• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1.4 Keputusan Pembelian Konsumen

Proses pengambilan keputusan yang rumit sering melibatkan beberapa keputusan. Suatu keputusan (decision) melibatkan pilihan di antara dua atau lebih alternatif tidakan (atau perilaku). Pemasar mengacu pada pilihan antara objek (produk, merek atau toko), walaupun sebenarnya memilih di antara perilaku alternatif yang berkaitan dengan objek tersebut.

Menurut Liden dalam Wisgeek (2012), perilaku pembelian konsumen adalah istilah untuk menggambarkan tindakan dan perilaku orang-orang yang membeli dan menggunakan produk. Konsumen membeli berbagai jenis produk dalam berbagai cara, seperti produk yang akan dikonsumsi langsung melibatkan keputusan cepat atau

on-the-spot. Sedangkan sebagian konsumen melakukan perencanaan untuk membeli

produk mahal yang akan digunakan selama jangka waktu yang lama.

Dalam melakukan suatu proses pembelian sebuah produk, baik secara sadar maupun tidak sadar sebenarnya konsumen telah menjalani serangkaian tahapan guna memenuhi kebutuhan dan keinginan yang mereka miliki. Apapun jenis produknya, tentunya konsumen akan melewati beberapa tahapan dalam melakukan sebuah pembuatan keputusan pembelian, yaitu :

a) Pemahaman adanya masalah. b) Pencarian alternatif pemecahan c) Evaluasi alternatif

d) Pembelian

Saat ini, permasalahan yang sering ditemui oleh konsumen adalah consumer

hyper choice yaitu terlalu banyaknya pilihan produk yang tersedia di pasar. Hal ini

secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya pemilihan yang berulang-ulang sehingga pada akhirnya mampu menurunkan kemampuan konsumen dalam memberikan keputusan pembelian yang terbaik.

Sumber : Setiadi (2003)

Gambar II. 3 Tahapan Pemecahan Masalah Konsumen

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku pelanggan. Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi 2 bagian yaitu Faktor-faktor-Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri pribadi seorang konsumen dan faktor-faktor yang berasal dari lingkungan sekitar seorang konsumen. Adapun yang mempengaruhi faktor-faktor perilaku konsumen antara lain, kekuatan sosial budaya terdiri dari faktor budaya, tingkat sosial, kelompok anutan (small reference groups) dan keluarga. Sedangkan kekuatan psikologis terdiri dari pengalaman belajar, kepribadian, sikap dan keyakinan.

Menganalisis perilaku konsumen akan berhasil apabila kita dapat memahami aspek-aspek psikologis manusia secara keseluruhan. Perilaku konsumen adalah studi

Problem Recognation

Evaluation of Alternatives Information Search

Product Choice

tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bgaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka (Setiadi, 2003).

Menurut (Setiadi, 2003) berdasarkan jenisnya, keputusan pembelian produk oleh konsumen dapat dirinci sebagai berikut:

1. Keputusan jenis produk

Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah tas atau menggunakan uangnya untuk tujuan lain. Dalam hal ini perusahaan harus memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang berminat membeli tas serta alternatif lain yang mereka pertimbangkan.

2. Keputusan bentuk produk

Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli bentuk tas tertentu. Keputusan tersebut menyangkut ukuran, mutu bahan, corak dan sebagainya. Dalam hal ini perusahaan harus melakukan riset pemasaran untuk mengetahui kesukaan konsumen mengenai produk bersangkutan agar dapat memaksimalkan daya tarik merknya.

3. Keputusan merek

Konsumen harus mengambil keputusan tentang merek mana yang akan dibeli. Setiap merek memiliki perbedaan-perbedaan tersendiri. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui bagaimana konsumen memilih sebuah merek.

4. Keputusan penjualnya

Konsumen harus mengambil keputusan di mana tas tersebut akan dibeli. Dalam hal ini, produsen, pedagang besar, dan pengecer harus mengetahui bagaimana konsumen memilih penjual tertentu.

5. Keputusan jumlah produk

Konsumen dapat mengambil keputusan seberapa banyak produk yang akan dibelinya. Pembelian yang dilakukan mungkin lebih dari satu unit. Dalam hal ini perusahaan harus mempersiapkan banyak produk sesuai dengan keinginan yang berbeda-beda dari para pembeli.

6. Keputusan waktu pembelian

Konsumen dapat mengambil keputusan tentang kapan ia harus melakukan pembelian. Masalah ini akan menyangkut tersedianya uang untuk membeli radio. Oleh karena itu perusahaan harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam penentuan waktu pembelian. Dengan demikian perusahaan dapat mengatur waktu produksi dan kegiatan pemasarannya. 7. Keputusan cara pembayaran

Konsumen harus mengambil keputusan tentang metode atau cara pembayaran produk yang dibeli, apakah secara tunai atau dengan cicilan. Keputusan tersebut akan mempengaruhi keputusan tentang penjual dan jumlah pembeliannya. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui keinginan pembeli terhadap cara pembayarannya.

Keputusan pembelian produk oleh konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kebudayaan yang dianut oleh konsumen, pengaruh sosial terhadap kensumen tersebut, serta individu konsumen tersebut (Setiadi, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen tersebut dirinci sebagai berikut:

1. Faktor Kebudayaan

Menurut Peter (2000), Budaya (culture) secara luas sebagai makna yang dimiliki bersama oleh masyarakat dalam suatu kelompok sosial. Kebudayaan merupakan

faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Pemasar harus memperhatikan nilai-nilai budaya untuk memahami cara terbaik memasarkan produk.

