• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN

Keberadaan spesies pada suatu habitat tidak terlepas dari kemampuan distribusi dan adaptasi spesies tersebut (Whittaker 1998). Kemampuan distribusi dan adaptasi spesies semut bergantung pada jenis spesiesnya (Holldobler & Wilson 1990). Adanya aktivitas dan keberadaan manusia dapat mempengaruhi keberadaan spesies semut dan pola distribusinya pada suatu daerah (Suarez et al.

1998; Gibb & Hochuli 2003; Graham et al. 2004; Schoereder 2004), bahkan beberapa spesies semut telah beradaptasi dan hidup bersama dengan manusia (semut tramp). Beberapa spesies semut tramp bersifat invasif dan selalu membuat sarang di sekitar struktur yang dibuat oleh manusia (Schultz & McGlynn 2000), serta memiliki mekanisme kolonisasi khusus sebagai hasil adaptasi dengan gangguan manusia (Gibb & Hochuli 2003).

Konversi habitat yang dilakukan manusia dan keberadaan spesies invasif menyebabkan terjadinya homogenisasi biotik atau penggantian lokal biota oleh spesies pendatang yang dapat co-exist dengan manusia (McKinney & Lockwood

2001; Olden et al. 2004). Spesies semut endemik cenderung rentan dengan

perubahan habitat dan tidak mampu bersaing dengan spesies semut invasif. Kemampuan adaptasi dan mekanisme tertentu yang dimiliki semut invasif menjadikan keberadaannya dapat mempengaruhi spesies semut lain (Holway et al. 2002; Hill et al. 2003). Sebagai contoh penelitian Hill et al. (2003), semut invasif

Anoplolepis gracilipes mempengaruhi komunitas invertebrata lain bahkan

beberapa di antaranya mengalami kepunahan.

Di daerah kepulauan, keberadaan spesies semut selain dipengaruhi oleh luas pulau dan jarak isolasi pulau dari sumber kolonisasi (MacArthur & Wilson 1967; Wilson 1961) juga dipengaruhi sejarah geologi pulau dan sejarah gangguan habitat yang ada di pulau tersebut. Walaupun demikian, informasi mengenai biogeografi semut belum banyak diketahui (McGlynn 1999). Informasi masih

33 terbatas pada distribusi semut di dunia (McGlynn 1999). Pulau yang terisolasi dan habitatnya tidak terganggu oleh manusia memiliki peluang sangat tinggi terdapat spesies endemik di dalamnya Lomolino (2000). Tingkat gangguan manusia tinggi pada suatu pulau akan selalu diikuti dengan keberadaan spesies semut tramp atau invasif di dalamnya.

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari keberadaan dan pola distribusi spesies semut di Kepulauan Seribu. Keberadaan dan pola distribusi spesies terkait dengan sejarah pulau dan tingkat gangguan habitat oleh manusia di pulau tersebut (Whittaker 1998). Kepulauan Seribu yang berlokasi dekat dengan Jakarta menjadikan tingkat gangguan habitat sangat tinggi. Tiap-tiap pulau memiliki sejarah gangguan habitat yang berbeda, seperti gangguan habitat Pulau Onrust telah terjadi sejak penjajahan Belanda (PEMDA DKI 2003).

BAHAN DAN METODE

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Seribu yang secara geografi terbentang antara 106°20’ - 106°50’ BT dan 05°20’ - 06°00’ LS. Pengambilan contoh semut dilakukan pada 18 pulau yang memiliki perbedaan karakteristik pulau meliputi luas pulau, jarak isolasi pulau dengan Pulau Jawa, jenis penggunaan lahan, dan keberadaan dermaga. Luas pulau bervariasi antara 1 ha (Pulau Semak Daun) hingga 52,87 ha (Pulau Pari). Pulau terdekat dengan Pulau Jawa adalah Pulau Onrust yaitu 2,2 km, sedangkan pulau terjauh Pulau Dua Timur yaitu 62,6 km. Penggunaan lahan terdiri atas tiga jenis yaitu (1) pulau yang hanya terdapat perumahan (seperti Pulau Onrust), (2) pulau yang terdapat hutan dan perumahan (seperti Pulau Untung Jawa), dan (3) pulau yang hanya terdiri atas hutan (seperti Pulau Bokor). Umumnya di setiap pulau telah banyak mengalami gangguan manusia yaitu ditunjukkan dengan keberadaan dermaga di pulau tersebut. Walaupun demikian, ada beberapa pulau yang tidak memiliki dermaga seperti Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Dua Timur.

