AKHMAD RIZALI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
AKHMAD RIZALI. Keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu, Indonesia. Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI, LILIK BUDI PRASETYO, dan HERMANU TRIWIDODO.
Penelitian ini mempelajari keanekaragaman semut pada berbagai karakteristik pulau di Kepulauan Seribu, Indonesia. Tujuan penelitian adalah (1) mengukur dan mempelajari berbagai karakteristik pulau di Kepulauan Seribu berdasarkan sistem informasi geografi (SIG), (2) mempelajari hubungan karakteristik pulau dengan keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu, dan (3) mempelajari pola distribusi dan keberadaan spesies semut di Kepulauan Seribu. Penelitian dilaksanakan pada 18 pulau di Kepulauan Seribu yang secara geografi terbentang antara 106°20’ - 106°50’ BT dan 05°20’ - 06°00’ LS. SIG digunakan untuk melakukan pemetaan dan pengukuran karakteristik pulau yang merupakan lokasi pengambilan contoh semut. Jarak isolasi pulau yang terukur berkisar antara 2,2 - 62,6 km, sedangkan luas pulau antara 1,00 - 52,87 ha. Pengambilan contoh semut dilakukan dengan metode koleksi intensif dalam plot pada keseluruhan patch di suatu pulau. Kurva akumulasi spesies digunakan untuk menduga keseluruhan spesies semut yang ada. Berdasarkan total plot contoh yang dilakukan, spesies semut yang berhasil dikoleksi di Kepulauan Seribu mencapai 96,87% yaitu berdasarkan nilai incidence-base coverage estimator (ICE). Secara keseluruhan spesies semut yang ditemukan di Kepulauan Seribu berjumlah 48 spesies yang termasuk dalam 5 subfamili dan 28 genus. Komposisi dan kekayaan spesies semut yang ditemukan pada masing-masing pulau di Kepulauan Seribu memiliki perbedaan. Analisis multidimensional scalling (MDS) digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik pulau dengan keanekaragaman semut yang digambarkan dalam grafik dua dimensi. Secara umum terlihat bahwa terdapat kecenderungan karakteristik pulau yaitu luas pulau, jarak isolasi pulau dengan Pulau Jawa, jenis penggunaan lahan, dan keberadaan dermaga mempengaruhi keanekaragaman semut di suatu pulau. Terkait dengan pola distribusi dan keberadaan spesies semut, berdasarkan hasil analisis dengan canonical correspondence analysis (CCA) menunjukkan bahwa masing-masing karakteristik pulau memiliki pengaruh terhadap jenis spesies semut tertentu. Polyrachis abdominalis keberadaannya dipengaruhi oleh peningkatan jarak isolasi pulau. Beberapa spesies cryptic seperti Amblyopone sp.01 of SKY, Hypoponera sp.4 dan Ponera sp. 1, hanya ditemukan pada pulau-pulau yang lokasinya dekat dengan Pulau Jawa. Spesies semut endemik tidak ditemukan di Kepulauan Seribu dari hasil penelitian ini. Sebaliknya, spesies semut eksotik berhasil ditemukan yaitu Anoplolepis gracilipes, Solenopsis geminata dan Paratrechina longicornis yang ketiganya dikenal bersifat invasif. A. gracilipes dan S. geminata hanya ditemukan pada pulau-pulau yang memiliki dermaga saja.
AKHMAD RIZALI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Entomologi dan Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul penelitian : Keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu, Indonesia
Nama : Akhmad Rizali
NIM : A451030021
Program studi : Entomologi - Fitopatologi
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Anggota
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc. Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Entomologi dan Fitopatologi
Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul tesis ini adalah “Keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu, Indonesia” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo M.Sc. dan Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc. masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi serta bantuan dengan penuh keikhlasan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis.
Kepada Dr. Christian H. Schulze, disampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan teknis-ilmiahnya. Prof. Seiki Yamane atas bantuan dan kesediaannya untuk mengecek ulang spesimen dan identifikasi semut hingga tingkat spesies. Selain itu kepada Anna Spengler dan Peter Hartmann penulis juga mengucapkan terimakasih atas dukungan dan kerjasamanya selama penelitian.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS) dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) atas izin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian di Kepulauan Seribu. Penelitian ini dibiayai oleh Center for Conservation and Insect Studies (CCIS) – Peka Indonesia Foundation, Hibah Tim Pasca Sarjana - DIKTI, dan Universitas Bayreuth - Jerman.
Kepada kedua orang tua tercinta - Ayahanda Inhakam dan Ibunda Siti Aminah (alm.), istri, dan seluruh saudara disampaikan terima kasih karena atas doa merekalah penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana, IPB. Semoga Allah SWT memberikan balasan amal baik mereka dengan pahala yang tak terhingga.
Kepada rekan-rekan sekalian, anggota Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, IPB; anggota tim Hibah Pascasarjana; dan rekan-rekan Peka Indonesia, yang telah memberikan dukungan dan doa selama pelaksanaan penelitian. Tak lupa ucapkan terimakasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan jagawana Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu atas kesediaanya dalam menemani selama pengambilan contoh semut. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat dan berguna bagi yang memerlukannya.
Bogor, Juni 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Madiun, Jawa Timur pada tanggal 15 April 1977 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari ayah bernama Inhakam dan ibu bernama Siti Aminah (alm).
Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Wungu, Madiun dan pada tahun yang sama melanjutkan ke IPB melalui jalur Undangan Masuk Perguruan Tinggi Negeri (USMI). Penulis memilih Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (sekarang menjadi Departemen Proteksi Tanaman) - Fakultas Pertanian, dan lulus pada tahun 2000. Selanjutnya penulis bekerja sebagai staf peneliti di Center for Conservation and Insect Studies (CCIS) – Peka Indonesia Foundation. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister Sains, Program Studi Entomologi dan Fitopatologi diperoleh pada tahun 2003. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari tempat penulis bekerja.
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
1 PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
2 KARAKTERISASI PULAU BERDASARKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) ... 3
Pendahuluan ... 3
Bahan dan Metode ... 4
Lokasi Penelitian ... 4
Pengambilan Data Karakteristik Pulau di Lapangan ... 4
Pemetaan Pulau ... 6
Pengukuran Jarak Isolasi dan Luas Pulau ... 6
Hasil dan Pembahasan ... 7
Akurasi Pemetaan Pulau ... 7
Karakteristik 18 Pulau di Kepulauan Seribu ... 9
Kesimpulan ... 18
3 HUBUNGAN KARAKTERISTIK PULAU DENGAN KEANEKARAGAMAN SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU ... 19
Pendahuluan ... 19
Bahan dan Metode ... 20
Lokasi Penelitian ... 20
Pengambilan Contoh Semut ... 22
Analisis Data ... 23
Hasil dan Pembahasan ... 24
Estimasi Kekayaan Spesies Semut ... 24
Hubungan Keanekaragaman Semut dengan Karakteristik Pulau... 27
4 POLA DISTRIBUSI DAN KEBERADAAN SPESIES SEMUT DI
KEPULAUAN SERIBU ... 32
Pendahuluan ... 32
Bahan dan Metode ... 33
Lokasi Penelitian ... 33
Pengambilan Contoh Semut ... 34
Analisis Data ... 34
Hasil dan Pembahasan ... 35
Kekayaan Spesies Semut di Kepulauan Seribu ... 35
Keanekaragaman Spesies Semut pada Berbagai Habitat ... 38
Keberadaan dan Pola Distribusi Spesies Semut ... 41
Kesimpulan ... 47
5 PEMBAHASAN UMUM ... 48
6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
Kesimpulan ... 50
Saran ... 50
Halaman 1 Diskripsi karakteristik 18 pulau di Kepulauan Seribu berdasarkan
SIG ... 10 2 Perbandingan data hasil pengukuran secara manual dan data
sekunder (SK Gubernur DKI Tahun 2000) dengan pengukuran berdasarkan SIG ... 17 3 Diskripsi lokasi penelitian semut meliputi karakteristik 18 pulau di
Kepulauan Seribu beserta jumlah plot contoh dan waktu pelaksanaan
penelitian ... 21 4 Kekayaan spesies semut pada masing-masing pulau di Kepulauan
Seribu ... 25 5 Jenis spesies semut yang ditemukan dan keberadaannya pada
pulau-pulau di Kepulau-pulauan Seribu ... 36 6 Frekuensi ditemukannya spesies semut pada habitat tanah atau
serasah dan permukaan tanah ... 39 7 Frekuensi ditemukannya spesies semut pada habitat permukaan
tanah dan vegetasi ... 39 8 Frekuensi ditemukannya spesies semut pada keseluruhan habitat
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Peta lokasi penelitian di Kepulauan Seribu ... 5 2 Pengukuran jarak pulau di Kepulauan Seribu dengan Pulau Jawa
menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3 ... 7 3 Posisi relatif hasil pengukuran di lapangan dengan digitasi on-screen... 8 4 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan
Seribu; (a) Pulau Untung Jawa, (b) Pulau Rambut, dan (c) Pulau
Onrust ... 11 5 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan
Seribu; (a) Pulau Pari, (b) Pulau Lancang Besar, dan (c) Pulau Bokor .. 12 6 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan
Seribu; (a) Pulau Pramuka, (b) Pulau Tidung Kecil, dan (c) Pulau
Payung Besar ... 13 7 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan
Seribu; (a) Pulau Kotok Besar, (b) Pulau Paniki, dan (c) Pulau Semak Daun ... 14 8 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan
Seribu; (a) Pulau Bundar, (b) Pulau Putri Barat, dan (c) Pulau Bira
Kecil ... 15 9 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan
Seribu; (a) Pulau Dua Timur, (b) Pulau Penjaliran Barat, dan (c)
Pulau Nyamplung ... 16 10 Penempatan plot pengambilan contoh semut pada pulau dengan jenis
penggunaan lahan (1) heterogen dan (2) homogen ... 22 11 Kurva akumulasi spesies semut di Kepulauan Seribu ... 26 12 MDS komposisi spesies semut dari tiap pulau di Kepulauan Seribu
AKHMAD RIZALI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
AKHMAD RIZALI. Keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu, Indonesia. Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI, LILIK BUDI PRASETYO, dan HERMANU TRIWIDODO.
