TESIS
PENGARUH KEPUASAN KERJA
TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOUR
(Studi Pada Kantor Pusat Universitas Udayana)
I GEDE AGUS SUDARMAYASA
NIM. 1090662028
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
PENGARUH KEPUASAN KERJA
TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOUR
(Studi Pada Kantor Pusat Universitas Udayana)
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Manajemen
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I GEDE AGUS SUDARMAYASA
NIM. 1090662028
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
Lembar Pengesahan
Tesis Ini Telah Disetujui
Tanggal
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE.,M.Si NIP. 19590801 198601 2 001
Dr. I Gede Riana,SE,MM. NIP. 19631127 198601 1 001
Mengetahui,
Direktur
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Ketua Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
Tesis ini Telah Diuji pada
Tanggal ……..
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
Ketua : Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE.,M.Si
Anggota :
1. Dr. I Gede Riana, SE., MM.
2. Dr. I Gde Adnyana Sudibia. SE. Ak. M.Kes.
3. Prof. Dr.Wayan Gede Supartha SE.SU.
SURAT PERSYARATAN BEBAS PLAGIAT
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat
Apabila di kemudian hari terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No 17 tahun 2010 dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Januari 2016
(I Gede Agus Sudarmayasa)
NAMA : I Gede Agus Sudarmayasa
NIM : 1090662028
PROGRAM STUDI : Magister Manajemen
JUDUL TESIS : PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAP
KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur
kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas
asung wara nugraha-Nya/karunia-Nya, tesis ini dapat diselesaikan. Pada
kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE., M.Si., sebagai pembimbing
utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat,
bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program Magister Manajemen,
khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula
penulis sampaikan kepada Dr. I Gede Riana, SE, MM., sebagai pembimbing
pendamping yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan
bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika,
Sp.PD, KEMD., selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan
kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh
Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana
Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. I
Nyoman Mahaendra Yasa. SE.,M.Si., sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk
Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada
Dr. Desak Ketut Sintaasih, SE.,M.Si sebagai Ketua Program MM Universitas
Udayana. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji
tesis, yaitu Dr. Gde Adnyana Sudibia. SE. Ak. M.Kes., Prof. Dr. Wayan Gede
Supartha SE.SU., dan Dr. Putu Saroyini Piartini. SE., MM., Ak. yang telah
memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat
terwujud seperti sekarang ini.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang tulus disertai
penghargaan kepada semua guru yang telah membimbing penulis, mulai dari
sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
Drs. I Wayan Santiyasa, M.Si yang telah memberikan dorongan moril dan materiil
di dalam melaksanakan studi S2. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Ayah
dan Ibu yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar
berpikir logic dan kreatif. Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada
Saudara kandung yang tercinta, rekan mahasiswa dan mahasiswi Program
Magister Manajemen Program Studi Manajemen Sumber Daya Manusia Program
Pasca Sarjana Universitas Udayana Angkatan XXV lainnya, Istri tercinta Ni
Nyoman Budiani serta putri tercinta Putu Ocha Raissa Putri dan Kadek Viola
Devika Putri yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada penulis
kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.
Semoga Ida Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
kekurangan dalam penulisan tesis ini, meskipun telah diusahakan sebaik mungkin.
Hal ini semata-mata disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dari penulis,
namun penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi peneliti lainnya yang
ingin melakukan penelitian tentang kepuasan kerja, komitmen organisasi ataupun
Organizational Citizenship Behaviour (OCB) di kemudian hari.
Denpasar, Januari 2016
ABSTRAK
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku ekstra yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional dan Organizational Citizenship Behaviour.
Penelitian ini dilakukan di kantor Rektorat Universitas Udayana dengan menggunakan sampel jenuh yaitu 57 orang pegawai non-PNS. Data dikumpulkan dengan melakukan interview dan penyebaran kuesioner. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis Partial Least Square.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh
positif signifikan terhadap komitmen organisasional dan Organizational
Citizenship Behavior. Hasil lain juga menunjukkan bahwa komitmen organisasional berpengaruh positif signifikan terhadap Organizational Citizenship Behavior. Implikasi penelitian ini menunjukkan bahwa perlu adanya usaha – usaha untuk meningkatkan kepuasan terhadap rekan kerja dan pastisipasi sukarela dan dukungan terhadap fungsi - fungsi organisasi baik secara profesional maupun sosial alamiah.
ABSTRACT
Organizational citizenship behaviour is the behavior of the extra that are not part of the formal obligations of an employee's work, but support the functioning of the organization effectively. This study aimed to analyze the effect of job satisfaction on organizational commitment and Organizational citizenship behaviour.
This research was conducted at the office of the Rector of Udayana University using sample that 57 non-government employees. Data were collected by interviews and questionnaires. Subsequently collected data were analyzed using descriptive analysis and Partial Least Square.