Pengambilan contoh semut dilaksanakan dari bulan Maret hingga Mei 2005. Setiap pulau dilakukan pengambilan contoh semut pada plot berukuran 5 m x 5 m dengan jumlah plot bergantung pada jenis penggunaan lahan (keanekaragaman

patch) di suatu pulau dan kelengkapan spesies semut yang diperoleh. Pulau yang

heterogen, plot pengambilan contoh semut ditempatkan mewakili keseluruhan

patch. Spesies semut pada suatu pulau dinilai lengkap (mewakili keseluruhan

spesies semut yang ada di suatu pulau) apabila tidak ditemukan lagi spesies semut yang baru dengan penambahan jumlah plot.

Setiap plot dilakukan pengambilan contoh semut dengan metode koleksi intensif (Bestelmeyer et al. 2000; Delabie et al. 2000; Hashimoto et al. 2001). Koleksi intensif semut dilakukan pada tiga habitat yaitu (1) di dalam serasah atau tanah, (2) di atas permukaan tanah, dan (3) pada tumbuhan (vegetasi). Lama pengambilan contoh semut untuk satu plot berkisar 15 – 30 menit. Jenis semut yang sama pada satu plot hanya dikoleksi beberapa individu saja, sehingga data kekayaan spesies yang diperoleh berupa data presence-absence atau ada tidaknya spesies semut pada suatu plot.

Semut yang dikoleksi dimasukkan dalam micro tube yang berisi alkohol

70% dan diberi label. Selanjutnya spesimen semut tersebut dibawa ke laboratorium untuk dilakukan sortasi dan identifikasi. Identifikasi awal dilakukan

sampai tingkat morfospesies genus dengan menggunakan buku Identification

Guide to The Ant Genera of The World (Bolton 1997) dan selanjutnya spesimen

dikirim kepada ahli taksonomi semut di Jepang untuk dilakukan pengecekan ulang dan identifikasi hingga tingkat spesies.

Analisis Data

Habitat utama suatu spesies semut diduga dengan menggunakan frekuensi keberadaan spesies pada habitat tertentu. Data frekuensi diperoleh berdasarkan proporsi ditemukannya spesies ke-i pada habitat ke-j dari keseluruhan plot pengambilan contoh semut yang dilakukan (210 plot). Persamaan untuk menentukan keberadaan spesies semut adalah:

35

Hubungan keberadaan spesies semut dengan karakteristik pulau di

Kepulauan Seribu dipelajari dengan menggunakan canonical correspondence

analysis (CCA) (ter Braak 1996). CCA merupakan teknik analisis multivariat

yang menghubungkan struktur komunitas spesies dengan karakteristik lingkungan yang diketahui. Hubungan spesies dengan karakteristik lingkungan digambarkan melalui grafik ordinasi. Karakteristik lingkungan ditampilkan berupa anak panah, sedangkan spesies berupa titik. Kedekatan posisi spesies dengan karakteristik lingkungan menunjukkan spesies tersebut memiliki hubungan yang kuat dengan karakteristik lingkungan tersebut. CCA dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak Canoco 4.5 (ter Braak & Šmilauer 2002). Selain itu, keberadaan dan pola distribusi spesies semut pada karakteristik pulau tertentu juga dipetakan dengan menggunakan grafik sederhana. Jenis spesies yang dipetakan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu (1) spesies cryptic, (2) spesies invasif dan (3) spesies semut yang hanya ditemukan pada jarak isolasi pulau tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kekayaan Spesies Semut di Kepulauan Seribu

Kekayaan spesies semut yang ditemukan di Kepulauan Seribu berjumlah 48 spesies yang termasuk dalam 5 subfamili dan 28 genus. Keseluruhan spesies tersebut tersebar pada 18 pulau, beberapa spesies hanya ditemukan pada pulau tertentu dan bahkan hanya pada habitat tertentu saja (Tabel 5). Spesies semut

Amblyopone sp.01 of SKY, Hypoponera sp.04, dan Ponera sp.01 hanya

ditemukan pada pulau tertentu saja. Hal tersebut diduga karena ketiga spesies semut tersebut hanya bisa beradaptasi pada pulau tertentu atau kondisi habitat tertentu saja. Selain itu, spesies-spesies tersebut diduga tidak memiliki kemampuan menyebar yang baik.

