• Tidak ada hasil yang ditemukan

REDESIGN OF BIOETANOL STOVE BY USING THE APPROACH OF QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) AND TEORIYA RESHENIYA IZOBRETATELSKIKH ZADATCH (TRIZ)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REDESIGN OF BIOETANOL STOVE BY USING THE APPROACH OF QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) AND TEORIYA RESHENIYA IZOBRETATELSKIKH ZADATCH (TRIZ)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERANCANGAN ULANG KOMPOR BIOETANOL DENGAN MENGGUNAKAN

PENDEKATAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DAN

TEORIYA RESHENIYA IZOBRETATELSKIKH ZADATCH (TRIZ)

REDESIGN OF BIOETANOL STOVE BY USING THE APPROACH OF

QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) AND TEORIYA RESHENIYA

IZOBRETATELSKIKH ZADATCH (TRIZ)

Anindita Laksmi, Sri Gunani Partiwi, Adithya Sudiarno

Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

anindita_laksmi@ymail.com; srigunani@ie.its.ac.id; adithya.sudiarno@gmail.com

Abstrak

Sumber energi fosil di Indonesia khususnya minyak bumi kian langka. Penggunaan terbesar adalah pada sektor rumah tangga dan komersial, diikuti oleh sektor industri, transportasi, dan bahan baku. Hal ini mendorong pemerintah untuk mulai menggunakan energi alternatif untuk mencegah habisnya minyak bumi. Salah satu energi alternatif yang bisa dimanfaatkan adalah bioetanol. Sejak 4 tahun yang lalu pertama kali diperkenalkan hingga sekarang, bioetanol telah mengalami peningkatan dalam penjualannya. Akan tetapi bioetanol tersebut sebagian besar hanya dikonsumsi untuk skala industri. Sedangkan untuk target skala rumah tangga yaitu penggunaan kompor bioetanol, masih mengalami kendala seperti ketersediaan bahan baku serta kelemahan pada desain kompornya. Kelemahan utamanya antara lain kurang efisien, kurang aman dan kurang user-friendly bagi penggunanya. Kelemahan tersebut menyebabkan kompor bioetanol masih kurang bisa diterima masyarakat hingga saat ini. Karena itu, perlu dikembangkan kompor bioetanol yang lebih berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Pendekatan yang digunakan dalam perancangan adalah gabungan metode Quality Function Deployment dan Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch. Output dari penelitian ini ialah menghasilkan kompor bioetanol yang mampu digunakan selama 5 jam nonstop, menghemat Rp 20.000,00 setiap bulannya, lebih mudah digunakan , dan lebih aman.

Kata Kunci : Pengembangan produk, Kompor Bioetanol, Quality Function Deployment,

Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch

ABSTRACT

Fossil energy sources in Indonesia, especially petroleum is growing scarce. The greatest use is for households and commercial sectors, followed by industrial sector, transportation, and as raw material for further processes. This forced the government to start using alternative energy to prevent petroleum depletion. One of the alternative energy that can be used is bioethanol. Since firstly introduced four years ago, bioethanol has experienced increase in sales, however most of the bioethanol is consumed only for industrial scale. While the scale for the target households are still experiencing problems namely the availability of raw materials as well as in the design of the stove. The weakness of the stove design lies on its efficientcy, safety-factor and user-friendly aspects for its users. These weaknesses cause the bioethanol stove to be less acceptable to the public until today. Therefore, it is necessary to develop higher quality of bioethanol stove to meet the needs of the user. The approach used in the design is a combined method of Quality Function Deployment and Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch. The new design of stove bioethanol can be used for five straight hours, and it can save up to Rp. 20.000.00 per month compared to the existing stove. The newly designed stove is also safer and easier to use.

Keywords: Product development, Bioethanol Stove, Quality Function Deployment, Teoriya

Resheniya Izobretatelskikh Zadatch

1. Pendahuluan

Latar Belakang

Minyak bumi merupakan penyangga

kebutuhan energi yang utama di dunia saat

ini. Hampir seluruh kebutuhan dunia

bergantung pada sumber daya alam yang

tidak terbarukan tersebut termasuk negara

Indonesia.

Berdasarkan

data

yang

diperoleh dari Departemen Energi dan

(2)

2

Sumber Daya Mineral (ESDM), pada

tahun 2006 pemakaian minyak bumi

mendominasi 52,5% pemakaian energi di

Indonesia. Sedangkan penggunaan gas

bumi sebesar 19% , batu bara 21,5%, air

3,7%, panas bumi sebesar 3% dan energi

terbarukan hanya sekitar 2% dari total

penggunaan energi. Padahal menurut data

ESDM 2006, cadangan minyak bumi

Indonesia hanya sekitar 500 juta barel per

tahun. Hal ini berarti minyak bumi jika

terus dikonsumsi dan tidak ditemukan

cadangan

minyak

baru

atau

tidak

ditemukan teknologi baru, diperkirakan

cadangan minyak bumi Indonesia akan

habis dalam waktu dua puluh tiga tahun

mendatang

(Hidayat,

2007).

Ini

merupakan

konsekuensi

logis

dari

pemakaian besar-besaran bahan bakar fosil

tanpa dibarengi ketersediaan bahan bakar

fosil demi memenuhi kebutuhan manusia.

Penggunaan terbesar minyak bumi adalah

pada

sektor

rumah

tangga

yaitu

pemanfaatan minyak tanah sebagai bahan

bakar memasak dengan pangsa sebesar

46% diikuti oleh sektor industri 25%,

transportasi 19%, sebagai bahan baku 5%

dan sisanya sekitar 4% untuk penggunaan

lainnya (Pusat Informasi Energi, 2003).

Terkait dengan masalah diatas,

pemerintah telah mengupayakan rencana

pengurangan penggunaan minyak tanah

untuk keperluan rumah tangga dengan

mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres)

No. 1 Tahun 2006 tentang penyediaan dan

pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai

bahan bakar lain. Menindaklanjuti Inpres

tersebut, masyarakat telah mengupayakan

bioetanol sebagai bahan bakar pengganti

minyak tanah. Penggunaan bioetanol

memerlukan kompor yang berbeda dengan

kompor minyak tanah. Kompor bioetanol

memang belum sepopuler kompor minyak

tanah maupun kompor elpiji, akan tetapi

sampai saat ini banyak pihak yang optimis

akan kelangsungan hidup produk tersebut

di masa yang akan datang, baik itu

perseorangan maupun instansi. Beberapa

penelitian mengenai kompor bioetanol

yang pernah dilakukan antara lain kompor

Bionas dari Yogyakarta, kompor Kuwatsu,

serta

kompor

Repindo.

