• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Budaya Organisasi dan Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Budaya Organisasi dan Manajemen Konflik terhadap Kepuasan Kerja Petugas Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2014"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Organisasi rumah sakit merupakan organisasi yang unik dan kompleks. Unik karena di rumah sakit terdapat suatu proses yang menghasilkan jasa perhotelan sekaligus jasa medis dan perawatan dalam bentuk pelayanan kepada pasien yang rawat inap maupun berobat jalan. Kompleks karena terdapat permasalahan yang sangat rumit. Rumah sakit merupakan suatu organisasi padat karya dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Di dalamnya ada berbagai macam fasilitas pengobatan dan berbagai macam peralatan. Kemudian, orang yang dihadapi adalah orang-orang beremosi labil, tegang dan emosional karena sedang dalam keadaan sakit, termasuk keluarga pasien (Supriyanto, 2010).

(2)

dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja (Sumaryanto, 2010).

Semakin besar suatu ukuran organisasi semakin cenderung menjadi kompleks keadaannya. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber daya potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja (Juanita, 2002).

Menurut Gunawan (2010) dalam organisasi rumah sakit, tidak semua pekerja atau karyawan bekerja secara optimal. Hal ini tampak bahwa tidak semua karyawan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seperti yang diharapkan rumah sakit. Kondisi kepuasan kerja yang rendah dapat menyebabkan karyawan bosan dengan tugas-tugasnya cepat atau lambat tidak dapat diandalkan, menjadi mangkir atau buruk prestasi kerjanya.

(3)

Apabila seseorang merasakan kepuasan kerja, ia akan berusaha dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugasnya dengan optimal. Namun dalam kenyataannya di Indonesia dan juga di beberapa negara lain, kepuasan kerja secara menyeluruh belum mencapai tingkat maksimal (Johan, 2002).

Penelitian Huffman, dkk dalam Posig dan Kickul (2004) bahwa 70% pekerja mengaku tidak puas terhadap pekerjaannya karena adanya konflik dalam keseimbangan karir dan keluarganya. Penelitian Sahyuni (2009) 51,3% responden menyatakan tidak puas terhadap pekerjaannya, terutama pada faktor kompensasi dan hubungan karyawan dengan pihak manajemen.

Terpenuhinya kebutuhan karyawan memberikan dampak terhadap kepuasan. Keinginan organisasi dengan keinginan karyawan harus terjadi kesesuaian, sehingga pemenuhan kebutuhan karyawan harus dilakukan karena memberi dampak pada kepuasan kerja (Sunarso, 2009).

(4)

kepuasan kerja, dan kepuasan kerja mampu menurunkan niat untuk pindah. Penelitian Widyarini (2009) menyatakan bahwa budaya organisasi birokrasi mempunyai pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja, budaya inovasi dan budaya suportif mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja.

Idrus (2006) menyatakan bahwa iklim organisasi memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap setiap individu di organisasi, yang pada ujung-ujungnya akan berpengaruh pula terhadap kualitas kerja. Kepuasan kerja dan kualitas kerja antara satu individu dengan individu lainnya dapat berbeda, dikarenakan perbedaan dalam mempersepsi iklim organisasi tempat dirinya bekerja. Bagi mereka yang mempersepsi secara positif, maka dengan sendirinya akan tercipta rasa nyaman dan nikmat dalam bekerja, dan pada akhirnya akan menghasilkan kualitas kehidupan kerja yang baik. Sebaliknya, mereka yang mempersepsi iklim organisasi secara negatif, maka akan menyebabkan rasa bosan dalam bekerja, menurunnya gairah kerja, jika sudah demikian yang terjadi adalah meningkatnya kemangkiran dalam bekerja, produktivitas kerja yang rendah dan akhirnya indikasi kesejahteraan ataupun kualitas kehidupan kerja yang baik tidak dapat dicapai dengan sempurna.

Berbagai fenomena di Jakarta seperti adanya unjuk rasa karyawan atau perawat pada rumah sakit dan adanya angka keluar masuk perawat yang tinggi, semuanya ini menandakan adanya keresahan karyawan rumah sakit terhadap kebijakan manajemen rumah sakit.