The Results of this study concluded that job satisfaction is significant positive effect on organizational commitment and Organizational citizenship behaviour. Other results also indicate that organizational commitment is a significant positive effect on Organizational citizenship behaviour. The implications of this study indicate that the need for efforts to improve satisfaction with co-workers and increasing voluntary participation and support functions of the organization both professionally and social nature.
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN ... i
PERSYARATAN GELAR ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... ix
ABSTRAC ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumasan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat penelitian ... 8
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior (OCB) ... 9
2.1.2 Dimensi-dimensi Organizational Citizenship Behavior
(OCB) ... 11
2.2. Kepuasan Kerja ... 11
2.2.1 Pengertian Kepuasan kerja ... 11
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan kerja ... 13
2.2.3 Dimensi Kepuasan Kerja ... 15
2.3. Komitmen Organisasi... 15
2.3.1 Pengertian Komitmen Organisasional ... 16
2.3.1 Jenis – Jenis Komitmen Organisasional ... 18
2.3.2 Dimensi Komitmen Organisasional ... 20
BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Berfikir dan Konseptual ... 22
4.3.3 Metode Pengumpulan Data ... 32
4.5. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
4.6. Instrumen Penelitian ... 34
4.6.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 34
4.7. Metode Analisis Data ... 35
4.7.1 Analisis Deskriptif ... 35
4.7.2 Analisis Inferensial ... 36
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Umum Rektorat Unud ... 40
5.2. Struktur Organisasi ... 41
5.3. Karakteristik Responden ... 43
5.4. Deskripsi Variabel Penelitian ... 45
5.4.1 Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja ... 46
5.4.2 Deskripsi Variabel Komitmen Organizasional ... 47
5.4.3 Deskripsi Variabel Organizational Citizenship Behaviour (OCB) ... 49
5.5. Analisis Partial Least Square (PLS) ... 50
5.5.1 Pemodelan Persamaan Struktural ... 50
5.5.2 Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model) ... 52
5.5.3 Goodness of Fit Model Struktural (Inner Model) ... 54
5.5.4 Hasil Pengujian Hipotesis ... 55
5.6. Pembahasan Hasil Penelitian ... 57
Organizational ... 57
5.6.2 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB) ... 59
5.6.3 Pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Organizational Citizenship Behaviour (OCB) ... 60
5.7. Implikasi Penelitian ... 60
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan ... 64
6.2. Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 63
DAFTAR TABEL
No. Nama Tabel Hal
5.1. Karakteristik Responden ... 43
5.2. Kriteria Interpretasi Rata-Rata Skor Indikator ... 45
5.3. Deskripsi Variable Kepuasan Kerja (X) ... 46
5.4. Deskripsi Variabel Komitmen Organizational (Y1) ... 48
5.5. Deskripsi Variable OCB (Y2) ... 49
5.6. Composite Reliability ... 52
5.7. Convergen Validity ... 53
5.8. Discriminat ... 54
5.9. Nilai R2 Variabel Endogen ... 55
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Hal
3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... 25
4.1. Diagram Alur Analisis ... 37
5.1. Struktur Organisasi ... 41
5.2. Hasil Output Partial Least Square (PLS) ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
No. Nama Lampiran Hal
1. Kuesioner Penelitian ... 70
2. Validitas dan Realibilitas ... 75
3. Deskripsi Data Penelitian ... 80
4. Frekuensi Jawaban Responden ... 81
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Universitas Udayana (Unud) sebagai sebuah lembaga pemerintah yang
bergerak dalam bidang pendidikan saat ini sudah berstatus sebagai Badan
Layanan Umum (BLU). Status tersebut telah menuntut Unud untuk selalu
memberikan layanan prima dan mempunyai komitmen untuk meningkatkan
kualitas layanan dan mutu pendidikan. Demi mewujudkan Visi dan Misi Unud
sebagai perguruan tinggi yang bermutu perlu adanya pemanfaatan sumber daya
yang ada dengan melibatkan seluruh komponen sivitas akademika. Komponen
tersebut meliputi mahasiswa, dosen dan pegawai, haruslah mempunyai
keterlibatan yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Pegawai
dituntut mempunyai tanggung jawab untuk mencapai tujuan, memenuhi efisiensi
dan produktivitas dengan mengupayakan kesesuaian kegiatan-kegiatan dengan
tujuan yang telah ditentukan termasuk keterbukaan dan tanggung jawab
pemanfaatan sumber daya secara optimal.