Berdasarkan

identifikasi masalah di lapangan, secara

keseluruhan kompor-kompor yang sudah

ada tersebut masih ditemukan beberapa

kelemahan, antara lain kurang aman, harga

mahal,

penggunaan

yang

kurang

userfriendly, dan tidak efisien. Kelemahan

tersebut mengakibatkan kompor bioetanol

masih kurang bisa diterima masyarakat

hingga saat ini.

Dari

beberapa

hal

yang

melatarbelakangi masalah tersebut maka

penelitian ini akan difokuskan pada

perancangan ulang kompor bioetanol yang

nantinya diharapkan dapat mengatasi

kekurangan-kekurangan desain kompor

sehingga kompor lebih efisien, aman, dan

user-friendly bagi penggunanya. Untuk

menghasilkan kompor yang lebih baik,

harus

dapat

memenuhi

keinginan

pengguna.

Diawali

dengan

mencari

permasalahan

yaitu

kebutuhan

dan

kepuasan

dalam

kompor

bioetanol

menggunakan metode QFD. Selanjutnya

melakukan penyelesaian masalah dari

kebutuhan dan kepuasan yang paling vital

dari pengguna dengan menggunakan

metode TRIZ. Pada akhirnya diharapkan

diperoleh kompor bioetanol yang dapat

memenuhi kebutuhan penggunanya.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dilakukannya penelitian

ini, yaitu melakukan evaluasi terhadap

kompor bioetanol eksisting, merancang

ulang kompor bioetanol eksisting agar

mendapatkan kompor yang user-friendly,

lebih efisien, dan lebih aman, serta

membandingkan desain kompor bioetanol

eksisting dengan desain kompor bioetanol

yang baru.

1.3 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian

ini antara lain adalah diperoleh kompor

bioetanol yang lebih efisien, aman, dan

user-friendly

sehingga

menumbuhkan

kepercayaan

masyarakat

untuk

menggunakan

kompor

bioetanol,

pemanfaatan bioetanol secara luas, dan

membantu kebijakan pemerintah dalam

upaya mengurangi penggunaan bahan

bakar minyak bumi dan gas serta

mendorong penggunaan sumber-sumber

energi alternatif.

1.4 Ruang Lingkup

Agar pembahasan dalam penelitian ini

lebih

terfokus,

maka

didefinisikan

(3)

3

beberapa batasan dan asumsi. Batasan

dari penelitian ini adalah pertama kompor

yang dirancang adalah kompor skala

rumah tanggadan kedua penelitian ini

tidak mencakup fase peluncuran produk.

Sedangkan asumsi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pemilihan material

dan bioetanol untuk rancangan produk

kompor hanya berdasarkan data literatur

tanpa pengujian material secara fisik.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Langkah-langkah yang dilakukan dalam

penelitian ini terdiri dari beberapa tahap.

Langkah awal dalam penelitian ini adalah

mengidentifikasi

permasalahan

yang

terjadi.

Permasalahan

yang

diangkat

adalah bagaimana merancang ulang desain

kompor bioetanol yang lebih efisien dan

user-friendly dengan pendekatan metode

Quality Function Deployment (QFD) dan

Teoriya

Resheniya

Izobretatelskikh

Zadatch (TRIZ). Tahap kedua adalah

melakukan studi literatur mencakup studi

terhadap beberapa jurnal dan penelitian

terdahulu

yang

berkaitan

dengan

perancangan dan pengembangan produk,

kompor bioetanol, metode QFD dan

metode

TRIZ.

Studi

lapangan

ini

dilakukan pengamatan atau observasi

langsung pada obyek penelitian. Observasi

langsung dengan pengamatan langsung

pada

kompor

bioetanol,

penyebaran

kuesioner kepada pengguna dengan , dan

brainstorming dengan pihak produsen

kompor bioetanol. Dari tahap ini bertujuan

untuk memperoleh informasi mengenai

kondisi eksisting kompor bioetanol.

Tahap

selanjutnya

adalah

pengumpulan dan pengolahan data. Tahap

yang pertama adalah tahap QFD yang

digunakan untuk mengetahui kebutuhan

dan

keinginan

konsumen

serta

menerjemahkannya kedalam spesifikasi

produk. Pertama-tama yang dilakukan

adalah penggalian informasi mengenai

kebutuhan pengguna akan kompor dengan

menyebarkan kuesioner kepuasan dan

kepentingan pada sembilan atribut dengan

skala Likert 1-4. Setelah kuesioner direkap

maka dilakukan penyusunan house of

quality yang terdiri dari penentuan atribut

atribut,

penentuan

respon

teknis,

menentukan

matrik

interaksi,

dan

menentukan spesifikasi dan target. Tahap

kedua adalah TRIZ yang mana bertujuan

untuk

menyelesaikan

permasalahan

kontradikstif dalam perancangan. Dari

HoQ didapatkan respon-respon teknis dari

prioritas atribut yang paling tinggi. Tahap

selanjutnya adalah mereduksi kontradiksi

teknis ataupun fisik dari respon teknis

melalui metode TRIZ guna memperbaiki

kinerja dari desain yang ada. Dimulai dari

penentuan specific problem yang diperoleh

dari respon teknis hasil dari wawancara

atau kuesioner, dilanjutkan penentuan

general problem kontradiksi teknis dan

fisik. Kontradiksi teknis bisa langsung

diselesesaikan

dengan

tabel

matrik

kontradiksi dan tool the 40 inventive

principles sedangkan kontradiksi fisik bisa

dipecahkan dengan tool the separation

principles atau tool the 40 inventive

principles. Pada akhirnya tahap terakhir

dalam TRIZ adalah mencari solusi terbaik

(specific solution) dari alternatif-alternatif

solusi yang diberikan.

Setelah

mengetahui

alternatif

mana yang dipilih, maka tahap selanjutnya

adalah proses perancangan produk, yaitu

pembuatan kompor bioetanol. Apabila

kompor telah selesai dibuat melalui proses

perancangan, maka langkah selanjutnya

adalah

tahap

pengujian

kompor

(prototipe). Tahap ini bertujuan untuk

melakukan perbadingan antara kondisi

awal dengan kondisi sesudah adanya

prototipe

hasil

perancangan

ulang.