(5)

pemicu konflik baik pada level individu maupun level organisasi. Pemicu konflik tersebut akan membentuk persepsi atas konflik dan akhirnya akan membentuk konflik. Hasil akhir dari proses terjadinya konflik akan memberikan dampak yang negatif. Hasil penelitian Alfiah (2013) membuktikan bahwa konflik memiliki dampak yang signifikan dan positif terhadap kepuasan kerja. Penelitian Lathifah (2008) membuktikan bahwa konflik pekerjaan mengintervensi keluarga berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap turnover intentions. Menurut Husein (2008) konflik peran yang dirasakan oleh akuntan manajemen tidak mempengaruhi kepuasan kerjanya.

Penelitian Laksmi dan Hadi (2012) menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara konflik peran ganda dengan kepuasan kerja, maka kepuasan kerja semakin rendah. Penelitian Agustina (2009) menemukan adanya pengaruh yang signifikan dari variabel konflik peran secara parsial terhadap kepuasan kerja. Penelitian Rantika dan Sunjoyo (2011) mengenai pengaruh konflik terhadap komitmen organisasional yang dimediasi oleh kepuasan kerja pada profesi perawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menemukan bahwa work interfening with the family (WIF) memengaruhi kepuasan kerja secara negatif (γ = - 0,324; p < 0,01) dan

kepuasan kerja memengaruhi komitmen organisasional secara positif (γ = 0,839; p < 0,05).

(6)

Raditya (2012) menyatakan bahwa kepuasan kerja para staf fungional umum mempunyai hubungan signifikan dengan manajemen konflik yaitu obliging (kerelaan untuk membantu) dan avoiding (menghindar). Penelitian Utami, dkk (2013) tentang manajemen konflik interpersonal pada karyawan kontrak di bank Syariah Mandiri Cabang Padang menemukan bahwa yang paling dominan dipakai gaya manajemen konflik kolaborasi, kompromi dan menghindar.

Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan non medis (Depkes RI, 2001). Menurut Suroso (2011) bahwa evaluasi terhadap penerapan sistem jenjang karir berdasar kompetensi di beberapa rumah sakit di Indonesia terbukti secara klinik dan riset, dapat meningkatkan kepuasan kerja dan mutu pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan keperawatan.

(7)

tidak sesuai dengan beban kerja di ruangan (berdasarkan jumlah pasien per ruangan, bukan didasarkan kinerja petugas) dan lainnya yang dapat menimbulkan konflik.

Tabel 1.1. Daftar Absensi Pegawai RSUD Kota Padangsidimpuan

Tahun Sakit Ijin Alpha Total

2012 263 3 220 486

2013 464 8 264 736

Sumber : Kepegawaian RSUD Kota Padangsidimpuan, 2014

Dari Tabel 1.1. di atas dapat kita lihat terjadi peningkatan absensi yang meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Robbins (2003) masuk akal bahwa karyawan yang tidak puas besar kemungkinannya untuk tidak masuk kerja.

Berdasarkan analisa SWOT identifikasi kelemahan faktor internal lingkungan strategis RSUD Kota Padangsidimpuan tahun 2013, ditemukan diantaranya penempatan pegawai banyak yang tidak sesuai kompetensinya, reward dan punishment belum sepenuhnya dilaksanakan, koordinasi antar bidang di RS belum optimal, jenjang karier belum berdasarkan evaluasi kinerja, sarana dan prasana belum lengkap, sistim informasi RS belum terlaksana, program pendidikan dan pelatihan staff di RS belum terlaksana, pengawasan dan evaluasi kinerja di masing-masing bidang belum optimal.

(8)

kambing hitam. Harahap (2012) menemukan kurangnya variabel kepemimpinan sebesar 70,2% dan variabel komunikasi sebesar 56,1% sehingga mempengaruhi kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Padangsidimpuan.

Data Rekam Medik RSUD Kota Padangsidimpuan (2014) indikator kinerja rawat inap berupa BOR 2009 (36%), BOR 2010 (44,0%), BOR 2011 (35,83%), dan BOR 2012 (47,18%). Dapat dilihat jumlah pasien rawat inap berdasarkan indikator BOR (Bed Occupancy Rate) mengalami fluktuasi dan cenderung rendah, padahal BOR ideal rumah sakit secara nasional di Indonesia seharusnya berada dalam kisaran 75%-85% (Muninjaya, 2004).

Tabel 1.2. Utilitas Rawat Inap

Rawat Inap Askes 2013 Rawat Inap BPJS 2014

Bulan Jumlah Bulan Jumlah

Sumber : RSUD Kota Padangsidimpuan, 2014.

