• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan Karakter Agronomi Galur - Galur Sorgum, UPCA S1, Numbu di Tanah Masam

Pertumbuhan tanaman dapat diukur dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan mengukur karakter agronomi. Karakter agronomi yang diamati pada percobaan ini antara lain diameter batang, tinggi tanaman, bobot biomasa, umur berbunga 50% dan umur panen 80%.

Tabel 4. Keragaan karakter agronomi galur - galur sorgum, UPCA S1 dan Numbu di tanah masam.

No. Galur Diameter batang (cm) Tinggi tanaman (cm) Bobot biomasa (g) 1. N/UP-4-3 1.14 147.96b 228.50 2. N/UP-4-8 1.20a 180.50a 257.33a 3. N/UP-17-10 1.27a 175.62ab 267.33a 4. N/UP-32-8 1.38a 224.74ab 375.00ab 5. N/UP-39-10 1.20a 183.26a 283.50a 6. N/UP-48-2 1.45ab 197.87a 355.67a 7. N/UP-82-3 1.27a 179.27a 277.83a 8. N/UP-89-3 1.18 163.38 251.50a 9. N/UP-118-3 1.63ab 206.42a 457.33ab 10. N/UP-118-7 1.15 146.28ab 211.33 11. N/UP-124-7 1.11 181.05a 216.00a 12. N/UP-139-1 1.22a 166.91 252.33a 13. N/UP-139-5 1.35ab 169.54a 300.67a 14. N/UP-151-3 1.11 169.21 236.67a 15. N/UP-156-8 1.23a 181.36a 257.51a 16. N/UP-159-9 1.07 181.13a 200.73 17. N/UP-166-6 1.15a 154.09 215.33 Rataan galur 1.24 176.98 273.20 18. UPCA S1(a) 1.03 146.49 149.83 19. Numbu(b) 1.22 182.39 266.50

Keterangan: angka yang diikuti huruf a dan b menunjukkan berbeda nyata dengan pembanding UPCA S1 (a) dan Numbu (b) berdasarkan uji-t taraf 5%.

Diameter batang diamati saat vegetatif maksimum. Diameter batang diukur pada ruas ketiga. Tinggi tanaman dan bobot biomasa diukur ketika panen. Tinggi tanaman diukur dari atas permukaan tanah hingga ujung malai, bobot

biomasa ditimbang langsung saat panen tanpa dijemur terlebih dahulu. Umur berbunga 50%, dihitung ketika 50% tanaman dalam satu satuan percobaan telah berbunga. Umur panen 80% sorgum ditentukan dengan cara menggigit biji sorgum, apabila telah terasa tepungnya maka sorgum siap untuk dipanen.

Diameter Batang

Batang merupakan organ tempat berlangsungnya fotosintesis dan cadangan makanan (Brown, 1988). Diameter batang besar menunjukkan akumulasi hasil fotosintesis yang besar sebagai cadangan makanan dalam pembentukan biji (Goldsworthy and Fisher, 1992).

Diameter batang pada percobaan ini berkisar 1.07 - 1.63 cm dengan nilai tengah 1.24 cm, sedangkan galur pembanding UPCA S1 1.03 dan Numbu 1.22 cm. Galur N/UP-4-8, N/UP-17-10, N/UP-32-8, N/UP-39-10, N/UP-48-2, N/UP-82-3, N/UP-118-3, N/UP-139-1, N/UP-139-5, dan N/UP-156-8 adalah galur yang memiliki diameter batang lebih besar dibandingkan tetua peka tanah masam UPCA S1. Galur N/UP-48-2, N/UP-118-3 dan N/UP-139-5 memiliki diameter batang lebih besar dibandingkan tetua toleran tanah masam Numbu (Tabel 4). Diameter batang yang kecil cenderung mudah rebah dan dapat menyebabkan berkurangnya hasil (Okiyo et al., 2010).

Tinggi Tanaman

Pertumbuhan selalu diidentikan dengan pertambahan jumlah, ukuran maupun bobot (Brown, 1988). Dalam percobaan ini diperoleh tinggi tanaman pada galur - galur sorgum yang diuji berkisar 146.28 - 224.74 cm dengan nilai tengah 176.98 cm (Tabel 4), sedangkan galur - galur sorgum hasil seleksi pada penelitian sebelumnya memiliki kisaran tinggi tanaman 170 - 180 cm dengan nilai tengah 175 cm.

