disadari, dapat dengan cepat membuat orang

untuk rela mengalah misalnya ungkapan yang bernada mengalah “tidak usah

menunggu saya”. Dengan menggunakan gaya rela membantu, individu dapat

menerima kekuasaan orang lain, luangkan waktu untuk memperkirakan situasi dan

(45)

3. Gaya penyelesaian konflik dengan mendominasi (dominating)

Gaya ini tekanannya pada diri sendiri. Dimana kewajiban bisa diabaikan oleh

keinginan pribadi, gaya mendominasi ini meremehkan kepentingan orang lain.

Gaya ini adalah strategi yang efektif bila suatu keputusan yang cepat dibutuhkan

atau jika persoalan tersebut kurang penting.

Strategi ini dapat menjadi reaksioner, yang digerakkan oleh mekanisme

mempertahankan diri. Gaya ini tercermin dalam sebuah penyerangan untuk

menang yang diekspresikan melalui falsafah “lebih baik menembak daripada

ditembak”. Bila isu itu penting, gaya individu mendominasi akan memaksa orang

lain untuk menaruh perhatian pada seperangkat kebutuhan spesifik.

Gaya mendominasi sangat membantu jika individu kurang pengetahuan atau

keahlian tentang isu yang menjadi konflik. Ketidakmampuan untuk menyediakan

tenaga ahli yang memberikan nasihat atau yang dengan tegas menyampaikan isu

inilah pangkal gaya mendominasi. Gaya mendominasi juga paling banyak

diasosiasikan dengan gertakan dan “hardball tactic” dari pialang kekuasaan.

Strategi penyelesaian konflik dengan gaya mendominasi paling baik dipakai bila

dalam keadaan terpaksa. Dipergunakan sepanjang individu merasa memiliki hak

dan sesuai dengan pertimbangan hati nurani individu.

4. Gaya penyelesaian konflik dengan menghindar (avoiding)

Para penghindar tidak menempatkan suatu nilai pada diri sendiri atau orang lain.

Gaya ini adalah gaya menghindar dari persoalan. Aspek negatif gaya menghindar

(46)

isu. Bila suatu isu tidak penting, tindakan menangguhkan dibolehkan untuk

mendinginkan konflik – inilah penggunaan gaya penyelesaian konflik menghindar

yang paling efektif. Gaya ini juga efektif bila waktu memang dibutuhkan. Di lain

pihak, gaya ini dapat membuat frustasi orang lain karena penyelesaian konflik

demikian lambat. Rasa kecemasan biasanya berpangkal dari gaya penyelesaian

konflik dengan menghindar, dan konflik cenderung meledak bila gaya ini dipakai.

5. Gaya penyelesaian konflik dengan kompromis (compromising)

Dalam gaya ini perhatian pada diri sendiri maupun pada orang lain berada dalam

tingkat sedang. Ini adalah orientasi jalan tengah. Dalam kompromi, setiap orang

memiliki sesuatu untuk diberikan dan menerima sesuatu. Kompromi akan menjadi

salah bila salah satu sisi itu salah. Tapi kompromi akan menjadi kuat bila kedua

sisi adalah benar.

Kompromi adalah paling efektif sebagai alat bila isu kompleks atau bila ada

keseimbangan kekuatan. Kompromi dapat menjadi pilihan bila metode lain gagal

dan dua kelompok mencari penyelesaian jalan tengah. Kompromi bisa menjadi

pemecah perbedaan atau pertukaran konsesi. Kompromi hampir selalu diarahkan

oleh semua kelompok yang berselisih untuk memberikan sesuatu untuk

(47)

2.3. Kepuasan Kerja

2.3.1. Defenisi Kepuasan Kerja

Menurut Handoko dalam Darmawan (2013), kepuasan kerja adalah keadaan

emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan ketika karyawan

memandang pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Darmawan, kepuasan kerja

adalah suatu tanggapan secara kognisi dan afeksi dari seorang karyawan terhadap

hasil pekerjaan atau kondisi-kondisi lain yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti

gaji, lingkungan kerja, rekan kerja, dan atasan.

2.3.2. Faktor-faktor Kepuasan Kerja

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Burt yang

dikutip Sunyoto (2013) yakni 1) faktor hubungan antar karyawan (hubungan antara

manajer dengan karyawan, faktor fisik dan lingkungan kerja, sugesti dari teman

sekerja); 2) faktor individual, hubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaan, usia

dan jenis kelamin; 3) faktor keadaan keluarga karyawan; 4) rekreasi, meliputi

pendidikan.