Pengujian ini meliputi kesemua atribut

produk. Setelah itu dilakukan perhitungan

biaya

pembuatan

kompor

apabila

diproduksi dalam skala massal.

Tahap selanjutnya adalah analisa

dari perancangan kompor bioetanol. .

Analisis dimulai dari analisis kondisi

eksting

kompor,

analisis

kebutuhan

konsumen sampai terbentuk house of

quality, analisis kontradiksi teknis yang

terjadi hingga mendapatkan solusi yang

terbaik, analisa ekonomi, dan analisa

lingkungan.

Dari hasil analisis tersebut akan

ditarik suatu kesimpulan untuk menjawab

tujuan penelitian yang dilakukan. Selain

itu juga dilengkapi dengan saran-saran dan

rekomendasi yang dapat dijadikan bahan

masukan yang berkaitan dengan penelitian

yang dilakukan.

(4)

4

(5)

3. HASIL PENELITIAN

Dari

hasil

penyebaran

kepuasan saat demonstrasi kompor bioetanol

eksisting ditentukan kompor Jala Lentera dari

Tangerang yang menjadi acuan perbaikan

produk dari dua kompor lain karena

tingkat

kepuasan

tertinggi

di

keenam

atributnya dari sembilan atribut.

kompor tersebut adalah kompor Repindo

Yogyakarta dan kompor Kuwatsu Sidoarjo.

Gambar 2. Kompor Jala Lentera

Setelah didapatkan kompor acuan,

dilakukan penyusunan matriks HoQ. Tahap

pertama adalah identifikasi suara pelanggan

(voice of customer) melalui kuesioner tingkat

kepuasan dan tingkat kepentingan

sembilan atribut yang didapatkan dari

brainstorming dengan produsen kompor dan

pengguna.

Tabel 1. Rekapan kuesioner

Tahap selanjutnya adalah matrik

perencanaan. Matriks ini mencatat seberapa

penting

masing-masing

kebutuhan

atau

keuntungan dari produk yang ditawarkan

kepada pengguna berdasarkan interpretasi tim

pengembang dan data hasil penelitian. Adapun

bagian- bagian dari matriks perencanaan antara

lain importance to customer, benchmarking,

improvement ratio, sales point, raw weight

dan normalized raw weight.

5

penyebaran

kuesioner

kepuasan saat demonstrasi kompor bioetanol

Jala Lentera dari

yang menjadi acuan perbaikan

karena memenuhi

tingkat

kepuasan

tertinggi

di

keenam

atributnya dari sembilan atribut. Kedua

kompor tersebut adalah kompor Repindo

watsu Sidoarjo.

. Kompor Jala Lentera

Setelah didapatkan kompor acuan,

dilakukan penyusunan matriks HoQ. Tahap

pertama adalah identifikasi suara pelanggan

melalui kuesioner tingkat

kepuasan dan tingkat kepentingan pada

didapatkan dari

dengan produsen kompor dan

Tabel 1. Rekapan kuesioner

Tahap selanjutnya adalah matrik

Matriks ini mencatat seberapa

masing

kebutuhan

atau

roduk yang ditawarkan

kepada pengguna berdasarkan interpretasi tim

pengembang dan data hasil penelitian. Adapun

bagian dari matriks perencanaan antara

benchmarking,

improvement ratio, sales point, raw weight

Tabel 2.Matrik Perencanaan

Setelah

didapatkan

matrik

perencanaan, dilakukan penentuan respon

teknis. Respon teknis (

merupakan acuan atau spesifikasi teknis (lebih

detail) yang akan dilakukan untuk memenuhi

setiap atribut. Dengan kata lain, respon teknis

adalah solusi-solusi yang diberikan produsen

dalam

menjawab

keinginan

konsumen.

Spesifikasi terdiri dari metrik dan n

Tabel 3. Respon Teknis

Langkah selanjutnya adalah penyusunan

matrik korelasi antar atribut dengan respon

teknis serta matrik korelasi karakteristik teknis.

Korelasi

teknis

mengidentifikasikan

Atribut

Kemudahan penggunaan

Variasi warna Irit Bahan Bakar

Kemudahan perawatan

Nyala abi biru Kompor tahan lama

Keamananan penggunaan Desain kompor menarik

Matrik Perencanaan

Setelah

didapatkan

matrik

dilakukan penentuan respon

Respon teknis (Technical response)

merupakan acuan atau spesifikasi teknis (lebih

detail) yang akan dilakukan untuk memenuhi

setiap atribut. Dengan kata lain, respon teknis

solusi yang diberikan produsen

dalam

menjawab

keinginan

konsumen.

Spesifikasi terdiri dari metrik dan nilai metrik.

Tabel 3. Respon Teknis

Langkah selanjutnya adalah penyusunan

matrik korelasi antar atribut dengan respon

teknis serta matrik korelasi karakteristik teknis.

mengidentifikasikan

Metrik

bentuk material bentuk head kompor

fitur tambahan material bioetanol tuas pengatur fitur tambahan ukuran petunjuk waktu penggunaan panas api bioetanol fitur tambahan ukuran tuas pengatur bentuk head kompor

waktu perawatan jumlah komponen ukuran bentuk jenis sambungan ukuran tuas pengatur material bentuk head kompor

bioetanol material ukuran panas api bentuk head kompor

warna material

(6)

6

hubungan yang terjadi pada tiap bagian dari

respon teknis yang dinyatakan dengan matrix

korelasi. Ada tujuh korelasi negatif dan 3

korelasi positif antar respon teknis. Nantinya

korelasi negatif ini yang menjadi permasalahan

yang diselesaikan dengan TRIZ. Selanjutnya

merupakan tahap akhir yang harus dilalui

dalam proses pembuatan House of Quality.

Output dari HoQ adalah bobot respon teknis,

bobot atribut produk, serta target atau

spesifikasi teknis dari respon teknis. Bobot

respon teknis terbesar adalah pada respon

teknis material dengan nilai 391,99 dan target

teknisnya berupa material stainless steel.