Kantor Pusat Universitas Udayana didukung oleh Pegawai PNS dan
Pegawai Non-PNS yang berjumlah sebanyak 465 orang dengan rincian 249 orang
pegawai PNS dan 216 orang Pegawai Non-PNS. Dengan memperhatikan
perbandingan antara Pegawai PNS dan Non-PNS nampak jumlahnya hampir
sama, sehingga peran dari Pegawai Non-PNS sangatlah besar untuk menjalankan
administrasi Kantor Pusat Universitas Udayana. Dalam pelaksanaan tugas tersebut
behaviour) yang saat ini sering dikaitkan dengan konsep Organizational
Citizenship Behaviour (OCB).
Unud sebagai sebuah institusi pendidikan tinggi sudah selayaknya
memperhatikan dan menciptakan sumber daya manusia yang memiliki perilaku di
luar peran (extra role behavior). Oleh karena itu sangat diperlukan sebuah
perubahan didalam pengelolaan sumber daya manusia khususnya peran institusi
dalam upaya peningkatan kualitas sumber dayanya. Alasan tersebut menuntut
urgensi penelitian terhadap antiseden OCB di Unud dalam rangka berupaya untuk
memiliki sumber daya manusia yang handal dan berkualitas dalam melayani para
stakeholders.
Berdasarkan hasil penelitian awal dengan melakukan wawancara terhadap
10 orang pegawai Non-PNS yang ditugaskan di bawah lingkungan Kantor Pusat
Universitas Udayana, ternyata semuanya (100 %) belum merasakan kepuasan
kerja. Kepuasan kerja tersebut terutama berkaitan dengan penghasilan, karena
penghasilan yang mereka terima masih di bawah UMR (Upah Miminum
Regional) Kabupaten Badung, yang besarnya UMR tahun 2013 adalah sebesar
Rp. 1.410.000,-. Upah / gaji yang mereka terima per bulan. Kondisi telah memicu
dan menimbulkan ketidak puasan pegawai dalam bekerja. Hal lain yang sering
memicu ketidak puasan kerja karena adanya pemberian tunjangan kinerja kepada
Pegawai Negeri Sipil (PNS), sementara para pegawai Non-PNS tidak
mendapatkannya seperti halnya PNS. Hal ini sering menimbulkan kecemburuan
sosial antara PNS dengan Pegawai Non-PNS. Pegawai Non-PNS juga tidak
Artinya selama mereka bekerja di Universitas Udayana tidak mempunyai
kesempatan promosi untuk menduduki jabatan tertentu. Kondisi ini telah
menjadi dilema bagi pegawai Non-PNS di Universitas Udayana, karena jika
selamanya bekerja sebagai pegawai Non-PNS, mereka hanya akan sebagai staf,
karena kesempatan untuk menduduki jabatan struktural hanya dimiliki oleh PNS
yang mempunyai NIP saja.
OCB merupakan perilaku ekstra yang tidak menjadi bagian dari
kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya
organisasi secara efektif (Robbins, 2009:40). Organisasi yang sukses
membutuhkan karyawan yang memiliki sikap mampu melakukan tugas lebih dari
sekedar tugas biasa mereka yang mampu memberikan kinerja melebihi harapan.
Selanjutnya Robbins (2009:41) mencontohkan sikap tersebut seperti membantu
individu dalam tim, mengajukan diri untuk melakukan pekerjaan ekstra,
menghindari konflik yang tidak perlu, dan menghormati semangat dan isi
peraturan organisasi.
Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa keterlibatan karyawan
dalam OCB memiliki hubungan yang positif dengan outcome organisasi seperti
unit kerja. Selain itu OCB berpeluang untuk mendukung terciptanya social capital
dalam organisasi, yang selanjutnya akan meningkatkan kinerja organisasi
sekaligus menciptakan sumber keunggulan bersaing yang berkelanjutan
(Padsakoff & Mackenzie, 1994).
Organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang mampu bertindak
melampaui perkiraan (Robbins, 2009:41). Dalam dunia kerja yang semakin
berkembang dan dinamis, dimana tugas-tugas yang semakin banyak dilakukan
dalam tim, lebih fleksibel, bernilai penting, diperlukan adanya karyawan yang
mampu berperilaku diluar peran. Beberapa contoh seperti: membuat pernyataan
yang konstruktif untuk tugas kelompok kerja mereka dan organisasi, membantu
yang lain dalam timnya, menjadi relawan untuk aktivitas tugas ekstra,
menghindari konflik yang tidak perlu, menunjukkan kepedulian, menghormati dan
memaklumi beban dan gangguan terkait kerja yang kadang terjadi. Kondisi
tersebut membuat organisasi sangat memerlukan karyawan yang bersedia
melakukan hal yang bukan menjadi tugasnya. Menurut Robbins dan Judge,
2009:40) organisasi dengan karyawan yang memiliki perilaku diluar peran
cenderung berkinerja lebih baik dari organisasi lain yang tidak memilikinya.