100 x 210 j - ke habitat pada i - ke spesies ditemukan plot jumlah (%) spesies Keberadaan =

di Kepulauan Seribu

No Spesies Lokasi pulau 1) Habitat 2)

Dolichoderinae 1. Dolichoderus thoracicus 3, 6, 7, 8, 9, 12, 15 TS, PT, V 2. Iridomyrmex anceps 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18 TS, PT, V 3. Philidris sp.01 4, 5, 6, 8, 9, 14, 15, 16, 17 TS, PT, V 4. Philidris sp.02 4, 6, 11, 15, 16, 17, 18 TS, PT, V

5. Tapinoma sp. aff. melanocephalum Semua pulau TS, PT, V

6. Tapinoma sp.07 of SKY 3, 5, 6, 7, 8, 9,11, 12,14, 15, 16, 17, 18 TS, PT, V 7. Technomyrmex albipes 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18 TS, PT, V 8. Technomyrmex kraepelini 2, 4, 9,11, 12, 13,15, 16 PT, V Formicinae 9. Anoplolepis gracilipes 3, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14 TS, PT, V 10. Camponotus reticulatus 2, 3, 4, 5, 6,8, 9,11, 12, 13, 14, 15, 16, 18 PT, V 11. Camponotus sp.47 of SKY 1, 2, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18 TS, PT, V 12. Echinopla lineata 11, 12, 13, 14, 15, 16, PT, V 13. Oecophylla smaragdina 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16 PT, V

14. Paratrechina longicornis Semua pulau TS, PT, V

15. Paratrechina sp.17 of SKY 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 14, 16, 17, 18 TS, PT, V 16. Paratrechina sp.24 of SKY 2, 3, 4, 5, 6, 7, 12, 15, 16, 17 TS, PT, V 17. Polyrhachis abdominalis 11, 12,16, 17, 18 PT, V 18. Polyrhachis arcuata 3, 4, 6, 7,9, 10, 13, 18 PT, V Myrmicinae 19. Cardiocondyla nuda 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18 TS, PT, V 20. Crematogaster difformis 1, 2, 12 PT, V 21. Crematogaster sp.10 of SKY 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18 PT, V 22. Crematogaster sp.70 of SKY 2, 5, 9, 13, 16 TS, PT, V 23. Meranoplus bicolor 6, 7, 8, 14 PT, V 24. Monomorium destructor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 10, 11,13, 14 TS, PT, V 25. Monomorium floricola 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 TS, PT, V 26. Monomorium monomorium (?) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,12, 13,15,17 PT, V

37 Tabel 5 Lanjutan

No Spesies Lokasi pulau 1) Habitat 2)

Myrmicinae

27. Monomorium sp. aff. sp.08 of SKY 2, 7,9 TS, PT, V

28. Oligomyrmex sp. aff. sp.10 of SKY 2, 3, 4, 5, 6 TS

29. Pheidole sp.01 Semua pulau TS, PT, V

30. Pheidole sp.02 4, 11, 16, 17, 18 TS, PT, V 31. Pheidole sp.03 4, 5,13, 14, 17 TS, PT, V 32. Solenopsis geminata 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15 TS, PT, V 33. Solenopsis sp.01 of SKY 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 TS, PT, V 34. Strumigenys emmae 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,11, 12, 13,15, 16, 17, 18 TS 35. Tetramorium pacificum 2, 4,12 PT, V 36. Tetramorium smithi 2, 3, 5, 6, 9,11, 12, 13, 16,18 TS, PT, V 37. Tetramorium walshi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,16 TS, PT, V Ponerinae 38. Amblyopone sp.01 of SKY 3 TS 39. Anochetus graeffei 2,4, 6, 9,11,13,17 TS, PT 40. Hypoponera sp.01 2, 3, 4, 6, 8,10, 11, 12, 15, 18 TS 41. Hypoponera sp.02 3, 4, 6,10 TS 42. Hypoponera sp.03 2,4, 5, 12, 13, 14, 17 TS 43. Hypoponera sp.04 2 TS 44. Odontomachus simillimus 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10,12, 13, 14, 15, 16 TS, PT, V 45. Pachycondyla sp.42 of SKY 2, 14, 16 TS, PT 46. Platythyrea parallela 2, 3, 4, 6, 8, 11, 14, 15 PT, V 47. Ponera sp.01 2 TS Pseudomyrmicinae 48. Tetraponera sp.01 2, 6, 7, 8, 9,11,13, 14,16, 17, 18 PT, V 1)

