• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.6. Pembahasan Hasil Penelitian

Secara keseluruhan penerapan QWL pada PT PGN Tbk telah berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan rataan skor persepsi responden mengenai penerapan QWL dalam perusahaan yang diatas 3.00 (Lampiran 16). Perhatian perusahaan dalam menciptakan kondisi kerja yang berkualitas melalui komunikasi antara anggota perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja, partisipasi karyawan, sistem pengembangan karyawan, sistem kompensasi yang layak, sistem penyelesaian konflik serta penciptaan kebanggaan karyawan terhadap perusahaan dinilai cukup baik. Namun demikian, masih ada yang perlu diperhatikan oleh pihak perusahaan berkaitan dengan penerapan QWL dikarenakan menurut persepsi karyawan terdapat beberapa kebijakan pelaksanaan faktor QWL yang dianggapkan kurang memuaskan.

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi terdapat beberapa faktor yang dinilai responden (karyawan) kurang mencerminkan kualitas hidup kerja (quality of work Life). Faktor-fator tersebut adalah sistem penilaian kinerja, kesempatan karyawan menjadi orang penting di perusahaan, program rekreasi, program konseling, sistem pensiun, dan kompensasi yang layak.

Penilaian kinerja adalah proses yang dilakukan organisasi untuk mengevaluasi atau menilai prestasi kerja yang dilakukan karyawan. Tujuan penilaian kinerja ini adalah sebagai umpan balik (feed back) memperbaiki prestasi kerja karyawan dan membantu mengambil keputusan dalam melaksanakan penyesuaian kompensasi karyawan dan promosi. Menurut Asnawi (1999) dalam Suhendi (2010) menyatakan bahwa di dalam proses penilaian kinerja terdapat berbagai teknik penilaian yang dapat digunakan, baik objektif maupun subjektif. Penilaian objektif merupakan dasar penilaian pada data yang masuk secara otentik, baik menyangkut perilaku kerja, kepribadian, produktifitas kerja dan sebagainya. Adapun penilaian subjektif sangat bergantung pada judgment pihak penilai, sehingga sering terjadi penyimpangan dalam penilaian kinerja. Penyimpangan inilah yang sering menyebabkan ketidakpuasan karyawan terhadap sistem penilaian kerja yang dilaksanakan oleh perusahaan.

Secara umum, dari hasil analisis PLS dan wawancara, diperoleh bahwa sistem penilaian kinerja sangat penting dalam perusahaan untuk memicu

karyawan lebih meningkatkan kinerjanya lebih optimal. Mereka berpendapat bahwa dengan sistem penilaian kinerja yang baik sangat penting dalam menciptakan kondisi kerja yang kondusif. PT PGN Tbk telah memiliki prosedur secara tertulis mengenai sistem penilaian kinerja, dan pelaksananya pun telah sesuai dengan peraturan tersebut. Namun dikarenakan sosialisasi mengenai penilaian kinerja menurut persepsi karyawan sangat kurang dilakukan oleh pihak manajemen, sehingga menyebabkan mayoritas karyawan tidak mengetahui dan memahami indikator-indikator yang akan dinilai.

Salah satu manfaat penilaian kinerja karyawan merupakan dasar keputusan atasan untuk mempromosikan stafnya ke jenjang karir yang lebih tinggi (promosi jabatan). Pada hasil distribusi frekuensi yang berhubungan dengan kesempatan promosi (baik pada variabel QWL maupun Kepuasan kerja) menunjukkan bahwa persepsi responden cenderung kurang memuaskan (Lampiran 6 pada pernyataan 9 dan 49). Penerapan sistem promosi jabatan dalam PGN belum terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : (1) kesempatan karyawan untuk menduduki salah satu jabatan yang lebih tinggi terbatas (peluang yang terbatas), sehingga adanya ketidaksesuaian antara usaha dari karyawan dengan peluang promosi yang diberikan perusahaan; dan (2) keputusan top manajemen yang lebih dominan dibandingkan hasil penilaian kinerja dari karyawan yang bersangkutan.

Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja karyawan tersebut pada organisasi. Kompensasi bisa berupa fisik maupun non fisik dan harus dihitung serta diberikan kepada karyawan sesuai dengan pengorbanan yang telah diberikan kepada perusahaan tempat ia bekerja. Kompensasi merupakan pengaruh yang paling penting agar karyawan tetap bertahan di perusahaan, dengan demikian masalah kompensasi dapat dikatakan krusial. Dari hasil wawancara diperoleh bahwa kecenderungan kurang puasnya karyawan terhadap sistem kompensasi (khususnya pada penetapan gaji / upah dasar) bukan dikarenakan besarnya nominal, namun lebih diarahkan kepada ketidakadilan pemberian bagi karyawan lama dengan karyawan baru. Dengan adanya penerapan sistem kompensasi yang baru, kompensasi yang diterima oleh karyawan lebih menitikberatkan pada latar belakang pendidikan, bukan masa

kerja. Bagi karyawan yang memiliki masa kerja lebih lama dan lebih berpengalaman tidak menjamin memiliki upah dasar yang lebih besar dibandingkan dengan karyawan yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih tinggi, meskipun dengan masa kerja yang belum lama.

Dalam mencapai tujuan perusahaan, tidak jarang para karyawan mengalami stress. Hal ini bisa diakibatkan beban kerja yang berlebihan, tekanan atau desakan waktu, Stress yang berlebihan akan mempengaruhi kesehatan karyawan yang pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan produktivitas kerja, oleh karena itu sangat dibutuhkan konseling. Konseling bertujuan untuk memperbaiki kesehatan mental karyawan. Kesehatan mental yang baik berarti bahwa orang-orang merasa nyaman akan mereka sendiri, baik terhadap orang lain, dan sanggup memenuhi kebutuhan hidup (Alpangeano, 2011).

Merasa pentingnya SDM bagi perusahaan, salah satu cara untuk menyelesaikan permasalahan karyawan dengan melakukan program konseling. Adanya konseling dalam perusahaan, dirasakan sangat berarti bagi karyawan dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan sehingga mampu menciptakan kondisi kerja yang kondusif. Konseling dilakukan antara karyawan dengan pimpinan di setiap unit kerja. Program konseling yang dilaksanakan oleh perusahaan lebih menitikberatkan kepada permasalahan-permasalahan SDM yang berkaitan dengan pekerjaan. Namun demikian, program ini masih belum dirasakan manfaatnya secara optimal oleh sebagian karyawan. Hal ini diperkuat dari hasil distribusi frekuensi (Lampiran 6), pernyataan 24 dan 25, menunjukkan bahwa masih besar persentase persepsi responden yang netral dan tidak puas. Berdasarkan hasil wawancara, hal ini disebabkan bahwa pimpinan lebih perhatian terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang lebih bersifat teknik, tanpa memperhatikan permasalahan SDM lainnya sebagai penyebab terjadinya stress pada karyawan. salah satu contohnya adalah ketidakadilan yang dirasakan oleh karyawan terhadap kebijakan upah dasar, sehingga terjadi kecemburuan sosial antar karyawan.

Beban pekerjaan yang tinggi dan monoton akan membuat seseorang mengalami kejenuhan. Jika dibiarkan terus menerus dapat berdampak terhadap

penurunan kinerja. Salah satu upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengantisipasi keadaan tersebut, dengan melakukan program rekreasi.

Secara keseluruhan, karyawan berpendapat bahwa program rekreasi yang dilaksanakan oleh perusahaan merupakan aspek penting dalam menciptakan kualitas kehidupan kerja. Namun kini, sebagian besar karyawan menyatakan program rekreasi yang biasa dilaksanakan pada setiap distrik atau SBU telah lama tidak dilakukan, dengan alasan : (1) adanya perubahan distrik menjadi area, hal ini berdampak kepada pengelolaan keuangan; dan (2) adanya keputusan manajemen untuk mengotimalisasi biaya operasional.

Pada paparan hasil partial least square (PLS), kebanggaan mampu merefleksikan interelasi yang terbesar dalam menggambarkan penerapan QWL. Menciptakan rasa bangga di hati karyawan terhadap perusahaan sangatlah penting dalam mendukung tercapainya kepuasan kerja dan komitmen karyawan. Kebanggaan karyawan terhadap perusahaan menciptakan kepuasan tersendiri bagi karyawan, kesan positif perusahaan yang tertanam di hati karyawan merupakan salah satu alasan karyawan mempertahankan keanggotaannya dalam perusahaan.

