• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2.1. Pengertian kepuasan kerja

Keith Davis (1997:176) mengemukakan bahwa Job Satisfaction is a set of

fovorable or unforable feeling with wich employees view their work. Kepuasan

kerja adalah kumpulan perasaan enak dan tidak enak di mana karyawan menemukan suasana kerja mereka. Robbins (2006:103) mendefinisikan kepuasan

kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan membutuhkan interaksi dengan rekan sekerja dan para atasan, mematuhi peraturan dan kebijakan organisasi, memenuhi standard kinerja, hidup dengan suasana kerja yang sering kali kurang dari ideal.

Kepuasan kerja merupakan sikap umum individu terhadap pekerjaannya sehingga lebih mencermikan sikap dari pada perilaku. Keyakinan bahwa karyawan yang puas lebih produktif daripada karyawan yang tidak puas menjadi prinsip dasar bagi para manajer maupun pimpinan (Robbins, 2006). Menurut Robbins (2006), masih banyak bukti yang mempertanyakan hubungan kausal tersebut, karena pada masyarakat maju mereka tidak hanya memperhatikan kuantitas hidup seperti peningkatan produktivitas dan perolehan materi, namun juga kualitasnya. Para peneliti yang memiliki nilai humanis yang kuat berpendapat bahwa kepuasan adalah tujuan resmi organisasi. Kepuasan tidak hanya secara negatif terkait dengan keabsenan dan pengunduran diri, namun menurut mereka, organisasi dibebani tanggung jawab untuk memberikan pekerjaan yang menantang dan secara intrinsik memberikan penghargaan pada karyawan.

Locke (2006) memberikan definisi komprehensif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif dan evaluatif dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Menurut pendapat tersebut di atas kepuasan kerja itu adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Sikap itu berasal dari persepsi mereka tentang pekerjaannya. Kepuasan kerja berpangkal dari aspek kerja, seperti upah,

kesempatan promosi, penyelia atau pengawasan serta hubungan dengan rekan kerja. Maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu ungkapan perasaan atau sikap seseorang terhadap pekerjaannya, terhadap kesempatan promosi, hubungan dengan rekan kerja, pengawasan dan perasaan puas terhadap pekerjaan itu sendiri. Pada intinya kepuasan kerja berkaitan erat dengan upaya

(effort) seseorang dalam bekerja. Karyawan yang tidak puas akan pekerjaan

cenderung untuk berperilaku tidak maksimal, tidak mencoba untuk melakukan hal-hal yang terbaik, serta jarang untuk meluangkan waktu dan berusaha ekstra dalam melakukan pekerjaannya.

Kepuasan kerja biasanya berhubungan dengan teori keadilan, psikologi dan motivasi. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh besar kecilnya penghargaan intrinsik dan ekstrinsik, keterlibatan dalam pekerjaan dan perceived equity (fair

reward). Besar kecilnya penghargaan, mungkin tidak akan menjadikan masalah

besar asal pemberiannya dipandang adil oleh karyawan yang menerimanya. Menyadari hal tersebut, maka salah satu sasaran penting dalam manajemen sumber daya manusia adalah terciptanya kepuasan kerja anggota organisasi yang lebih lanjut akan meningkatkan prestasi kerja. Dengan adanya kepuasan kerja dari karyawan maka diharapakan karyawan dapat melakukan pekerjaannya lebih maksimal dan mau melakukan pekerjaan diluar peran kerjanya sehingga dapat membantu proses pencapaian tujuan organisasi lebih baik.

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, yaitu faktor yang ada dalam diri karyawan dan faktor pekerjaannya.

1) Faktor yang ada dalam diri karyawan, antara lain Kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, usia, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, persepsi, dan sikap kerja. 2) Faktor pekerjaan antara lain jenis pekerjaan, struktur organisasi,

pangkat (golongan, kedudukan), mutu pengawasan, jaminan finansial (gaji), kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja.

Sikap merupakan suatu pengevaluasian yang positif atau negatif, dari perasaan emosi, kecenderungan bertindak pro atau kontra terhadap objek sosial. Pengertian sikap tersebut sesuai dengan pendapat Krech; Crutchfield dan Ballachey, (1963) yang mengemukakan bahwa Enduring systems of positive or negative evaluations. Emotional feelings and pro or conaction tendencies with respect to social object.

Kelly G. Shaver, (2003) menjelaskan 3 (tiga) aspek sikap dengan mengemukakan tiga pertanyaan, yaitu:

1) What do you think about the attitude object? (apa pendapat anda

tentang sikap ?) hal ini merupakan penilaian kognitif

2) How do you feel about the attitude object? (Bagaimana perasaan anda

tentang objek sikap?) hal ini merupakan penilaian afektif.

3) How do you behave toward the attitude object? (Bagaimana anda

bertindak terhadap objek sikap?). Hal ini berkaitan dengan aspek kognitif.

Dalam, penelitian kepuasan kerja karyawan hanya mengukur sikap (sikap afektif) mereka terhadap pekerjaan, pengawasan kerja, balas jasa, dan pelaksanaan promosi jabatan. Hal ini karena kepuasan kerja lebih berkaitan dengan perasaan yang dirasakan oleh seseorang karyawan terhadap pelaksanaan kerja, pengawasan kerja, balas jasa dan pelaksanaan promosi jabatan. Sehingga dalam penelitian ini teori kepuasan kerja menggunakan teori yang dikembangkan oleh Locke dalam

2.2.3. Dimensi Kepuasan Kerja

Luthans (2006) yang tediri dari lima dimensi pekerjaan yang memiliki respon afektif yaitu

1) Pekerjaan itu sendiri, dalam hal di mana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.

2) Gaji, sejumlah upah yang diterima dan tingkat di mana hal ini bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi.

3) Kesempatan promosi, kesempatan untuk maju dalam organisasi

4) Pengawasan, kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku.

5) Rekan kerja, tingkat di mana rekan kerja pandai secara teknik dan mendukung secara sosial.

Penggunaan kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Locke (2001) dikarenakan dalam penelitian ini ingin mengukur kepuasan kerja yang memiliki respon afektif yaitu bagaimana persaaan karyawan terhadap objek sikap, seperti

kepuasan kerja merupakan respons emosional terhadap situasi kerja, kepuasan kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan dan kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang saling berhubungan.

Dengan adanya kepuasan kerja, maka diharapkan karyawan dapat melakukan pekerjaannya lebih maksimal dan mau melakukan pekerjaan diluar peran kerjanya sehingga dapat membantu proses pencapaian tujuan organisasi lebih baik. Hal ini dikemukakan juga oleh Martoyo dalam Aang Karyawan (2003) bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap : (1) tingkat absensi karyawan; (2) perputaran (turn over) tenaga kerja; (3) semangat kerja; (4) keluhan-keluhan; dan (5) masalah personalia yang vital lainnya. Pendapat tersebut diperkuat oleh Cusbut dan Lowery (dalam Robbins, 2006:185) bahwa, apabila karyawan merasa terpuaskan dengan pekerjaan mereka, bisa menimbulkan berbagai macam reaksi, misalnya, berhenti, mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi, atau meninggalkan sebagian dari tanggung jawab mereka.

Dokumen terkait