• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.3 Analisis Data

4.3.3 Uji Outlier

Outlier adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim yang

memiliki karakteristik unik yang sangat berbeda dari observasi lainnya dan muncul dalam betuk nilai ekstrim baik untuk variabel tunggal maupun variabel kombinasi.

Dalam analisis multivariate adanya outlier dapat diuji dengan statistik chi square (X2)

terhadap nilai mahalanobis distance squared pada tingkat signifikansi 0,01 dengan

degree of freedom sejumlah vaiabel yang digunakan dalam penelitian. Dalam hal ini

variabel yang dimaksud adalah jumlah item pengukuran paada model. Dalam penelitian ini jumlah variabel yang digunakan sebanyak 32 indikator variabel. Dengan demikian, apabila terdapat nilai mahalanobis squared yang lebih besar dari CHIINV(32, x 0.001) = 62,4822 maka nilai tersebut termasuk outlier multivariate.

Tabel IV. 12. Hasil Uji Outliers 1 Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2 14 81.468 0 0 4 75.403 0 0 28 66.041 0 0 143 65.802 0 0 26 65.793 0 0 47 64.193 0 0 1 63.38 0 0 179 62.358 0 0 184 62.289 0 0

Tabel IV. 13. Hasil Uji Outliers 2 Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2 177 67.865 0 0.012 172 65.388 0 0 32 63.833 0 0 95 62.015 0 0 127 61.233 0 0 16 56.652 0.002 0

Sumber: Data primer yang diolah, 2012

Tabel IV.14. Hasil Uji Outliers 3 Observation number Mahalanobis d-squared p1 p2 81 67.652 0 0.013 126 65.101 0 0 94 62.25 0 0 72 58.955 0.001 0 16 57.888 0.001 0

Sumber: Data primer yang diolah, 2012

Berdasarkan tabel IV. 14 Nilai observasi yang dianggap sebagai outliers

multivariate adalah nilai yang tercetak tebal dan cetak miring. Berdasarkan kriteria mahalanobis distance squared tersebut, terdeteksi nilai yang dianggap outliers

sebanyak 12 outliers. Dengan demikian jumlah sampel yang akan digunakan tetap sebanyak 198 sampel.

4.3.4 Pengujian 198 Sampel

4.3.4.1 Validitas 198 sampel

Setelah mengeluarkan responden yang masuk kategori outlier, kemudian dilakukan pengujian validitas kembali guna mengetahui kelayakan sampel untuk pengujian selanjutnya.

Tabel IV.15. Hasil Uji Validitas 198 Sampel Rotated Component Matrix(a)

Component 1 2 3 4 5 6 7 8 9 KN1 .779 KN2 .792 KN3 .680 NK1 .671 NK3 .746 NK4 .749 K1 .734 K2 .734 K3 .723 K4 .872 MJB1 .855 MJB2 .699 MJB3 .689 MJB4 .790 SPP1 .763 SPP2 .852 SPP3 .787 SBFT1 .773 SBFT2 .794 SBFT3 .716 SKS1 .841 SKS2 .745 SKS3 .764 NPK1 .853 NPK2 .685 NPK4 .665 P1 .773 P2 .781 P3 .615

Sumber: Data primer yang diolah, 2012 4.3.4.2 Reliabilitas 198 sampel

Hasil dari pengujian reliabilitas sampel besar dengan menggunakan bantuan

Tabel IV. 16. Hasil Uji Reliabilitas 198 Sampel

Variabel Cronbach's Alpha

Normative Susceptibilty 0.6729

Value Consciousness 0.6112

Collectivism 0.7884

Novelty Seeking 0.7656

Attitude toward Purchasing Behavior 0.7896

Attitude toward Fashion Counterfeit 0.7071

Attitude toward Social Consequence 0.7475

Repurchase Intention 0.6115

Behavior 0.6525

Sumber: Data primer yang diolah, 2012

4.3.5 Uji Goodness of Fit

Sebelum melakukan tehnik pengujian hipotesis, langkah yang pertama adalah menilai kesesuaian goodness of fit. Kriteria penilaian untuk goodness of fit pada model tertera pada tabel IV. 13. Sementara itu, kriteria untuk uji hipotesis adalah hipotesis mengenai hubungan kausal dalam model akan diterima jika mempunyai nilai C.R