PT PGN selalu konsisten dalam membina hubungan baik dengan masyarakat, diantaranya dengan melaksanakan program sosial seperti memberikan bea siswa kepada siswa-siswi yang berprestasi dan kurang mampu, kegiatan sunatan massal, menjaga kelestarian lingkungan sekitar jalur pipa gas dan sebagainya. Program sosial ini dilakukan, selain kewajiban PT PGN Tbk sebagai perusahaan BUMN untuk senantiasa perduli terhadap lingkungan dan masyarakat, untuk menciptakanimageyang baik di masyarakat serta menciptakan kebanggaan karyawan terhadap perusahaan.

Partisipasi karyawan dan keamanan kerja menunjukkan refleksi interelasi yang rendah dalam menggambarkan penerapan QWL. Partisipasi karyawan sangatlah penting dalam meningkatkan kinerja untuk pencapaian tujuan-tujuan perusahaan. Kinerja para karyawan akan meningkat apabila mereka terlibat secara aktif dan ikut berpartisipasi dan menjadi bagian tim dalam proses kegiatan pada unit organisasi dimana mereka bekerja. Dengan adanya partisipasi karyawan dalam proses kegiatan organisasi, hal ini akan meningkatkan kesadaran karyawan akan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Dengan adanya

partisipasi, karyawan tahu benar mengenai apa yang harus dikerjakan berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan. Berdasarkan hasil analisis PLS, partisipasi karyawan dinilai kurang mencerminkan penerapan QWL yang berkualitas. Menurut widiastutidyah (2011), partisipasi tidak efektif dikarenakan beberapa kemungkinan diantaranya adalah kurang adanya dukungan dari manajer (atasan) sehingga adanya kegiatan partisipasi semu, dimana karyawan yang berpartisipasi kurang diberikan wewenang dalam pengambilan keputusan atau kesempatan berpendapat dalam menentukan langkah-langkah pencapaian tujuan. Selain itu, tidak efektifnya partisipasi karyawan dikarenakan kurang bersinerginya kemampuan dan keahlian anggotanya dalam mencapai tujuan bersama.

Keamanan kerja sangat penting bagi karyawan. Perlunya kesepakatam mengenai pekerjaan antara karyawan dengan perusahaan. Keamanan kerja yang diterapkan oleh PGN adalah, adanya kesepakatan gaji antara karyawan dan perusahaan, tidak adanya pemecatan secara sepihak yang dapat dilakukan oleh pihak perusahaan serta program pensiun. Jika pun terdapat pemecatan karyawan, itupun dilakukan melalui beberapa prosedur dan beberapa pertimbangan dari pimpinan, yang sebelumnya karyawan yang bermasalah diberikan surat peringatan. Hal ini yang menyebabkanturn overdi perusahaan rendah.

Keamanan kerja yang lebih disorot oleh keseluruhan karyawan adalah program pensium yang diterapkan oleh perusahaan. Menurut mereka, program pensiun sangat penting. hasil pengolahan terlihat bahwa indikator keamanan, berdasarkan persepsi karyawan, belum sepenuhnya merupakan salah satu upaya perusahaan dalam menciptakan kualitas kehidupan kerja bagi karyawan. Salah satu yang dijadikan permasalahan oleh karyawan dalam penerapan sistem keamanan kerja adalah penerapan program pensiun. Program pensiun yang dilaksanakan oleh perusahaan adalah program DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Besarnya dana pensiun berdasarkan upah dasar karyawan. Ketidakpuasan karyawan terhadap program pensiun merupakan dampak dari ketidakpuasannya terhadap kebijakan perusahan mengenai ketetapan upah dasar karyawan yang dinilai kurang memihak pada karyawan dengan latar belakang pendidikan yang rendah namun memiliki masa kerja yang lama.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, secara umum dalam kasus di PT PGN Tbk, Quality of Work Life(QWL) tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Penerapan faktor-faktor QWL seperti partisipasi karyawan, pengembangan karir, penyelesain konflik, komunikasi, kesehatan kerja, keselamatan kerja, kompensasi yang layak dan kebanggaan, tidak berpengaruh kepada kepuasan kerja karyawan. Terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan penerapan QWL tidak berpengaruh terhadap kepuasan karyawan, diantaranya adalah (1) Desain QWL tidak sesuai dengan kebutuhan karyawan, (2) implikiasi QWL tidak berjalan dengan baik, (3) QWL lebih merupakanhygiene factor yang apabila ada