Penelitian ini mempelajari keanekaragaman semut pada berbagai karakteristik pulau di Kepulauan Seribu, Indonesia. Tujuan penelitian adalah (1) mengukur dan mempelajari berbagai karakteristik pulau di Kepulauan Seribu berdasarkan sistem informasi geografi (SIG), (2) mempelajari hubungan karakteristik pulau dengan keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu, dan (3) mempelajari pola distribusi dan keberadaan spesies semut di Kepulauan Seribu. Penelitian dilaksanakan pada 18 pulau di Kepulauan Seribu yang secara geografi terbentang antara 106°20’ - 106°50’ BT dan 05°20’ - 06°00’ LS. SIG digunakan untuk melakukan pemetaan dan pengukuran karakteristik pulau yang merupakan lokasi pengambilan contoh semut. Jarak isolasi pulau yang terukur berkisar antara 2,2 - 62,6 km, sedangkan luas pulau antara 1,00 - 52,87 ha. Pengambilan contoh semut dilakukan dengan metode koleksi intensif dalam plot pada keseluruhan patch di suatu pulau. Kurva akumulasi spesies digunakan untuk menduga keseluruhan spesies semut yang ada. Berdasarkan total plot contoh yang dilakukan, spesies semut yang berhasil dikoleksi di Kepulauan Seribu mencapai 96,87% yaitu berdasarkan nilai incidence-base coverage estimator (ICE). Secara keseluruhan spesies semut yang ditemukan di Kepulauan Seribu berjumlah 48 spesies yang termasuk dalam 5 subfamili dan 28 genus. Komposisi dan kekayaan spesies semut yang ditemukan pada masing-masing pulau di Kepulauan Seribu memiliki perbedaan. Analisis multidimensional scalling (MDS) digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik pulau dengan keanekaragaman semut yang digambarkan dalam grafik dua dimensi. Secara umum terlihat bahwa terdapat kecenderungan karakteristik pulau yaitu luas pulau, jarak isolasi pulau dengan Pulau Jawa, jenis penggunaan lahan, dan keberadaan dermaga mempengaruhi keanekaragaman semut di suatu pulau. Terkait dengan pola distribusi dan keberadaan spesies semut, berdasarkan hasil analisis dengan canonical correspondence analysis (CCA) menunjukkan bahwa masing-masing karakteristik pulau memiliki pengaruh terhadap jenis spesies semut tertentu. Polyrachis abdominalis keberadaannya dipengaruhi oleh peningkatan jarak isolasi pulau. Beberapa spesies cryptic seperti Amblyopone sp.01 of SKY, Hypoponera sp.4 dan Ponera sp. 1, hanya ditemukan pada pulau-pulau yang lokasinya dekat dengan Pulau Jawa. Spesies semut endemik tidak ditemukan di Kepulauan Seribu dari hasil penelitian ini. Sebaliknya, spesies semut eksotik berhasil ditemukan yaitu Anoplolepis gracilipes, Solenopsis geminata dan Paratrechina longicornis yang ketiganya dikenal bersifat invasif. A. gracilipes dan S. geminata hanya ditemukan pada pulau-pulau yang memiliki dermaga saja.
AKHMAD RIZALI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Entomologi dan Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul penelitian : Keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu, Indonesia
Nama : Akhmad Rizali
NIM : A451030021
Program studi : Entomologi - Fitopatologi
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Anggota
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc. Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Entomologi dan Fitopatologi
Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul tesis ini adalah “Keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu, Indonesia” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo M.Sc. dan Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc. masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi serta bantuan dengan penuh keikhlasan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis.
Kepada Dr. Christian H. Schulze, disampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan teknis-ilmiahnya. Prof. Seiki Yamane atas bantuan dan kesediaannya untuk mengecek ulang spesimen dan identifikasi semut hingga tingkat spesies. Selain itu kepada Anna Spengler dan Peter Hartmann penulis juga mengucapkan terimakasih atas dukungan dan kerjasamanya selama penelitian.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS) dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) atas izin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian di Kepulauan Seribu. Penelitian ini dibiayai oleh Center for Conservation and Insect Studies (CCIS) – Peka Indonesia Foundation, Hibah Tim Pasca Sarjana - DIKTI, dan Universitas Bayreuth - Jerman.
Kepada kedua orang tua tercinta - Ayahanda Inhakam dan Ibunda Siti Aminah (alm.), istri, dan seluruh saudara disampaikan terima kasih karena atas doa merekalah penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana, IPB. Semoga Allah SWT memberikan balasan amal baik mereka dengan pahala yang tak terhingga.
Kepada rekan-rekan sekalian, anggota Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, IPB; anggota tim Hibah Pascasarjana; dan rekan-rekan Peka Indonesia, yang telah memberikan dukungan dan doa selama pelaksanaan penelitian. Tak lupa ucapkan terimakasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan jagawana Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu atas kesediaanya dalam menemani selama pengambilan contoh semut. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat dan berguna bagi yang memerlukannya.
Bogor, Juni 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Madiun, Jawa Timur pada tanggal 15 April 1977 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari ayah bernama Inhakam dan ibu bernama Siti Aminah (alm).
Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Wungu, Madiun dan pada tahun yang sama melanjutkan ke IPB melalui jalur Undangan Masuk Perguruan Tinggi Negeri (USMI). Penulis memilih Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (sekarang menjadi Departemen Proteksi Tanaman) - Fakultas Pertanian, dan lulus pada tahun 2000. Selanjutnya penulis bekerja sebagai staf peneliti di Center for Conservation and Insect Studies (CCIS) – Peka Indonesia Foundation. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister Sains, Program Studi Entomologi dan Fitopatologi diperoleh pada tahun 2003. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari tempat penulis bekerja.
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
1 PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
2 KARAKTERISASI PULAU BERDASARKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) ... 3
Pendahuluan ... 3
Bahan dan Metode ... 4
Lokasi Penelitian ... 4
Pengambilan Data Karakteristik Pulau di Lapangan ... 4
Pemetaan Pulau ... 6
Pengukuran Jarak Isolasi dan Luas Pulau ... 6
Hasil dan Pembahasan ... 7
Akurasi Pemetaan Pulau ... 7
Karakteristik 18 Pulau di Kepulauan Seribu ... 9
Kesimpulan ... 18
3 HUBUNGAN KARAKTERISTIK PULAU DENGAN KEANEKARAGAMAN SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU ... 19
Pendahuluan ... 19
Bahan dan Metode ... 20
Lokasi Penelitian ... 20
Pengambilan Contoh Semut ... 22
Analisis Data ... 23
Hasil dan Pembahasan ... 24
Estimasi Kekayaan Spesies Semut ... 24
Hubungan Keanekaragaman Semut dengan Karakteristik Pulau... 27
4 POLA DISTRIBUSI DAN KEBERADAAN SPESIES SEMUT DI
KEPULAUAN SERIBU ... 32
Pendahuluan ... 32
Bahan dan Metode ... 33
Lokasi Penelitian ... 33
Pengambilan Contoh Semut ... 34
Analisis Data ... 34
Hasil dan Pembahasan ... 35
Kekayaan Spesies Semut di Kepulauan Seribu ... 35
Keanekaragaman Spesies Semut pada Berbagai Habitat ... 38
Keberadaan dan Pola Distribusi Spesies Semut ... 41
Kesimpulan ... 47
5 PEMBAHASAN UMUM ... 48
6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
Kesimpulan ... 50
Saran ... 50
Halaman
1 Diskripsi karakteristik 18 pulau di Kepulauan Seribu berdasarkan
SIG ... 10
2 Perbandingan data hasil pengukuran secara manual dan data
sekunder (SK Gubernur DKI Tahun 2000) dengan pengukuran
berdasarkan SIG ... 17
3 Diskripsi lokasi penelitian semut meliputi karakteristik 18 pulau di
Kepulauan Seribu beserta jumlah plot contoh dan waktu pelaksanaan
penelitian ... 21
4 Kekayaan spesies semut pada masing-masing pulau di Kepulauan
Seribu ... 25
5 Jenis spesies semut yang ditemukan dan keberadaannya pada
pulau-pulau di Kepulau-pulauan Seribu ... 36
6 Frekuensi ditemukannya spesies semut pada habitat tanah atau
serasah dan permukaan tanah ... 39
7 Frekuensi ditemukannya spesies semut pada habitat permukaan
tanah dan vegetasi ... 39
8 Frekuensi ditemukannya spesies semut pada keseluruhan habitat
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Peta lokasi penelitian di Kepulauan Seribu ... 5
2 Pengukuran jarak pulau di Kepulauan Seribu dengan Pulau Jawa
menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3 ... 7
3 Posisi relatif hasil pengukuran di lapangan dengan digitasi on-screen... 8
4 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan
Seribu; (a) Pulau Untung Jawa, (b) Pulau Rambut, dan (c) Pulau
Onrust ... 11
5 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan
Seribu; (a) Pulau Pari, (b) Pulau Lancang Besar, dan (c) Pulau Bokor .. 12
6 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan
Seribu; (a) Pulau Pramuka, (b) Pulau Tidung Kecil, dan (c) Pulau
Payung Besar ... 13
7 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan
Seribu; (a) Pulau Kotok Besar, (b) Pulau Paniki, dan (c) Pulau
Semak Daun ... 14
8 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan
Seribu; (a) Pulau Bundar, (b) Pulau Putri Barat, dan (c) Pulau Bira
Kecil ... 15
9 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan
Seribu; (a) Pulau Dua Timur, (b) Pulau Penjaliran Barat, dan (c)
Pulau Nyamplung ... 16
10 Penempatan plot pengambilan contoh semut pada pulau dengan jenis
penggunaan lahan (1) heterogen dan (2) homogen ... 22
11 Kurva akumulasi spesies semut di Kepulauan Seribu ... 26
12 MDS komposisi spesies semut dari tiap pulau di Kepulauan Seribu
berdasarkan indeks kemiripan Sorenson. Pengelompokan pulau
berdasarkan (a) luas pulau, (b) jarak isolasi pulau, (c) jenis
berposisi di pusat tidak dimunculkan namanya karena terlalu padat ... 43
14 Pola distribusi dan keberadaan spesies semut cryptic di Kepulauan
Seribu ... 44
15 Pola distribusi dan keberadaan spesies semut invasif di Kepulauan
Seribu ... 45
16 Pola distribusi dan keberadaan beberapa spesies semut yang
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Studi keanekaragaman spesies pada kepulauan selalu mengaitkan kekayaan
spesies dengan luas pulau dan jarak isolasi pulau tersebut dari sumber kolonisasi.