Konsumen membeli produk sebagai suatu cara untuk mengakui sisi makna budaya yang selanjutnya akan digunakan untuk membentuk identitas pribadi mereka. Konsumen memiliki banyak kebebasan untuk menciptakan pribadi-pribadi yang berbeda melalui pilihan atas gaya hidup, lingkungan maupun produk-produk yang mereka sukai. Walaupun produk dapat mentransfer makna penting kepada konsumen, barang tidak dapat menyediakan semua makna yang dibutuhkan konsumen untuk membangun konsep pribadi yang sehat. Sebagian besar orang memiliki benda-benda pribadi yang sangat disukai yang berisikan makna yang sangat penting dan berlevansi pribadi. Mereka pada umumnya memiliki tingkat keterlibatan yang sangat tinggi dengan objek demikian (Peter, 2000).

2. Faktor sosial

Menurut Peter (2000) kelas sosial (social class) adalah sebuah hirarki status nasional di mana kelompok dan individu dibedakan dalam hal gengsi dan nilai diri. Kelas sosial adalah sebuah gabungan dari berbagai ciri personal dan sosial ketimbang sebuah ciri-ciri tunggal seperti pendapatan atau pendidikan. Pada tingkatan konseptual, kelas sosial sangat bermanfaat untuk menyelidiki proses di mana konsumen mengembangkan kepercayaan, nilai dan pola perilaku yang beragam. Faktor sosial ini dipengaruhi oleh beberapa kelompok dilingkungan konsumen, yaitu:

1.) Kelompok referensi

Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung (kelompok keanggotaan) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok referensi dari konsumen sasaran mereka.

2.) Keluarga

Organisasi pembelian konsumen yang paling dalam masyarakat dan anggota keluarga mempresentasikan kelompok referensi utama yang paling berpengaruh. Dalam keluarga perlu dicermati pola perilaku pembelian yang menyangkut pengaruh, pembuat serta pelaku keputusan untuk membeli. Pengaruh sosial memiliki pengaruh besar pada pengambilan keputusan bagi konsumen. Sikap konsumen juga dapat dipengaruhi oleh tekanan sosial tergantung pada tingkat kerentanan mereka. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya yaitu normative susceptibility (kerentanan normatif) dan collectivism (kolektivitas).

1. Normative susceptibility

Menurut Wang, dkk. (2005), kerentanan normatif adalah suatu kejadian dimana konsumen dalam membeli barang bukan berdasarkan opini atau pendapat orang lain, namun didasari oleh keinginan untuk membuat orang lain terkesan. Dalam hal ini, citra diri berperan sangat besar karena pembelian produk palsu tidak menggambarkan kesan yang baik (Pens dan Stottinger, 2005). Dalam studi ini, kerentanan normatif diperkirakan memiliki hubungan negatif dengan sikap terhadap pembelian barang palsu.

Hal ini didasarkan pada premis jika membeli produk palsu tidak membuat kesan yang baik pada orang lain sementara itu citra yang baik merupakan hal penting dan sikap membeli barang bajakan kurang baik.

2. Colletivism

Menurut Wang, dkk. (2005), budaya kolektif menjelaskan perbedaan tingkat pemalsuan produk dan etika pengambilan keputusan konsumen antara negara-negara timur dan barat sehingga hasil dari keputusan yang mereka ambil pun akan bermacam-macam. Menurut Hofstede (1991), negara yang kental akan kebudayaan, cenderung memiliki perkembangan ekonomi yang lambat sehingga mereka akan cenderung membeli barang imitasi daripada membeli barang asli. Sehingga Phau dan Teah (2009), menyimpulkan kolektivitas menjadi salah satu faktor yang ada pada masyarakat Asia, khususnya di Indonesia dimana mereka menerima dengan adanya produk bajakan dan produk imitasi.

3. Faktor pribadi

Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Faktor pribadi meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup pembeli, pekerjaan dan keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, serta gaya hidup dan nilai. Banyak dari karakteristik ini yang mempunyai dampak yang sangat langsung terhadap perilaku konsumen. Dalam penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian adalah value consciousness (nilai kesadaran) dan novelty seeking (mencari jenis baru).

1.) Value consciousness (nilai kesadaran)

Menurut Lichtenstein, dkk. (1990), value consciousness sebagai suatu kesadaran untuk membayar suatu barang dengan harga rendah walaupun terdapat quality coinstraint didalamnya. Konsumen yang memilki kesadaran tinggi biasanya memiliki sikap yang positif terhadap barang tiruan. Hal ini disebabkan konsumen menganggap harga lebih murah pada barang tiruan, merupakan kelebihan bagi mereka jika membeli barang tiruan tersebut dibandingkan membeli barang yang asli. Ketika harga turun maka permintaan akan naik. Barang bajakan menyediakan biaya penghematan yang besar kepada konsumen, meskipun terdapat beberapa kompromi dalam kualitas akan tetapi nilai yang dirasakan tinggi.

2.) Novelty seeking (mencari jenis baru)

Menurut Midlgey, dkk. (1978), mencari jenis baru merupakan derajat atau tingkat seseorang menerima sebuah ide baru dan membuat keputusan yang inovatif secara bebas dari pengaruh orang lain. Mencari jenis baru merupakan alasan kedua setelah faktor harga yang memicu konsumen untuk membeli barang tiruan (Wang, dkk., 2005). Mencari jenis baru memiki pengaruh atau berdampak positif terhadap sikap konsumen pada barang tiruan (Huang, dkk., 2006).

Dokumen terkait