Menurut Ghiselli dan Brown yang dikutip Sunyoto (2013), faktor-faktor yang

menimbulkan kepuasan kerja, yakni : 1) kedudukan, orang beranggapan bahwa

seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas

daripada yang berkedudukan lebih rendah; 2) pangkat, pada pekerjaan yang mendasar

pada perbedaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang

melakukannya. Jika ada kenaikan upah, maka ada yang beranggapan sebagai

(48)

umur karyawan. Umur 25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun

adalah umur yang biasa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaannya;

4) mutu pengawasan, kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan

hubungan yang baik dari pimpinan dan hubungan yang lebih baik dari pimpinan dan

bawahan sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang

terpenting dari organisasi kerja tersebut.

Pendapat Robbins (2001) dalam Darmawan (2013), bahwa seseorang tidak

hanya sekedar melakukan pekerjaan, tetapi juga berhubungan dengan setiap aspek

lain seperti interaksi dengan rekan sekerja, atasan, kebijakan organisasi, dan

lingkungan kerja tertentu yang memungkinkan untuk tidak sesuai atau sesuai dengan

dirinya. Pendapat tersebut menunjukkan kepuasan kerja seseorang dipengaruhi

banyak faktor, tidak hanya dinilai dari gaji saja, namun juga berhubungan dengan

pekerjaan itu sendiri serta faktor lainnya seperti hubungan dengan atasan dan rekan

sekerja (manajemen konflik) dan aturan-aturan (budaya organisasi).

2.3.3. Kategori Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja dapat mempunyai beberapa bentuk atau kategori. Colquitt,

Lepine, Wesson (2011) dalam Wibowo (2013) mengemukakan adanya beberapa

kategori kepuasan kerja.

1. Pay Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang bayaran mereka, termasuk apakah

(49)

2. Promotion Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang kebijakan promosi perusahaan dan

pelaksanaannya, termasuk apakah promosi sering diberikan, dilakukan dengan

jujur, dan berdasar pada kemampuan.

3. Supervision Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang atasan mereka, termasuk apakah atasan

mereka kompeten, sopan dan komunikator yang baik, dan bukannya bersifat

malas, mengganggu, dan menjaga jarak.

4. Coworker Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang teman sekerja mereka, termasuk apakah

rekan sekerja mereka cerdas, bertanggung jawab, membantu, menyenangkan, dan

menarik. Pekerja mengharapkan rekan sekerjanya membantu dalam pekerjaan.

Hal ini penting karena kebanyakan dalam batas tertentu mengandalkan pada

rekan sekerja dalam menjalankan tugas pekerjaan.

5. Satisfaction with the work itself

Mencerminkan perasaan pekerja tentang tugas pekerjaan mereka sebenarnya,

termasuk apabila tugasnya menantang, menarik, dihormati, dan memanfaatkan

keterampilan penting daripada sifat pekerjaan yang menjemukan, berulang-ulang

(50)

6. Altruism

Altruism merupakan sifat suka membantu orang lain dan menjadi penyebab

moral. Sifat ini antara lain ditunjukkan oleh kesediaan orang untuk membantu

rekan sekerja ketika sedang menghadapi banyak tugas.

7. Status

Status menyangkut prestise, mempunyai kekuasaan atas orang lain, atau merasa

memiliki popularitas.

8. Environment

Lingkungan menunjukkan perasaan nyaman dan aman. Lingkungan kerja yang

baik dapat menciptakan quality of worklife di tempat pekerjaan.

2.3.4. Mengukur Kepuasan Kerja

Komponen atau unsur yang dapat dipergunakan untuk mengukur kepuasan

kerja.

1. Pandangan Colquitt, Lepine, dan Wesson

Colquitt, Lepine, dan Wesson melihat adanya dua unsur yang terkandung dalam

kepuasan kerja, yaitu Value Fulfillment atau pemenuhan nilai dan Satisfaction

with the wok itself atau kepuasan atas pekerjaan itu sendiri.

2. Pandangan Kreitner dan Kinicki

Kreitner dan Kinicki memberikan wawasan tentang cara yang dapat dipakai

untuk meningkatkan kepuasan kerja pekerja, yaitu need fulfillment/pemenuhan

(51)

3. Pandangan Schermerhon, Jr., John R., James G. Hunt, Richard N. Osborn, dan

Mary Uhl-Bien

Schermerhon, Jr., John R., James G. Hunt, Richard N. Osborn, dan Mary

Uhl-Bien (2011) dalam Wibowo (2013) mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat

diketahui melalui observasi dan interpetasi secara berhati-hati tentang apa yang

dikatakan dan dilakukan orang sambil melakukan pekerjaannya. Mereka

menyebutnya kompenen kepuasan kerja. Dalam hal ini ada dua model yang

disarankan dapat dipergunakan, yaitu The Minnesota Satisfaction Quesitionaire

dan Job Descriptive Index.