Gambar 3. Kontradiksi yang diselesaikan dengan TRIZ

Setelah didapatkan nilai atau bobot

masing-masing respon teknis maka dilakukan

perankingan dari terbesar hingga terkecil dan

diambil tujuh respon teknis dengan nilai

tertinggi. Ternyata dari ketujuh respon teknis

tersebut masing-masing memiliki korelasi

negatif dengan respon teknis lain. Korelasi

negative inilaih yang akan diselesaikan dengan

TRIZ karena TRIZ mampu menyelesaikan

suatu permasalahan kontradikstif dengan

menggunakan prinsip prinsip inventive dan

dari prinsip-prinsip tersebut dihasilkan ide-ide

kreatif. Alur proses TRIZ adalah permasalahan

kontradiktif dicari, dari permasalahan tersebut

di-breakdown menjadi parameter yang ingin

diperbaiki dan parameter yang menjadi lebih

buruk akibat perbaikan parameter yang lain,

parameter dapat dilihat dari tabel 39 parameter

yang tersedia kemudian dicari solusinya dari

separation principles dan the 40 inventive

principles. Kontradiksi yang diselesaikan

dalam TRIZ antara lain bioetanol dengan

material, bentuk head kompor dengan ukuran,

panas api dengan ukuran head kompor, dan

fitur tambahan dengan ukuran.

Kontradiksi pertama adalah material

dengan bioetanol. Perbaikan yang diharapkan

adalah peningkatan kadar air dalam bioetanol.

Bioetanol

berkadar

rendah

memiliki

kandungan air yang lebih banyak. Harga

bioetanol berkadar rendah lebih bersaing

daripada yang berkadar tinggi. Akan tetapi

semakin

banyak

kandungan

air

dalam

bioetanol membuat material bagian kompor

yang sering terkena bioetanol menjadi mudah

korosif, lama-kelamaan berkarat dan tidak

tahan

lama.

Padahal

ketahanan

tabung

penampung dan head kompor pembakaran

adalah aspek penting dalam kompor bioetanol.

Kemudian dicari alternatif-alternatif solusi dari

tabel matrik kotradiksi dan the 40 inventive

principles. Tiga solusi yang ditwarkan adalah

3,35, dan 31 yang berbunyi berbunyi local

quality, physical or chemical properties, dan

porous materials

Tabel 4 Matrik kontradiksi durability of non-moving object versus amount of substance

Selanjutnya

respon

teknis

yang

berkontradiksi

adalah

bioetanol

dengan

material. Respon teknis yang ingin diperbaiki

adalah bioetanol. Yang dimaksud bioetanol

disini ialah kemampuan untuk mendeteksi atau

mengukur volume bioetanol yang yang ada di

tabung. Akibatnya timbul ide jika ingin

merubah material tabung agar mengetahui

volume bioetanol maka material diganti

menjadi kaca atau plastik. Akan tetapi

perubahan material seperti itu juga tidak

diharapkan. Alternatif solusi yang didapatkan

adalah 27,1,13 yang berbunyi the other way

around,

Cheap

short-living

objects,

segmentation, dan inert atmosphere.

Worsening Feature 14 15 16 Improving Feature 25 29,3,28,1 8 20,10,28,1 8 28,20,10,16 26 14,35,34, 10 3,35,10 40 3,35,31 27 11.28 2,35,3,25 D u ra b il it y o f n o n m o v in g o b je ct Waste of time Amount of substance Reliability S tr e n g th D u ra b il it y o f m o v in g o b je ct

(7)

7

Tabel 5. Matrik kontradiksi difficulty of detecting versus shape

Ketiga, respon teknis panas api

berkontradiksi dengan bentuk head kompor.

Perbaikan yang diinginkan adalah semakin

banyaknya volume oksigen yang masuk ke

dalam kompor. Dengan itu panas api akan

meningkat. Disisi lain bentuk head kompor

harus dirancang sedemikian rupa agar aliran

udara atau oksigen masuk dengan baik.

Aternatif solusi yang didapatkan seperti pada

tabel 6 berikut ini yang berbunyi segmentation,

asymmetry,

dynamics,

pneumatics

and

hydraulics,

universality,

dan

parameter

changes.

Tabel 6. Matrik kontradiksi volume of moving object versus shape

Respon teknis yang berkontradiksi

selanjutnya adalah panas api dengan ukuran

head kompor. Perbaikan yang diinginkan

semakin besar ukuran head kompor, volume

udara dan bioetanol yang terbakar semakin

banyak sehingga menyebabkan api semakin

panas. Padahal ukuran head kompor terbatas

mengikuti ukuran badan kompor. Kontradiksi

yang terjadi ini bisa dikatakan kontradiksi fisik

maupun teknis. Solusi yang didapatkan antara

lain

dynamics,

periodic

action,

dan

preliminary anti action.

Tabel 7. Matrik kontradiksi temperature versus length of stationary

Respon teknis yang berkontradiksi

adalah

fitur

tambahan

dengan

ukuran.

Dibutuhkan

fitur

tambahan

untuk

memudahkan penggunaan bagi konsumen.

Namun dengan ditambahkannya fitur baru,

maka semakin banyak komponen. Padahal hal

itu tidak diinginkan karena dapat mengambil

daerah atau bagian yang kosong yang mungkin

akan menyebabkan bagian tersebut berkurang

kekuatannya. Solusi yang ditawarkan berbunyi

Universality dan Pneumatics and hydraulics.

Matrik kontradiksi antara kedua respon teknis

diatas dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 8 Matrik kontradiksi device complexity

versus area of stationary

Solusi-solusi umum yang didapat dari

The 40 Inventive Problem Solving akan

dispesifikasikan menjadi satu solusi yang

paling tepat diaplikasikan pada perancangan

kompor bioetanol. Dari kontradiksi antara

material dengan bioetanol dipilih digunakanlah

ide solusi prinsip no. 35B yang berbunyi

change the concentration or consistency dan

39 B yang berbunyi add neutral parts, or inert

additives to an object.Masing-masing prinsip

tersebut memberikan ide mengganti material

yang memiliki kadar kromium yakni stainless

steel dan menambah fitur baru pada kompor

yaitu fitur berupa stik indikator jumlah

bioetanol dalam tabung penampung.

