1
PERANCANGAN ULANG KOMPOR BIOETANOL DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DAN
TEORIYA RESHENIYA IZOBRETATELSKIKH ZADATCH (TRIZ)
REDESIGN OF BIOETANOL STOVE BY USING THE APPROACH OF
QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) AND TEORIYA RESHENIYA
IZOBRETATELSKIKH ZADATCH (TRIZ)
Anindita Laksmi, Sri Gunani Partiwi, Adithya Sudiarno
Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
anindita_laksmi@ymail.com; srigunani@ie.its.ac.id; adithya.sudiarno@gmail.com
Abstrak
Sumber energi fosil di Indonesia khususnya minyak bumi kian langka. Penggunaan terbesar adalah pada sektor rumah tangga dan komersial, diikuti oleh sektor industri, transportasi, dan bahan baku. Hal ini mendorong pemerintah untuk mulai menggunakan energi alternatif untuk mencegah habisnya minyak bumi. Salah satu energi alternatif yang bisa dimanfaatkan adalah bioetanol. Sejak 4 tahun yang lalu pertama kali diperkenalkan hingga sekarang, bioetanol telah mengalami peningkatan dalam penjualannya. Akan tetapi bioetanol tersebut sebagian besar hanya dikonsumsi untuk skala industri. Sedangkan untuk target skala rumah tangga yaitu penggunaan kompor bioetanol, masih mengalami kendala seperti ketersediaan bahan baku serta kelemahan pada desain kompornya. Kelemahan utamanya antara lain kurang efisien, kurang aman dan kurang user-friendly bagi penggunanya. Kelemahan tersebut menyebabkan kompor bioetanol masih kurang bisa diterima masyarakat hingga saat ini. Karena itu, perlu dikembangkan kompor bioetanol yang lebih berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Pendekatan yang digunakan dalam perancangan adalah gabungan metode Quality Function Deployment dan Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch. Output dari penelitian ini ialah menghasilkan kompor bioetanol yang mampu digunakan selama 5 jam nonstop, menghemat Rp 20.000,00 setiap bulannya, lebih mudah digunakan , dan lebih aman.
Kata Kunci : Pengembangan produk, Kompor Bioetanol, Quality Function Deployment,
Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch
ABSTRACT
Fossil energy sources in Indonesia, especially petroleum is growing scarce. The greatest use is for households and commercial sectors, followed by industrial sector, transportation, and as raw material for further processes. This forced the government to start using alternative energy to prevent petroleum depletion. One of the alternative energy that can be used is bioethanol. Since firstly introduced four years ago, bioethanol has experienced increase in sales, however most of the bioethanol is consumed only for industrial scale. While the scale for the target households are still experiencing problems namely the availability of raw materials as well as in the design of the stove. The weakness of the stove design lies on its efficientcy, safety-factor and user-friendly aspects for its users. These weaknesses cause the bioethanol stove to be less acceptable to the public until today. Therefore, it is necessary to develop higher quality of bioethanol stove to meet the needs of the user. The approach used in the design is a combined method of Quality Function Deployment and Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch. The new design of stove bioethanol can be used for five straight hours, and it can save up to Rp. 20.000.00 per month compared to the existing stove. The newly designed stove is also safer and easier to use.
Keywords: Product development, Bioethanol Stove, Quality Function Deployment, Teoriya
Resheniya Izobretatelskikh Zadatch
1. Pendahuluan
Latar Belakang
Minyak bumi merupakan penyangga
kebutuhan energi yang utama di dunia saat
ini. Hampir seluruh kebutuhan dunia
bergantung pada sumber daya alam yang
tidak terbarukan tersebut termasuk negara
Indonesia.
Berdasarkan
data
yang
diperoleh dari Departemen Energi dan
2
Sumber Daya Mineral (ESDM), pada
tahun 2006 pemakaian minyak bumi
mendominasi 52,5% pemakaian energi di
Indonesia. Sedangkan penggunaan gas
bumi sebesar 19% , batu bara 21,5%, air
3,7%, panas bumi sebesar 3% dan energi
terbarukan hanya sekitar 2% dari total
penggunaan energi. Padahal menurut data
ESDM 2006, cadangan minyak bumi
Indonesia hanya sekitar 500 juta barel per
tahun. Hal ini berarti minyak bumi jika
terus dikonsumsi dan tidak ditemukan
cadangan
minyak
baru
atau
tidak
ditemukan teknologi baru, diperkirakan
cadangan minyak bumi Indonesia akan
habis dalam waktu dua puluh tiga tahun
mendatang
(Hidayat,
2007).
Ini
merupakan
konsekuensi
logis
dari
pemakaian besar-besaran bahan bakar fosil
tanpa dibarengi ketersediaan bahan bakar
fosil demi memenuhi kebutuhan manusia.
Penggunaan terbesar minyak bumi adalah
pada
sektor
rumah
tangga
yaitu
pemanfaatan minyak tanah sebagai bahan
bakar memasak dengan pangsa sebesar
46% diikuti oleh sektor industri 25%,
transportasi 19%, sebagai bahan baku 5%
dan sisanya sekitar 4% untuk penggunaan
lainnya (Pusat Informasi Energi, 2003).
Terkait dengan masalah diatas,
pemerintah telah mengupayakan rencana
pengurangan penggunaan minyak tanah
untuk keperluan rumah tangga dengan
mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres)
No. 1 Tahun 2006 tentang penyediaan dan
pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai
bahan bakar lain. Menindaklanjuti Inpres
tersebut, masyarakat telah mengupayakan
bioetanol sebagai bahan bakar pengganti
minyak tanah. Penggunaan bioetanol
memerlukan kompor yang berbeda dengan
kompor minyak tanah. Kompor bioetanol
memang belum sepopuler kompor minyak
tanah maupun kompor elpiji, akan tetapi
sampai saat ini banyak pihak yang optimis
akan kelangsungan hidup produk tersebut
di masa yang akan datang, baik itu
perseorangan maupun instansi. Beberapa
penelitian mengenai kompor bioetanol
yang pernah dilakukan antara lain kompor
Bionas dari Yogyakarta, kompor Kuwatsu,
serta
kompor
Repindo.