Tabel IV.17. Hasil Uji Goodness of Fit Model Struktural

Kriteria Cut of Value Hasil Evaluasi

X2 Chi Square Diharapkan kecil 345.889 Baik

X2 Significance Probability 0.067 Baik

GFI 0.901 Baik RMSEA 0.025 Baik AGFI 0.86 Marginal TLI 0.972 Baik CFI 0.979 Baik CMIN/DF 1.123 Baik

Pada tabel IV.17, dapat dilihat bahwa chi-square yang benilai 345.889 dengan tingkat probabilitas sebesar 0,067 lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan analisis terhadap goodness of fit secara umum dapat menunjukan bahwa model pengukuran yang digunakan dapat diterima. CMIN/DF adalah nilai chi-square dibagi dengan

degree of freedom (Ghozali, 2008). Pada penelitian ini nilai CMIN/DF sebesar 1.123

menunjukan model ini fit.

GFI (goodness of fit index) menunjukan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat dari model yang dipresiksi dibandingkan data yang sebenarnya. Nilai yang mendekati 1 menunjukan bahwa model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik. Pada penelitian ini terdapat nilai GFI sebesar 0,901 hal ini menunjukan fit yang lebih baik dan dapat diterima karena nilai diatas 90%.

Adjusted goodness of fit index (AGFI) merupakan pengembangan dari GFI

yang disesuaikan denganratio degree of freedom untuk proposed model dengan

degree of freedom untuk null model (Ghozali, 2008). Pada penelitian ini terdapat nilai

AGFI sebesar 0,860 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai AGFI memiliki tingkat kesesuaian yang marginal dikarenakan di bawah nilai yang telah direkomendasikan adalah sama atau > 0,90.

Comparative fit index (CFI) adalah indeks kesesuaian incremental yang

membandingkan model yang diuji dengan null model. Besaran indeks ini adalah dalam rentang 0 sampai 1 dannilai yang mendekati 1 mengindikasikan model memiliki tingkat kesesuaian yang baik. Indeks ini sangat dianjurkan untuk dipakai karena indeks relatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi oleh kerumitan model. Dengan memperhatikan nilai yang direkomendasikan

maka nilai CFI yang terdapat pada penelitian ini sebesar 0.979 menunjukan bahwa model ini memiliki kesusaian yang baik.

The root mean square error of approximation (RMSEA) merupakan ukuran

yang mencoba memperbaiki kecenderungan statistik chi-square menolak model dengan jumlah sampel besar (Ghozali, 2008). Nilai RMSEA yang direkomendasikan adalah

yang baik.

Tucker lewis index (TLI) merupakan ukuran yang menggabungkan ukuran parsimonykedalam indeks komparasi antara proposed model dan null model (Ghozali,

2008). Nilai TLI yang direkomendasikan adalah sama atau > 0,90. Pada penelitian ini nilai TLI sebesar 0,972 sehingga dapat disimpulkan bahwa model menunjukan tingkat kesesuaian yang baik.

Normed fit index (NFI) merupakan ukuran perbandingan antara proposed model dan null model (Ghozali, 2008. Nilai yang direkomendasikan adalah sama atau

> 0,90. Pada penelitian ini nilai NFI sebesar 0,842 sehingga dapat disimpulkan bahwa model menunjukan nilai fit yang marginal.

4.4 Pengujian Hipotesis

Setelah kriteria goodness of fit dapat terpenuhi atas model struktural yang diestimasi, selanjutnya analisis terhadap hubungan-hubungan struktural model (pengujian hipotesis) dapat dilakukan. Hubungan antar konstruk dalam hipotesis ditunjukan oleh nilai standardized regression weights.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menganalisis tingkat signifikansi hubungan kausalitas antar konstruk dalam model yang didasarkan pada nilai C.R (z hitung) lebih besar dari atau sama dengan nilai z tabel. Kemudian dengan melihat

standardized structural (path) coefficients dari setiap hipotesis terutama pada

kesesuaian arah hubungan path dengan arah hubungan yang telah dihipotesiskan sebelumnya. Jika arah hubungan sesuai dengan yang dihipotesiskan dan nilai C.Rnya juga memenuhi persyaratan makan dapat dikatakan bahwa hipotesis yang diuji terbukti. Pada jumlah sampel lebih dari 120 maka nilai z tabel untuk masing-masing tingkat signifikansi adalah:

a) 1% = 2,56

b) 5% = 1,96

Tabel IV. 18. Hasil Estimasi Model Struktural

Regression Weight C.R S.E

Attitude toward Purchasing

Behavior Normative Susceptibility -0.187 0.104

Attitude toward Fashion

Counterfeit Normative Susceptibility 1.517 0.05

Attitude toward Social

Consequence Normative Susceptibility -0.259 0.091

Attitude toward Purchasing

Behavior Value Consciousness -3.126 0.161

Attitude toward Fashion

Counterfeit Value Consciousness 2.449 0.14

Attitude toward Social

Consequence Value Consciousness -3.866 0.195

Attitude toward Purchasing

Behavior Collectivism -1.142 0.087

Attitude toward Fashion

Counterfeit Collectivism -2.035 0.044

Attitude toward Social

Consequence Collectivism 3.957 0.085

Attitude toward Purchasing

Behavior Novelty Seeking 1.929 0.057

Attitude toward Fashion

Counterfeit Novelty Seeking -2.309 0.031

Attitude toward Social

Consequence Novelty Seeking -0.904 0.045

Repurchase Intention Attitude toward Purchasing

Behavior 0.202 0.088

Repurchase Intention Attitude toward Fashion

Counterfeit 1.103 0.149

Repurchase Intention Attitude toward Social

Consequence -1.595 0.139

Behavior Repurchase Intention 2.604 0.084

Sumber: Data primer yang diolah, 2012

Pada pengujian model struktural didapatkan hasil pengujian yang tidak signifikan pada pengaruh kerentanan normatif pada sikap terhadap perilaku pembelian, pengaruh kerentanan normatif pada sikap terhadap barang fashion tiruan, pengaruh kerentanan normatif pada sikap terhadap konsekuensi sosial, pengaruh kolektivitas pada sikap terhadap perilaku pembelian, pengaruh mencari jenis baru

pada sikap terhadap konsekuensi sosial, pengaruh sikap terhadap perilaku pembelian pada niat pembelian kembali, pengaruh sikap terhadap barang fashion tiruan pada niat pembelian kembali dan pengaruh sikap terhadap konsekuensi sosial pada niat pembelian kembali.

4.4.1 Hubungan Antara Kerentanan Normatif Pada Sikap Terhadap Fashion Tiruan

4.4.1.1 Variabel normative susceptibility (kerentanan normatif) tidak

berpengaruh terhadap attitude toward purchasing behavior (sikap terhadap perilaku pembelian).

Berdasarkan Tabel IV. 18 menunjukan bahwa pengaruh antara kerentanan normatif pada sikap terhadap perilaku pembelian didapatkan CR negatif sebesar 0,187 dengan S.E sebesar 0,104. Karena CR < 1,645 maka menunjukan hipotesis 1a ditolak.

4.4.1.2 Variabel normative susceptibility (kerentanan normatif) tberpengidak

aruh terhadap attitude toward fashion counterfeit (sikap terhadap barang fashion tiruan).

Pada Tabel IV. 18 diperoleh hasil bahwa pengaruh antara kerentanan normatif pada sikap terhadap barang fashion tiruan didapatkan CR positif sebesar 1,517 dengan S.E sebsar 0,050. Karena CR < 1,645 maka menunjukan bahwa

hipotesis 1b ditolak.

4.4.1.3 Variabel normative susceptibility (kerentanan normatif) tidak

berpengaruh terhadap attitude toward social consequence (sikap terhadap konsekuensi sosial).

Dilihat pada Tabel IV. 18 menunjukan hasil perhitungan bahwa pengaruh antara kerentanan normatif pada sikap terhadap konsekuensi sosial didapatkan CR negatif sebesar 0,259 dengan S.E 0,091. Karena CR < 1,645 maka menunjukan bahwa hipotesis 1 ditolak.