Hubungan kekayaan spesies dengan luas dan jarak isolasi pulau telah dibahas
mendalam oleh MacArthur & Wilson (1967) melalui model equilibrium
(kesetimbangan) dalam teori biogeografi kepulauan. Semakin luas ukuran suatu
pulau maka kekayaan spesies yang ada di dalamnya semakin tinggi. Ukuran
pulau yang luas menjadikan keanekaragaman habitatnya tinggi, sehingga peluang
keberadaan niche yang sesuai semakin tinggi pula (MacArthur & Wilson 1967).
Semakin jauh jarak suatu pulau dari sumber kolonisasi maka kekayaan spesiesnya
semakin rendah. Jauhnya jarak suatu pulau menjadi hambatan bagi spesies
tertentu untuk melakukan migrasi ke pulau tersebut. Sehingga hanya spesies yang
memiliki kemampuan dispersal (penyebaran) tinggi yang dapat melakukan
migrasi ke pulau tersebut.
Perkembangan penelitian yang dilakukan memunculkan paradigma baru
mengenai teori biogeografi kepulauan. Whittaker (1998) mengemukakan bahwa
sejarah geologi pulau, fragmentasi habitat, dan intensitas gangguan manusia juga
dapat mempengaruhi keanekaragaman spesies pada suatu pulau selain faktor luas
dan jarak isolasi pulau. Bahkan menurut Brown & Lomolino (2000) kekayaan
spesies pada suatu pulau ternyata tidak dalam equilibrium. Kekayaan spesies
pada suatu pulau tidak hanya dipengaruhi oleh luas area dan jarak isolasi pulau
tetapi juga dipengaruhi oleh karakteristik pulau yang lain. Pengaruh karakteristik
pulau dijelaskan oleh Lomolino (2000) melalui model tripartite yang
menggambarkan bahwa migrasi, kepunahan, dan evolusi sebagai fungsi dari
karakteristik pulau. Karakteristik pulau akan mempengaruhi migrasi, kepunahan,
spesiasi, dan keberadaan spesies endemik di suatu pulau.
Penelitian ini akan mempelajari keanekaragaman semut pada berbagai
karakteristik pulau di Kepulauan Seribu, Indonesia. Kepulauan Seribu dipilih
Alamsyah (2003) Kepulauan Seribu terdiri atas 106 pulau dengan luas tiap
pulaunya kurang dari 1 km2. Beberapa pulau seperti pulau-pulau di bagian utara
telah dijadikan sebagai daerah konservasi yaitu Taman Nasional Laut Kepulauan
Seribu, karena pulau-pulau telah banyak mengalami perubahan penggunaan lahan
akibat aktivitas manusia, bahkan berdasarkan laporan UNESCO (1997) beberapa
pulau telah hilang. Sistem informasi geografi (SIG) akan digunakan dalam
penelitian ini untuk melakukan pemetaan dan karakterisasi pulau tempat
pengambilan contoh semut dilaksanakan.
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan
karakteristik pulau dengan keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu. Adapun
tujuan khusus berdasarkan topik-topik penelitian adalah (1) mengukur dan
mempelajari berbagai karakteristik pulau di Kepulauan Seribu berdasarkan SIG,
(2) mempelajari hubungan karakteristik pulau dengan keanekaragaman semut di
Kepulauan Seribu, dan (3) mempelajari pola distribusi dan keberadaan spesies
semut di Kepulauan Seribu.
Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai (1) gambaran kondisi pulau-pulau di Kepulauan Seribu dan
(2) keanekaragaman semut yang ada di Kepulauan Seribu. Gambaran kondisi
pulau-pulau di Kepulauan Seribu bermanfaat untuk referensi penelitian berikutnya
yang akan menghubungkan keanekaragaman spesies dengan kondisi pulau di
Kepulauan Seribu. Keanekaragaman semut yang diperoleh pada berbagai kondisi
pulau di Kepulauan Seribu juga dapat memberikan informasi mengenai arti
BAB II
KARAKTERISASI PULAU BERDASARKAN SISTEM
INFORMASI GEOGRAFI (SIG)
PENDAHULUAN
Dewasa ini sistem informasi geografi (SIG) telah banyak dimanfaatkan
untuk penelitian ekologi seperti di antaranya mempelajari pola dan distribusi
spasial organisme (Wadsworth & Treweek 1999). Komponen spasial yang
berguna untuk mengetahui hubungan interaksi organisme dengan lingkungannya
(Gilbert 1997) memungkinkan diukur secara kuantitatif dengan menggunakan
SIG. Demikian juga interaksi antar spesies dalam skala lanskap yang mempelajari
perpindahan spesies antar patch habitat sangat terbantu dengan SIG (Tischendorf
& Fahrig 2000). SIG juga mempermudah dalam studi monitoring spesies invasif
melalui pemetaan distribusi pada ekosistemnya berdasarkan lanskap, bioiklim,
dan faktor yang memfasilitasi proses invasi (Joshi et al. 2004). Bahkan SIG juga
digunakan dalam ilmu genetika sebagai perangkat untuk mempermudah
melakukan modeling, seperti penelitian Manel et al. (2003) yang menghubungkan
genetika populasi suatu spesies dengan ekologi lanskap.
Menurut Aronoff (1995) SIG merupakan suatu sistem berbasiskan komputer
yang memiliki kemampuan menangani data bereferensi geografi meliputi
pemasukan data, manajemen data, analisis dan manipulasi data, serta
menghasilkan data. Dalam penggunaannya, SIG memerlukan komponen berupa
komputer, perangkat lunak, data-data geografi, dan sumberdaya manusia untuk
mengoperasikannya. Salah satu perangkat lunak SIG yang banyak digunakan
adalah ArcView yang dikembangkan ESRI (Environmental Systems Research
Institute). Perangkat lunak tersebut dapat digunakan untuk melakukan analisis
fungsi-fungsi dasar SIG seperti membuat peta dan analisis statistik data spasial
(Prahasta 2002). Fungsi-fungsi SIG khusus juga dapat dilakukan dengan
ArcView yaitu dengan menggunakan ekstensi ArcView. Di antara ekstensi yang
digunakan untuk melakukan analisis data spasial adalah patch analyst (Rempel et
lanskap.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan mempelajari berbagai
karakteristik pulau di Kepulauan Seribu berdasarkan SIG. Perangkat lunak
ArcView akan digunakan dalam penelitian ini untuk melakukan pemetaan dan
pengukuran karakteristik pulau. Hasil yang diperoleh akan digunakan untuk
mempelajari hubungan karakteristik pulau dengan keanekaragaman semut di
Kepulauan Seribu.
BAHAN DAN METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 18 pulau di Kepulauan Seribu yang
terbentang antara 106°20’ - 106°50’ BT dan 05°20’ - 06°00’ LS dengan variasi
luas dan jarak isolasi pulau dengan Pulau Jawa yang berbeda-beda (Gambar 1).