Secara umum OCB muncul diakibatkan karena karyawan mendapatkan
kepuasan bekerja pada suatu organisasi. Kepuasan kerja merupakan suatu
perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi
karakteristiknya (Ivancevick et al., 2006). Terdapat keyakinan bahwa karyawan
yang puas akan lebih produktif dibandingkan dengan karyawan yang tidak puas,
walaupun masih banyak bukti yang mempertanyakan hubungan kausal tersebut
(Robbins, 2009:42).
Penelitian Yoon dan Suh, (2003) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja
berpengaruh positip signifikan terhadap OCB. Kepuasan kerja tidak hanya terkait
dengan keabsenan dan pengunduran diri, namun juga organisasi bertanggung
penghargaan kepada karyawan. Oleh karena itu, kepuasan kerja lebih
mencerminkan sikap dari pada perilaku. Sikap merupakan pernyataan evaluatif
baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan, mengenai obyek, orang atau
peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu. Farhan
dan Niaz (2012) menemukan adanya hubungan positif antara kepuasan kerja
dengan kinerja organisasi dan juga menunjukkan hubungan yang positif antara
kepuasan kerja dengan Perilaku Organisasi, (Robbins, 2006:). Oleh karena itu,
kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang membentuk OCB, pernyataan
tersebut sangat logis yang menganggap bahwa kepuasan kerja merupakan penentu
utama OCB karyawan (Robbins, 2006).
Kepuasan kerja yang ada di Kantor Pusat Universitas Udayana masih
belum dirasakan oleh pegawai Non-PNS karena masih ada pegawai yang merasa
tidak nyaman dalam bekerja di mana hal ini membuat pegawai Non-PNS tidak
mempunyai komitmen terhadap organisasional. Sebenarnya mereka bekerja di
Univesitas Udayana dengan komitmen berharap suatu saat nanti bisa diangkat
menjadi PNS, hal ini sebenarnya tidak bisa menjadi jaminan untuk diangkat
meskipun memiliki masa kerja yang lama. Padahal jika mereka mencari kerja di
tempat lain mungkin akan mempunyai kesempatan memperoleh penghasilan yang
lebih besar dari yang mereka terima dan bahkan mendapatkan kepuasan kerja
sesuai keahlian dan bidangnya masing – masing. Akan tetapi karena faktor gengsi,
hampir 90% pegawai Non-PNS Universitas Udayana masih bertahan.
Kepuasan kerja mendapatkan banyak perhatian dibandingkan dengan sikap
dibahas karena lebih terkait dengan persepsi karyawan terhadap organisasi di
mana mereka bekerja. Meskipun kepuasan berkaitan dengan sikap terhadap
pekerjaan dan komitmen berkaitan dengan level organisasi, beberapa hasil
penelitian menyatakan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi memiliki
hubungan yang kuat (Luthan, 2009:248).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif
signifikan terhadap komitmen organisasional. Hal ini mengandung makna
bahwasanya komitmen karyawan terhadap organisasi dapat ditingkatkan apabila
karyawan merasa kebutuhannya terpenuhi dengan baik sehingga mereka merasa
puas. Semakin baik kepuasan kerja yang dirasakan karyawan, maka komitmen
organisasional karyawan akan semakin tinggi (Koh dan Boo, 2001). Kepuasan
kerja merupakan sekumpulan perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan
terhadap pekerjaan mereka (Davis dalam Yuli, 2005).
Komitmen Organisasi merupakan salah satu faktor penting yang berperan
dalam membentuk OCB karyawan. Komitmen organisasi merupakan sikap yang
merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di
mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi pada
keberhasilan dan kemajuan yang berkelanjutan. Penelitian yang dilakukan oleh
Bolon (1997) menemukan bahwa komitmen afektif merupakan prediktor pada
OCB. Cohen (2005) menemukan hubungan positif antara komitmen afektif dan
komitmen normative terhadap OCB, dimana komitmen normative mempunyai
hubungan yang lebih kuat daripada komitmen afektif, sementara komitment
dan Rush (2000) menemukan komitmen organisasi berpengaruh pada OCB.
Ackfeldt dan Coote (2000) menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh
pada perilaku menolong atau OCB. Demikian pula Gautam et al., (2004)
menemukan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif pada OCB.
Secara teoritis, kepuasan kerja dan komitmen organisasi merupakan faktor
penentu karyawan menunjukkan OCB (Luthans, 2009). Namun demikian, yang
lebih penting untuk OCB adalah bahwa karyawan harus merasa diperlakukan
secara adil, dan mendapat dukungan organisasi. Tanpa diperlakukan secara adil
dan mendapatkan dukungan organisasi, karyawan tidak akan memberikan kinerja
maksimal kepada organisasi. Alas an tersebut dilakukannya penelitian lebih lanjut
mengenai OCB, khususnya mengenai anteseden - anteseden yang membentuknya.