Worsening Feature 3 4 5 Improving Feature 15 2,19,9 3,17,19 16 1,10,35 17 15,9,19 15,9,19 3,35,39,18 le n g th o f m o v in g le n g th o f st a ti o n a r y (n o n m o v in g ) a r ea o f m o v in g o b je c t Durability of moving object durability of nonmoving object Temperature

(8)

Kemudian untuk respon teknis bentuk

head kompor versus respon teknis panas api.

digunakanlah ide solusi prinsip no. 4A yang

berbunyi change the shape of an object from

symmetrical to asymmetrical. Prin

menyarankan agar membuat bentuk

kompor dan lubang head kompor asimetris.

Tidak berbentuk 100% bundar dan lingkaran.

Selanjutnya untuk Respon teknis ukuran

respon teknis panas api. Setelah melihat

penjelasan prinsip-prinsip tersebut, maka

digunakanlah ide solusi prinsip no. 15A yang

berbunyi Allow (or design) the characteristics

of an object, external environment, or process

to change to be optimal or to find an optimal

operating

condition.

Prinsip

tersebut

menyarankan agar membuat

dinamis menyesuaikan ketika ingin panas api

tinggi ataupun panas api rendah. Pengaturan

ukuran lubang head kompor lebih optimal agar

dalam sirkulasi udaranya baik.

yang terakhir adalah antar

respon teknis fi

tambahan versus respon teknis

digunakanlah ide solusi prinsip no. 6A yang

berbunyi make a part or object perform

multiple functions, eliminate the need for other

part. Ini berarti membuat objek yang

multifungsi seperti fungsi fitur indikator

bioetanol dan penutup tabung bioetanol

digabungkan. Alternatif-alternatif solusi yang

terpilih dirancang menjadi sebuah prototipe

kompor bioetanol sebagai berikut.

Gambar 4.Kompor bioetanol rancagan baru

Setelah dilakukan perancangan

maka tahap berikutnya adalah pengujian

kompor bioetanol. Hal ini bertujuan untuk

mengetahui apakah kompor bioetanol hasil

rancangan baru lebih baik dari kompor

bioetanol eksisting. Hasil pengujian dari semua

atribut tertera pada tabel 9 berikut ini.

8

Kemudian untuk respon teknis bentuk

respon teknis panas api.

digunakanlah ide solusi prinsip no. 4A yang

change the shape of an object from

Prinsip tersebut

menyarankan agar membuat bentuk head

kompor asimetris.

Tidak berbentuk 100% bundar dan lingkaran.

Selanjutnya untuk Respon teknis ukuran versus

Setelah melihat

prinsip tersebut, maka

digunakanlah ide solusi prinsip no. 15A yang

Allow (or design) the characteristics

of an object, external environment, or process

to change to be optimal or to find an optimal

Prinsip

tersebut

menyarankan agar membuat head kompor

dinamis menyesuaikan ketika ingin panas api

tinggi ataupun panas api rendah. Pengaturan

kompor lebih optimal agar

dalam sirkulasi udaranya baik. Kontradiksi

respon teknis fitur

respon teknis ukuran

digunakanlah ide solusi prinsip no. 6A yang

make a part or object perform

multiple functions, eliminate the need for other

Ini berarti membuat objek yang

ti fungsi fitur indikator

bioetanol dan penutup tabung bioetanol

alternatif solusi yang

terpilih dirancang menjadi sebuah prototipe

kompor bioetanol sebagai berikut.

.Kompor bioetanol rancagan baru

Setelah dilakukan perancangan prototype,

ya adalah pengujian

Hal ini bertujuan untuk

mengetahui apakah kompor bioetanol hasil

rancangan baru lebih baik dari kompor

bioetanol eksisting. Hasil pengujian dari semua

atribut tertera pada tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Pengujian kompor bioetanol rancangan baru

Pemaparan kebutuhan material dan

biaya

produksi

prototype

representasi dari kebutuhan material yang

digunakan untuk pembuat kompor bioetanol

beserta harga material tersebut di pasaran.Dari

hasil perhitungan material dan biaya produksi

didapatkan harga Rp 160.000,00 untuk

unit kompor bioetanol rancangan baru.

4. ANALISA HASIL

Matriks

HoQ

digunakan

secara

sistematis untuk menerjemahkan kebutuhan

dan keinginan konsumen menjadi karakteristik

desain produk, mengetahui hubungan antar

respon teknis baik itu positif maupun negatif,

dan untuk mengetahui prioritas dari respon

teknis yang muncul. Maka dari itu proses

perancangan produk dapat lebih difokuskan

untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

sembilan atribut produk yang akhirnya

diterjemahkan menjadi empat belas

teknis. Pada matriks HoQ terdapat prioritas

respon teknis yang dimana didapatkan dari

perkalian antara nilai hubungan faktor teknis

dengan bobot atribut. Bobot atribut didapatkan

dari perkalian antara improvement rate, sales

point, dan tingkat kepentingan. Nilai bobot

setiap atribut kompor bioetanol adalah sebagai

berikut :

Tabel 9. Pengujian kompor bioetanol rancangan

aran kebutuhan material dan

prototype

merupakan

representasi dari kebutuhan material yang

digunakan untuk pembuat kompor bioetanol

beserta harga material tersebut di pasaran.Dari

hasil perhitungan material dan biaya produksi

Rp 160.000,00 untuk satu

unit kompor bioetanol rancangan baru.

Matriks

HoQ

digunakan

secara

sistematis untuk menerjemahkan kebutuhan

dan keinginan konsumen menjadi karakteristik

, mengetahui hubungan antar

respon teknis baik itu positif maupun negatif,

dan untuk mengetahui prioritas dari respon

. Maka dari itu proses

perancangan produk dapat lebih difokuskan

untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Ada

produk yang akhirnya

diterjemahkan menjadi empat belas respon

teknis. Pada matriks HoQ terdapat prioritas

respon teknis yang dimana didapatkan dari

perkalian antara nilai hubungan faktor teknis

dengan bobot atribut. Bobot atribut didapatkan

improvement rate, sales

, dan tingkat kepentingan. Nilai bobot

setiap atribut kompor bioetanol adalah sebagai

(9)

Gambar 5.1 Bobot setiap atribut

Dari grafik histogram diatas dapat

dilihat bahwa atribut dengan bobot tertinggi

adalah keamanan penggunaan, kemudahan

penggunaan, dan keiritan bahan bakar.

Masyarakat

berpendapat

bahwa

aspek

keamanan,

kemudahan

penggunaan,

dan

keiritan bahan bakar adalah aspek terpenting

yang

harus

dimiliki

kompor

dan

dipertimbangkan dalam membeli kompor.