hanya menghasilkan “tidak ada dissastifaction” bukan menghasilkan “satisfaction”, (4) Karyawan tidak mengetahui dan memahami tujuan penerapan faktor QWL dan (5) Tingkat motivasi karyawan terletak pada 5 faktor kepuasan kerja, yaitu pekerjaan, gaji, promosi, supervisi dan rekan kerja, yang mereka butuhkan (extrinsic motivation).

Pada hasil penelitian, penerapan QWL dan kepuasan kerja berpengaruh positif secara signifikan terhadap komitmen karyawan. penerapan QWL dan kepuasan kerja secara bersamaan memiliki kontribusi terhadap tingkat komitmen karyawan sebesar 33.09%. Semakin baik penerapan QWL dan Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja akan semakin meningkat komitmen karyawan terhadap organisasi atau perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang Husnawati (2006) dan Bhaesajsanguan (2010), bahwa QWL dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Kepuasan kerja karyawan yang tinggi menyebabkan komitmen karyawan terhadap perusahaan tinggi. Pemenuhan kebutuhan karyawan, baik material dan non material, melalui penerapan QWL yang baik dapat meningkatkan komitmen karyawan.

Kepuasan kerja adalah suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya (Robbin, 2003). Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan. Harapan- harapan yang terpenuhi tersebut dapat mengarah pada adanya suatu komitmen individu dengan organisasinya. Seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam kepegawaian dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu

tampil tingkah laku berusaha ke arah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.

Dengan demikian, hasil penelitian ini juga memperkuat teori yang disampaikan oleh Luthans (2006) bahwa jika variabel yang positif terhadap kepuasan kerja yaitu tipe pekerjaan itu sendiri, gaji dan bayaran, kesempatan dapat promosi, atasan mereka dan rekan kerja dapat terpenuhi, maka komitmen terhadap organisasi akan timbul dengan baik. Sehingga kepuasan kerja akan berdampak pada komitmen organisasional.

Pada Gambar 10, terlihat bahwa komitmen karyawan dicerminkan pada tiga macam komitmen yaitu afective commitment, countinue commitment dan

normative commitment. Afective commitment merefleksikan interelasi terbesar dalam menggambarkan komitmen karyawan yaitu dengan nilai loading 0.918, diikuti dengannormative commitment(0.790) dancountinue commitment(0.782).

Secara teori, kepuasan sangat berpengaruh terhadap komitmen karyawan. Kepuasan kerja sangat tinggi akan menyebabkan peningkatan komitmen karyawan terhadap perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden memiliki komitmen yang tinggi, baik affective, continuance dan normative commitment. Hasil penelitian Ali Nina (1996) Karyawan yang bekerja di perusahaan BUMN memiliki komitmen afektif, komitmen kontinuans, dan komitmen normatif yang secara bermakna lebih tinggi daripada karyawan yang bekerja di organisasi swasta.

Komitmen afektif dapat ditumbuhkan oleh karakteristik personal-struktural yang berkaitan dengan tugas dan pengalaman kerja (Mowday, dalam Meyer, Allen dan Smith, 1993). Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa sebagian besar responden memiliki keinginan untuk mempertahankan keanggotaan dan menghabiskan sisa karirnya di PT PGN Tbk. Hal ini disebabkan adanya hubungan emosional dengan pekerjaan, dimana adanya kesesuian keahlian, pengalaman kerja dan pendidikan dengan pekerjaan. Selain itu, disebabkan juga rasa bangga karyawan terhadap reputasi perusahaan serta lingkungan kerja yang mendukung.