Semakin kuat komitmen karyawan terhadap organisasi, maka karyawan akan
merasa rugi jika meninggalkan organisasi. Dengan demikian semakin kuat
individu mempersepsikan dirinya sebagai bagian dari organisasi dan
pekerjaannya, maka semakin mendekatkan sikap karyawan pada OCB.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat disusun rumusan masalah
penelitian sebagai berikut.
1) Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional?
2) Bagaimana pengaruh kepuasan kerja terhadap organizational citizenship
behavior?
3) Bagimana pengaruh komitmen organisasi terhadap organizational
1.3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang diajukan di atas, maka tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1) Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap
komitmen organisasional pegawai non-PNS.
2) Untuk menguji dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap
organizational citizenship behavior pegawai non-PNS.
3) Untuk menguji dan menganalisis pengaruh komitmen organisasional
terhadap organizational citizenship behavior pegawai non-PNS .
1.4. Manfaat Penelitian
1) Manfaat teoritis. Penelitian diharapkan dapat menjadi sebuah bukti
empiris untuk penelitian di masa yang akan datang, maupun pembanding
bagi peneliti lainnya yang melakukan penelitian yang sama. Penelitian ini
nantinya juga diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu referensi
dalam bidang ilmu manajemen sumber daya manusia terkait dengan
kepuasan kerja, komitmen organisasional, dan OCB.
2) Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan
pertimbangan bagi pihak Universitas Udayana untuk merancang berbagai
kebijakan, terutama kebijakan pada bidang sumber daya manusia yang
Bab ini membahas beberapa teori yang mendasari penelitian ini.
Teori-teori yang digunakan sebagai acuan merupakan hasil penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya. Selain itu membahas konsep yang nantinya akan
mendasari hipotesis penelitian.
2.1. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 2.1.1. Pengertian OCB
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kontribusi
individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan
perolehan kinerja tugas. OCB ini melibatkan beberapa perilaku meliputi perilaku
menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap
aturan-aturan dan prosedur- prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini
menggambarkan "nilai tambah karyawan" dan merupakan salah satu bentuk
perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna
membantu (Aldag & Resckhe, 1997:1). Foote A, et al. (2008) menyatakan bahwa
sikap dan kemurnian peran berhubungan positif dengan komitmen dan komitmen
berhubungan positif dengan conscientiousness dan civic virtue.
Organ (1988:505) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang
bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan sistem penghargaan
bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) ditemukan sebagai alternatif
penjelasan pada hipotesis kepuasan berdasarkan performance.
Van Dyne, dkk. (1998) mengusulkan konstruksi dari ekstra - role behavior
(ERB) yaitu perilaku yang menguntungkan organisasi dan atau cenderung
menguntungkan organisasi, secara sukarela dan melebihi apa yang menjadi
tuntutan peran. Organ (1997) menyatakan bahwa definisi ini tidak didukung
penjelasan yang cukup, "peran pekerjaan" bagi seseorang adalah tergantung dari
harapan dan komunikasi dengan pengirim peran tersebut. Definisi teori peran ini
menempatkan OCB dalam realisme fenomenologi, tidak dapat diobservasi dan
sangat subyektif. Definisi ini juga menganggap bahwa intensi aktor adalah
"untuk menguntungkan organisasi".
Borman dan Motowidlo (1993) mengkonstruksi contextual behavior tidak
hanya mendukung inti dari perilaku itu sendiri melainkan mendukung
semakin besarnya lingkungan organisasi, sosial dan psikologis sehingga inti
teknisnya berfungsi. Definisi ini tidak dibayangi istilah sukarela, reward atau niat
sang aktor melainkan perilaku seharusnya mendukung lingkungan organisasi,
sosial dan psikologis lebih dari sekedar inti teknis. Jadi, dari beberapa definisi di
atas dapat di simpulkan bahwa Organisational Citizenship Behavior (OCB)
merupakan :
1)Perilaku yang bersifat sukarela bukan merupakan tindakan yang terpaksa
terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi.
2)Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan performance, tidak
3)Tidak berkaitan secara langsung dan terang-terangan dengan sistem reward
yang formal
2.1.2. Dimensi- dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)
Istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali diajukan
oleh Organ (1988:530), dengan mengemukakan lima dimensi primer dari OCB
yang terdiri dari:
1) Altruism, yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada
tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi organisasional.
2) Civic virtue, menunjukkan pastisipasi sukarela dan dukungan terhadap
fungsi - fungsi organisasi baik secara profesional maupun sosial alamiah.
3) Conscientiousness, berisi tentang kinerja dari prasyarat peran yang
melebihi standar minimum
4) Sportmanhip, berisi tentang pantangan-pantangan membuat isu-isu yang
merusak meskipun merasa jengkel.