Selanjutnya nilai prioritas respon

teknis diartikan bahwa respon teknis tersebut

yang

harus

diprioritaskan

atau

paling

diperhatikan

dalam

perancangan

produk

mengingat respon teknis tersebut yang

hubungannya paling erat dan paling banyak

berhubungan dengan beberapa kebutuhan

konsumen.

Gambar

5.2

menunjukkan

histogram prioritas respon teknis.

Dari hasil perhitungan diatas dapat

disimpulkan pemakaian kompor “Green Leaf”

lebih hemat dibandingkan dengan kompor

bioetanol eksisting “Jala Lentera” dan kompor

minyak tanah. Akan tetapi sama hematnya jika

dibandingkan dengan kompor gas elpiji 3 kg.

Kompor rancangan baru “Green Leaf” mampu

menghemat sekitar Rp 20.000,00 setiap

bulannya

dibandingkan

dengan

kompor

bioetanol “Jala Lentera”.

Gambar 5.2. Histogram Prioritas Respon Teknis

Dalam technical correlation matrix

terdapat simbol positif dan simbol negatif.

9

Gambar 5.1 Bobot setiap atribut

Dari grafik histogram diatas dapat

dilihat bahwa atribut dengan bobot tertinggi

keamanan penggunaan, kemudahan

penggunaan, dan keiritan bahan bakar.

Masyarakat

berpendapat

bahwa

aspek

keamanan,

kemudahan

penggunaan,

dan

keiritan bahan bakar adalah aspek terpenting

yang

harus

dimiliki

kompor

dan

dipertimbangkan dalam membeli kompor.

Selanjutnya nilai prioritas respon

teknis diartikan bahwa respon teknis tersebut

yang

harus

diprioritaskan

atau

paling

diperhatikan

dalam

perancangan

produk

mengingat respon teknis tersebut yang

hubungannya paling erat dan paling banyak

n beberapa kebutuhan

konsumen.

Gambar

5.2

menunjukkan

teknis.

Dari hasil perhitungan diatas dapat

disimpulkan pemakaian kompor “Green Leaf”

lebih hemat dibandingkan dengan kompor

bioetanol eksisting “Jala Lentera” dan kompor

minyak tanah. Akan tetapi sama hematnya jika

dibandingkan dengan kompor gas elpiji 3 kg.

or rancangan baru “Green Leaf” mampu

menghemat sekitar Rp 20.000,00 setiap

bulannya

dibandingkan

dengan

kompor

Gambar 5.2. Histogram Prioritas Respon Teknis

technical correlation matrix,

terdapat simbol positif dan simbol negatif.

Simbol positif berarti hubungan positif

(sebanding) antar respon teknis dan sedangkan

simbol negatif menandakan bahwa antara

respon

teknis

memiliki

korelasi

yang

negatif(berbanding terbalik). Khusus hubungan

respon teknis yang negatif akan diselesaikan

dengan

menggunakan

metode

TRIZ.

Hubungan

negatif

antar

respon

teknis

menunjukkan bahwa respon teknis satu dengan

respon teknis yang lain saling berkontradiksi,

artinya ketika ingin menperbaiki aspek satu

akan memperbutuk aspek lainnya. Sebagai

contoh ketika ingin menambahkan jumlah tuas

pengatur

pasti

akan

berpengaruh

pada

penambahan

jumlah

komponen.

Padahal

penambahan

jumlah

komponen

yang

menambah

kompleksitas

dihindari

dari

perancangan produk kompor.

respon teknis yang saling berkontradiksi

adalah antara lain material dengan bioetanol,

fitur

tambahan

dengan

ukuran,

jumlah

komponen dengan tuas pengatur, bentuk

tungku dengan panas api, bentuk dengan waktu

penggunaan, dan lain-lain. Output dari

of Quality yang digunakan sebagai input TRIZ

adalah prioritas dari respon teknis dan respon

teknis yang berkontradiksi dengan respon

teknis yang lain. Terpilih 7 prioritas tertinggi

respon teknis yaitu material, fitur tambahan,

ukuran, tuas pengatur, bioeta

kompor, dan panas api. Masing

memiliki korelasi negatif dengan dan bukan

dengan keenam respon teknis tertinggi lainnya.

Kontradiksi yang diselesaikan dengan TRIZ

hanya respon teknis yang berkontradiksi

dengan keenam respon teknis t

Hal ini dilakukan karena ketujuh respon teknis

ini sangat penting dan berpengaruh pada hasil

perancangan dan apabila salah satu aspek

berpeluang menjadi lebih buruk akibat

kontradiksi maka akan menurunkan kualitas

dari rancangan kompor it

respon teknis yang saling berkontradiksi

diproses melalui tahapan TRIZ menghasilkan

ouput berupa solusi-solusi yang nantinya akan

dipilih sebagai desain rancangan akhir. Pada

penelitian ini, TRIZ hanya menyelesaikan lima

buah permasahan kontradiktif yang terjadi

karena dua permasalahan kontradiktif lainnya

bukan berasal dari 7 respon teknis dengan

prioritas tertinggi.

Untuk memberikan ide ataupun solusi

yang paling sesuai dengan kebutuhan maka

harus memilih satu solusi dari beberapa solus

Simbol positif berarti hubungan positif

(sebanding) antar respon teknis dan sedangkan

simbol negatif menandakan bahwa antara

respon

teknis

memiliki

korelasi

yang

negatif(berbanding terbalik). Khusus hubungan

spon teknis yang negatif akan diselesaikan

dengan

menggunakan

metode

TRIZ.

Hubungan

negatif

antar

respon

teknis

menunjukkan bahwa respon teknis satu dengan

respon teknis yang lain saling berkontradiksi,

artinya ketika ingin menperbaiki aspek satu

erbutuk aspek lainnya. Sebagai

contoh ketika ingin menambahkan jumlah tuas

pengatur

pasti

akan

berpengaruh

pada

penambahan

jumlah

komponen.