Berdasarkan
identifikasi masalah di lapangan, secara
keseluruhan kompor-kompor yang sudah
ada tersebut masih ditemukan beberapa
kelemahan, antara lain kurang aman, harga
mahal,
penggunaan
yang
kurang
userfriendly, dan tidak efisien. Kelemahan
tersebut mengakibatkan kompor bioetanol
masih kurang bisa diterima masyarakat
hingga saat ini.
Dari
beberapa
hal
yang
melatarbelakangi masalah tersebut maka
penelitian ini akan difokuskan pada
perancangan ulang kompor bioetanol yang
nantinya diharapkan dapat mengatasi
kekurangan-kekurangan desain kompor
sehingga kompor lebih efisien, aman, dan
user-friendly bagi penggunanya. Untuk
menghasilkan kompor yang lebih baik,
harus
dapat
memenuhi
keinginan
pengguna.
Diawali
dengan
mencari
permasalahan
yaitu
kebutuhan
dan
kepuasan
dalam
kompor
bioetanol
menggunakan metode QFD. Selanjutnya
melakukan penyelesaian masalah dari
kebutuhan dan kepuasan yang paling vital
dari pengguna dengan menggunakan
metode TRIZ. Pada akhirnya diharapkan
diperoleh kompor bioetanol yang dapat
memenuhi kebutuhan penggunanya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya penelitian
ini, yaitu melakukan evaluasi terhadap
kompor bioetanol eksisting, merancang
ulang kompor bioetanol eksisting agar
mendapatkan kompor yang user-friendly,
lebih efisien, dan lebih aman, serta
membandingkan desain kompor bioetanol
eksisting dengan desain kompor bioetanol
yang baru.
1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian
ini antara lain adalah diperoleh kompor
bioetanol yang lebih efisien, aman, dan
user-friendly
sehingga
menumbuhkan
kepercayaan
masyarakat
untuk
menggunakan
kompor
bioetanol,
pemanfaatan bioetanol secara luas, dan
membantu kebijakan pemerintah dalam
upaya mengurangi penggunaan bahan
bakar minyak bumi dan gas serta
mendorong penggunaan sumber-sumber
energi alternatif.
1.4 Ruang Lingkup
Agar pembahasan dalam penelitian ini
lebih
terfokus,
maka
didefinisikan
3
beberapa batasan dan asumsi. Batasan
dari penelitian ini adalah pertama kompor
yang dirancang adalah kompor skala
rumah tanggadan kedua penelitian ini
tidak mencakup fase peluncuran produk.
Sedangkan asumsi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pemilihan material
dan bioetanol untuk rancangan produk
kompor hanya berdasarkan data literatur
tanpa pengujian material secara fisik.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian ini terdiri dari beberapa tahap.
Langkah awal dalam penelitian ini adalah
mengidentifikasi
permasalahan
yang
terjadi.
Permasalahan
yang
diangkat
adalah bagaimana merancang ulang desain
kompor bioetanol yang lebih efisien dan
user-friendly dengan pendekatan metode
Quality Function Deployment (QFD) dan
Teoriya
Resheniya
Izobretatelskikh
Zadatch (TRIZ). Tahap kedua adalah
melakukan studi literatur mencakup studi
terhadap beberapa jurnal dan penelitian
terdahulu
yang
berkaitan
dengan
perancangan dan pengembangan produk,
kompor bioetanol, metode QFD dan
metode
TRIZ.
Studi
lapangan
ini
dilakukan pengamatan atau observasi
langsung pada obyek penelitian. Observasi
langsung dengan pengamatan langsung
pada
kompor
bioetanol,
penyebaran
kuesioner kepada pengguna dengan , dan
brainstorming dengan pihak produsen
kompor bioetanol. Dari tahap ini bertujuan
untuk memperoleh informasi mengenai
kondisi eksisting kompor bioetanol.
Tahap
selanjutnya
adalah
pengumpulan dan pengolahan data. Tahap
yang pertama adalah tahap QFD yang
digunakan untuk mengetahui kebutuhan
dan
keinginan
konsumen
serta
menerjemahkannya kedalam spesifikasi
produk. Pertama-tama yang dilakukan
adalah penggalian informasi mengenai
kebutuhan pengguna akan kompor dengan
menyebarkan kuesioner kepuasan dan
kepentingan pada sembilan atribut dengan
skala Likert 1-4. Setelah kuesioner direkap
maka dilakukan penyusunan house of
quality yang terdiri dari penentuan atribut
atribut,
penentuan
respon
teknis,
menentukan
matrik
interaksi,
dan
menentukan spesifikasi dan target. Tahap
kedua adalah TRIZ yang mana bertujuan
untuk
menyelesaikan
permasalahan
kontradikstif dalam perancangan. Dari
HoQ didapatkan respon-respon teknis dari
prioritas atribut yang paling tinggi. Tahap
selanjutnya adalah mereduksi kontradiksi
teknis ataupun fisik dari respon teknis
melalui metode TRIZ guna memperbaiki
kinerja dari desain yang ada. Dimulai dari
penentuan specific problem yang diperoleh
dari respon teknis hasil dari wawancara
atau kuesioner, dilanjutkan penentuan
general problem kontradiksi teknis dan
fisik. Kontradiksi teknis bisa langsung
diselesesaikan
dengan
tabel
matrik
kontradiksi dan tool the 40 inventive
principles sedangkan kontradiksi fisik bisa
dipecahkan dengan tool the separation
principles atau tool the 40 inventive
principles. Pada akhirnya tahap terakhir
dalam TRIZ adalah mencari solusi terbaik
(specific solution) dari alternatif-alternatif
solusi yang diberikan.
Setelah
mengetahui
alternatif
mana yang dipilih, maka tahap selanjutnya
adalah proses perancangan produk, yaitu
pembuatan kompor bioetanol. Apabila
kompor telah selesai dibuat melalui proses
perancangan, maka langkah selanjutnya
adalah
tahap
pengujian
kompor
(prototipe). Tahap ini bertujuan untuk
melakukan perbadingan antara kondisi
awal dengan kondisi sesudah adanya
prototipe
hasil
perancangan
ulang.