Countinue commitment (komitmen berkelanjutan) diduga tersusun saat karyawan menyadari bahwa mereka telah memiliki akumulasi investasi dalam

perusahaan yang akan hilang jika mereka meninggalkan organisasi tersebut (Meyer, Allen dan Smith, 1993). Adapun bentuk investasi dalam organisasi atau pekerjaan tidak terbatas pada investasi dana semata, namun dapat pula berupa lamanya waktu pendidikan/pelatihan yang telah ditempuh, lamanya waktu kerja, dan status kepegawaian. Berdasarkan hasil wawancara dan hasil kuisioner, menunjukkan bahwa karyawan bertahan di perusahaan PT PGN Tbk dikarenakan pertimbangan ekonomi dan status kepegawaian. Mereka berasumsi bahwa jika keluar dari PT PGN Tbk akan banyak hal dalam kehidupannya terganggu, sebagai salah contoh keadaan ekonomi keluarga.

Komitmen normatif, selain merupakan hasil dari pengalaman kerja yang menyenangkan, juga merupakan hasil sosialisasi pengalaman-pengalaman yang menekankan pada kepantasan untuk mempertahankan kesetiaan karyawan pada pihak atau organisasi yang mempekerjakannya (Meyer, Allen dan Smith, 1993). Selanjutnya Scholl (dalam Meyer, Allen dan Smith, 1993) menyatakan bahwa komitmen normatif dapat pula terbentuk melalui penerimaan keuntungan- keuntungan, seperti pembayaran subsidi biaya pendidikan/pelatihan, yang menciptakan sebuah rasa kewajiban untuk membalas dalam diri karyawan. Dengan kata lain karyawan merasa bahwa organisasi telah menanamkan investasi didalam dirinya. Pada hasil wawancara, PGN sangat memperhatikan pengembangan keahlian dan keterampilan karyawannya terutama dalam hal teknis, dengan selalu mengadakan pelatihan-pelatihan dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan karyawannya dalam melaksanakan tugasnya. Sebagian besar responden berpendapat bahwa dilihat dari segala yang telah diberikan perusahaan ke karyawan merupakan suatu keharusan untuk mereka (karyawan) menjadi loyal terhadap dan berusaha memberikan yang terbaik untuk perusahaan.

Hasil analisis PLS berdasarkan gender menunjukkan beberapa persamaan dan perbedaan persepsi responden pria dan wanita. Hasil analisis nilai rataan skor maupun nilailoadingpada PLS,wanita memiliki nilai komitmen yang lebih besar dibanding pria. Menurut Mowday (1982) mengatakan bahwa wanita sebagai kelompok cenderung memiliki komitmen terhadap organisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Wanita pada umumnya harus mengatasi lebih banyak rintangan dalam mencapai posisi mereka pada organisasi sehingga keanggotaan

dalam organisasi menjadi lebih penting bagi mereka. diperkuat oleh hasil penelitian Ali Nina (1996) dalam pada sejumlah karyawan di Jakarta menyatakan bahwa Karyawan wanita memiliki komitmen afektif yang lebih tinggi secara bermakna dibandingkan karyawan pria.

Berdasarkan analisis PLS pada responden wanita, menunjukkan bahwa penerapan faktor-faktor QWL berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan wanita. Hal ini menunjukkan penerapan QWL yang semakin baik akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan wanita. Namun penerapan QWL dan tingkat kepuasan kerja karyawan tidak berpengaruh signifikan terhadap komitmen karyawan wanita. Dari hasil wawancara, hal ini disebabkan karena karyawan wanita bukan pencari nafkah utama keluarga. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan meraka (karyawan wanita) bertahan perusahaan tersebut adalah proses penyaringan dan seleksi karyawan yang cukup ketat. Dengan demikian, faktor-faktor tersebut merupakan pemicu bagi karyawan wanita untuk tetap mempertahankan komitmennya di perusahaan, meskipun terjadi perubahan dalam penerapan sistem perusahaan.

Namun jika dilihat dari hasil uji anova diperoleh bahwa perbedaan tingkat komitmen antara pria dengan wanita di atas tidak signifikan. Begitu pula dengan tingkat kepuasan kerja pria dan wanita. Hal ini seiring dengan teori Robbin (2003) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan konsisten pada pria maupun wanita dalam hal kemampuan memecahkan masalah, motivasi, kemampuan belajar serta kepuasan kerja.

Dokumen terkait