Perbedaan tinggi tanaman antara galur - galur yang diuji dan benih galur yang terseleksi dapat diakibatkan oleh perbedaan pH tanah. Galur yang terseleksi ditanam di tanah masam Tenjo pada pH 4.8 - 5.4 (Puspitasari, 2011), sedangkan galur - galur sorgum yang diuji ditanam di tanah masam Bagoang pada pH lebih

rendah berkisar pH 4.4 - 5.2. Namun nilai tengah galur - galur yang diuji dengan nilai tengah benih sorgum yang terseleksi tidak berbeda jauh 176.98 cm dan 175 cm.

Kisaran nilai tinggi tanaman pada galur - galur yang diuji diharapkan disebabkan oleh perbedaan sifat toleransinya terhadap tanah masam karena galur - galur yang diiuji merupakan galur - galur terbaik hasil seleksi dari penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Flores et al. (1991) menunjukkan bahwa tinggi tanaman sorgum pada hibrida hasil persilangan antara tetua yang peka tanah masam lebih pendek dibandingkan hibrida hasil persilangan tetua yang tahan tanah masam pada kejenuhaan Al tinggi. Perbedaan ini disebabkan karena adanya interaksi antara gen yang mengontrol tinggi tanaman sorgum dan karena adanya efek dari kejenuhan Al yang tinggi sehingga tanaman yang kerdil merupakan gejala utama tanaman peka terhadap cekaman tanah masam.

Galur N/UP-4-8, N/UP-17-10, N/UP-32-8, N/UP-39-10, N/UP-48-2, N/UP-82-3, N/UP-118-3, N/UP-124,7, N/UP-139-5, N/UP-156-8 dan N/UP-159-9 memiliki nilai tengah tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan UPCA S1 (Tabel 4). Galur N/UP-32-8 merupakan galur yang memiliki tinggi tanaman lebih tinggi dari Numbu. Namun ciri varietas unggul yang dikehendaki pada pemuliaan sorgum bukanlah tanaman yang tinggi melainkan tanaman dengan tinggi tanaman berkisar 100 - 140 cm (Roesmarkan et al.,1985).

Tinggi tanaman yang dikehendaki pada penelitian ini adalah tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan pembanding UPCA S1, berdasarkan uji-t hanya satu galur yang memiliki tinggi tanaman lebih rendah dibandingkan UPCA S1 yaitu N/UP-118-7. Namun galur N/UP-4-3 dan galur N/UP-166-6 menunjukkan tidak berbeda nyata dengan pembanding UPCA S1 sehingga ketiga galur ini berpotensi untuk dikembangkan.

Percobaan Sungkono di Lampung (2010) menunjukkan bahwa petani menempatkan tingkat kerebahan sebagai karakter seleksi pertama artinya petani tidak akan menanam sorgum yang mudah rebah. Tingkat kerebahan berhubungan dengan tinggi tanaman, selain itu batang yang terlalu tinggi diduga boros asimilat dan menyebabkan pertumbuhan batang bersaing dengan perkembangan malai dan

ini akan membatasi pertumbuhan malai karena berhubungan dengan keseimbangan sink dan source (Goldworthy dan Fisher, 1992). Hasil sorgum akan berkurang sebesar 18% ketika terjadi rebah pada saat berbunga dan dapat meningkat menjadi 30% ketika terjadi patah pada batang (Maranville dan Clegg,

1984).

Bobot Biomasa

Bobot biomasa merupakan karakter seleksi yang penting di tanah masam karena mewakili akumulasi pertumbuhan dan perkembangan fase vegetatif (Sungkono, 2009). Produksi biomasa yang rendah dapat menyebabkan hasil yang rendah (Peng et al., 2004).

Bobot biomasa diperoleh dengan menimbang seluruh bagian tanaman

kecuali akar. Dalam percobaan ini diperoleh kisaran bobot biomasa 200.73 - 457.33 g dengan nilai tengah 273.2 g lebih rendah dibandingkan benih

sorgum hasil seleksi pada percobaan sebelumnya yang memiliki nilai tengah bobot biomasa 534 g. Penurunan nilai bobot biomasa juga terjadi pada pembanding UPCA S1 dan Numbu. UPCA S1 memiliki bobot biomasa 149.83 g dan Numbu 266.50 g pada percobaan ini lebih rendah dibandingkan penelitian sebelumnya di tanah masam dimana UPCA S1 memiliki bobot bomasa 298 g dan Numbu 439 g (Puspitasari, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Tan dan Keltjens (1990) menunjukkan bahwa tingkat Al 0.4 mg Al L-1 dapat menyebabkan bobot biomasa sorgum berkurang sekitar 64 - 77%.

Galur N/UP-4-8, N/UP-17-10, N/UP-32-8, N/UP-39-10, N/UP-48-2, N/UP-82-3, N/UP-89-3, N/UP-118-3, N/UP-124-7, N/UP-139-1, N/UP-139-5, N/UP-151-3, N/UP-156-8 memiliki bobot biomasa lebih besar dibandingkan galur peka tanah masam UPCA S1. Galur N/UP-32-8 dan N/UP-118-3 merupakan galur yang memiliki bobot biomasa lebih besar dibandingkan Numbu (Tabel 4).