Informasi awal mengenai pulau-pulau di Kepulauan Seribu diperoleh berdasarkan
(1) peta rupabumi Kepulauan Seribu (Bakosurtanal 1999) dan (2) SK Gubernur
Propinsi DKI Jakarta No.1986/2000 Tanggal 27 Juli 2000. Pulau terdekat dengan
Pulau Jawa yang dipilih adalah Pulau Onrust, sedangkan yang terjauh Pulau Dua
Timur. Luas pulau bervariasi antara 0,75 ha (Pulau Semak Daun) hingga 41,32 ha
(Pulau Pari). Umumnya di setiap pulau telah banyak mengalami gangguan
manusia yaitu berdasarkan keberadaan pemukiman dan dermaga di pulau tersebut.
Walaupun demikian pada beberapa pulau masih memiliki kondisi hutan yang baik
seperti Pulau Rambut dan Pulau Bokor.
Pengambilan Data Karakteristik Pulau di Lapangan
Data karakteristik pulau yang akan diukur dan dipelajari pada penelitian ini
adalah (1) jarak isolasi pulau dari Pulau Jawa, (2) luas pulau, (3) bentuk pulau, (4)
tipe penggunaan lahan, dan (5) keberadaan dermaga. Pengambilan data jarak
5
lapangan menggunakan GPS (global positioning system), sedangkan tipe
penggunaan lahan dan keberadaan dermaga melalui pengamatan secara visual.
menggunakan GPS Garmin Etrex Vista. Peta rupabumi Kepulauan Seribu
(Bakosurtanal 1999) digunakan untuk memberikan gambaran awal pada saat
pengukuran pulau di lapangan. Pengukuran pulau dilakukan bila GPS telah
mencapai tingkat akurasi di bawah 20 m yaitu dengan cara mengelilingi pulau
sepanjang garis pantai, sehingga akan diperoleh data keliling pulau dan sekaligus
bentuk pulau.
Pemetaan Pulau
Data hasil pengukuran di lapangan dengan GPS yang diperoleh selanjutnya
dimasukkan ke dalam komputer dengan menggunakan perangkat lunak ArcView
3.3 (ESRI 2002). Bentuk pulau dan jenis penggunaan lahan pulau dipetakan
dengan melakukan digitasi on-screen pada peta rupabumi Kepulauan Seribu
(Bakosurtanal 1999). Hasil pengukuran pulau di lapangan digunakan sebagai
referensi geografi sebelum digitasi dilakukan. Peta yang dihasilkan dibuat dalam
dua sistem koordinat yaitu degree minute second (DMS) dan universal transver
mercator (UTM). DMS digunakan untuk pembuatan peta lokasi penelitian
sehingga dapat diperlihatkan posisi koordinat dari masing-masing pulau,
sedangkan UTM digunakan untuk melakukan pengukuran karakteristik pulau.
Pengukuran Jarak Isolasi dan Luas Pulau
Pengukuran jarak isolasi pulau dengan Pulau Jawa dilakukan dengan
menggunakan measure tool dalam perangkat lunak ArcView 3.3. Jarak suatu
pulau ditentukan berdasarkan jarak terdekat pulau dengan tepi pantai Pulau Jawa
(Gambar 2). Jarak terdekat diperoleh dengan cara melakukan eksplorasi jarak
(d”) untuk mendapatkan jarak terdekat (d) antara suatu pulau dengan tepi pantai
Pulau Jawa.
Luas dan struktur lanskap masing-masing pulau diukur dengan
menggunakan patch analyst (Rempel et al. 1998) yang merupakan perangkat
lunak ekstensi ArcView. Hasil analisis dengan menggunakan perangkat lunak
7
adalah luas (area), keliling (perimeter), bentuk (MSI = mean shape index), dan
keanekaragaman lanskap (Elkie et al. 1999).
d = jarak pengukuran terdekat, d” = jarak pengukuran jauh
Gambar 2 Pengukuran jarak pulau di Kepulauan Seribu dengan Pulau Jawa menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Akurasi Pemetaan Pulau
Pemetaan yang dilakukan pada 18 pulau di Kepulauan Seribu dibedakan
menjadi dua yaitu pemetaan lapangan dan pemetaan on-screen. Pemetaan
lapangan merupakan hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan GPS
yang dijadikan sebagai sumber acuan untuk membuat peta pulau dengan
menggunakan teknik digitasi on-screen. Gambar 3 menunjukkan posisi relatif
antara pengukuran di lapangan dengan digitasi on-screen. Pengukuran di
lapangan hasilnya cenderung sama dengan digitasi on-screen berdasarkan peta
rupabumi Kepulauan Seribu (Bakosurtanal 1999). Titik-titik hasil pengukuran di
melakukan koreksi geografi terhadap peta. Koreksi yang dilakukan bertujuan
untuk menetapkan posisi yang sebenarnya dan memberikan ketepatan pada saat
pengukuran variabel pulau termasuk di dalamnya luas dan jarak isolasi pulau.
☼ : pengukuran di lapangan
Gambar 3 Posisi relatif hasil pengukuran di lapangan dengan digitasi on-screen
Keakuratan pengukuran di lapangan bergantung pada penutupan kanopi dan
keberadaan awan. Kondisi pulau dengan penutupan kanopi yang tinggi
menjadikan GPS tidak dapat menangkap satelit dengan baik, demikian juga pada
saat cuaca sedang berawan. Hal tersebut menjadikan tingkat akurasi atau
ketepatan posisi menjadi rendah. Walaupun demikian, penelitian ini
menggunakan ketepatan akurasi GPS di bawah 20 meter. Apabila akurasi masih
di atas 20 meter maka tidak dilakukan pengukuran pulau. Keakuratan dan
ketepatan posisi titik pada saat pengukuran di lapangan juga ditentukan oleh jenis
GPS yang digunakan. GPS dengan tingkat akurasi tinggi akan menghasilkan data
dengan tingkat akurasi yang tinggi pula.
Pari
9
Karakteristik 18 pulau di Kepulauan Seribu
Jenis penggunaan lahan dari 18 pulau di Kepulauan Seribu disajikan dalam
gambar peta penggunaan lahan (Gambar 4 – 9). Jenis penggunaan lahan tiap
pulau adalah berdasarkan peta rupabumi Kepulauan Seribu (Bakosurtanal 1999),
sehingga tidak menggambarkan kondisi sebenarnya pada saat penelitian
dilakukan. Walaupun demikian berdasarkan pengamatan secara visual di
lapangan yang dilakukan (ground check) terdapat kesamaan jenis habitat di
dalamnya, sedangkan luas tiap patch habitat berbeda. Jenis penggunaan lahan
tiap pulau juga didiskripsikan berdasarkan kelas penggunaan lahan yaitu I - IV
(Tabel 1). Perbedaan jenis penggunaan lahan adalah berdasarkan keberadaan
rumah, hutan dan gangguan manusia di pulau tersebut. Pulau yang masuk dalam
kelas I, seperti Pulau Rambut dan Pulau Bokor (Tabel 1), merupakan pulau
dengan jenis penggunaan lahan hanya terdiri atas hutan dan dengan intensitas
gangguan manusia rendah. Pulau Onrust dan Pulau Lancang Besar termasuk ke
dalam kelas IV (Tabel 1) karena kedua pulau tersebut hanya terdiri atas
perumahan dan dengan intensitas gangguan manusia tinggi. Pulau Onrust sering
dikunjungi manusia karena merupakan daerah tempat wisata. Sedangkan Pulau
Lancang Besar, merupakan pulau yang padat penduduknya sehingga gangguan
habitat yang ada di pulau tersebut sangat tinggi. Informasi intensitas gangguan
manusia berguna untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi
gangguan habitat pada masing-masing pulau di Kepulauan Seribu.
Bentuk masing-masing pulau di Kepulauan Seribu selain dapat langsung
dilihat melalui gambar (Gambar 4 – 9), kompleksitasnya juga dapat diketahui
berdasarkan nilai MSI (Tabel 1). MSI merupakan indeks yang menggambarkan
kompleksitas bentuk suatu pulau, semakin tinggi nilai MSI suatu pulau maka
bentuk pulau tersebut semakin kompleks. Di Kepulauan Seribu bentuk pulau
paling sederhana adalah Pulau Dua Timur yaitu dengan nilai MSI 0,9071,
sedangkan bentuk paling kompleks adalah Pulau Tidung Kecil dengan MSI
2,6143 (Tabel 1).
Data jarak isolasi pulau dari Pulau Jawa yang diperoleh berdasarkan SIG
Terdapat sedikit perbedaan antara hasil pengukuran dengan SIG dan pengukuran
secara manual (Tabel 2) yaitu dengan perbedaan jarak berkisar antara 0 - 6 km.
Perbedaan terjauh adalah hasil pengukuran pada Pulau Putri Barat (Tabel 2).
Pengukuran jarak secara manual adalah pengukuran berdasarkan peta sehingga
dimungkinkan terdapat kesalahan pada saat pengukuran. Walaupun demikian,
ketepatan pengukuran dengan menggunakan SIG relatif bergantung pada akurasi
[image:31.595.118.513.328.634.2]dan jenis GPS yang digunakan pada saat digitasi di lapangan dilakukan.