Padahal

penambahan

jumlah

komponen

yang

menambah

kompleksitas

dihindari

dari

perancangan produk kompor. Respon

teknis-respon teknis yang saling berkontradiksi

adalah antara lain material dengan bioetanol,

fitur

tambahan

dengan

ukuran,

jumlah

komponen dengan tuas pengatur, bentuk

tungku dengan panas api, bentuk dengan waktu

lain. Output dari House

yang digunakan sebagai input TRIZ

adalah prioritas dari respon teknis dan respon

teknis yang berkontradiksi dengan respon

teknis yang lain. Terpilih 7 prioritas tertinggi

respon teknis yaitu material, fitur tambahan,

ukuran, tuas pengatur, bioetanol, bentuk head

kompor, dan panas api. Masing-masing

memiliki korelasi negatif dengan dan bukan

dengan keenam respon teknis tertinggi lainnya.

Kontradiksi yang diselesaikan dengan TRIZ

hanya respon teknis yang berkontradiksi

dengan keenam respon teknis tertinggi lainnya.

Hal ini dilakukan karena ketujuh respon teknis

ini sangat penting dan berpengaruh pada hasil

perancangan dan apabila salah satu aspek

berpeluang menjadi lebih buruk akibat

kontradiksi maka akan menurunkan kualitas

i rancangan kompor itu sendiri. Input

respon teknis yang saling berkontradiksi

diproses melalui tahapan TRIZ menghasilkan

solusi yang nantinya akan

dipilih sebagai desain rancangan akhir. Pada

penelitian ini, TRIZ hanya menyelesaikan lima

ntradiktif yang terjadi

karena dua permasalahan kontradiktif lainnya

bukan berasal dari 7 respon teknis dengan

Untuk memberikan ide ataupun solusi

yang paling sesuai dengan kebutuhan maka

harus memilih satu solusi dari beberapa solusi

(10)

10

yang ditawarkan. Kontradiksi yang pertama

adalah kontradiksi antara material dengan

bioetanol. Dari pertimbangan antara peneliti,

produsen kompor, dan perancang kompor.

Solusi yang dipilih adalah prinsip 35B yang

berbunyi

change

the

concentration

or

consistency. Dari prinsip tersebut didapatkan

ide untuk menganti material yang mengandung

konsentrasi setidaknya 10,5% kromium untuk

mencegah proses korosi (pengkaratan logam)

oleh bioetanol. Sehingga berdasarkan prinsip

di atas, nantinya pada perancangan kompor

yang baru bagian head kompor dan tabung

penampung menggunakan baja yang tahan

karat atau lebih dikenal dengan stainless steel.

Kontradiksi

antara

bentuk

head

kompor versus panas api menggunakan prinsip

no. 4A yang berbunyi change the shape of an

object from symmetrical to asymmetrical.

Prinsip tersebut menyarankan agar membuat

bentuk head kompor dan lubang head kompor

asimetris. Tidak berbentuk 100% bundar. Head

kompor

dirancang

menyempit

dibagian

puncaknya agar api menjadi terpusat.

Selanjutnya ukuran head kompor

versus panas api menggunakan prinsip no. 15A

yang

berbunyi

Allow

(or

design) the

characteristics

of

an

object,

external

environment, or process to change to be

optimal or to find an optimal operating

condition.

Prinsip

diatas

dikembangkan

menjadi sebuah ide untuk membuat bentuk

head kompor agar memiliki fungsi

membesar-kecilkan api. Kompor yang baik akan mampu

mengatur

besar-kecilnya

api

karena

penggunaan api tergantung pada kondisi

memasak. Kondisi kompor bioetanol eksisting

adalah saat mengecilkan api, api tidak bisa

mengecil secara cepat bahkan harus menunggu

bioetanol pada head kompor habis karena

bahan bakarnya adalah cair bukan gas seperti

pada kompor gas.

Kontradiksi material dengan tuas

pengatur dapat menggunakan prinsip no. 32B

yang berbunyi change the transparency of an

object or its external enviorenment. Dari

prinsip tersebut didapatkan sebuah solusi untuk

membuat tampilan dari tabung bioetanol yang

mulanya tertutup menjadi transparan. Bisa

menggunakan

plastik,

transparan,

gelas

transparan, maupun keramik. Diharapkan

dengan warna yang transparan mampu

membuat konsumen dengan mudah melihat

dan

mengatur

volume

bioetanol

yang

dikeluarkan. Solusi kedua prinsip 39 B yang

berbunyi add neutral parts, or inert additives

to an object. Prinsip ini memberikan ide untuk

menambahkan semacam stick indikator untuk

mengukur kedalaman dari bioetanol pada

tabung penampung. Ini mengadaptasi dari

mobil. Dari dua alternatif solusi di atas,

peneliti memutuskan untuk menggunakan

menggunakan prinsip 39B dan menolak prinsip

32B karena alasan keamanan dan keawetan

kompor. Apabila menggunakan prinsip 32B

maka tabung penampung akan dibuat dari

material seperti gelas atau plastik. Kedua

bahan tersebut memiliki potensi terbakar

ketika terkena api atau pecah ketika terkena

benda keras.

Kemudian

untuk

mengatasi

permasalahan fitur tambahan dengan ukuran

pada kompor maka dipilihlah prinsip no. 6A

yang berbunyi make a part or object perform

multiple functions, eliminate the need for other

part. Dari prinsip tersebut didapatkan sebuah

solusi untuk menggabungkan dua alat yang

memiliki fungsi berbeda menjadi satu alat

yang multifungsi. Fungsi fitur petunjuk

(indikator) bioetanol dan penutup tabung

bioetanol digabungkan untuk mengurangi luas

area yang digunakan serta dapat mengurangi

kompleksitas kompor.

Jika dianalisis dari aspek ekonomi,

dapat disimpulkan pemakaian kompor “Green

Leaf” lebih hemat dibandingkan dengan

kompor bioetanol eksisting “Jala Lentera” dan

kompor minyak tanah. Akan tetapi sama

hematnya jika dibandingkan dengan kompor

gas elpiji 3 kg. Kompor rancangan baru

“Green Leaf” mampu menghemat sekitar Rp

20.000,00

setiap

bulannya

dibandingkan

dengan kompor bioetanol “Jala Lentera”.

Sedangkan

analisis

lingkungan

menyimpulkan

bahwa

bioetanol

dapat

mendorong program pengurangan gas rumah

kaca (CO

2

dan CH

4

). Hal ini terjadi karena

pertumbuhan ubi kayu atau tanaman lain akan

meningkatkan daya serap karbon (carbon sink

capacity), dan dengan penggunaan yang

kontinyu karbon hasil pembakaran energi

(energy combustion) akan diserap kembali oleh

tanaman-tanaman

yang

tumbuh

secara

seimbang, sedangkan penggunaan bahan bakar

fosil yang akan memerlukan jutaan tahun

untuk

pembentukannya,

adalah

diluar

keseimbangan produksi– penyerapan CO2

sehingga penggunaan energi fosil akan

(11)

11

meningkatkan konsentrasi CO2 di atmosfer.