Pengujian ini meliputi kesemua atribut
produk. Setelah itu dilakukan perhitungan
biaya
pembuatan
kompor
apabila
diproduksi dalam skala massal.
Tahap selanjutnya adalah analisa
dari perancangan kompor bioetanol. .
Analisis dimulai dari analisis kondisi
eksting
kompor,
analisis
kebutuhan
konsumen sampai terbentuk house of
quality, analisis kontradiksi teknis yang
terjadi hingga mendapatkan solusi yang
terbaik, analisa ekonomi, dan analisa
lingkungan.
Dari hasil analisis tersebut akan
ditarik suatu kesimpulan untuk menjawab
tujuan penelitian yang dilakukan. Selain
itu juga dilengkapi dengan saran-saran dan
rekomendasi yang dapat dijadikan bahan
masukan yang berkaitan dengan penelitian
yang dilakukan.
4
3. HASIL PENELITIAN
Dari
hasil
penyebaran
kepuasan saat demonstrasi kompor bioetanol
eksisting ditentukan kompor Jala Lentera dari
Tangerang yang menjadi acuan perbaikan
produk dari dua kompor lain karena
tingkat
kepuasan
tertinggi
di
keenam
atributnya dari sembilan atribut.
kompor tersebut adalah kompor Repindo
Yogyakarta dan kompor Kuwatsu Sidoarjo.
Gambar 2. Kompor Jala Lentera
Setelah didapatkan kompor acuan,
dilakukan penyusunan matriks HoQ. Tahap
pertama adalah identifikasi suara pelanggan
(voice of customer) melalui kuesioner tingkat
kepuasan dan tingkat kepentingan
sembilan atribut yang didapatkan dari
brainstorming dengan produsen kompor dan
pengguna.
Tabel 1. Rekapan kuesioner
Tahap selanjutnya adalah matrik
perencanaan. Matriks ini mencatat seberapa
penting
masing-masing
kebutuhan
atau
keuntungan dari produk yang ditawarkan
kepada pengguna berdasarkan interpretasi tim
pengembang dan data hasil penelitian. Adapun
bagian- bagian dari matriks perencanaan antara
lain importance to customer, benchmarking,
improvement ratio, sales point, raw weight
dan normalized raw weight.
5
penyebaran
kuesioner
kepuasan saat demonstrasi kompor bioetanol
Jala Lentera dari
yang menjadi acuan perbaikan
karena memenuhi
tingkat
kepuasan
tertinggi
di
keenam
atributnya dari sembilan atribut. Kedua
kompor tersebut adalah kompor Repindo
watsu Sidoarjo.
. Kompor Jala Lentera
Setelah didapatkan kompor acuan,
dilakukan penyusunan matriks HoQ. Tahap
pertama adalah identifikasi suara pelanggan
melalui kuesioner tingkat
kepuasan dan tingkat kepentingan pada
didapatkan dari
dengan produsen kompor dan
Tabel 1. Rekapan kuesioner
Tahap selanjutnya adalah matrik
Matriks ini mencatat seberapa
masing
kebutuhan
atau
roduk yang ditawarkan
kepada pengguna berdasarkan interpretasi tim
pengembang dan data hasil penelitian. Adapun
bagian dari matriks perencanaan antara
benchmarking,
improvement ratio, sales point, raw weight
Tabel 2.Matrik Perencanaan
Setelah
didapatkan
matrik
perencanaan, dilakukan penentuan respon
teknis. Respon teknis (
merupakan acuan atau spesifikasi teknis (lebih
detail) yang akan dilakukan untuk memenuhi
setiap atribut. Dengan kata lain, respon teknis
adalah solusi-solusi yang diberikan produsen
dalam
menjawab
keinginan
konsumen.
Spesifikasi terdiri dari metrik dan n
Tabel 3. Respon Teknis
Langkah selanjutnya adalah penyusunan
matrik korelasi antar atribut dengan respon
teknis serta matrik korelasi karakteristik teknis.
Korelasi
teknis
mengidentifikasikan
Atribut
Kemudahan penggunaan
Variasi warna Irit Bahan Bakar
Kemudahan perawatan
Nyala abi biru Kompor tahan lama
Keamananan penggunaan Desain kompor menarik
Matrik Perencanaan
Setelah
didapatkan
matrik
dilakukan penentuan respon
Respon teknis (Technical response)
merupakan acuan atau spesifikasi teknis (lebih
detail) yang akan dilakukan untuk memenuhi
setiap atribut. Dengan kata lain, respon teknis
solusi yang diberikan produsen
dalam
menjawab
keinginan
konsumen.
Spesifikasi terdiri dari metrik dan nilai metrik.
Tabel 3. Respon Teknis
Langkah selanjutnya adalah penyusunan
matrik korelasi antar atribut dengan respon
teknis serta matrik korelasi karakteristik teknis.
mengidentifikasikan
Metrik
bentuk material bentuk head kompor
fitur tambahan material bioetanol tuas pengatur fitur tambahan ukuran petunjuk waktu penggunaan panas api bioetanol fitur tambahan ukuran tuas pengatur bentuk head kompor
waktu perawatan jumlah komponen ukuran bentuk jenis sambungan ukuran tuas pengatur material bentuk head kompor
bioetanol material ukuran panas api bentuk head kompor
warna material
6
hubungan yang terjadi pada tiap bagian dari
respon teknis yang dinyatakan dengan matrix
korelasi. Ada tujuh korelasi negatif dan 3
korelasi positif antar respon teknis. Nantinya
korelasi negatif ini yang menjadi permasalahan
yang diselesaikan dengan TRIZ. Selanjutnya
merupakan tahap akhir yang harus dilalui
dalam proses pembuatan House of Quality.
Output dari HoQ adalah bobot respon teknis,
bobot atribut produk, serta target atau
spesifikasi teknis dari respon teknis. Bobot
respon teknis terbesar adalah pada respon
teknis material dengan nilai 391,99 dan target
teknisnya berupa material stainless steel.