4.4.2 Hubungan Antara Nilai Kesadaran Pada Sikap Terhadap Fashion Tiruan

4.4.2.1 Variabel value consciousness (nilai kesadaran) berpengaruh terhadap attitude toward purchasing behavior (sikap terhadap perilaku pembelian). Berdasarkan Tabel IV. 18 menunjukan bahwa pengaruh antara nilai kesadaran pada sikap konsumen terhadap perilaku produk tiruan didapatkan CR negatif sebesar 3,126 dengan S.E sebesar 0,161. Karena CR > 2,56 maka menunjukan

hipotesis 2a diterima

4.4.2.2 Variabel value consciousness (nilai kesadaran) berpengaruh terhadap attitude toward fashion counterfeit (sikap terhadap barang fashion tiruan). Tabel IV. 18 menunjukan bahwa kesadaran pada sikap terhadap produk fashion tiruan didapatkan CR positif sebesar 2,449 dengan S.E sebesar 0,140. Karena CR > 1,96 maka menunjukan hipotesis 2b diterima pada tingkat

4.4.2.3 Variabel value consciousness (nilai kesadaran) berpengaruh terhadap attitude toward social consequences (sikap terhadap konsekuensi sosial). Diketahui pada Tabel IV. 18 bahwa kesadaran pada sikap terhadap konsekuensi sosial didapatkan CR negatif sebesar 3,866 dengan S.E sebesar 0,195. Karena CR > 2,56 maka hipotesis 2c diterima pada tingkat signifikan

4.4.3 Hubungan Antara Kolektivitas Pada Sikap Terhadap Fashion Tiruan 4.4.3.1 Variabel collectivism (kolektivitas) tidak berpengaruh terhadap attitude

toward purchasing behavior (sikap terhadap perilaku pembelian). Tabel IV. 18 menunjukan bahwa kolektivitas pada sikap terhadap perilaku pembelian didapatkan CR negatif sebesar 1,142 dengan S.E sebesar 0,087. Karena CR < 1,645 maka menunjukan hipotesis 3a ditolak.

4.4.3.2 Variabel collectivism (kolektivitas) berpengaruh terhadap attitude toward fashion counterfeit (sikap terhadap barang fashion tiruan).

Berdasarkan Tabel IV. 18 menunjukan bahwa hipotesis kolektivitas pada sikap terhadap produk fashion tiruan diterima dengan CR negatif sebesar 2,035 dengan S.E sebesar 0,044. Karena CR > 1,96 maka menunjukan bahwa

4.4.3.3 Variabel collectivism (kolektivitas) berpengaruh terhadap attitude toward social consequences (sikap terhadap konsekuensi sosial).

Kolektivitas pada sikap terhadap konsekuensi sosial didapatkan CR positif sebesar 3,866 dengan S.E sebesar 0,085. Karena CR > 2,56 maka menunjukan bahwa hipotesis 3c diterima

dilihat pada Tabel IV. 18.

4.4.4 Hubungan Antara Mencari Jenis Baru Pada Sikap Terhadap Fashion Tiruan

4.4.4.1 Variabel novelty seeking (mencari jenis baru) berpengaruh terhadap attitude toward purchasing behavior (sikap terhadap perilaku pembelian).

Ditemukan hasil pada Tabel IV. 18 bahwa mencari jenis baru pada sikap terhadap perilaku pembelian didapatkan CR positif sebesar 1,929 dengan S.E sebesar 0,057. Karena CR > 1,645 maka menunjukan bahwa hipotesis 4a

diterima

4.4.4.2 Variabel novelty seeking (mencari jenis baru) berpengaruh terhadap attitude toward fashion counterfeit (sikap terhadap barang fashion tiruan). Berdasarkan Tabel IV. 18 menunjukan bahwa mencari jenis baru pada produk fashion tiruan didapatkan CR negatif sebesar 2,309 dengan S.E sebesar 0,031. Karena CR > 1,96 maka menunjukan bahwa hipotesis 4b diterima pada

4.4.4.3 Variabel novelty seeking (mencari jenis baru) tidak berpengaruh terhadap attitude toward social consequences (sikap terhadap konsekuensi sosial).

Tabel IV. 18 bahwa mencari jenis baru pada sikap terhadap konsekuensi sosial didapatkan CR negatif sebesar 0,904 dengan S.E sebesar 0,045. Karena CR < 1,645 maka menunjukan bahwa hipotesis 4c ditolak.