Lokasi pulau = lokasi pulau dimana spesies semut ditemukan; 1 = Pulau Onrust, 2 = Pulau Rambut, 3 = Pulau Untung Jawa, 4 = Pulau Bokor, 5 = Pulau Lancang Besar, 6 = Pulau Pari, 7 = Pulau Payung Besar, 8 = Pulau Tidung Kecil, 9 = Pulau Pramuka, 10 = Pulau Semak Daun, 11 = Pulau Paniki, 12 = Pulau Kotok Besar, 13 = Pulau Putri Barat, 14 = Pulau Bira Kecil, 15 = Pulau Bundar, 16 = Pulau Nyamplung, 17 = Pulau Penjaliran Barat, 18 = Pulau Dua Timur

2)

Habitat = habitat ditemukannya spesies semut; ST = serasah atau tanah, PT = permukaan tanah, V = tumbuhan atau vegetasi

longicornis, dan Pheidole sp.01 ditemukan pada keseluruhan pulau di Kepulauan Seribu (Tabel 5). Diduga ketiga spesies tersebut memiliki kemampuan penyebaran yang sangat baik. Adanya isolasi pulau tidak menjadi hambatan bagi spesies semut tersebut untuk melakukan penyebaran. Bahkan spesies tersebut diduga mampu beradaptasi dengan berbagai macam kondisi pulau seperti jenis penggunaan lahan dan keberadaan manusia.

Kekayaan spesies semut yang ditemukan di Kepulauan Seribu lebih sedikit bila dibandingkan dengan kekayaan spesies semut di Pulau Jawa. Rizali et al.

(2005) melaporkan sejumlah 94 spesies semut pada habitat perumahan di Bogor, bahkan di Kebun Raya Bogor ditemukan 216 spesies semut (Ito et al. 2001). Hal tersebut menunjukkan bahwa Pulau Jawa merupakan sumber kolonisasi spesies semut bagi pulau-pulau kecil yang ada di sekitarnya.

Keanekaragaman Spesies Semut pada Berbagai Habitat

Komposisi dan kekayaan spesies semut yang ditemukan pada tiap habitat di Kepulauan Seribu beranekaragam, bahkan beberapa spesies hanya ditemukan pada habitat tertentu. Di antaranya pada habitat tanah dan serasah, sebanyak 8

spesies hanya ditemukan pada habitat tersebut yaitu dari genus Amblyopone,

Hypoponera, Oligomyrmex, Ponera, dan Strumigenys (Tabel 5). Spesies-spesies

tersebut merupakan kelompok spesies cryptic yang hanya hidup dalam tanah atau serasah dan tidak muncul dipermukaan tanah bahkan di vegetasi (Brown 2000).

Spesies Anochetus graeffei dan Pachycondyla sp.42 of SKY, keduanya

ditemukan pada dua habitat yaitu di dalam tanah atau serasah dan di atas permukaan tanah (Tabel 5). Walaupun demikian, berdasarkan frekuensi total plot pengambilan contoh yang digunakan dapat disimpulkan bahwa A. graeffei habitat utamanya adalah di dalam tanah atau serasah (6,19 %) (Tabel 6). Hal tersebut

sesuai dengan Brown (2000) bahwa genus Anochetus termasuk ke dalam spesies

cryptic yang hanya hidup di dalam tanah dan serasah. Sedangkan Pachycondyla

sp.42 of SKY, habitat utamanya adalah di permukaan tanah yaitu berdasarkan frekuensi keberadaannya pada habitat tersebut (1,43 %) (Tabel 6).