Keragaan Umur Berbunga dan Umur Panen

Berdasarkan uji-t (Tabel 5) karakter umur berbunga 50% dan umur panen 80% dalam satuan percobaan tidak berbeda dengan UPCA S1 dan Numbu.

Galur - galur sorgum yang diuji memiliki umur berbunga 50% berkisar 64 - 87.67 HST dengan rata-rata 72.61 HST, sedangkan pembanding UPCA S1

memiliki umur berbunga 76 HST dan Numbu 69.67 HST.

Tabel 5. Keragaan umur berbunga dan umur panen galur - galur sorgum, UPCA S1 dan Numbu di tanah masam.

No. Galur Umur berbunga 50% Umur panen 80%

1. N/UP-4-3 87.67 113.33 2. N/UP-4-8 68.67 109.33 3. N/UP-17-10 75.00 96.67 4. N/UP-32-8 76.00 105.33 5. N/UP-39-10 64.00 101.33 6. N/UP-48-2 79.67 113.33 7. N/UP-82-3 69.00 113.00 8. N/UP-89-3 68.67 101.33 9. N/UP-118-3 64.67 106.00 10. N/UP-118-7 74.00 108.67 11. N/UP-124-7 73.33 97.33 12. N/UP-139-1 70.50 102.50 13. N/UP-139-5 69.50 99.50 14. N/UP-151-3 71.33 102.67 15. N/UP-156-8 87.00 103.67 16. N/UP-159-9 68.33 116.67 17. N/UP-166-6 67.00 104.00 Rata-rata 72.61 105.69 18. Numbu 69.67 110.67 19. UPCA S1 76.00 103.50

Keterangan: semua galur memiliki umur berbunga dan umur panen tidak berbeda nyata dengan pembanding UPCA S1 dan Numbi pada taraf 5% berdasarkan uji-t.

UPCA S1 mengalami masa berbunga lebih lama dibandingkan deskripsi varietasnya yaitu 55 - 60 HST, sedangkan Numbu tidak berbeda jauh dengan deskripsi varietasnya yaitu 69 HST (Lampiran 4). Hal ini karena UPCA S1 merupakan varietas peka, sedangkan Numbu merupakan varietas yang toleran terhadap tanah masam. Percobaan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Flores et al. (1991) yang menunjukkan bahwa tetua dan turunan F2 (Hibrida)

sorgum yang peka terhadap kejenuhan Al tinggi mengalami penundaan waktu berbunga dibandingkan Al rendah.

Berdasarkan Laporan Akhir Tahunan Pelestarian Plasma Nutfah Tanaman Pangan 1999/2000 dalam Yusro (2001). Terdapat delapan galur yang memiliki umur berbunga dengan klasifikasi sedang (61 - 70 HST), tujuh galur berumur dalam (71 - 80 HST) dan dua galur sangat dalam (>85 HST). Galur yang memiliki umur berbunga sedang yaitu N/UP-4-3, N/UP-39-10, N/UP-82-3, N/UP-89-3, N/UP-118-3, N/UP-139-5, dan N/UP-159-9.

Galur - galur sorgum yang diuji memiliki umur panen 80% berkisar 96.67 - 116.67 HST dengan nilai tengah 105.69 HST, sedangkan UPCA S1 103.50 HST dan Numbu 110.67 HST. Numbu dan UPCA S1 yang diuji mengalami umur panen yang lebih lama dibandingkan deskripsi varietasnya yaitu 90-100 HST untuk UPCA S1 dan 100-105 HST untuk Numbu.

Berdasarkan Laporan Akhir Tahunan Pelestarian Plasma Nutfah Tanaman Pangan 1999/2000 dalam Yusro (2001) menunjukkan bahwa galur - galur yang diuji memiliki umur panen sedang sampai sangat dalam. Terdapat tiga galur yang memiliki umur panen sedang (91-100 HST) yaitu N/UP-17-10, N/UP-124-7, N/UP-139-5, sepuluh galur berumur dalam (101-110 HST) dan empat galur sangat dalam (>110).

Ciri varietas unggul yang dikehendaki pada pemuliaan sorgum antara lain umur yang genjah berkisar 70 - 80 (HST), dengan asumsi lebih cepat panen (Roesmarkan et al., 1985), namun seluruh galur yang diuji di tanah masam memiliki umur panen diatas 90 HST.

IV. Keragaan Komponen Hasil dan Hasil Galur - Galur Sorgum,

Dokumen terkait