4.4.5 Hubungan Antara Sikap Terhadap Fashion Tiruan Pada Niat Pembelian Kembali

4.4.5.1 Variabel attitude toward purchasing behavior (sikap terhadap perilaku pembelian) tidak berpengaruh terhadap repurchase intention (niat pembelian kembali).

Temuan yang dapat dilihat pada Tabel IV. 18 menunjukan bahwa sikap terhadap perilaku pembelian pada niat pembelian kembali, CR positif sebesar

0,202 dengan S.E sebesar 0,088. Karena CR < 1,645 maka menunjukan bahwa hipotesis 5a ditolak.

4.4.5.2 Variabel attitude toward fashion counterfeit (sikap terhadap produk fashion tiruan) tidak berpengaruh terhadap repurchase intention (niat pembelian kembali).

Berdasarkan Tabel IV. 18 bahwa sikap terhadap produk fashion tiruan pada niat pembelian kembali menunjukan bahwa hipotesis 5b ditolak dikarenakan CR positif sebesar 1,103 dengan S.E sebesar 0,149 dengan syarat CR < 1,645

4.4.5.3 Variabel attitude toward social consequences (sikap terhadap konsekuensi sosial) tidak berpengaruh terhadap repurchase intention (niat pembelian kembali).

Berdasarkan Tabel IV. 16 menunjukan bahwa sikap terhadap konsekuensi sosial pada niat pembelian kembali didapatkan CR negatif sebesar 1,595 dengan S.E sebesar 0,139. Karena CR < 1,645 maka menunjukan bahwa

hipotesis 5c ditolak.

4.4.6 Hubungan Antara Niat Pembelian Kembali Berpengaruh Pada Perilaku Variabel repurchase intention (niat pembelian kembali) berpengaruh terhadap behavior (perilaku).

Berdasarkan Tabel IV. 18 menunjukan bahwa niat pembelian kembali pada perilaku didapatkan CR positif sebesar 2,604 dengan S.E sebesar 0,084. Karena CR > 2,56 maka menunjukan bahwa hipotesis 6 diterima pada

4.5 Interpretasi Hasil dan Pembahasan

4.5.1 Hubungan Antara Kerentanan Normatif Pada Sikap Terhadap Fashion Tiruan

Penelitian ini menguji adanya hubungan antara kerentanan normatif pada sikap terhadap fashion tiruan yang telah dijabarkan menjadi tiga yaitu, sikap terhadap konsekuensi sosial, sikap terhadap perilaku pembelian, dan sikap terhadap barang fashion tiruan. Hubungan antara kerentanan normatif terhadap ketiga atribut sikap terhadap produk fashion tiruan ini tidak ada.

Kondisi ini menunjukan bahwa apapun kesan yang ingin ditunjukan responden terhadap lingkungan tidak berpengaruh terhadap sikap responden terhadap perilaku pembelian produk tiruan, sikap responden terhadap produk fashion tiruan tersebut dan sikap responden terhadap konsekuensi sosial yang didapat dari produk tiruan. Hal ini menunjukan bahwa responden tidak mempedulikan anggapan orang lain dalam membeli barang.

Sehingga dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini bahwa temuan di atas menunjukan bahwa kondisi tersebut berbeda dengan penelitian Ang, dkk. (2001) dan Wang, dkk. (2005). Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa semakin rentan seseorang terhadap pendapat lingkungan maka semakin rendah penilaiannya terhadap produk tiruan.

4.5.2 Hubungan Antara Nilai Kesadaran Pada Sikap Terhadap Fashion Tiruan

Penelitian ini menguji adanya hubungan antara nilai kesadaran padasikap terhadap fashion tiruan yang telah dijabarkan menjadi tiga yaitu, sikap terhadap

perilaku pembelian, sikap terhadap barang fashion tiruan dan sikap terhadap konsekuensi sosial. Ketiga atribut dalam variabel ini memiliki hubungan signifikan terhadap nilai kesadaran terhadap produk. Kesadaran konsumen terhadapa hara dan kualitas suatu produk mempengaruhi sikap responden terhadap barang tiruan.