39 Tabel 6 Frekuensi ditemukannya spesies semut pada habitat tanah atau serasah

dan permukaan tanah

Habitat (%) No Spesies

Tanah atau serasah Permukaan tanah

1. Anochetus graeffei 6,19 1,43

2. Pachycondyla sp.42 of SKY 0,95 1,43

Spesies Camponotus reticulatus, Crematogaster sp.10 of SKY, Tetraponera

sp.01, dan Oecophylla smaragdina umum ditemukan pada vegetasi (tumbuhan)

walaupun ditemukan juga pada di atas permukaan tanah (Tabel 7). Menurut

Brown (2000) genus Oecophylla dan Tetraponera biasa membuat sarang di

vegetasi, sedangkan genus Camponotus habitatnya bisa pada tumbuhan, tanah

atau serasah. Perilaku pekerja yang umumnya menjelajah sampai ke permukaan tanah untuk mencari makanan menjadikan spesies-spesies tersebut ditemukan juga di habitat permukaan tanah.

Tabel 7 Frekuensi ditemukannya spesies semut pada habitat permukaan tanah dan vegetasi

Habitat (%) No Spesies

Permukaan tanah Vegetasi

1. Camponotus reticulatus 15,71 22,86 2. Crematogaster difformis 0,48 1,43 3. Crematogaster sp.10 of SKY 12,38 38,57 4. Echinopla lineata 2,38 5,71 5. Meranoplus bicolor 2,86 0,48 6. Monomorium monomorium (?) 7,62 11,90 7. Oecophylla smaragdina 31,90 43,33 8. Platythyrea parallela 1,90 2,86 9. Polyrhachis abdominalis 2,38 8,10 10. Polyrhachis arcuata 5,24 4,76 11. Technomyrmex kraepelini 9,52 5,24 12. Tetramorium pacificum 0,48 2,86 13. Tetraponera sp.01 1,43 13,81

tanah atau serasah, permukaan tanah, dan vegetasi) Habitat (%) No Spesies

Tanah atau serasah Permukaan tanah Vegetasi

1. Anoplolepis gracilipes 1,90 22,38 17,62 2. Camponotus sp.47 of SKY 1,90 17,62 8,10 3. Cardiocondyla nuda 3,81 16,19 2,86 4. Crematogaster sp.70 of SKY 0,95 1,90 7,62 5. Dolichoderus thoracicus 0,48 10,95 14,76 6. Iridomyrmex anceps 0,48 28,10 16,19 7. Monomorium destructor 0,48 8,10 5,24 8. Monomorium floricola 7,62 27,14 7,14

9. Monomorium sp. aff. sp.08 of SKY 0,95 0,48 0,48

10. Odontomachus simillimus 2,38 35,71 0,95 11. Paratrechina longicornis 3,33 72,38 57,14 12. Paratrechina sp.17 of SKY 7,62 19,05 7,62 13. Paratrechina sp.24 of SKY 4,76 3,81 4,29 14. Pheidole sp.01 49,05 55,24 6,19 15. Pheidole sp.02 2,38 3,81 0,48 16. Pheidole sp.03 1,90 4,76 0,95 17. Philidris sp.01 2,38 9,52 4,29 18. Philidris sp.02 0,48 9,05 14,29 19. Solenopsis geminata 8,57 40,48 6,19 20. Solenopsis sp.01 of SKY 27,62 0,48 2,38

21. Tapinoma sp. aff. melanocephalum 8,57 56,19 51,43

22. Tapinoma sp.07 of SKY 1,90 6,67 21,90

23. Technomyrmex albipes 0,48 3,81 14,76

24. Tetramorium smithi 2,38 5,71 6,19

25. Tetramorium walshi 23,33 46,67 9,52

Spesies yang ditemukan pada keseluruhan habitat juga memiliki

kecenderungan dominan pada habitat tertentu (Tabel 8). Seperti Anoplolepis

gracilipes, Camponotus sp.47 of SKY, Cardiocondyla nuda, Iridomyrmex anceps,

Monomorium floricola, Monomorium destructor Odontomachus simillimus,

41

geminata, Tapinoma sp. aff. melanocephalum, dan Tetramorium walshi,

walaupun ditemukan pada keseluruhan habitat, spesies-spesies tersebut lebih dominan ditemukan pada habitat permukaan tanah. Spesies-spesies semut yang tersebut diatas dominan di permukaan tanah karena termasuk semut tramp yang hidupnya berasosiasi sangat dekat dengan manusia dan umumnya selalu membuat sarang di sekitar struktur yang dibuat oleh manusia (Schultz & McGlynn 2000). Bahkan beberapa spesies seperti A. gracilipes memiliki mekanisme kolonisasi khusus sebagai hasil adaptasi dengan gangguan manusia (Gibb & Hochuli 2003).