Tabel 1 Diskripsi karakteristik 18 pulau di Kepulauan Seribu berdasarkan SIG
No Pulau Jarak
(km)1)
Luas
pulau (ha) MSI
2) Penggunaan
lahan 2) Dermaga 3)
1. Onrust 2,2 8,23 0,9295 IV P
2. Rambut 4,2 45,80 1,3272 I P
3. Untung Jawa 4,8 39,12 2,0181 III P
4. Bokor 7,0 16,34 1,0267 I P
5. Lancang Besar 9,4 26,43 1,3542 IV P
6. Pari 16,1 52,87 2,3955 III P
7. Payung Besar 20,8 22,74 2,1066 III P
8. Tidung kecil 22,8 19,71 2,6143 II P
9. Pramuka 28,6 19,92 1,7803 III P
10. Semak Daun 31,2 1,00 1,1740 I A
11. Kotok Besar 34,2 22,65 1,2382 II P
12. Paniki 35,1 5,80 1,6019 I A
13. Bira Kecil 43,2 8,62 1,0032 II P
14. Putri Barat 45,9 9,63 1,3327 II P
15. Bundar 52,6 5,76 1,9667 II P
16. Nyamplung 54,9 8,96 1,3493 I A
17. Penjaliran Barat 59,6 21,65 0,9292 I A
18. Dua Timur 62,6 21,42 0,9071 I A
1)
Jarak = jarak isolasi pulau tersebut dari Pulau Jawa 2)
MSI = mean shape index, indeks yang menggambarkan bentuk pulau 2)
I = hutan dengan intensitas gangguan manusia rendah, II = perumahan dan hutan dengan intensitas gangguan manusia rendah, III = perumahan dan hutan dengan intensitas gangguan manusia tinggi, IV = perumahan dengan intensitas gangguan manusia tinggi
3)
11
Gambar 4 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan Seribu; (a) Pulau Untung Jawa, (b) Pulau Rambut, dan (c) Pulau Onrust
Gambar 5 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan Seribu; (a) Pulau Pari, (b) Pulau Lancang Besar, dan (c) Pulau Bokor
13
Gambar 6 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan Seribu; (a) Pulau Pramuka, (b) Pulau Tidung Kecil, dan (c) Pulau Payung Besar
Gambar 7 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan Seribu; (a) Pulau Kotok Besar, (b) Pulau Paniki, dan (c) Pulau Semak Daun
15
Gambar 8 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan Seribu; (a) Pulau Bundar, (b) Pulau Putri Barat, dan (c) Pulau Bira Kecil
Gambar 9 Jenis penggunaan lahan dan bentuk pulau-pulau di Kepulauan Seribu; (a) Pulau Dua Timur, (b) Pulau Penjaliran Barat, dan (c) Pulau Nyamplung
17
Tabel 2 Perbandingan data hasil pengukuran secara manual dan data sekunder (SK Gubernur DKI Tahun 2000) dengan pengukuran berdasarkan SIG
Jarak pulau (km) 1) Luas pulau (ha)
No Pulau
Manual 2) SIG 3) SK Gubernur 4) SIG 3)
1. Onrust 3 2,2 12,00 8,23
2. Rambut 5 4,2 20,00 45,80
3. Untung Jawa 6 4,8 40,10 39,12
4. Bokor 7 7,0 18,00 16,34
5. Lancang Besar 10 9,4 15,13 26,43
6. Pari 16 16,1 41,32 52,87
7. Payung Besar 21 20,8 20,86 22,74
8. Tidung kecil 22 22,8 17,40 19,71
9. Pramuka 27 28,6 16,00 19,92
10. Semak Daun 29 31,2 0,75 1,00
11. Paniki 30 35,1 3,00 5,80
12. Kotok Besar 32 34,2 20,75 22,65
13. Putri Barat 40 45,9 8,29 9,63
14. Bira Kecil 43 43,2 7,30 8,62
15. Bundar 49 52,6 1,28 5,76
16. Nyamplung 54 54,9 6,58 8,96
17. Penjaliran Barat 57 59,6 17,90 21,65
18. Dua Timur 62 62,6 18,48 21,42
1)
Jarak pulau = jarak isolasi pulau dari Pulau Jawa 2)
Manual = pengukuran berdasarkan peta rupabumi Kepulaun Seribu (Bakosurtanal 1999) 3)
SIG = pengukuran dan penghitungan dengan menggunakan ArcView 3.3 4)
SK Gubernur = SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta No.1986/2000, Tanggal 27 Juli 2000
Hasil pengukuran luas pulau dengan menggunakan SIG berkisar antara 1 ha
(Pulau Semak Daun) hingga 52, 87 ha (Pulau Pari) (Tabel 1). Hasil pengukuran
dengan SIG berbeda dengan data berdasarkan SK Gubernur Tahun 2000, bahkan
perbedaan hingga mencapai 25,8 ha yaitu pada Pulau Rambut (Tabel 2).
Perbedaan tersebut tidak dapat dijelaskan secara pasti melalui penelitian ini.
Diduga terdapat perbedaan dalam metode pengukuran dan penetapan standar
wilayah pulau yang menjadi faktor penyebab ketidaksamaan luas pulau.
Data hasil pengukuran berdasarkan SIG akan digunakan pada penelitian
selanjutnya yaitu untuk mempelajari hubungan antara karakteristik pulau dengan
lapangan dilakukan bersamaan dengan pengambilan contoh semut, dan lokasi
pengambilan contoh ditentukan berdasarkan hasil pengukuran pulau pada saat itu.
KESIMPULAN
Penggunaan SIG memudahkan dalam pengukuran karakteristik pulau.
Bentuk pulau dapat langsung diketahui pada saat melakukan pengukuran pulau di
lapangan dengan menggunakan GPS. Perangkat lunak ArcView mempermudah
dalam proses pengambilan data dari GPS, pengukuran karakteristik pulau (luas,
jarak isolasi, dan bentuk pulau), dan penampilan data (pembuatan peta
penggunaan lahan). Luas dan jarak isolasi pulau dapat diukur secara tepat dengan
menggunakan perangkat lunak ArcView. Walaupun demikian, keakuratan
penggunaan SIG untuk pengukuran karakteristik pulau ditentukan oleh sumber
data (keakuratan GPS yang digunakan) dan kondisi lapangan (kondisi cuaca dan
BAB III
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PULAU DENGAN
KEANEKARAGAMAN SEMUT DI KEPULAUAN SERIBU
PENDAHULUAN
Semut merupakan kelompok hewan terestrial paling dominan di daerah
tropik (Atkins 1980). Semut berperan penting dalam ekosistem terestrial sebagai
predator, scavenger, herbivor, detritivor, dan granivor, serta memiliki peranan
yang unik dalam interaksinya dengan organisme lain seperti tumbuhan atau
serangga lain (Holdobler & Wilson 1990). Keberadaan semut sangat terkait
dengan kondisi habitatnya. Menurut Andersen (2000) terdapat faktor pembatas
utama yang mempengaruhi keberadaan semut yaitu suhu rendah, habitat yang
tidak mendukung untuk pembuatan sarang, sumber makanan yang terbatas, dan
daerah jelajah yang tidak mendukung. Adanya aktivitas dan keberadaan manusia
juga mempengaruhi keanekaragaman semut pada suatu ekosistem (Suarez et al.
1998; Gibb & Hochuli 2003; Graham et al. 2004; Schoereder et al. 2004).
Beberapa spesies semut bahkan telah beradaptasi dan hidupnya berasosiasi sangat
dekat dengan manusia, sehingga disebut sebagai semut tramp. Beberapa spesies
semut tramp memiliki sifat invasif dan selalu membuat sarang di sekitar struktur
yang dibuat oleh manusia (Schultz & McGlynn 2000), serta memiliki mekanisme
kolonisasi khusus sebagai hasil adaptasi terhadap gangguan manusia (Gibb &
Hochuli 2003). Spesies semut yang bersifat invasif tersebut juga dapat menjadi
faktor pembatas keberadaan semut yang lain (Suarez et al. 1998; Andersen 2000;
Holway et al. 2002; Hill et al. 2003).
Keberadaan semut di daerah kepulauan dapat dipengaruhi oleh luas pulau
dan jarak isolasi pulau tersebut dengan pulau utama. Semakin luas ukuran suatu
pulau maka akan semakin tinggi keanekaragaman semutnya (Wilson 1961).
Model equilibrium dalam teori biogeografi kepulauan yang dikemukakan oleh
MacArthur & Wilson (1967) dapat digunakan untuk memprediksi jumlah spesies
semut di suatu pulau berdasarkan luas dan jarak isolasi pulau tersebut dari sumber
semut di pulau tersebut. Hasil penelitian Badano et al. (2005) pada kepulauan di
danau buatan Cabra Corral yang terletak di Timur Laut Argentina menunjukkan
bahwa umur pulau memiliki kontribusi dalam pembentukan struktur komunitas
semut di dalamnya.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari hubungan karakteristik pulau
dengan keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu. Karakteristik pulau yang
digunakan merupakan hasil pengukuran dengan sistem informasi geografi (SIG)
meliputi luas pulau, jarak isolasi pulau, jenis penggunaan lahan, dan keberadaan
dermaga. Data berdasarkan SIG dinilai lebih menggambarkan kondisi pulau yang
sebenarnya karena (1) pengukuran pulau di lapangan dilakukan bersamaan dengan
pengambilan contoh semut, dan (2) lokasi pengambilan contoh ditentukan
berdasarkan hasil pengukuran pulau pada saat itu.