5) Courtesy, adalah perilaku meringankan problem-problem yang berkaitan
dengan pekerjaan yang dihadapi orang lain.
2.2. Kepuasan Kerja
2.2.1. Pengertian kepuasan kerja
Keith Davis (1997:176) mengemukakan bahwa Job Satisfaction is a set of
fovorable or unforable feeling with wich employees view their work. Kepuasan
kerja adalah kumpulan perasaan enak dan tidak enak di mana karyawan
kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan
membutuhkan interaksi dengan rekan sekerja dan para atasan, mematuhi peraturan
dan kebijakan organisasi, memenuhi standard kinerja, hidup dengan suasana kerja
yang sering kali kurang dari ideal.
Kepuasan kerja merupakan sikap umum individu terhadap pekerjaannya
sehingga lebih mencermikan sikap dari pada perilaku. Keyakinan bahwa
karyawan yang puas lebih produktif daripada karyawan yang tidak puas menjadi
prinsip dasar bagi para manajer maupun pimpinan (Robbins, 2006). Menurut
Robbins (2006), masih banyak bukti yang mempertanyakan hubungan kausal
tersebut, karena pada masyarakat maju mereka tidak hanya memperhatikan
kuantitas hidup seperti peningkatan produktivitas dan perolehan materi, namun
juga kualitasnya. Para peneliti yang memiliki nilai humanis yang kuat berpendapat
bahwa kepuasan adalah tujuan resmi organisasi. Kepuasan tidak hanya secara
negatif terkait dengan keabsenan dan pengunduran diri, namun menurut mereka,
organisasi dibebani tanggung jawab untuk memberikan pekerjaan yang
menantang dan secara intrinsik memberikan penghargaan pada karyawan.
Locke (2006) memberikan definisi komprehensif dari kepuasan kerja yang
meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif dan evaluatif dan menyatakan bahwa
kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal
dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Menurut pendapat
tersebut di atas kepuasan kerja itu adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya
yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Sikap itu berasal dari persepsi mereka
kesempatan promosi, penyelia atau pengawasan serta hubungan dengan rekan
kerja. Maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu ungkapan
perasaan atau sikap seseorang terhadap pekerjaannya, terhadap kesempatan
promosi, hubungan dengan rekan kerja, pengawasan dan perasaan puas terhadap
pekerjaan itu sendiri. Pada intinya kepuasan kerja berkaitan erat dengan upaya
(effort) seseorang dalam bekerja. Karyawan yang tidak puas akan pekerjaan
cenderung untuk berperilaku tidak maksimal, tidak mencoba untuk melakukan
hal-hal yang terbaik, serta jarang untuk meluangkan waktu dan berusaha ekstra
dalam melakukan pekerjaannya.
Kepuasan kerja biasanya berhubungan dengan teori keadilan, psikologi
dan motivasi. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh besar kecilnya penghargaan
intrinsik dan ekstrinsik, keterlibatan dalam pekerjaan dan perceived equity (fair
reward). Besar kecilnya penghargaan, mungkin tidak akan menjadikan masalah
besar asal pemberiannya dipandang adil oleh karyawan yang menerimanya.
Menyadari hal tersebut, maka salah satu sasaran penting dalam manajemen
sumber daya manusia adalah terciptanya kepuasan kerja anggota organisasi yang
lebih lanjut akan meningkatkan prestasi kerja. Dengan adanya kepuasan kerja dari
karyawan maka diharapakan karyawan dapat melakukan pekerjaannya lebih
maksimal dan mau melakukan pekerjaan diluar peran kerjanya sehingga dapat
membantu proses pencapaian tujuan organisasi lebih baik.
2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, yaitu
1) Faktor yang ada dalam diri karyawan, antara lain Kecerdasan (IQ),
kecakapan khusus, usia, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan,
pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, persepsi, dan sikap kerja.
2) Faktor pekerjaan antara lain jenis pekerjaan, struktur organisasi,
pangkat (golongan, kedudukan), mutu pengawasan, jaminan finansial
(gaji), kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan
kerja.
Sikap merupakan suatu pengevaluasian yang positif atau negatif, dari
perasaan emosi, kecenderungan bertindak pro atau kontra terhadap objek sosial.
Pengertian sikap tersebut sesuai dengan pendapat Krech; Crutchfield dan
Ballachey, (1963) yang mengemukakan bahwa Enduring systems of positive or
negative evaluations. Emotional feelings and pro or conaction tendencies with
respect to social object.