Pola Distribusi dan Keberadaan Spesies Semut

Berdasarkan hasil ordinasi dengan menggunakan CCA menunjukkan bahwa beberapa spesies semut keberadaannya cenderung dipengaruhi oleh karakteristik pulau meliputi luas pulau, jarak isolasi pulau, jenis penggunaaan lahan (rumah dan perumahan), dan keberadaan dermaga (Gambar 13). Hal yang sama juga ditunjukkan berdasarkan pemetaan spesies dengan menggunakan grafik (Gambar 14, 15, dan 16). Hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan spesies semut tertentu memiliki hubungan dengan karakteristik pulau tertentu.

Keberadaan beberapa spesies cryptic cenderung dipengaruhi oleh jarak

isolasi pulau dan jenis penggunaan lahan pada pulau tersebut (Gambar 13 dan 14).

Seperti Amblyopone sp.01 of SKY hanya ditemukan di Untung Jawa, sedangkan

Hypoponera sp.4 dan Ponera sp. 1 hanya ditemukan di Pulau Rambut. Ketiga

spesies tersebut hanya ditemukan pada pulau yang dekat dengan Pulau Jawa (Gambar 14). Adanya hubungan keberadaan spesies semut tersebut dengan jarak isolasi pulau dan keberadaan hutan pada suatu pulau menjadikannya berpotensi sebagai spesies indikator di Kepulauan Seribu.

Spesies semut eksotik ditemukan keberadaannya di Kepulauan Seribu pada penelitian ini, bahkan keseluruhan spesies eksotik tersebut dikenal bersifat invasif yaitu Anoplolepis gracilipes, Solenopsis geminata dan Paratrechina longicornis

(McGlynn 1999). Keberadaan spesies A. gracilipes dan S. geminata pada suatu pulau berhubungan dengan keberadaan dermaga pada pulau tersebut (Gambar 13 dan 15). Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua spesies eksotik invasif tersebut

aktivitas yang dilakukan manusia menurut Gibb dan Hochuli (2003) juga membantu proses kolonisasi semut invasif tersebut. Berbeda dengan spesies P.

longicornis, spesies eksotik invasif ini mampu menyebar keseluruhan pulau di

Kepulauan Seribu tanpa dipengaruhi hambatan jarak isolasi pulau. P. longicornis

memiliki kemampuan penyebaran yang sangat baik dan mampu beradaptasi dengan berbagai macam kondisi habitat (Brown 2000; McGlynn 1999).

Beberapa spesies semut tertentu keberadaanya hanya dipengaruhi oleh faktor jarak isolasi pulau dengan Pulau Jawa. Seperti Polyrachis abdominalis dan

Echinopla lineata (Gambar 13), kedua spesies tersebut hanya ditemukan pada

pulau dengan jarak isolasi di atas 34 km dari Pulau Jawa (Gambar 16). Demikian

juga Meranoplus bicolor yang hanya ditemukan pada kisaran jarak 16 – 43 km

dari Pulau Jawa (Gambar 16). Sedangkan Tetramorium pacificum, Monomorium

sp. aff. sp.08 of SKY dan Crematogaster difformis hanya ditemukan pada pulau- pulau dengan jarak isolasi di bawah 34 km dari Pulau Jawa. Walaupun demikian, hasil tersebut belum dapat digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa jarak suatu pulau dengan Pulau Jawa mempengaruhi pola distribusi dan keberadaan spesies semut tersebut. Hal tersebut karena keseluruhan spesies semut tersebut dapat ditemukan di Pulau Jawa walaupun di Kepulauan Seribu hanya ditemukan pada jarak isolasi pulau tertentu. Faktor gangguan habitat diduga menjadi penyebab utama hilangnya spesies semut tersebut pada pulau-pulau yang lokasinya dekat dengan pulau Jawa, sehingga menimbulkan perbedaan keberadaan spesies semut pada pulau-pulau di Kepulauan Seribu.

Spesies semut yang ada di Pulau Seribu secara umum terdapat juga di Pulau Jawa, hal ini diduga karena kepulauan tersebut secara sejarah geografi pulau

termasuk dalam wilayah daratan Oriental (Wallace dalam Whittaker 1998).

Walaupun demikian, keberadaan spesies semut endemik tidak ditemukan di Kepulauan Seribu dari hasil penelitian ini. Padahal spesies tersebut dapat digunakan sebagai indikator dan memberikan informasi yang penting untuk studi biogeografi kepulauan.

43

Phi sp2 = Philidris sp.02; Tec kra = Technomyrmex kraepelini; Anp grc =

Anoplolepis gracilipes; Cam sp47 = Camponotus sp.47 of SKY; Ech lin = Echinopla lineata; Par sp17 = Paratrechina sp.17 of SKY; Pol abd = Polyrhachis abdominalis;

Pol arc = Polyrhachis arcuata; Cre dif = Crematogaster difformis; Cre sp70 =

Crematogaster sp.70 of SKY; Mer bic = Meranoplus bicolor; Mon sp8 =

Monomorium sp. aff. sp.08 of SKY; Oli sp10 = Oligomyrmex sp. aff. sp.10 of SKY;

Phe sp2 = Pheidole sp.02; Sol gem = Solenopsis geminata; Tet pac = Tetramorium

pacificum; Tet smi = Tetramorium smithi; Amb sp1 = Amblyopone sp.01 of SKY;

Hyp sp1 = Hypoponera sp.01; Hyp sp2 = Hypoponera sp.02; Hyp sp3 = Hypoponera sp.03; Hyp sp4 = Hypoponera sp.04; Pac sp42 = Pachycondyla sp.42 of SKY; Pla par = Platythyrea parallela; Pon sp1 = Ponera sp.01; Ttr sp1 = Tetraponera sp.01

Gambar 13 Ordinasi canonical corespondence analysis (CCA) antara spesies semut (∆) dengan karakteristik pulau (panah). Spesies yang berposisi di pusat

44 Gambar 14 Pola distribusi dan keberadaan spesies semut cryptic di Kepulauan Seribu

2.2 4.2 4.8 7 9.4 16.1 20.8 22.8 28.6 31.2 34.2 35.1 43.2 45.9 52.6 54.9 59.6 62.6 8.23 45.80 39.12 16.34 26.43 52.87 22.74 19.71 19.92 1.00 22.65 5.80 8.62 9.63 5.76 8.96 21.65 21.42 P P P P P P P P P A P A P P P A A A R H HR H R HR HR HR HR H HR H HR HR HR H H H Amblyopone sp.01 of SKY Hypoponera sp.01 Hypoponera sp.02 Hypoponera sp.03 Hypoponera sp.04

Oligomyrmex sp. aff. sp.10 of SKY Ponera sp.01

Strumigenys emmae

Jarak isolasi (km) Luas area (ha)

Dermaga (A = tidak ada; P = ada) Penggunaan lahan (H = hutan; R = perumahan; HR = hutan dan perumahan)

45 Gambar 15 Pola distribusi dan keberadaan spesies semut invasif di Kepulauan Seribu

2.2 4.2 4.8 7 9.4 16.1 20.8 22.8 28.6 31.2 34.2 35.1 43.2 45.9 52.6 54.9 59.6 62.6 8.23 45.80 39.12 16.34 26.43 52.87 22.74 19.71 19.92 1.00 22.65 5.80 8.62 9.63 5.76 8.96 21.65 21.42 P P P P P P P P P A P A P P P A A A R H HR H R HR HR HR HR H HR H HR HR HR H H H Anoplolepis gracilipes Solenopsis geminata Paratrechina longicornis Jarak isolasi (km) Luas area (ha)

Dermaga (A = tidak ada; P = ada) Penggunaan lahan (H = hutan; R = perumahan; HR = hutan dan perumahan)

46 Gambar 16 Pola distribusi dan keberadaan beberapa spesies semut yang dipengaruhi oleh jarak isolasi pulau di Kepulauan Seribu 2.2 4.2 4.8 7 9.4 16.1 20.8 22.8 28.6 31.2 34.2 35.1 43.2 45.9 52.6 54.9 59.6 62.6 8.23 45.80 39.12 16.34 26.43 52.87 22.74 19.71 19.92 1.00 22.65 5.80 8.62 9.63 5.76 8.96 21.65 21.42 P P P P P P P P P A P A P P P A A A R H HR H R HR HR HR HR H HR H HR HR HR H H H Tetramorium pacificum Polyrhachis abdominalis Pheidole sp.02 Pachycondyla sp.42 of SKY Monomorium sp. aff. sp.08 of SKY Crematogaster difformis