BAHAN DAN METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu penelitian lapangan dan
penelitian laboratorium. Penelitian lapangan adalah kegiatan pengambilan contoh
semut di Kepulauan Seribu. Penelitian lapangan dilaksanakan pada 18 pulau di
Kepulauan Seribu yang terbentang antara 106°20’ - 106°50’ BT dan 05°20’ -
06°00’ LS. Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan SIG,
karakteristik pulau meliputi luas pulau, jarak isolasi pulau, jenis penggunaan
lahan, dan keberadaan dermaga berbeda-beda untuk setiap pulaunya (Tabel 3).
Luas pulau bervariasi antara 1 ha (Pulau Semak Daun) hingga 52,87 ha (Pulau
Pari). Pulau terdekat dengan Pulau Jawa adalah Pulau Onrust yaitu 2,2 km,
sedangkan pulau terjauh Pulau Dua Timur yaitu 62,6 km. Penggunaan lahan
terdiri atas tiga jenis yaitu (1) pulau yang hanya terdapat perumahan (seperti Pulau
Onrust), (2) pulau yang terdapat hutan dan perumahan (seperti Pulau Untung
21
Umumnya di setiap pulau telah banyak mengalami gangguan manusia yaitu
ditunjukkan dengan keberadaan dermaga di pulau tersebut. Walaupun demikian,
ada beberapa pulau yang tidak memiliki dermaga seperti Pulau Penjaliran Barat
dan Pulau Dua Timur (Tabel 3).
Penelitian laboratorium merupakan kegiatan penanganan spesimen semut
hasil koleksi di lapangan. Penanganan spesimen yang dilakukan meliputi
kegiatan sortasi dan identifikasi spesimen semut yang dilaksanakan di
Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman,
[image:42.595.116.546.375.706.2]Institut Pertanian Bogor.
Tabel 3 Diskripsi lokasi penelitian semut meliputi karakteristik 18 pulau di Kepulauan Seribu beserta jumlah plot contoh dan waktu pelaksanaan penelitian
No Pulau Jarak
(km)1)
Luas pulau (ha)
Penggunaan lahan 2)
Dermaga
3) Jumlah
plot
Waktu pengambilan contoh
1. Onrust 2,2 8,23 R P 7 8 Mei 2005
2. Rambut 4,2 45,80 H P 11 9 - 10 Mei 2005
3. Untung Jawa 4,8 39,12 HR P 17 10 - 12 Mei 2005
4. Bokor 7,0 16,34 H P 10 5 Mei 2005
5. Lancang Besar 9,4 26,43 R P 15 6 - 7 Mei 2005
6. Pari 16,1 52,87 HR P 20 1, 2, 4 Mei 2005
7. Payung Besar 20,8 22,74 HR P 16 6 - 8 April 2005
8. Tidung kecil 22,8 19,71 HR P 11 15-16 April 2005
9. Pramuka 28,6 19,92 HR P 17 26, 29 April 2005
10. Semak Daun 31,2 1,00 H A 8 12 Maret 2005
11. Kotok Besar 34,2 22,65 HR P 15 30 April 2005
12. Paniki 35,1 5,80 H A 8 10-11 Maret 2005
13. Bira Kecil 43,2 8,62 HR P 8 13-14 April 2005
14. Putri Barat 45,9 9,63 HR P 9 12 April 2005
15. Bundar 52,6 5,76 HR P 9 28 April 2005
16. Nyamplung 54,9 8,96 H A 8 27 April 2005
17. Penjaliran Barat 59,6 21,65 H A 12 10 April 2005
18. Dua Timur 62,6 21,42 H A 9 9 April 2005
1)
Jarak = jarak isolasi pulau dari Pulau Jawa
2)
H = hutan, R = perumahan, HR = hutan dan perumahan
3)
Pengambilan contoh semut dilaksanakan dari bulan Maret hingga Mei 2005
(Tabel 3). Setiap pulau dilakukan pengambilan contoh semut pada plot berukuran
5 m x 5 m dengan jumlah plot bergantung pada jenis penggunaan lahan
(keanekaragaman patch) di suatu pulau dan kelengkapan spesies semut yang
diperoleh. Pulau yang heterogen, plot pengambilan contoh semut ditempatkan
mewakili keseluruhan patch (Gambar 10). Spesies semut pada suatu pulau dinilai
lengkap (mewakili keseluruhan spesies semut yang ada di suatu pulau) apabila
tidak ditemukan lagi spesies semut yang baru dengan penambahan jumlah plot.
[image:43.595.125.496.318.671.2]■ : plot pengambilan contoh semut
Gambar 10 Penempatan plot pengambilan contoh semut pada pulau dengan jenis penggunaan lahan (1) heterogen dan (2) homogen
Pulau Lancang Besar
Pulau Pramuka
Pulau Semak Daun
Pulau Bokor (1)
23
Setiap plot dilakukan pengambilan contoh semut dengan metode koleksi
intensif (Bestelmeyer et al. 2000; Delabie et al. 2000; Hashimoto et al. 2001).
Koleksi intensif semut dilakukan pada tiga habitat yaitu (1) di dalam serasah atau
tanah, (2) di atas permukaan tanah, dan (3) pada tumbuhan (vegetasi). Lama
pengambilan contoh semut untuk satu plot berkisar 15 – 30 menit. Jenis semut
yang sama pada satu plot hanya dikoleksi beberapa individu saja, sehingga data
kekayaan spesies yang diperoleh berupa data presence-absence atau ada tidaknya
spesies semut pada suatu plot.
Semut yang dikoleksi dimasukkan dalam micro tube yang berisi alkohol
70% dan diberi label. Selanjutnya spesimen semut tersebut dibawa ke
laboratorium untuk dilakukan sortasi dan identifikasi. Identifikasi awal dilakukan
sampai tingkat morfospesies genus dengan menggunakan buku Identification
Guide to The Ant Genera of The World (Bolton 1997) dan selanjutnya spesimen
dikirim kepada ahli taksonomi semut (Prof. Seiki Yamane, Universitas
Kagoshima - Jepang) untuk dilakukan pengecekan ulang dan identifikasi hingga
tingkat spesies.
Analisis Data
Kelengkapan pengambilan contoh semut di Kepulauan Seribu yang
dilakukan ditampilkan dalam bentuk kurva akumulasi spesies (Colwell &
Coddington 1994; Willot 2001). Kelengkapan pengambilan contoh semut
ditunjukkan berdasarkan kurva kejenuhan, yang berarti bahwa jumlah plot yang
digunakan dapat menggambarkan keseluruhan spesies semut yang ada di
Kepulauan Seribu. Kurva tersebut diperoleh dengan menggunakan perangkat
lunak EstimateS 5 (Colwell 1997). Kurva akumulasi spesies yang halus
dihasilkan dengan melakukan pengacakan sebanyak 50 kali.
Kekayaan spesies semut yang terdapat pada suatu pulau atau keseluruhan
pulau diduga dengan menggunakan incidence-based coverage estimator (ICE)
yang merupakan penduga kekayaan spesies berdasarkan data presence-absence
(Colwell & Coddington 1994). Nilai ICE diperoleh dengan menggunakan
komposisi dan kekayaan spesies semut antar pulau. Indeks tersebut dihitung
dengan menggunakan Biodiv 97 yang merupakan perangkat lunak macro untuk
Microsoft Excel (Messner 1997). Matrik kemiripan yang diperoleh kemudian
dianalisis lanjut dengan menggunakan analisis multidimensional scaling (MDS)
(Hair et al. 1998; Cheng 2004). Kemiripan kekayaan spesies semut antar pulau
adalah berdasarkan kedekatan jarak antar obyek yang digambarkan pada grafik
dua dimensi. Ketepatan obyek pada posisinya ditunjukkan dari nilai stress.
Semakin rendah nilai stress (mendekati nol) maka posisi obyek semakin tepat.
Perangkat lunak Statistica for Windows 5.0 (StatSoft 1995) digunakan untuk
melakukan analisis MDS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Estimasi Kekayaan Spesies Semut
Metode koleksi intensif telah digunakan untuk pengambilan contoh semut
pada keseluruhan habitat di setiap plot meliputi habitat tanah atau serasah,
permukaan tanah, dan vegetasi. Hal tersebut untuk memberikan gambaran secara
menyeluruh mengenai kekayaan spesies semut yang ada pada suatu pulau,
sehingga data kekayaan spesies semut tersebut dapat dibandingkan dengan data
kekayaan spesies semut yang pada pulau yang lain. Penelitian ini menggunakan
kurva akumulasi spesies dan penduga ICE (Colwell & Coddington 1994) untuk
mengetahui kekayaan spesies suatu pulau berdasarkan jumlah plot yang dilakukan
pada pulau tersebut. Berdasarkan keseluruhan plot (210 plot) yang digunakan
pada 18 pulau di Kepulauan Seribu, spesies semut yang ditemukan berjumlah 48
spesies yang termasuk dalam 5 subfamili dan 28 genus (Tabel 4).