Gambar 3. Kontradiksi yang diselesaikan dengan TRIZ
Setelah didapatkan nilai atau bobot
masing-masing respon teknis maka dilakukan
perankingan dari terbesar hingga terkecil dan
diambil tujuh respon teknis dengan nilai
tertinggi. Ternyata dari ketujuh respon teknis
tersebut masing-masing memiliki korelasi
negatif dengan respon teknis lain. Korelasi
negative inilaih yang akan diselesaikan dengan
TRIZ karena TRIZ mampu menyelesaikan
suatu permasalahan kontradikstif dengan
menggunakan prinsip prinsip inventive dan
dari prinsip-prinsip tersebut dihasilkan ide-ide
kreatif. Alur proses TRIZ adalah permasalahan
kontradiktif dicari, dari permasalahan tersebut
di-breakdown menjadi parameter yang ingin
diperbaiki dan parameter yang menjadi lebih
buruk akibat perbaikan parameter yang lain,
parameter dapat dilihat dari tabel 39 parameter
yang tersedia kemudian dicari solusinya dari
separation principles dan the 40 inventive
principles. Kontradiksi yang diselesaikan
dalam TRIZ antara lain bioetanol dengan
material, bentuk head kompor dengan ukuran,
panas api dengan ukuran head kompor, dan
fitur tambahan dengan ukuran.
Kontradiksi pertama adalah material
dengan bioetanol. Perbaikan yang diharapkan
adalah peningkatan kadar air dalam bioetanol.
Bioetanol
berkadar
rendah
memiliki
kandungan air yang lebih banyak. Harga
bioetanol berkadar rendah lebih bersaing
daripada yang berkadar tinggi. Akan tetapi
semakin
banyak
kandungan
air
dalam
bioetanol membuat material bagian kompor
yang sering terkena bioetanol menjadi mudah
korosif, lama-kelamaan berkarat dan tidak
tahan
lama.
Padahal
ketahanan
tabung
penampung dan head kompor pembakaran
adalah aspek penting dalam kompor bioetanol.
Kemudian dicari alternatif-alternatif solusi dari
tabel matrik kotradiksi dan the 40 inventive
principles. Tiga solusi yang ditwarkan adalah
3,35, dan 31 yang berbunyi berbunyi local
quality, physical or chemical properties, dan
porous materials
Tabel 4 Matrik kontradiksi durability of non-moving object versus amount of substance
Selanjutnya
respon
teknis
yang
berkontradiksi
adalah
bioetanol
dengan
material. Respon teknis yang ingin diperbaiki
adalah bioetanol. Yang dimaksud bioetanol
disini ialah kemampuan untuk mendeteksi atau
mengukur volume bioetanol yang yang ada di
tabung. Akibatnya timbul ide jika ingin
merubah material tabung agar mengetahui
volume bioetanol maka material diganti
menjadi kaca atau plastik. Akan tetapi
perubahan material seperti itu juga tidak
diharapkan. Alternatif solusi yang didapatkan
adalah 27,1,13 yang berbunyi the other way
around,
Cheap
short-living
objects,
segmentation, dan inert atmosphere.
Worsening Feature 14 15 16 Improving Feature 25 29,3,28,1 8 20,10,28,1 8 28,20,10,16 26 14,35,34, 10 3,35,10 40 3,35,31 27 11.28 2,35,3,25 D u ra b il it y o f n o n m o v in g o b je ct Waste of time Amount of substance Reliability S tr e n g th D u ra b il it y o f m o v in g o b je ct
7
Tabel 5. Matrik kontradiksi difficulty of detecting versus shape
Ketiga, respon teknis panas api
berkontradiksi dengan bentuk head kompor.
Perbaikan yang diinginkan adalah semakin
banyaknya volume oksigen yang masuk ke
dalam kompor. Dengan itu panas api akan
meningkat. Disisi lain bentuk head kompor
harus dirancang sedemikian rupa agar aliran
udara atau oksigen masuk dengan baik.
Aternatif solusi yang didapatkan seperti pada
tabel 6 berikut ini yang berbunyi segmentation,
asymmetry,
dynamics,
pneumatics
and
hydraulics,
universality,
dan
parameter
changes.
Tabel 6. Matrik kontradiksi volume of moving object versus shape
Respon teknis yang berkontradiksi
selanjutnya adalah panas api dengan ukuran
head kompor. Perbaikan yang diinginkan
semakin besar ukuran head kompor, volume
udara dan bioetanol yang terbakar semakin
banyak sehingga menyebabkan api semakin
panas. Padahal ukuran head kompor terbatas
mengikuti ukuran badan kompor. Kontradiksi
yang terjadi ini bisa dikatakan kontradiksi fisik
maupun teknis. Solusi yang didapatkan antara
lain
dynamics,
periodic
action,
dan
preliminary anti action.
Tabel 7. Matrik kontradiksi temperature versus length of stationary
Respon teknis yang berkontradiksi
adalah
fitur
tambahan
dengan
ukuran.
Dibutuhkan
fitur
tambahan
untuk
memudahkan penggunaan bagi konsumen.
Namun dengan ditambahkannya fitur baru,
maka semakin banyak komponen. Padahal hal
itu tidak diinginkan karena dapat mengambil
daerah atau bagian yang kosong yang mungkin
akan menyebabkan bagian tersebut berkurang
kekuatannya. Solusi yang ditawarkan berbunyi
Universality dan Pneumatics and hydraulics.
Matrik kontradiksi antara kedua respon teknis
diatas dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 8 Matrik kontradiksi device complexity
versus area of stationary
Solusi-solusi umum yang didapat dari
The 40 Inventive Problem Solving akan
dispesifikasikan menjadi satu solusi yang
paling tepat diaplikasikan pada perancangan
kompor bioetanol. Dari kontradiksi antara
material dengan bioetanol dipilih digunakanlah
ide solusi prinsip no. 35B yang berbunyi
change the concentration or consistency dan
39 B yang berbunyi add neutral parts, or inert
additives to an object.Masing-masing prinsip
tersebut memberikan ide mengganti material
yang memiliki kadar kromium yakni stainless
steel dan menambah fitur baru pada kompor
yaitu fitur berupa stik indikator jumlah
bioetanol dalam tabung penampung.