(9)

Kesehatan Nasional (JKN) menarik minat masyarakat untuk memeriksakan kesehatan diri pada fasilitas-fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah termasuk RSUD Kota Padangsidimpuan dan tampaknya RSUD Kota Padangsidimpuan mulai berhasil mewujudkan visi menjadi rumah sakit umum yang diminati oleh masyarakat.

Peneliti memperhatikan adanya kotak saran yang terpasang di dinding salah satu sudut ruangan rawat inap yang sering dilalui, tetapi letaknya kurang menarik perhatian pengunjung. Menurut salah satu petugas rawat inap, kotak saran tersebut tidak selalu dimanfaatkan oleh pasien dan keluarga. Evaluasi kotak saran pun jarang dilakukan.

Untuk mengetahui kinerja petugas rawat inap peneliti juga mewawancarai 20 orang pasien dan keluarganya, diperoleh hasil sementara bahwa sebanyak 5 orang atau 25% merasa kurang puas, 13 orang atau 65% merasa cukup puas, dan 2 orang atau 10% merasa sangat puas terhadap pelayanan petugas. Mereka yang menyatakan kurang puas disebabkan menurut mereka petugas kurang ramah dan tidak selalu tanggap terhadap keluhan pasien dan keluarga.

(10)

kinerja juga memerlukan adanya dukungan sarana, kompetensi, peluang, standar, dan umpan balik (Wibowo, 2012).

Kusumawati (2008) dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa budaya organisasi secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dalam meningkatkan kinerja karyawan. Indrawati (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan dan kepuasan pelanggan pada rumah sakit swasta di kota Denpasar, memperoleh hasil bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh signifikan yang positif terhadap kinerja karyawan. Menurut Nur (2013) bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai artinya semakin tinggi tingkat kepuasan kerja akan memberikan dampak positif dalam meningkatkan kinerja pegawai.

Penelitian Mariam (2009) menyatakan budaya organisasi dan gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dalam meningkatkan kinerja karyawan. Hasil penelitian Matalia (2012) menunjukkan bahwa kepemimpinan dan hubungan kerja karyawan mempunyai pengaruh signifikan terhadap pengembangan karir, hubungan kerja dan pengembangan karir berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja.

(11)

kepuasan kerja, kepuasan kerja berhubungan dengan kebijakan yang berlaku di organisasi termasuk budaya organisasi dan manajemen konflik.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang, peneliti menduga bahwa budaya organisasi dan manajemen konflik yang tidak baik akan membentuk persepsi ketidakpuasan kerja petugas rawat inap, sehingga permasalahan penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh budaya organisasi dan manajemen konflik terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh budaya organisasi dan manajemen konflik terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan.

1.4. Hipotesis

Budaya organisasi dan manajemen konflik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja petugas rawat inap di RSUD Kota Padangsidimpuan.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

(12)

2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan administrasi rumah sakit yang berhubungan dengan kepuasan kerja petugas rawat inap di rumah sakit.

Gambar

Tabel 1.2. Utilitas Rawat Inap

Referensi

Dokumen terkait

IPA UNTUK SEKQI[M 1DA.SAR SE KABUPATEK. PASAIVAV WIUliAIET

Tabung merupakan bangun ruang yang dibatasi sisi lengkung dan dua buah lingkaran atau merupakan sebuah bangun ruang tiga dimensi yang memiliki tutup dan alas yang berbentuk

Adakah terdapat hubungan yang signifikan antara ciri-ciri usahawan, tahap kemahiran sains keusahawanan dengan kesediaan mengintegrasi pemikiran keusahawanan dalam

Bahan baku pembuatan kertas pada umumnya adalah pulp yang terbuat.. dari kayu, atau biasa disebut dengan

Bumbu instan merupakan bumbu yang siap saji tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga secara mudah untuk langsung digunakan, namun makanan instan termasuk bumbu instan ini

Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Issues of concern in this study is, REST WebService running on the HTTP protocol, which means the data is sent in the form of text. If

This research contributes to three important things: (1) deeper understanding of the effect of concentrated ownership on the firm value and how the interaction effects between

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ HUBUNGAN PENGETAHUAN SIKAP DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA PENGASAH BATU AKIK TERHADAP