Kelly G. Shaver, (2003) menjelaskan 3 (tiga) aspek sikap dengan
mengemukakan tiga pertanyaan, yaitu:
1) What do you think about the attitude object? (apa pendapat anda
tentang sikap ?) hal ini merupakan penilaian kognitif
2) How do you feel about the attitude object? (Bagaimana perasaan anda
tentang objek sikap?) hal ini merupakan penilaian afektif.
3) How do you behave toward the attitude object? (Bagaimana anda
bertindak terhadap objek sikap?). Hal ini berkaitan dengan aspek
Dalam, penelitian kepuasan kerja karyawan hanya mengukur sikap (sikap
afektif) mereka terhadap pekerjaan, pengawasan kerja, balas jasa, dan pelaksanaan
promosi jabatan. Hal ini karena kepuasan kerja lebih berkaitan dengan perasaan
yang dirasakan oleh seseorang karyawan terhadap pelaksanaan kerja, pengawasan
kerja, balas jasa dan pelaksanaan promosi jabatan. Sehingga dalam penelitian ini
teori kepuasan kerja menggunakan teori yang dikembangkan oleh Locke dalam
2.2.3. Dimensi Kepuasan Kerja
Luthans (2006) yang tediri dari lima dimensi pekerjaan yang memiliki
respon afektif yaitu
1) Pekerjaan itu sendiri, dalam hal di mana pekerjaan memberikan tugas yang
menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima
tanggung jawab.
2) Gaji, sejumlah upah yang diterima dan tingkat di mana hal ini bisa
dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang
lain dalam organisasi.
3) Kesempatan promosi, kesempatan untuk maju dalam organisasi
4) Pengawasan, kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan
dukungan perilaku.
5) Rekan kerja, tingkat di mana rekan kerja pandai secara teknik dan
mendukung secara sosial.
Penggunaan kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Locke (2001)
dikarenakan dalam penelitian ini ingin mengukur kepuasan kerja yang memiliki
kepuasan kerja merupakan respons emosional terhadap situasi kerja, kepuasan
kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau
melampaui harapan dan kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang saling
berhubungan.
Dengan adanya kepuasan kerja, maka diharapkan karyawan dapat
melakukan pekerjaannya lebih maksimal dan mau melakukan pekerjaan diluar
peran kerjanya sehingga dapat membantu proses pencapaian tujuan organisasi
lebih baik. Hal ini dikemukakan juga oleh Martoyo dalam Aang Karyawan (2003)
bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap : (1) tingkat absensi karyawan; (2)
perputaran (turn over) tenaga kerja; (3) semangat kerja; (4) keluhan-keluhan; dan
(5) masalah personalia yang vital lainnya. Pendapat tersebut diperkuat oleh
Cusbut dan Lowery (dalam Robbins, 2006:185) bahwa, apabila karyawan merasa
terpuaskan dengan pekerjaan mereka, bisa menimbulkan berbagai macam reaksi,
misalnya, berhenti, mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi, atau
meninggalkan sebagian dari tanggung jawab mereka.
2.3. Komitmen Organisasional
2.3.1. Pengertian Komitmen Organisasional
Tujuan kunci dari unit organisasi terkait dengan sumber daya manusia
adalah mencari pengukuran yang dapat mengestimasikan secara akurat komitmen
para karyawannya dan mengembangkan program-program serta kegiatan-kegiatan
agar mampu meningkatkan komitmen organisasional (Zurnali, 2010). Menurut
Greenberg dan Baron (2000:190), komitmen organisasi menggambarkan seberapa
dan keinginan untuk tetap tinggal di organisasi itu. Mowday, R.T, Porter, L.W
dan Steers R.M., (dalam Miner, 1982:124) mendefinisikan komitmen organisasi
sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan
keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Sikap ini dapat ditandai dengan
tiga hal, yaitu:
1) Kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan
organisasi.
2) Kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi.
3) Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan di dalam
organisasi.
Robbins (2006) memandang komitmen organisasi merupakan salah satu
sikap kerja. Karena ia merefleksikan perasaan seseorang (suka atau tidak suka)
terhadap organisasi tempat ia bekerja. Robbins mendefinisikannya sebagai suatu
orientasi individu terhadap organisasi yang mencakup loyalitas, identifikasi dan
keterlibatan. Jadi, komitmen organisasi merupakan orientasi hubungan aktif antara
individu dan organisasinya. Orientasi hubungan tersebut mengakibatkan individu
(karyawan) atas kehendak sendiri bersedia memberikan sesuatu, dan sesuatu yang
diberikan itu menggambarkan dukungannya bagi tercapainya tujuan organisasi.
Pada intinya beberapa definisi komitmen organisasi dari beberapa ahli di
atas mempunyai penekanan yang hampir sama yaitu proses pada individu
(karyawan) dalam mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan,
dan tujuan organisasi. Di samping itu, komitmen organisasi mengandung
organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan
karyawan dengan perusahaan atau organisasi secara aktif. Karena karyawan yang
menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan
tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan
organisasi tempatnya bekerja.