Worsening Feature 3 4 5 Improving Feature 15 2,19,9 3,17,19 16 1,10,35 17 15,9,19 15,9,19 3,35,39,18 le n g th o f m o v in g le n g th o f st a ti o n a r y (n o n m o v in g ) a r ea o f m o v in g o b je c t Durability of moving object durability of nonmoving object Temperature
Kemudian untuk respon teknis bentuk
head kompor versus respon teknis panas api.
digunakanlah ide solusi prinsip no. 4A yang
berbunyi change the shape of an object from
symmetrical to asymmetrical. Prin
menyarankan agar membuat bentuk
kompor dan lubang head kompor asimetris.
Tidak berbentuk 100% bundar dan lingkaran.
Selanjutnya untuk Respon teknis ukuran
respon teknis panas api. Setelah melihat
penjelasan prinsip-prinsip tersebut, maka
digunakanlah ide solusi prinsip no. 15A yang
berbunyi Allow (or design) the characteristics
of an object, external environment, or process
to change to be optimal or to find an optimal
operating
condition.
Prinsip
tersebut
menyarankan agar membuat
dinamis menyesuaikan ketika ingin panas api
tinggi ataupun panas api rendah. Pengaturan
ukuran lubang head kompor lebih optimal agar
dalam sirkulasi udaranya baik.
yang terakhir adalah antar
respon teknis fi
tambahan versus respon teknis
digunakanlah ide solusi prinsip no. 6A yang
berbunyi make a part or object perform
multiple functions, eliminate the need for other
part. Ini berarti membuat objek yang
multifungsi seperti fungsi fitur indikator
bioetanol dan penutup tabung bioetanol
digabungkan. Alternatif-alternatif solusi yang
terpilih dirancang menjadi sebuah prototipe
kompor bioetanol sebagai berikut.
Gambar 4.Kompor bioetanol rancagan baru
Setelah dilakukan perancangan
maka tahap berikutnya adalah pengujian
kompor bioetanol. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui apakah kompor bioetanol hasil
rancangan baru lebih baik dari kompor
bioetanol eksisting. Hasil pengujian dari semua
atribut tertera pada tabel 9 berikut ini.
8
Kemudian untuk respon teknis bentuk
respon teknis panas api.
digunakanlah ide solusi prinsip no. 4A yang
change the shape of an object from
Prinsip tersebut
menyarankan agar membuat bentuk head
kompor asimetris.
Tidak berbentuk 100% bundar dan lingkaran.
Selanjutnya untuk Respon teknis ukuran versus
Setelah melihat
prinsip tersebut, maka
digunakanlah ide solusi prinsip no. 15A yang
Allow (or design) the characteristics
of an object, external environment, or process
to change to be optimal or to find an optimal
Prinsip
tersebut
menyarankan agar membuat head kompor
dinamis menyesuaikan ketika ingin panas api
tinggi ataupun panas api rendah. Pengaturan
kompor lebih optimal agar
dalam sirkulasi udaranya baik. Kontradiksi
respon teknis fitur
respon teknis ukuran
digunakanlah ide solusi prinsip no. 6A yang
make a part or object perform
multiple functions, eliminate the need for other
Ini berarti membuat objek yang
ti fungsi fitur indikator
bioetanol dan penutup tabung bioetanol
alternatif solusi yang
terpilih dirancang menjadi sebuah prototipe
kompor bioetanol sebagai berikut.
.Kompor bioetanol rancagan baru
Setelah dilakukan perancangan prototype,
ya adalah pengujian
Hal ini bertujuan untuk
mengetahui apakah kompor bioetanol hasil
rancangan baru lebih baik dari kompor
bioetanol eksisting. Hasil pengujian dari semua
atribut tertera pada tabel 9 berikut ini.
Tabel 9. Pengujian kompor bioetanol rancangan baru
Pemaparan kebutuhan material dan
biaya
produksi
prototype
representasi dari kebutuhan material yang
digunakan untuk pembuat kompor bioetanol
beserta harga material tersebut di pasaran.Dari
hasil perhitungan material dan biaya produksi
didapatkan harga Rp 160.000,00 untuk
unit kompor bioetanol rancangan baru.
4. ANALISA HASIL
Matriks
HoQ
digunakan
secara
sistematis untuk menerjemahkan kebutuhan
dan keinginan konsumen menjadi karakteristik
desain produk, mengetahui hubungan antar
respon teknis baik itu positif maupun negatif,
dan untuk mengetahui prioritas dari respon
teknis yang muncul. Maka dari itu proses
perancangan produk dapat lebih difokuskan
untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
sembilan atribut produk yang akhirnya
diterjemahkan menjadi empat belas
teknis. Pada matriks HoQ terdapat prioritas
respon teknis yang dimana didapatkan dari
perkalian antara nilai hubungan faktor teknis
dengan bobot atribut. Bobot atribut didapatkan
dari perkalian antara improvement rate, sales
point, dan tingkat kepentingan. Nilai bobot
setiap atribut kompor bioetanol adalah sebagai
berikut :
Tabel 9. Pengujian kompor bioetanol rancangan
aran kebutuhan material dan
prototype
merupakan
representasi dari kebutuhan material yang
digunakan untuk pembuat kompor bioetanol
beserta harga material tersebut di pasaran.Dari
hasil perhitungan material dan biaya produksi
Rp 160.000,00 untuk satu
unit kompor bioetanol rancangan baru.
