• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.3. Kepuasan Kerja

2.1.3.1. Pengertian Kepuasan Kerja

Menutut Davis et al (1994) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sekumpulan perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang dirasakan oleh karyawan, dimana kepuasan kerja tersebut bersumber dari keinginan, kebutuhan, pengalaman masa lalu yang diharapkan dapat terpenuhi dalam pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah keseimbangan antara harapan dan imbalan, sehingga bisa dikatakan bahwa kepuasan kerja berkaitan dengan keadilan dan juga motivasi. Kepuasa kerja menurut Hasibuan (2006) adalah sikap emosional seseorang yang menyukai dan mencintai pekerjaan yang dilakukannya. Kepuasan kerja karyawan merupakan sarana pendorong moral,

3

kedisiplinan dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung tercapainya tujuan perusahaan.

Kepuasan kerja merupakan sikap (positif) karyawan terhadap pekerjaannya yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaannya. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada karyawan yang tidak puas, yang tidak menyukai situasi kerjanya (Suhendi, 2010).

Menurut Mangkuprawira (2010), kepuasan kerja adalah bentuk perasaan dan ekspresi seseorang ketika dia mampu/tidak mampu memenuhi harapan dari proses kerja dan kinerjanya. Timbul dari proses transformasi emosi dan pikiran dirinya yang melahirkan sikap atau nilai terhadap sesuatu yang dikerjakan dan diperolehnya. Setiap karyawan akan memiliki tingkat derajat kepuasan kerja yang berbeda. Semakin tinggi derajat kepuasan kerja semakin bersahabat sang karyawan dengan lingkungan kerja. Dengan kata lain dia memperoleh nilai pengakuan dari lingkungan kerja. Namun dalam prakteknya derajat tentang kepuasan kerja di antara karyawan sangat berkait dengan beberapa faktor yakni (1) sudut pandang tentang bekerja, (2) pandangan tentang makna kepuasan, (3) karakteristik seseorang, (4) jenis pekerjaan, dan (5) lingkungan kerja.

2.1.3.2. Teori tentang kepuasan kerja Teori Pertentangan (Discrepancy Theory)

Teori Pertentangan yang dikemukan oleh Locke menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai.Pertama, pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan seseorang individu dengan apa yang diterima.Kedua, pentingnya apa yang diinginkan bagi individu.

Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan kerja dari setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan bagi individu. Menurut Locke, seorang individu akan puas atau tidak puas merupakan sesuatu yang pribadi, tergantung bagaimana

kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginan dan hasil keluarannya (dalam Sunyoto, 2001).

Model Kepuasan Bidang (Facet Satisfaction)

Menurut model Lawler, orang yang akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka (misalnya dengan rekan kerja, atasan, gaji) jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang secara aktual mereka terima. Artinya, jika individu mempersepsikan jumlah yang ia terima sebagai hasil pekerjaan ternyata lebih besar daripada yang sepatutnya ia terima, maka individu tersebut akan merasa salah. Sebaliknya jika ia mempersepsikan bahwa yang ia terima kurang dari yang sepatutnya ia terima, maka ia akan merasa tidak puas (dalam Sunyoto, 2001).

Teori Proses Bertentangan (Opponent-Process Theory)

Teori proses bertentangan yang dikemukan oleh Landy dalam Sunyoto (2001) memandang bahwa kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan lain. Teori ini menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional (emotional equilibrium). Teori ini berasumsi bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak memberikan kemaslahatan. Kepuasan atau ketidakpuasan kerja memacu mekanisme fisiolagi dalam sistem pusat syaraf yang membuat aktif emosi yang bertentangan.

Teori ini meyatakan bahwa jika seorang memperoleh ganjaran atas pekerjaannya, ia akan merasa senang sekaligus ada rasa tidak senang. Setelah beberapa saat, perasaan senang tersebut akan menurun sedemikian rupa sehingga ia merasa agak sedih sebelum kembali kepada perasaan normal. Menurut Landy (Sunyoto, 2001) kepuasa kerja bervariasi berdasarkan waktu, akibatnya pengukuran kepuasan terhadap pekerjaan perlu dilakukan secara periodik.

2.1.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Mangkunegara (2000) ada 2 faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:

1) Faktor karyawan, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap kerja.

2) Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.

Hal tersebutlah yang kemudian dijelaskan Luthans (2006) dalam bukunya Perilaku Organisasi secara rinci sebagai dimensi terjadinya suatu kepuasan kerja, dan merupakan pengembangan dari ketiga dimensi sebelumnya, yaitu :

1. Pekerjaan itu sendiri

Kepuasan pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan, dimana pekerjaan tersebut memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, kesempatan untuk menerima tanggung jawab dan kemajuan untuk karyawan. Penelitian terbaru menemukan bahwa karakteristik pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan menghubungkan antara kepribadian dan kepuasan kerja. Jika persyaratan kreatif pekerjaan terpenuhi, maka mereka cenderung menjadi puas. Selain itu, perkembangan karir (tidak perlu promosi) merupakan hal penting untuk karyawan muda dan tua.

2. Gaji

Gaji sebagai faktor multidimensi dalam kepuasan kerja merupakan sejumlah upah/ uang yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi. Uang tidak hanya membantu orang memperoleh kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi. Karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan. Jika karyawan fleksibel dalam memilih jenis benefit yang mereka sukai dalam sebuah paket total (rencana benefit fleksibel), maka ada peningkatan signifikan dalam kepuasan benefit dan kepuasan kerja secara keseluruhan.

3. Kesempatan promosi

Kesempatan promosi adalah kesempatan untuk maju dalam organisasi, sepertinya memiliki pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja. Hal ini dikarenakan promosi memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki penghargaan, seperti promosi atas dasar senioritas atau kinerja dan promosi kenaikan gaji. Lingkungan kerja yang positif dan kesempatan untuk berkembang secara intelektual dan memperluas keahlian dasar menjadi lebih penting daripada kesempatan promosi.

4. Pengawasan (Supervisi)

Pengawasan merupakan kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku. Ada 2 (dua) dimensi gaya pengawasan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Yang pertama adalah berpusat pada karyawan, diukur menurut tingkat dimana penyelia menggunakan ketertarikan personal dan peduli pada karyawan, seperti memberikan nasehat dan bantuan kepada karyawan, komunikasi yang baik dan meneliti seberapa baik kerja karyawan. Yang kedua adalah iklim partisipasi atau pengaruh dalam pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi pekerjaan karyawan. Secara umum, kedua dimensi tersebut sangat berpengaruh pada kepuasan kerja karyawan.

5. Rekan kerja

Pada umumnya, rekan kerja yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu. Kelompok kerja,

terutama tim yang ‘kuat’ bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasehat, dan bantuan pada anggota individu. Karena kelompok kerja memerlukan kesalingtergantungan antar anggota dalam menyelesaikan pekerjaan. Kondisi seperti itulah efektif membuat pekerjaan menjadi lebih menyenangkan, sehingga membawa efek positif yang tingggi pada kepuasan kerja.

2.1.3.4. Mengukur Kepuasan Kerja Karyawan

Menurut Luthan (2006) terdapat empat cara yang dapat dipakai untuk mengukur kepusan kerja, yaitu :

1. Rating Scale

Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan kerja dengan menggunakanRating Scaleantara lain: (1)Minnessota Satisfaction Questionare, (2) Job Descriptive Index, dan (3) Porter Need Satisfaction Questionare.

Minnesota Satisfaction Questionare (MSQ) adalah suatu instrumen atau alat pengukur kepuasan kerja yang dirancang demikian rupa yang di dalamnya memuat secara rinci unsur-unsur yang terkategorikan dalam unsur kepuasan dan unsur ketidakpuasan. Skala MSQ mengukur berbagai aspek pekerjaan yang dirasakan sangat memuaskan, memuaskan, tidak dapat memutuskan, tidak memuaskan dan sangat tidak memuaskan. Karyawan diminta memilih satu alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi pekerjaannya.

Job descriptive index. adalah suatu instrumen pengukur kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Kendall, dan Hulin. Dengan instrumen ini dapat diketahui secara luas bagaimana sikap karyawan terhadap komponen- komponen dari pekerjaan itu. Variabel yang diukur adalah pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, supervisi dan mitra kerja.

Porter Need Satisfaction Questionareadalah suatu intrumen pengukur kepuasan kerja yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja para manajer. Pertanyaan yang diajukan lebih memfokuskan diri pada permasalahan tertentu dan tantangan yang dihadapi oleh para manajer.

2. Critical Incidents

Critical Incidents dikembangakan oleh Frederick Herzberg. Dia menggunakan teknik ini dalam penelitiannya tentang teori motivasi dua faktor. Dalam penelitiannya tersebut, Frederick mengajukan pertanyaan kepada para karyawan tentang faktor-faktor apa yang saja yang membuat mereka puas dan tidak puas.

3. Interview

Untuk mengukur kepuasan kerja dengan menggunakan wawancara yang dilakukan terhadap para karyawan secara individu. Dengan metode ini dapat diketahui secara mendalam mengenai bagaimana sikap karyawan terhadap berbagai aspek pekerjaan.

4. Action Tendencies

Action Tendencies dimaksudkan sebagai suatu kecenderungan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kepuasan kerja karyawan dapat dilihat berdasarkanaction tendencies.

Dalam penelitian ini, kepuasan kerja diukur dengan menggunakan cara

Minnesota Satisfaction Questionare (MSQ). MSQ merupakan instrumen yang dirancang oleh Weiss, Dawis, England dan Lofquist pada tahun 1967. Metode MSQ menilai tingkat kepuasan kerja karyawan berdasarkan 20 variabel kepuasan kerja yang terbagi atas faktor internal dan eksternal. Keduapuluh variabel kepuasan kerja tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. ModelMinnesota Satisfaction Questionnaire Eksternal 1. Perusahaan 2. Gaji 3. Rekan kerja 4. Penghargaan 5. Keamanan 6. Pengawasan (operasional) 7. Pengawasan (teknis) 8. Kondisi kerja Internal 1. Pengunaan kemampuan 2. Promosi 3. Wewenang 4. Kreativitas 5. Independensi 6. Tanggung jawab 7. Aktivitas sosial 8. Variasi 9. Status sosial 10. Aktivitas 11. Prestasi 12. Moral Kepuasan kerja

2.1.4. Komitmen Karyawan

Dokumen terkait