Kelengkapan pengambilan contoh semut berdasarkan penduga ICE pada
tiap pulau berbeda-beda (Tabel 4). Prediksi kekayaan spesies semut terendah
pada Pulau Onrust yaitu hanya ditemukan 67,02 % dari total spesies semut yang
25
96,70 % spesies semut berhasil ditemukan dari total spesies semut yang ada.
Rendahnya prediksi kekayaan spesies semut berdasarkan ICE pada Pulau Onrust
dan beberapa pulau yang lain disebabkan kurangnya jumlah plot pengambilan
contoh yang dilakukan. Penentuan cukup tidaknya plot pengambilan contoh
sesuai dengan ICE sulit diprediksi di lapangan. Pengambilan contoh semut
diprediksi kelengkapannya di lapangan berdasarkan tidak ditemukannya lagi
spesies semut yang baru dengan ditambahnya jumlah plot. Hal tersebut dilakukan
[image:46.595.123.459.328.659.2]untuk efisiensi pelaksanaan penelitian di lapangan.
Tabel 4 Kekayaan spesies semut pada masing-masing pulau di Kepulauan Seribu
Total spesies
No Pulau Subfamili Genus
Obs 1) Sp (%) ICE 2)
1. Onrust 3 10 14 20,89 (67,02)
2. Rambut 5 21 34 49,37 (68,87)
3. Untung Jawa 4 21 29 37,42 (77,50)
4. Bokor 4 20 32 36,51 (87,65)
5. Lancang Besar 4 18 27 31,06 (86,93)
6. Pari 5 24 34 37,18 (91,45)
7. Payung Besar 4 18 24 24,82 (96,70)
8. Tidung Kecil 5 21 26 31,89 (81,53)
9. Pramuka 5 20 30 36,86 (81,39)
10. Semak Daun 4 13 17 21,43 (79,33)
11. Kotok Besar 4 19 29 36,20 (80,11)
12. Paniki 5 20 27 30,85 (87,52)
13. Bira Kecil 5 21 27 29,11 (92,75)
14. Putri Barat 5 19 27 30,39 (88,85)
15. Bundar 4 18 25 29,12 (85,85)
16. Nyamplung 5 19 28 34,25 (81,75)
17. Penjaliran Barat 5 14 21 26,07 (80,55)
18. Dua Timur 5 14 19 26,47 (71,78)
Total 5 28 48 49,55 (96,87)
1)
Obs = kekayaan spesies semut dari hasil observasi
2)
ICE = incidence-based coverage estimator, prediksi keseluruhan spesies semut; Sp = jumlah
26 Gambar 11 Kurva akumulasi spesies semut di Kepulauan Seribu
0 10 20 30 40 50 60
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210
Jumlah plot
Ju
m
la
h
sp
esi
es
Spesies
27
Nilai prediksi ICE yang sempurna memungkinkan diperoleh apabila
dilakukan sensus dan dengan jumlah unit pengambilan contoh yang banyak
(Colwell & Coddington 1994). Tingginya perbedaan spesies antar plot yang
diperoleh menyebabkan nilai prediksi ICE menjadi rendah setelah dianalisis
dengan menggunakan perangkat lunak EstimateS 5 (Tabel 4). Nilai prediksi ICE
yang rendah pada jumlah plot rendah ditunjukkan dari fluktuasi nilai prediksi
jumlah spesies semut pada kisaran unit pengambilan contoh 1 sampai 20 plot
(Gambar 11).
Walaupun demikian, secara keseluruhan pengambilan contoh semut yang
dilakukan pada 18 pulau di Kepulauan Seribu menunjukkan bahwa 96,87 %
spesies semut berhasil diperoleh dari penelitian ini (Tabel 4). Hal tersebut berarti
bahwa pengambilan contoh semut telah lengkap dan dapat menggambarkan
keseluruhan spesies semut yang ada di Kepulauan Seribu. Pengambilan contoh
yang lengkap ditunjukkan dengan kejenuhan kurva akumulasi spesies hasil
observasi (Gambar 11).
Hubungan Keanekaragaman Semut dengan Karakteristik Pulau
Komposisi dan kekayaan spesies semut yang ditemukan pada
masing-masing pulau di Kepulauan Seribu memiliki perbedaan (Tabel 4). Perbedaan
tersebut diduga terkait dengan karakteristik masing-masing pulau yang berbeda
meliputi luas pulau, jarak isolasi pulau, jenis penggunaan lahan, dan keberadaan
dermaga. Analisis MDS digunakan untuk mengetahui hubungan karakteristik
pulau dengan keanekaragaman semut yang ada di dalamnya. Kemiripan
komposisi spesies semut antar pulau yaitu berdasarkan indeks Sorenson yang
digunakan dinilai lebih dapat menggambarkan hubungannya dengan karakteristik
pulau dibandingkan hanya berdasarkan jumlah spesies semut. Hal tersebut sejalan
dengan Cheng (2004) yang menyatakan bahwa MDS merupakan cara terbaik
untuk menggambarkan variasi dari keanekaragaman spesies bila dibandingkan
dengan analisis multivariat yang lain.
Hasil analisis MDS menunjukkan bahwa secara umum terdapat
Komposisi spesies semut pada kelompok luas pulau antara 0 - 20 ha (L1) terlihat
berbeda pengelompokannya dengan kelompok pulau dengan luas di atas 20 ha
(L2) (Gambar 12a). Hal tersebut sejalan dengan Wilson (1961) bahwa terdapat
hubungan antara luas suatu pulau dengan keanekaragaman semut di dalamnya.
Ukuran pulau yang luas akan mendukung pertambahan ukuran populasi spesies
semut karena tersedianya sumber makanan dan habitat yang sesuai (MacArthur &
Wilson 1967). Walaupun demikian, adanya irisan antara L1 dan L2 menunjukkan
bahwa perbedaan luas pada beberapa pulau memiliki komposisi spesies semut
yang sama. Hal tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan luas pulau di
Kepulauan Seribu yang rendah dan pengaruh karakterisitik pulau yang lain.
Jarak isolasi pulau dari Pulau Jawa juga cenderung memiliki hubungan
dengan komposisi spesies semut. Hal tersebut berdasarkan adanya pemisahan
antara kelompok pulau dengan kisaran jarak 0 – 15 km (J1), 16 – 31 km (J2), 32 –
47 km (J3), dan 48 – 63 km (J4) (Gambar 12b). Jarak isolasi suatu pulau terkait
dengan kemampuan dispersal (penyebaran) spesies semut untuk melakukan
migrasi ke suatu pulau. Semakin jauh jarak isolasi suatu pulau dari utama
(sumber kolonisasi) maka semakin tinggi hambatan spesies semut untuk
melakukan migrasi ke pulau tersebut. MacArthur & Wilson (1967) menyatakan
bahwa spesies dengan kemampuan menyebar rendah, tidak akan ditemukan pada
pulau yang terisolasi sangat jauh dengan sumber kolonisasi. Walaupun demikian,
hasil penelitian ini belum dapat menyimpulkan batas jarak isolasi pulau yang
menyebabkan perbedaan keanekaragaman semut. Hal tersebut ditunjukkan
menyatunya kelompok J3 dengan J1 dan J4 (Gambar 12b).
Pulau dengan jenis penggunaan lahan berbeda juga cenderung memiliki
keanekaragaman semut yang berbeda pula (Gambar 12c). Hal ini ditunjukkan
dengan adanya pemisahan antara kelompok pulau yang memiliki jenis habitat
hutan (H), hutan dan perumahan (HR), dan perumahan saja (R). Adanya irisan
antara H, HR, dan R menunjukkan bahwa beberapa pulau memiliki kemiripan
spesies semut walaupun jenis penggunaan lahannya berbeda. Hal tersebut diduga
29
Karakteristik pulau yang lain diduga juga memberikan pengaruh keanekaragaman
semut yang ada.
1 = Pulau Onrust, 2 = Pulau Rambut, 3 = Pulau Untung Jawa, 4 = Pulau Bokor, 5 = Pulau Lancang Besar, 6 = Pulau Pari, 7 = Pulau Payung Besar, 8 = Pulau Tidung Kecil, 9 = Pulau Pramuka, 10 = Pulau Semak Daun, 11 = Pulau Kotok Besar, 12 = Pulau Paniki, 13 = Pulau Bira Kecil, 14 = Pulau Putri Barat, 15 = Pulau Bundar, 16 = Pulau Nyamplung, 17 = Pulau Penjaliran Barat, 18 = Pulau Dua Timur
L1 = 0 – 20 ha, L2 = > 20 ha
J1 = 0 – 15 km, J2 = 16 – 31 km, J3 = 32 – 47 km, J4 = 48 – 63 km H = hutan, R = perumahan, HR = hutan dan perumahan
P = ada dermaga, A = tidak ada dermaga
Gambar 12 MDS komposisi spesies semut dari tiap pulau di Kepulauan Seribu berdasarkan indeks kemiripan Sorenson. Pengelompokan pulau berdasarkan
(a) luas pulau, (b) jarak isolasi pulau, (c) jenis penggunaan lahan, dan (d) keberadaan dermaga
13 4 15 18 11 5 16 1 12 6 7 17 9 14 2 10 8 3
-2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 Dimension 1 -1.4 -1.2 -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 D imensi on 2 stress: 0,1718 J1 J2 J3 J4 13 4 15 18 11 5 16 1 12 6 7 17 9 14 2 10 8 3
-2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 Dimension 1 -1.4 -1.2 -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 D imensi on 2 stress: 0,1718 HR R H 13 4 15 18 11 5 16 1 12 6 7 17 9 14 2 10 8 3
-2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 Dimension 1 -1.4 -1.2 -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 D imensi on 2 stress: 0,1718 L1 L2 13 4 15 18 11 5 16 1 12 6 7 17 9 14 2 10 8 3
mempengaruhi keanekaragaman semut pada suatu pulau. Hal ini ditunjukkan
dengan pemisahan yang sangat jelas antara kelompok pulau yang ada dermaga di
dalamnya (P) dan kelompok pulau yang tidak ada dermaganya (A) (Gambar 12d).