Matriks
HoQ
digunakan
secara
sistematis untuk menerjemahkan kebutuhan
dan keinginan konsumen menjadi karakteristik
, mengetahui hubungan antar
respon teknis baik itu positif maupun negatif,
dan untuk mengetahui prioritas dari respon
. Maka dari itu proses
perancangan produk dapat lebih difokuskan
untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Ada
produk yang akhirnya
diterjemahkan menjadi empat belas respon
teknis. Pada matriks HoQ terdapat prioritas
respon teknis yang dimana didapatkan dari
perkalian antara nilai hubungan faktor teknis
dengan bobot atribut. Bobot atribut didapatkan
improvement rate, sales
, dan tingkat kepentingan. Nilai bobot
setiap atribut kompor bioetanol adalah sebagai
Gambar 5.1 Bobot setiap atribut
Dari grafik histogram diatas dapat
dilihat bahwa atribut dengan bobot tertinggi
adalah keamanan penggunaan, kemudahan
penggunaan, dan keiritan bahan bakar.
Masyarakat
berpendapat
bahwa
aspek
keamanan,
kemudahan
penggunaan,
dan
keiritan bahan bakar adalah aspek terpenting
yang
harus
dimiliki
kompor
dan
dipertimbangkan dalam membeli kompor.
Selanjutnya nilai prioritas respon
teknis diartikan bahwa respon teknis tersebut
yang
harus
diprioritaskan
atau
paling
diperhatikan
dalam
perancangan
produk
mengingat respon teknis tersebut yang
hubungannya paling erat dan paling banyak
berhubungan dengan beberapa kebutuhan
konsumen.
Gambar
5.2
menunjukkan
histogram prioritas respon teknis.
Dari hasil perhitungan diatas dapat
disimpulkan pemakaian kompor “Green Leaf”
lebih hemat dibandingkan dengan kompor
bioetanol eksisting “Jala Lentera” dan kompor
minyak tanah. Akan tetapi sama hematnya jika
dibandingkan dengan kompor gas elpiji 3 kg.
Kompor rancangan baru “Green Leaf” mampu
menghemat sekitar Rp 20.000,00 setiap
bulannya
dibandingkan
dengan
kompor
bioetanol “Jala Lentera”.
Gambar 5.2. Histogram Prioritas Respon Teknis
Dalam technical correlation matrix
terdapat simbol positif dan simbol negatif.
9
Gambar 5.1 Bobot setiap atribut
Dari grafik histogram diatas dapat
dilihat bahwa atribut dengan bobot tertinggi
keamanan penggunaan, kemudahan
penggunaan, dan keiritan bahan bakar.
Masyarakat
berpendapat
bahwa
aspek
keamanan,
kemudahan
penggunaan,
dan
keiritan bahan bakar adalah aspek terpenting
yang
harus
dimiliki
kompor
dan
dipertimbangkan dalam membeli kompor.
Selanjutnya nilai prioritas respon
teknis diartikan bahwa respon teknis tersebut
yang
harus
diprioritaskan
atau
paling
diperhatikan
dalam
perancangan
produk
mengingat respon teknis tersebut yang
hubungannya paling erat dan paling banyak
n beberapa kebutuhan
konsumen.
Gambar
5.2
menunjukkan
teknis.
Dari hasil perhitungan diatas dapat
disimpulkan pemakaian kompor “Green Leaf”
lebih hemat dibandingkan dengan kompor
bioetanol eksisting “Jala Lentera” dan kompor
minyak tanah. Akan tetapi sama hematnya jika
dibandingkan dengan kompor gas elpiji 3 kg.
or rancangan baru “Green Leaf” mampu
menghemat sekitar Rp 20.000,00 setiap
bulannya
dibandingkan
dengan
kompor
Gambar 5.2. Histogram Prioritas Respon Teknis
technical correlation matrix,
terdapat simbol positif dan simbol negatif.
Simbol positif berarti hubungan positif
(sebanding) antar respon teknis dan sedangkan
simbol negatif menandakan bahwa antara
respon
teknis
memiliki
korelasi
yang
negatif(berbanding terbalik). Khusus hubungan
respon teknis yang negatif akan diselesaikan
dengan
menggunakan
metode
TRIZ.
Hubungan
negatif
antar
respon
teknis
menunjukkan bahwa respon teknis satu dengan
respon teknis yang lain saling berkontradiksi,
artinya ketika ingin menperbaiki aspek satu
akan memperbutuk aspek lainnya. Sebagai
contoh ketika ingin menambahkan jumlah tuas
pengatur
pasti
akan
berpengaruh
pada
penambahan
jumlah
komponen.
Padahal
penambahan
jumlah
komponen
yang
menambah
kompleksitas
dihindari
dari
perancangan produk kompor.
respon teknis yang saling berkontradiksi
adalah antara lain material dengan bioetanol,
fitur
tambahan
dengan
ukuran,
jumlah
komponen dengan tuas pengatur, bentuk
tungku dengan panas api, bentuk dengan waktu
penggunaan, dan lain-lain. Output dari
of Quality yang digunakan sebagai input TRIZ
adalah prioritas dari respon teknis dan respon
teknis yang berkontradiksi dengan respon
teknis yang lain. Terpilih 7 prioritas tertinggi
respon teknis yaitu material, fitur tambahan,
ukuran, tuas pengatur, bioeta
kompor, dan panas api. Masing
memiliki korelasi negatif dengan dan bukan
dengan keenam respon teknis tertinggi lainnya.
Kontradiksi yang diselesaikan dengan TRIZ
hanya respon teknis yang berkontradiksi
dengan keenam respon teknis t
Hal ini dilakukan karena ketujuh respon teknis
ini sangat penting dan berpengaruh pada hasil
perancangan dan apabila salah satu aspek
berpeluang menjadi lebih buruk akibat
kontradiksi maka akan menurunkan kualitas
dari rancangan kompor it
respon teknis yang saling berkontradiksi
diproses melalui tahapan TRIZ menghasilkan
ouput berupa solusi-solusi yang nantinya akan
dipilih sebagai desain rancangan akhir. Pada
penelitian ini, TRIZ hanya menyelesaikan lima
buah permasahan kontradiktif yang terjadi
karena dua permasalahan kontradiktif lainnya
bukan berasal dari 7 respon teknis dengan
prioritas tertinggi.