The Minnesota Satisfaction Quesitionaire (MSQ) mengukur kepuasan antara

lain dengan (a) working condition, kondisi kerja, (b) chances for advancement,

kesempatan untuk maju, (c) freedom to use one’s own judgement, kebebasan

untuk mempergunakan pertimbangannya sendiri, (d) praise for doing a good job,

memuji karena telah melakukan pekerjaan baik, dan (e) feelings of

accomplishment, perasaan atas penyelesaian.

Sedangkan Job Descriptive Index mengukur kepuasan dari lima segi, yaitu (a)

the work itself, pekerjaan itu sendiri, (b) quality of supervision, kualitas

pengawasan, (c) relationship with co-workers, hubungan dengan rekan sekerja,

(52)

2.3.5. Dampak Ketidakpuasan Kerja

Dampak dari ketidakpuasan pekerja dituangkan dalam model teoritik

dinamakan EVLN-Model oleh Robbins dan Judge (2011) dalam Wibowo (2013),

yang terdiri dari exit, voice, loyality, dan neglect. Kerangka tanggapan pekerja

terhadap ketidakpuasan kerja tersebut dibedakan dalam dua dimensi :

konstruktif/distruktif dan aktif/pasif, sebagaimana digambarkan di bawah ini.

Active

Destructive Contructive

[image:52.612.159.463.281.407.2]

Passive

Gambar 2.1. Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja

1. Exit. Respon exit merupakan perilaku langsung dengan meninggalkan organisasi,

termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri.

2. Voice. Respon voice termasuk aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki

kondisi, termasuk menganjurkan perbaikan, mendiskusikan persoalan dengan

atasan, dan melakukan beberapa bentuk aktivitas perserikatan.

3. Loyality. Respon loyality berarti secara positif, tetapi secara optimistik menunggu

kondisi membaik, termasuk berbicara untuk organisasi menghadapi kritikan

eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya melakukan sesuatu

yang benar.

EXIT VOICE

(53)

4. Neglect. Respon neglect secara pasif memungkinkan kondisi memburuk dan

termasuk kemangkiran secara kronis atau keterlambatan, mengurangi usaha, dan

meningkatkan tingkat kesalahan.

2.3.6. Petugas Rawat Inap

Petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan terdiri dari perawat dan

bidan. Berdasarkan Lokakarya Nasional pada Bulan Januari 1983 di Jakarta, telah

disepakati pengertian keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat

keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spritual yang komprehensif,

ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang

mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Asmuji, 2012).

Ciri dari praktek pelayanan professional secara umum adalah memiliki

otonomi, bertanggung jawab dan bertanggung gugat (accountability) menggunakan

metode ilmiah berdasarkan standar praktek dan kode etik profesi dan memiliki aspek

legal (Depkes RI, 2004).

Menurut Henderson dalam Nurjannah (2010), indikator kinerja perawat dapat

dilihat dari pelaksanaan standar asuhan keperawatan yang merupakan pemberdayaan

proses keperawatan meliputi : 1) Pengkajian perawatan : data dianamnesa, untuk

menegakkan diagnosa keperawatan, 2) Diagnosa keperawatan : respon pasien yang

dirumuskan berdasarkan data status kesehatan pasien, 3) Perencanaan keperawatan :

disusun sebelum melaksanakan tindakan, 4) Implementasi atau pelaksanaan tindakan

(54)

maksimal, 5) Evaluasi keperawatan : dilakukan secara periodik dari semua tindakan

dan rencana tindakan yang terlaksana.

2.4. Landasan Teori

Budaya memiliki arti penting dalam organisasi. Menurut Poerwanto (2008)

budaya organisasi merupakan seperangkat asumsi dasar yang diciptakan dan dianut

bersama untuk mengarahkan perilaku organisasional dalam beradaptasi dengan

lingkungan luar maupun integrasi internal. Temuan Tepeci (2001) mengungkapkan

bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja. Sehubungan

dengan kajian mengenai budaya organisasi dalam penelitian ini dilakukan pada

pelayanan keperawatan di rumah sakit umum milik pemerintah, maka indikator

mengacu pada teori Sembiring (2012) yaitu iman dan taqwa, profesionalisme,

orientasi masyarakat, orientasi kinerja, dan orientasi kesejahteraan pegawai.

Faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah manajemen konflik.

Proposisi yang diajukan oleh Chuang, Church, dan Zikic (2004) dalam Sopiah

(2008), yakni kesesuaian budaya organisasi akan dapat mengurangi terjadinya

konflik, baik yang berkaitan dengan pekerjaan maupun yang berkaitan dengan

hubungan antarindividu. Penelitian Raditya (2012) menemukan adanya hubungan

antara gaya manajemen konflik dengan kepuasan kerja pegawai negeri sipil berupa

obliging dan avoiding untuk para staf fungsinal umum dan tertentu. Menurut Ross

(55)

langkah-perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan

suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin

menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen

konflik dalam penelitian ini mengacu pada toeri Hendricks (2008) bahwa gaya

penyelesaian konflik ada mempersatukan (integrating), kerelaan untuk membantu

(obliging), mendominasi (dominating), menghindar (avoiding), dan kompromis

(compromising).

Menurut Handoko (2001), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang

menyenangkan dan tidak menyenangkan ketika karyawan memandang pekerjaannya.

Pendapat Robbins (2001), bahwa seseorang tidak hanya sekedar melakukan

pekerjaan, tetapi juga berhubungan dengan setiap aspek lain seperti interaksi dengan

rekan sekerja, atasan, kebijakan organisasi, dan lingkungan kerja tertentu yang

memungkinkan untuk tidak sesuai atau sesuai dengan dirinya. Pendapat tersebut

menunjukkan kepuasan kerja seseorang dipengaruhi banyak faktor, tidak hanya

dinilai dari gaji saja, namun juga berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri serta

faktor lainnya seperti hubungan dengan atasan dan rekan sekerja (manajemen

konflik) dan aturan-aturan (budaya organisasi). Untuk mengukur kepuasan kerja

petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan, penulis mengacu pada Job

Descriptive Index yang dikembangkan oleh Smith, Kendall, dan Hullin pada tahun

1969 yang dikutip oleh Sopiah (2008) dan disarankan dipakai oleh Schermerhon, Jr.,

John R., James G. Hunt, Richard N. Osborn, dan Mary Uhl-Bien (2011) dalam

(56)

2.5. Kerangka Konsep

[image:56.612.131.433.140.260.2]

Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y)

Gambar. 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep di atas mengacu pada pendapat Sembiring (2012) mengenai

budaya organisasi pemerintah untuk variabel X1yaitu iman dan taqwa,

profesionalisme, orientasi masyarakat, orientasi kinerja, dan orientasi kesejahteraan

pegawai. Pendapat Hendricks (2008) mengenai gaya manajemen konflik untuk

variabel X2yaitu mempersatukan (integrating) kerelaan untuk membantu (obliging),

mendominasi (dominating), menghindar (avoiding), dan kompromis (compromising)

serta cara pengukuran kepuasan kerja Job Descriptive Index yang dikembangkan oleh

Smith, Kendall, dan Hullin pada tahun 1969 yang dikutip oleh Sopiah (2008) untuk

variabel Y.

BUDAYA ORGANISASI

Gambar

Tabel 1.1.  Daftar Absensi Pegawai RSUD Kota Padangsidimpuan
Tabel 1.2. Utilitas Rawat Inap
Gambar 2.1. Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja
Gambar. 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul Penelitian : Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige.. Nama

Hasil analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan bahwa

Secara  parsial  variabel  biaya  rawat  inap  secara  negatif  berpengaruh  terhadap kepuasan pasien  rawat  inap, artinya apabila biaya rawat  inap  naik  maka 

penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul &#34; Pengaruh Budaya Organisasi dan Insentif terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Pasien HIV/AIDS Rumah

Berdasarkan data yang diperoleh dari manajemen rumah sakit kemudian dianalisis, didapatkan bahwa dari empat komponen penilaian terhadap kepuasan pasien rawat inap

Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Gambaran Perilaku Petugas Rawat Inap Dalam Pelaksanaan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)

Judul Penelitian : Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul dan Rumah Sakit Umum HKBP Balige. Nama

Berdasarkan data yang diperoleh dari manajemen rumah sakit kemudian dianalisis, didapatkan bahwa dari empat komponen penilaian terhadap kepuasan pasien rawat inap