Terjadi perbedaan arah hubungan pada ketiganya. Hubungan negatif ditunjukkan pada hubungan antara nilai kesadaran terhadap sikap responden terhadap perilaku pembelian produk tiruan. Semakin responden dapat mengoptimalkan uangnya untuk mengkombinasikan harga dan kualitas produk yang dibeli, maka responden semakin tidak peduli bahwa membeli produk tiruan merupakan tindakan yang melanggar hukum, tidak terpuji, serta berbahaya. Hubungan negatif juga ditemukan pada hubungan antara nilai kesadaran terhadap sikap responden terhadap konsekuensi sosial yang didapat. Semakin responden dapat mengoptimalkan uangnya untuk mengkombinasikan harga dan kualitas produk yang dibeli, maka responden semakin tidak mempedulikan bahwa membeli produk tiruan melanggar hak cipta, merugikan industri fashion, dan juga menurunkan nilai barang asli. Namun ditemukan hasil yang positif antara nilai kesadaran terhadap sikap responden terhadap barang fashion tiruan, dimana semakin responden mampu mengoptimalkan uangnya untuk mengkombinasikan harga dan kualitas produk yang dibeli, maka responden semakin menganggap kualitas, manfaat, dan keawetan barang tiruan tersebut hampir sama dengan barang asli.

Adanya hal demikian dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini bahwa nilai kesadaran terhadap sikap responden terhadap perilaku pembelian produk tiruan dan nilai kesadaran terhadap sikap responden terhadap konsekuensi sosial sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ang, dkk. (2001) yang menyebutkan adanya pengaruh

negatif antara nilai kesadaran terhadap sikap terhadap produk tiruan. Kemudian nilai kesadaran terhadap sikap terhadap produk fashion tiruan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang, dkk. (2005) dan Phau dan Teah (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hasil positif pada nilai kesadaran terhadap sikap responden terhadap produk tiruan.

4.5.3 Hubungan Antara Kolektivitas Pada Sikap Terhadap Fashion Tiruan

Penelitian ini menguji adanya hubungan antara kolektivitas pada sikap terhadap fashion tiruan yang telah dijabarkan menjadi tiga yaitu, sikap terhadap perilaku pembelian, sikap terhadap barang fashion tiruan dan sikap terhadap konsekuensi sosial. Hubungan terhadap ketiganya memiliki hasil yang beragam.

Kolektivitas dalam hal ini ditunjukkan dengan adanya sharring informasi tentang produk fashion, mampu mempengaruhi pendapat dan pengetahuan konsekuensi sosial terhadap produk tiruan. Terdapat hubungan negatif antara kolektivitas dengan sikap terhadap produk fashion tiruan, dimana semakin tinggi tingkat kolektivitas seseorang terhadap produk fashion tiruan maka akan semakin rendah sikap terhadap produk fashion tiruan. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi sharring informasi pada produk fashion maka akan semakin rendah nilai produk tiruan tersebut. Kondisi ini disebabkan karena responden mengetahui informasi bahwa produk tiruan tidak memberikan manfaat yang sama dengan barang asli, tidak memiliki kualitas yang hampir sama dengan barang asli, serta barang tiruan tidak sama awetnya dengan barang asli. Informasi tersebut diperoleh dari sharring informasi di lingkungan. Kemudian terdapat hubungan positif ditunjukkan oleh hubungan kolektivitas dengan sikap terhadap konsekuensi sosial. Semakin tinggi

meningkatkan kesadaran responden akan konsekuensi sosial yang ditimbulkan jika membeli produk tiruan. Responden menyadari bahwa membeli barang tiruan melanggar hak cipta, barang fashion tiruan merugikan industri fashion di Indonesia dan adanya barang tiruan menurunkan nilai barang asli.

Temuan di atas sejenis dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang, dkk. (2005) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan antara kolektivitas dengan sikap terhadap produk tiruan, kecuali terhadap atribut tindakan pembelian terhadap produk tiruan. Hal ini sejalan juga dengan pendapat Teah (2009) menyimpulkan bahwa kolektivitas menjadi salah satu faktor yang ada di masyarakat di Asia.

Namun kolektivitas tersebut belum sampai mempengaruhi tindakan responden dalam membeli produk tiruan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya temuan bahwa tidak ada hubungan antara kolektivitas terhadap kegiatan pembelian produk tiruan. Hal ini dimungkinkan karena walaupun responden telah mengetahui informasi mengenai produk fashion, namun tidak menjadi pengaruh terhadap kegiatan terhadap pembelian produk tiruan. Perbedaan temuan dari penelitian terdahulu pada atribut tindakan pembelian terhadap produk tiruan terhadap variabel kolektifitas dapat dimungkinkan karena terdapat perbedaan lokasi dan karakter responden yang diteliti pada penelitian ini.