Untuk memberikan ide ataupun solusi
yang paling sesuai dengan kebutuhan maka
harus memilih satu solusi dari beberapa solus
Simbol positif berarti hubungan positif
(sebanding) antar respon teknis dan sedangkan
simbol negatif menandakan bahwa antara
respon
teknis
memiliki
korelasi
yang
negatif(berbanding terbalik). Khusus hubungan
spon teknis yang negatif akan diselesaikan
dengan
menggunakan
metode
TRIZ.
Hubungan
negatif
antar
respon
teknis
menunjukkan bahwa respon teknis satu dengan
respon teknis yang lain saling berkontradiksi,
artinya ketika ingin menperbaiki aspek satu
erbutuk aspek lainnya. Sebagai
contoh ketika ingin menambahkan jumlah tuas
pengatur
pasti
akan
berpengaruh
pada
penambahan
jumlah
komponen.
Padahal
penambahan
jumlah
komponen
yang
menambah
kompleksitas
dihindari
dari
perancangan produk kompor. Respon
teknis-respon teknis yang saling berkontradiksi
adalah antara lain material dengan bioetanol,
fitur
tambahan
dengan
ukuran,
jumlah
komponen dengan tuas pengatur, bentuk
tungku dengan panas api, bentuk dengan waktu
lain. Output dari House
yang digunakan sebagai input TRIZ
adalah prioritas dari respon teknis dan respon
teknis yang berkontradiksi dengan respon
teknis yang lain. Terpilih 7 prioritas tertinggi
respon teknis yaitu material, fitur tambahan,
ukuran, tuas pengatur, bioetanol, bentuk head
kompor, dan panas api. Masing-masing
memiliki korelasi negatif dengan dan bukan
dengan keenam respon teknis tertinggi lainnya.
Kontradiksi yang diselesaikan dengan TRIZ
hanya respon teknis yang berkontradiksi
dengan keenam respon teknis tertinggi lainnya.
Hal ini dilakukan karena ketujuh respon teknis
ini sangat penting dan berpengaruh pada hasil
perancangan dan apabila salah satu aspek
berpeluang menjadi lebih buruk akibat
kontradiksi maka akan menurunkan kualitas
i rancangan kompor itu sendiri. Input
respon teknis yang saling berkontradiksi
diproses melalui tahapan TRIZ menghasilkan
solusi yang nantinya akan
dipilih sebagai desain rancangan akhir. Pada
penelitian ini, TRIZ hanya menyelesaikan lima
ntradiktif yang terjadi
karena dua permasalahan kontradiktif lainnya
bukan berasal dari 7 respon teknis dengan
Untuk memberikan ide ataupun solusi
yang paling sesuai dengan kebutuhan maka
harus memilih satu solusi dari beberapa solusi
10
yang ditawarkan. Kontradiksi yang pertama
adalah kontradiksi antara material dengan
bioetanol. Dari pertimbangan antara peneliti,
produsen kompor, dan perancang kompor.
Solusi yang dipilih adalah prinsip 35B yang
berbunyi
change
the
concentration
or
consistency. Dari prinsip tersebut didapatkan
ide untuk menganti material yang mengandung
konsentrasi setidaknya 10,5% kromium untuk
mencegah proses korosi (pengkaratan logam)
oleh bioetanol. Sehingga berdasarkan prinsip
di atas, nantinya pada perancangan kompor
yang baru bagian head kompor dan tabung
penampung menggunakan baja yang tahan
karat atau lebih dikenal dengan stainless steel.
Kontradiksi
antara
bentuk
head
kompor versus panas api menggunakan prinsip
no. 4A yang berbunyi change the shape of an
object from symmetrical to asymmetrical.
Prinsip tersebut menyarankan agar membuat
bentuk head kompor dan lubang head kompor
asimetris. Tidak berbentuk 100% bundar. Head
kompor
dirancang
menyempit
dibagian
puncaknya agar api menjadi terpusat.
Selanjutnya ukuran head kompor
versus panas api menggunakan prinsip no. 15A
yang
berbunyi
Allow
(or
design) the
characteristics
of
an
object,
external
environment, or process to change to be
optimal or to find an optimal operating
condition.
Prinsip
diatas
dikembangkan
menjadi sebuah ide untuk membuat bentuk
head kompor agar memiliki fungsi
membesar-kecilkan api. Kompor yang baik akan mampu
mengatur
besar-kecilnya
api
karena
penggunaan api tergantung pada kondisi
memasak. Kondisi kompor bioetanol eksisting
adalah saat mengecilkan api, api tidak bisa
mengecil secara cepat bahkan harus menunggu
bioetanol pada head kompor habis karena
bahan bakarnya adalah cair bukan gas seperti
pada kompor gas.
Kontradiksi material dengan tuas
pengatur dapat menggunakan prinsip no. 32B
yang berbunyi change the transparency of an
object or its external enviorenment. Dari
prinsip tersebut didapatkan sebuah solusi untuk
membuat tampilan dari tabung bioetanol yang
mulanya tertutup menjadi transparan. Bisa
menggunakan
plastik,
transparan,
gelas
transparan, maupun keramik. Diharapkan
dengan warna yang transparan mampu
membuat konsumen dengan mudah melihat
dan
mengatur
volume
bioetanol
yang
dikeluarkan. Solusi kedua prinsip 39 B yang
berbunyi add neutral parts, or inert additives
to an object. Prinsip ini memberikan ide untuk
menambahkan semacam stick indikator untuk
mengukur kedalaman dari bioetanol pada
tabung penampung. Ini mengadaptasi dari
mobil. Dari dua alternatif solusi di atas,
peneliti memutuskan untuk menggunakan
menggunakan prinsip 39B dan menolak prinsip
32B karena alasan keamanan dan keawetan
kompor. Apabila menggunakan prinsip 32B
maka tabung penampung akan dibuat dari
material seperti gelas atau plastik. Kedua
bahan tersebut memiliki potensi terbakar
ketika terkena api atau pecah ketika terkena
benda keras.