Selain itu juga disebabkan kadar karbon dalam

bioetanol lebih rendah dari minyak tanah. Saat

pemakaian,

kompor

bioetanol

tidak

menghasilkan asap, jelaga, dan tidak mudah

meledak.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan

dari

semua

proses

penelitian yang telah dilakukan, hasil yang

dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut :

1)

Gap

atribut

terbesar

antara

tingkat

kepentingan

dan

kepuasan

kompor

bioetanol eksisting adalah kemudahan

penggunaan, keamanan penggunaan, dan

desain kompor.

2)

Kelemahan kompor bioetanol eksisting

adalah sistem pengaturan api yang buruk.

Bahkan akibat kelemahan tersebut, potensi

kompor terbakar menjadi tinggi karena pada

saat api sudah sangat membesar, api sulit

untuk dikecilkan dan dipadamkan.

3)

Proses redesign kompor bioetanol melalui

tahap QFD yang terdiri dari pengumpulan

voice of cutomer dan penyusunan house of

quality

kemudian

korelasi

negatif

(kontradiksi) antar respon teknis dalam

HoQ ditransformasi kedalam TRIZ.

4)

Dari hasil pengujian, kompor bioetanol

“Green

Leaf”

yang

dibuat

mampu

memenuhi semua kebutuhan konsumen.

5)

Hasil pengujian kompor rancangan baru

menunjukkan

bahwa

dengan

1

liter

bioetanol, kompor “Green Leaf” mampu

memasak selama 5 jam nonstop. Sedangkan

kompor bioetanol eksisting hanya mampu

memasak selama 3.5 jam nonstop.

Sedangkan Saran yang dapat diajukan bagi

pelaksanaan penelitian selanjutnya antara lain :

1.

Penelitian dapat dilanjutkan pada tahap

business plan dan uji kelayakan untuk

produksi produk.

2.

Dirancang sebuah alat monitor otomatis

untuk isi tangki bioetanol.

3.

Perancangan kompor bioetanol dua tungku

dan tabung yang mampu menampung

bioetanol yang lebih banyak.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Akao, Y. (2004). Quality Function Deployment : Integrating Customer Requirements Into Product Design. Taylor & Francis, Inc. Barry, K., Domb, E., & Slocum, M. (2006).

TRIZ-what is TRIZ? Retrieved January 3, 2010, from The TRIZ Journal: http://triz-jounal.com

Cohen, L. (1995). Quality Function Deployment : How To Make QFD Work For You. Addison Wesley.

Diegel, O. (2004). TRIZ. Creative Industries Conference 2010 .

Ellen, D. (2006). Enhance Six Sigma Creativity with TRIZ. Retrieved February 2010, from Quality Digest: www.qualitydigest.com Ferikasari, P. K. (2006). Aplikasi Quality Function

Deployment dalam TRIZ (Theory of

Inventive Problem Solving) Pada

Peningkatan Kualitas Jasa (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Umum Islam Kustati Surakarta). Surakarta: Jurusan Manajemen UNS.

Musanif, J. (n.d.). Bio-Etanol. Retrieved from Direktorat Jenderal Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Pertanian:

http://agribisnis.deptan.go.id/xplore/files/P

ENGOLAHAN

HASIL/BioEnergi-Lingkungan/BioEnergiPerdesaan/BIOFUE L/Bioetanol/ Bioethanol.pdf

Pusat Informasi Energi. (2003). Statistik Ekonomi Energi Indonesia 2002. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Sandy, W. T. (2008, May). Konversi Minyak Tanah ke LPG. Retrieved Maret 2010, from My

Journey are So Beautiful:

http://widytaurus.wordpress.com

Silverstein, D., De Carlo, N., & Slocum, M. I.-H. (2007). INsourcing Innovation-How to Achieve Competitive Excellence Using TRIZ. Auerbach Publications.

Stratton, R., Mann, D., & Otterson, P. (2000). The Teory of Inventive Problem Solving (TRIZ) and Systema Innovation-a Missing Link in Engineering Education? Systematic Innovation .

Swasthu, B. (2000). Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty.

(12)

12

Ulrich, K. T., & Epingger, S. D. (2001). Perancangan dan Pengembangan Produk. Jakarta: Salemba Teknik.

Waskito, R. G. (2009). Nira sebagai Penghasil Bioetanol. Surabaya: Jurusan Fisika ITS .

Gambar

Gambar 1. Langkah-langkah penelitian
Tabel 1. Rekapan kuesioner
Tabel 4 Matrik kontradiksi durability of non- non-moving object versus amount of substance
Tabel  5. Matrik kontradiksi difficulty of detecting  versus shape
+3

Referensi

Dokumen terkait

Bersubsidi dari Lini I sampai Lini IV sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian

Mapping of topsoil properties using Visible, Near-Infrared and Short Wave Infrared (VNIR/SWIR) hyperspectral imagery requires large sets of ground measurements for calibrating

pelaksanaan tugas. Mengevaluasi dan menilai kinerja bawahan sebagai pembinaan staf. Melakukan tugas lain yang diberikan atasan dalam lingkup. kedinasan. e) Seksi

Dengan berbagai macam keunggulannya, MP3 dapat menghasilkan musik atau suara dengan kualitas yang tidak kalah dengan CD audio, mempunyai kapasitas file yang lebih kecil

Peningkatan peran dan fungsi Kecamatan sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Kabupaten dalam mengakomodir kewenangan yang telah. dilimpahkan, baik yang bersifat

Multimedia merupakan gabungan dari komponen-komponen informasi berupa gambar, text, suara, video dan animasi yang disimpan dan diproses dalam komputer. Aplikasi Multimedia

pelaksanaan tugas. Mengevaluasi dan menilai kinerja bawahan sebagai pembinaan staf. Melaksanakan tugas lain yang diberikan atasan dalam lingkup. kedinasan. d) Seksi

Segala sesuatu yang dilakukan untuk memecahkan suatu persoalan apabila dilakukan dengan secara manual dan tidak terkomputerasi maka selain rumit/susah dikerjakan, dan akan