Echinopla lineata Meranoplus bicolor

Jarak isolasi (km) Luas area (ha)

Dermaga (A = tidak ada; P = ada) Penggunaan lahan (H = hutan; R = perumahan; HR = hutan dan perumahan)

47

Spesies Odontoponera denticulata yang merupakan spesies endemik di

wilayah Indomalaya (Brown 2000) tidak ditemukan keberadaannya di Kepulauan Seribu, padahal spesies semut tersebut umum ditemukan di daerah urban Bogor (Rizali et al. 2005) dan daerah lain di Jawa. Spesies ini merupakan spesies

epigaeic yang habitat utamanya di permukaan tanah (Brown 2000). Kemampuan

distribusi dan habitat yang tidak sesuai diduga menjadi faktor yang mempengaruhi

keberadaan spesies tersebut di Kepulauan Seribu. Penyebaran O. denticulata

diduga tidak difasilitasi oleh manusia sehingga adanya isolasi laut menjadi faktor pembatas utama penyebarannya. Kondisi tanah di Kepulauan Seribu yang berbeda dengan di Jawa diduga juga menjadi penyebab tidak ditemukannya spesies tersebut di Kepulauan Seribu.

KESIMPULAN

Pola distribusi dan keberadaan spesies semut di Kepulauan Seribu dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu luas area, jarak isolasi pulau, jenis penggunaan lahan, dan keberadaan dermaga pada pulau tersebut. Beberapa spesies cryptic keberadaannya hanya ditemukan pada pulau tertentu, sehingga spesies semut tersebu berpotensi digunakan sebagai indikator. Keberadaan spesies semut invasif berhubungan erat dengan keberadaan dermaga pada suatu pulau. Adanya dermaga mempermudah akses manusia, sehingga memfasilitasi spesies semut invasif terdistribusi ke pulau tersebut. Gangguan habitat yang tinggi pada pulau-pulau di Kepulauan Seribu menjadikan hilangnya spesies semut tertentu yaitu ditunjukkan dari keberadaan Polyrachis abdominalis dan Echinopla

lineata hanya ditemukan pada pulau dengan jarak isolasi di atas 34 km dari Pulau

Pemilihan alat dan metode yang tepat diperlukan dalam penelitian yang terkait dengan keanekaragaman semut pada daerah kepulauan. Hubungan keanekaragaman semut dengan karakteristik pulau dapat diketahui apabila menggunakan (1) data karakteristik pulau yang tepat dan (2) data keanekaragaman semut yang menggambarkan keseluruhan jenis spesies semut pada pulau tersebut. Penggunaan SIG dalam penelitian ini sangat membantu dalam pengukuran data karakteristik pulau. SIG mempermudah baik dalam tahap pengambilan data di lapangan maupun pada proses pemetaan dan pengukuran karakteristik pulau.

Metode koleksi semut secara intensif dalam suatu plot yang digunakan pada penelitian ini merupakan metode yang sangat efektif untuk menggambarkan keanekaragaman semut pada pulau tersebut. Koleksi semut yang dilakukan pada tanah atau serasah, permukaan tanah, dan vegetasi (tumbuhan) dapat memberikan informasi yang lengkap mengenai keanekaragaman semut pada keseluruhan habitat di suatu pulau. Walaupun demikian, jumlah plot pengambilan contoh yang digunakan pada suatu pulau juga menentukan kelengkapan jenis spesies semut yang diperoleh. Plot pengambilan contoh yang banyak dan penempatannya mewakili keseluruhan patch penggunaan lahan pada suatu pulau akan mendapatkan keanekaragaman semut yang menggambarkan keseluruhan spesies semut yang ada pada suatu pulau yaitu ditunjukkan dengan nilai prediksi ICE yang tinggi. Prediksi kelengkapan pengambilan contoh semut di lapangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah berdasarkan tidak adanya penambahan spesies semut yang baru dengan penambahan plot pengambilan contoh. Hal tersebut dilakukan untuk efisiensi pelaksanaan penelitian di lapangan. Informasi

Dokumen terkait