Kemudian
untuk
mengatasi
permasalahan fitur tambahan dengan ukuran
pada kompor maka dipilihlah prinsip no. 6A
yang berbunyi make a part or object perform
multiple functions, eliminate the need for other
part. Dari prinsip tersebut didapatkan sebuah
solusi untuk menggabungkan dua alat yang
memiliki fungsi berbeda menjadi satu alat
yang multifungsi. Fungsi fitur petunjuk
(indikator) bioetanol dan penutup tabung
bioetanol digabungkan untuk mengurangi luas
area yang digunakan serta dapat mengurangi
kompleksitas kompor.
Jika dianalisis dari aspek ekonomi,
dapat disimpulkan pemakaian kompor “Green
Leaf” lebih hemat dibandingkan dengan
kompor bioetanol eksisting “Jala Lentera” dan
kompor minyak tanah. Akan tetapi sama
hematnya jika dibandingkan dengan kompor
gas elpiji 3 kg. Kompor rancangan baru
“Green Leaf” mampu menghemat sekitar Rp
20.000,00
setiap
bulannya
dibandingkan
dengan kompor bioetanol “Jala Lentera”.
Sedangkan
analisis
lingkungan
menyimpulkan
bahwa
bioetanol
dapat
mendorong program pengurangan gas rumah
kaca (CO
2dan CH
4). Hal ini terjadi karena
pertumbuhan ubi kayu atau tanaman lain akan
meningkatkan daya serap karbon (carbon sink
capacity), dan dengan penggunaan yang
kontinyu karbon hasil pembakaran energi
(energy combustion) akan diserap kembali oleh
tanaman-tanaman
yang
tumbuh
secara
seimbang, sedangkan penggunaan bahan bakar
fosil yang akan memerlukan jutaan tahun
untuk
pembentukannya,
adalah
diluar
keseimbangan produksi– penyerapan CO2
sehingga penggunaan energi fosil akan
11
meningkatkan konsentrasi CO2 di atmosfer.
Selain itu juga disebabkan kadar karbon dalam
bioetanol lebih rendah dari minyak tanah. Saat
pemakaian,
kompor
bioetanol
tidak
menghasilkan asap, jelaga, dan tidak mudah
meledak.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan
dari
semua
proses
penelitian yang telah dilakukan, hasil yang
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
1)
Gap
atribut
terbesar
antara
tingkat
kepentingan
dan
kepuasan
kompor
bioetanol eksisting adalah kemudahan
penggunaan, keamanan penggunaan, dan
desain kompor.
2)
Kelemahan kompor bioetanol eksisting
adalah sistem pengaturan api yang buruk.
Bahkan akibat kelemahan tersebut, potensi
kompor terbakar menjadi tinggi karena pada
saat api sudah sangat membesar, api sulit
untuk dikecilkan dan dipadamkan.
3)
Proses redesign kompor bioetanol melalui
tahap QFD yang terdiri dari pengumpulan
voice of cutomer dan penyusunan house of
quality
kemudian
korelasi
negatif
(kontradiksi) antar respon teknis dalam
HoQ ditransformasi kedalam TRIZ.
4)
Dari hasil pengujian, kompor bioetanol
“Green
Leaf”
yang
dibuat
mampu
memenuhi semua kebutuhan konsumen.
5)
Hasil pengujian kompor rancangan baru
menunjukkan
bahwa
dengan
1
liter
bioetanol, kompor “Green Leaf” mampu
memasak selama 5 jam nonstop. Sedangkan
kompor bioetanol eksisting hanya mampu
memasak selama 3.5 jam nonstop.
Sedangkan Saran yang dapat diajukan bagi
pelaksanaan penelitian selanjutnya antara lain :
1.
Penelitian dapat dilanjutkan pada tahap
business plan dan uji kelayakan untuk
produksi produk.
2.
Dirancang sebuah alat monitor otomatis
untuk isi tangki bioetanol.
3.
Perancangan kompor bioetanol dua tungku
dan tabung yang mampu menampung
bioetanol yang lebih banyak.
6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Akao, Y. (2004). Quality Function Deployment : Integrating Customer Requirements Into Product Design. Taylor & Francis, Inc. Barry, K., Domb, E., & Slocum, M. (2006).
TRIZ-what is TRIZ? Retrieved January 3, 2010, from The TRIZ Journal: http://triz-jounal.com
Cohen, L. (1995). Quality Function Deployment : How To Make QFD Work For You. Addison Wesley.
Diegel, O. (2004). TRIZ. Creative Industries Conference 2010 .
Ellen, D. (2006). Enhance Six Sigma Creativity with TRIZ. Retrieved February 2010, from Quality Digest: www.qualitydigest.com Ferikasari, P. K. (2006). Aplikasi Quality Function
Deployment dalam TRIZ (Theory of
Inventive Problem Solving) Pada
Peningkatan Kualitas Jasa (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Umum Islam Kustati Surakarta). Surakarta: Jurusan Manajemen UNS.
Musanif, J. (n.d.). Bio-Etanol. Retrieved from Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian:
http://agribisnis.deptan.go.id/xplore/files/P
ENGOLAHAN
HASIL/BioEnergi-Lingkungan/BioEnergiPerdesaan/BIOFUE L/Bioetanol/ Bioethanol.pdf
Pusat Informasi Energi. (2003). Statistik Ekonomi Energi Indonesia 2002. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Sandy, W. T. (2008, May). Konversi Minyak Tanah ke LPG. Retrieved Maret 2010, from My
Journey are So Beautiful:
http://widytaurus.wordpress.com
Silverstein, D., De Carlo, N., & Slocum, M. I.-H. (2007). INsourcing Innovation-How to Achieve Competitive Excellence Using TRIZ. Auerbach Publications.
Stratton, R., Mann, D., & Otterson, P. (2000). The Teory of Inventive Problem Solving (TRIZ) and Systema Innovation-a Missing Link in Engineering Education? Systematic Innovation .
Swasthu, B. (2000). Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty.
12
Ulrich, K. T., & Epingger, S. D. (2001). Perancangan dan Pengembangan Produk. Jakarta: Salemba Teknik.
Waskito, R. G. (2009). Nira sebagai Penghasil Bioetanol. Surabaya: Jurusan Fisika ITS .