Keberadaan dermaga berhubungan dengan kemudahan manusia mengakses pulau
tersebut sehingga memfasilitasi penyebaran spesies semut tertentu. Spesies semut
tramp misalnya sangat terbantu dengan keberadaan manusia (Schultz & McGlynn
2000; Gibb & Hochuli 2003). Keberadaan manusia dan semut tramp akan
mempengaruhi keanekaragaman semut pada suatu habitat (Suarez et al. 1998;
Andersen 2000; Holway et al. 2002; Gibb & Hochuli 2003; Hill et al. 2003;
Graham et al. 2004; Schoereder 2004).
Beradasarkan hal tersebut di atas, kombinasi keseluruhan karakteristik pulau
memiliki hubungan yang kuat terhadap keanekaragaman semut di Kepulauan
Seribu. Pulau yang luas dan dengan jenis penggunaan lahan hutan memiliki
keanekaragaman semut yang tinggi, walaupun ditentukan juga oleh jarak isolasi
pulau tersebut dengan Pulau Jawa. Pulau Pari misalnya, dengan luas pulau 52,87
ha memiliki kekayaan spesies semut sama tingginya dengan Pulau Rambut yang
memiliki luas pulau lebih rendah (45,80 ha) tapi dengan jarak isolasi dari Pulau
Jawa lebih dekat (Tabel 4). Kedua pulau tersebut memiliki jenis penggunaan
lahan yang berbeda. Keseluruhan habitat di Pulau Rambut adalah hutan dengan
tingkat gangguan manusianya rendah. Sedangkan jenis penggunaan lahan Pulau
Pari adalah kombinasi antara perumahan dan hutan.
Jarak isolasi pulau yang dekat juga tidak selalu menentukan tingginya
keanekaragaman spesies semut pada suatu pulau. Pulau Onrust misalnya,
keanekaragaman semut yang ada pada pulau tersebut paling rendah walaupun
jaraknya paling dekat dengan Pulau Jawa. Habitat yang sangat terganggu diduga
menyebabkan banyak spesies semut yang tidak dapat bertahan atau bahkan
mengalami kepunahan, sehingga menjadikan tidak banyak ditemukannya spesies
semut pada pulau tersebut. Spesies semut yang mendominasi Pulau Onrust adalah
kelompok semut tramp yang hidup berasosiasi dengan manusia. Tingginya
31
wisata yang selalu dikunjungi manusia. Lokasinya yang sangat dekat dengan
Pulau Jawa menjadikan akses manusia ke pulau tersebut sangat mudah. Bahkan,
berdasarkan PEMDA DKI (2003) gangguan habitat di Pulau Onrust telah terjadi
sejak penjajahan Belanda yaitu digunakan untuk tempat perbaikan kapal dan juga
pernah dijadikan sebagai benteng pertahanan.
KESIMPULAN
Metode koleksi intensif merupakan cara yang efektif untuk dapat
menggambarkan kekayaan spesies semut pada suatu pulau. Hubungan
karakteristik pulau dengan keanekaragaman semut dapat diketahui dengan
menggunakan analisis MDS. Keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu
dipengaruhi oleh karakteristik pulau yaitu meliputi luas area, jarak isolasi pulau,
jenis penggunaan lahan, dan keberadaan dermaga pada pulau tersebut. Kombinasi
keseluruhan karakteristik pulau memiliki hubungan yang kuat terhadap
keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu. Pulau yang luas dengan jenis
penggunaan lahan hutan dan memiliki jarak yang dekat dengan pulau Jawa
memiliki keanekaragaman semut yang tinggi walaupun terdapat dermaga di
KEPULAUAN SERIBU
PENDAHULUAN
Keberadaan spesies pada suatu habitat tidak terlepas dari kemampuan
distribusi dan adaptasi spesies tersebut (Whittaker 1998). Kemampuan distribusi
dan adaptasi spesies semut bergantung pada jenis spesiesnya (Holldobler &
Wilson 1990). Adanya aktivitas dan keberadaan manusia dapat mempengaruhi
keberadaan spesies semut dan pola distribusinya pada suatu daerah (Suarez et al.
1998; Gibb & Hochuli 2003; Graham et al. 2004; Schoereder 2004), bahkan
beberapa spesies semut telah beradaptasi dan hidup bersama dengan manusia
(semut tramp). Beberapa spesies semut tramp bersifat invasif dan selalu membuat
sarang di sekitar struktur yang dibuat oleh manusia (Schultz & McGlynn 2000),
serta memiliki mekanisme kolonisasi khusus sebagai hasil adaptasi dengan
gangguan manusia (Gibb & Hochuli 2003).
Konversi habitat yang dilakukan manusia dan keberadaan spesies invasif
menyebabkan terjadinya homogenisasi biotik atau penggantian lokal biota oleh
spesies pendatang yang dapat co-exist dengan manusia (McKinney & Lockwood
2001; Olden et al. 2004). Spesies semut endemik cenderung rentan dengan
perubahan habitat dan tidak mampu bersaing dengan spesies semut invasif.
Kemampuan adaptasi dan mekanisme tertentu yang dimiliki semut invasif
menjadikan keberadaannya dapat mempengaruhi spesies semut lain (Holway et al.
2002; Hill et al. 2003). Sebagai contoh penelitian Hill et al. (2003), semut invasif
Anoplolepis gracilipes mempengaruhi komunitas invertebrata lain bahkan
beberapa di antaranya mengalami kepunahan.
Di daerah kepulauan, keberadaan spesies semut selain dipengaruhi oleh luas
pulau dan jarak isolasi pulau dari sumber kolonisasi (MacArthur & Wilson 1967;
Wilson 1961) juga dipengaruhi sejarah geologi pulau dan sejarah gangguan
habitat yang ada di pulau tersebut. Walaupun demikian, informasi mengenai
33
terbatas pada distribusi semut di dunia (McGlynn 1999). Pulau yang terisolasi
dan habitatnya tidak terganggu oleh manusia memiliki peluang sangat tinggi
terdapat spesies endemik di dalamnya Lomolino (2000). Tingkat gangguan
manusia tinggi pada suatu pulau akan selalu diikuti dengan keberadaan spesies
semut tramp atau invasif di dalamnya.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari keberadaan dan pola distribusi
spesies semut di Kepulauan Seribu. Keberadaan dan pola distribusi spesies terkait
dengan sejarah pulau dan tingkat gangguan habitat oleh manusia di pulau tersebut
(Whittaker 1998). Kepulauan Seribu yang berlokasi dekat dengan Jakarta
menjadikan tingkat gangguan habitat sangat tinggi. Tiap-tiap pulau memiliki
sejarah gangguan habitat yang berbeda, seperti gangguan habitat Pulau Onrust
telah terjadi sejak penjajahan Belanda (PEMDA DKI 2003).
BAHAN DAN METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Seribu yang secara geografi
terbentang antara 106°20’ - 106°50’ BT dan 05°20’ - 06°00’ LS. Pengambilan
contoh semut dilakukan pada 18 pulau yang memiliki perbedaan karakteristik
pulau meliputi luas pulau, jarak isolasi pulau dengan Pulau Jawa, jenis
penggunaan lahan, dan keberadaan dermaga. Luas pulau bervariasi antara 1 ha
(Pulau Semak Daun) hingga 52,87 ha (Pulau Pari). Pulau terdekat dengan Pulau
Jawa adalah Pulau Onrust yaitu 2,2 km, sedangkan pulau terjauh Pulau Dua Timur
yaitu 62,6 km. Penggunaan lahan terdiri atas tiga jenis yaitu (1) pulau yang hanya
terdapat perumahan (seperti Pulau Onrust), (2) pulau yang terdapat hutan dan
perumahan (seperti Pulau Untung Jawa), dan (3) pulau yang hanya terdiri atas
hutan (seperti Pulau Bokor). Umumnya di setiap pulau telah banyak mengalami
gangguan manusia yaitu ditunjukkan dengan keberadaan dermaga di pulau
tersebut. Walaupun demikian, ada beberapa pulau yang tidak memiliki dermaga
Pengambilan contoh semut dilaksanakan dari bulan Maret hingga Mei 2005.
Setiap pulau dilakukan pengambilan contoh semut pada plot berukuran 5 m x 5 m
dengan jumlah plot bergantung pada jenis penggunaan lahan (keanekaragaman
patch) di suatu pulau dan kelengkapan spesies semut yang diperoleh. Pulau yang
heterogen, plot pengambilan contoh semut ditempatkan mewakili keseluruhan
patch. Spesies semut pada suatu pulau dinilai lengkap (mewakili keseluruhan