4.5.4 Hubungan Antara Mencari Jenis Baru Pada Sikap Terhadap Fashion Tiruan

Penelitian ini menguji adanya hubungan antara mencari jenis baru pada sikap terhadap fashion tiruan yang telah dijabarkan menjadi tiga yaitu, sikap terhadap perilaku pembelian, sikap terhadap barang fashion tiruan dan sikap terhadap konsekuensi sosial. Sama dengan variabel sebelumnya, hubungan variabel mencari

jenis baru terhadap ketiga atribut yang mempengaruhi sikap terhadap produk fashion tiruan memiliki hasil yang beragam.

Terjadi perbedaan arah hubungan pada hasil penelitian ini, keterkaitan positif antara mencari jenis baru terhadap sikap responden terhadap perilaku pembelian produk tiruan. Semakin tinggi rasa keingintahuan bagi konsumen untuk mencari produk baru dan berbeda, maka semakin sadar bahwa membeli barang tiruan merupakan tindakan melanggar hukum, tidak terpuji, dan berbahaya. Terjadi hubungan negatif antara mencari jenis baru terhadap sikap terhadap produk fashion tiruan. Semakin tinggi rasa keingintahuan bagi konsumen untuk mencari produk baru dan berbeda, maka responden tidak menganggap kualitas, manfaat, serta keawetan barang tiruan tidak sama dengan barang asli. Namun temuan berbeda terjadi terhadap kaitannya dengan konsekuensi sosial. Pada penelitian ini menemukan hubungan antara mencari jenis baru dengan konsekuensi sosial. Hasil penelitian ini dimungkinkan karena rasa keingintahuan bagi responden tidak berkaitan dengan pengetahuan terhadap konsekuensi sosial yang timbul.

Adanya hal demikian dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini bahwa mencari jenis baru pada sikap terhadap perilaku pembelian sesuai dengan penelitian Wang, dkk. (2005), yang menyebutkan adanya hubungan positif pada sikap terhadap barang tiruan. Kemudian hipotesis mencari jenis baru pada sikap terhadap produk fashion tiruan sejalan dengan penelitian Wee, dkk. (1995) yang menjelaskan bahwa pentingnya produk atribut dalam menjelaskan keinginan konsumen. Sementara pada hipotesis mencari jenis baru pada sikap terhadap konsekuensi sosial tidak mendapatkan hasil yang serupa dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wang, dkk. (2005) hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan setting dan

karakter responden yang menjadi objek penelitian. Para konsumen lebih suka mencari jenis baru produk asli dibanding produk palsu ketika mereka sudah merasa puas.

4.5.5 Hubungan Antara Sikap Terhadap Fashion Tiruan Pada Niat Pembelian Kembali

Semua atribut yang menyusun sikap terhadap produk tiruan memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap niat pembelian kembali produk tiruan. Temuan ini menunjukkan bahawa apapun sikap responden terhadap perilaku membeli barang tiruan, sikap responden dalam menilai barang tiruan tersebut, serta sikap responden terhadap konsekuensi sosial atas pembelian barang tiruan tidak mempengaruhi niat responden untuk membeli kembali barang tiruan.

Kondisi ini disebabkan kuatnya variabel sosial dan personal yang menentukan niat terhadap pembelian kembali. Perbedaan sikap terhadap produk asli maupun produk tiruan tidak menjadi pertimbangan yang menciptakan niat pembelian produk. Responden cenderung akan membeli kembali produk berdasarkan, keinginannya untuk membuat orang lain terkesan, responden yang mengoptimalkan uang untuk mengkombinasikan harga dan kualitas produk yang dibeli, responden yang gemar

sharring informasi produk fashion, dan juga mengandalkan rasa keingintahuannya

untuk mencari produk baru dan berbeda.

Hasil demikian dapat disimpulkan dari pada penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Ang, dkk. (2001) dan Wang, dkk. (2005) yang sama-sama menyatakan adanya hubungan antara sikap terhadap produk tiruan pada niat pembelian. Hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan setting

Dokumen terkait