2.3.2. Jenis – jenis Komitmen Organisasional
Mathis (2002), menyatakan jika para tenaga kerja berkomitmen pada
organisasi, mereka mungkin lebih produktif. Komitmen organisasi adalah tingkat
kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisisasi dan
mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam orgainisasi tersebut. Penelitian
menyatakan bahwa kepuasan kerja dan komitmen orgainasional cenderung saling
mempengaruhi satu dengan yang lain. Apa yang disarankan dari penemuan ini
adalah orang-orang yang relatif puas dengan pekerjaannya akan lebih
berkomitmen pada organisasi dan orang-orang yang berkomitmen terhadap
organisasi lebih mungkin untuk mendapat kepuasan yang lebih besar.
Meyer dan Allen (1991) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai (1)
keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; (2) keinginan
untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan (3) keyakinan tertentu, dan
penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Ini merupakan sikap yang merefleksikan
loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota
organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan
organisasi bersifat multidimensi, sehingga terdapat perkembangan dukungan
untuk tiga dimensi komitmen yaitu :
1) Affective Commitment, adalah keterikatan emosional karyawan,
identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi.
2) Continuance Commitment, adalah komitmen berdasarkan kerugian yang
berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini
karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit.
3) Normative Commitment, adalah perasaan wajib untuk tetap berada
dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut
merupakan hal benar yang harus dilakukan.
Mowday et al. (1979) menunjukkan hubungan antara komitmen organisasi
dan hasil yang diinginkan seperti kinerja tinggi, tingkat pergantian karyawan yang
rendah dan tingkat ketidakhadiran yang rendah. Juga terdapat bukti bahwa
komitmen karyawan berhubungan dengan hasil lain yang diinginkan, seperti
persepsi iklim, organisasi yang hangat serta mendukung dan menjadi anggota tim
yang baik yang siap membantu. Sementara menurut Luthan (2006) bahwa sikap
komitmen organisasi dibandingkan dengan kepuasan kerja adalah prediktor yang
lebih baik dari variabel hasil yang diinginkan dan dengan demikian pantas
menerima perhatian manajemen.
Meyer dan Allen (1993) berpendapat bahwa setiap komponen memiliki
dasar yang berbeda. Karyawan dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung
dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.
dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan
yang memiliki komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi
karena mereka harus melakukannya.
Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda
berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki
komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan
karyawan yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota
akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan
organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari
kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha
yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang
sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan
kewajiban yang dimiliki karyawan. Komponen normatif menimbulkan perasaan
kewajiban pada karyawan untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya
dari organisasi.
2.3.3. Dimensi Komitmen Organisasional
Steers (1996) mengembangkan sebuah model hubungan sebab akibat
terjadinya komitmen terhadap organisasi. Selanjutnya dia mengemukakan ada tiga
penyebab komitmen organisasi, yaitu: karakteristik pribadi (kebutuhan
berprestasi, masa kerja/jabatan, dan lain-lain), karakteristik pekerjaan (umpan
balik, identitas tugas, kesempatan untuk berinteraksi, dan lain-lain) dan
pengalaman kerja. Model yang dikembangkan Steer kemudian dimodifikasi
kelamin), karakteristik yang berkaitan dengan peran, karakteristik struktural dan
pengalaman kerja.
Long (2000) menjelaskan bahwa program kepemilikan saham perusahaan
bagi karyawan juga bisa menumbuhkan perasaan identifikasi terhadap
tujuan-tujuan organisasi. Sedangkan Armstrong (2003:183) berpendapat bahwa tiga hal
yang dapat mempengaruhi komitmen, yaitu rasa memiliki terhadap organisasi,
rasa senang terhadap pekerjaan dan kepercayaan pada organisasi. Chusmir (dalam
Jewell dan Siegall, 1998:519) berpendapat bahwa karakteristik keluarga juga
menjadi salah satu penentu komitmen karyawan pada organisasi. Selain
faktor-faktor di atas, faktor-faktor harapan pengembangan karir, lingkungan kerja dan
gaji/tunjangan juga berpengaruh.
Berdasarkan atas beberapa pendapat di atas, maka dalam penelitian ini
komitmen organisasi menggunakan dimensi komitmen yaitu : (1) Affective
Commitment, (2) Continuance Commitment, (3) Normative Commitment, yang
diadopsi dari Meyer dan Allen, (1991). Penggunaan komitmen organisasi yang
dikembangkan oleh Meyer dan Allen ini karena komitmen organisasi
mengindikasikan keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu,
keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi dan keyakinan
tertentu, serta penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Ini merupakan sikap yang
merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan di
mana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan