• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Antar Karakter Galur - Galur Sorgum di Tanah Masam

Pada pemuliaan tanaman untuk lingkungan bercekaman, karakter hasil biasanya lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga seleksi akan lebih efektif jika dilakukan pula secara tidak langsung melalui karakter yang berkorelasi positif dan nyata terhadap hasil (Puspitasari, 2011).

Karakter yang berkorelasi nyata dengan bobot biji/malai dapat memberikan peluang dalam seleksi untuk mendapatkan tanaman yang memiliki potensi hasil yang tinggi. Bila terdapat korelasi antara karakter yang mudah diamati dengan karakter yang tidak mudah diamati (bobot biji/malai) pada seleksi, maka pekerjaan seleksi akan efektif. Adanya korelasi satu karakter dengan bobot biji/malai menyebabkan seleksi yang diterapkan pada suatu karakter tanaman akan mengikut sertakan secara simultan karakter-karakter lain yang berkorelasi dengan karakter yang diseleksi (Rostini et al., 2006).

Berdasarkan uji korelasi, karakter daun bendera yang berkorelasi positif dan nyata dengan bobot biji/malai adalah luas daun bendera dan lebar daun bendera terlebar, sedangkan karakter jumlah daun, panjang daun bendera dan lebar rata-rata daun bendera memiliki korelasi yang positif dengan bobot biji/malai, namun tidak nyata (Tabel 8).

Klorofil berfungsi untuk menangkap energi cahaya matahari yang berguna dalam proses fotosintesis. Pembentukan klorofil dipengaruhi oleh cahaya, sehingga daun yang memiliki permukaan yang luas akan meningkatkan

penyerapan energi cahaya matahari untuk pembentukan klorofil (Darmawan dan Baharsjah, 2010).

Tabel 8. Korelasi antar karakter daun bendera sorgum dengan bobot biji/malai Karakter daun bendera Luas daun bendera (LDB) Panjang daun bendera (PDB) Lebar rata-rata daun bendera (LRDB) Lebar daun bendera terlebar (LDBT) Kehijauan daun akhir vegetatif (KHAV) Kehijauan daun akhir generatif (KHAG) Bobot biji/malai Jumlah daun 0.367 0.037 0.106 0.419 -0.053 -0.474* 0.442 LDB 0.862* 0.199 0.625* 0.185 -0.262 0.613* PDB 0.105 0.331 0.328 -0.132 0.381 LRDB 0.012 -0.038 0.017 0.170 LDBT -0.200 -0.466 0.572* KHAV 0.603 0.203 KHAG -0.089

Keterangan: *)= berkorelasi nyata pada taraf 5% dengan korelasi Pearson.

Berdasarkan uji korelasi, kehijauan daun akhir vegetatif berkorelasi positif sedangkan kehijauan daun akhir generatif berkorelasi negatif dengan bobot biji/malai, namun korelasinya tidak nyata (Tabel 8). Hal ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan oleh Reddy et al. (2007) yang menunjukkan bahwa kehijauan daun tidak berkorelasi dengan hasil.

Pada tanaman padi, daun yang berwarna hijau gelap dikaitkan dengan kemampuan tanaman dalam memproduksi hasil yang tinggi, namun beberapa kultivar yang memiliki hasil yang tinggi ditemukan pada daun yang memiliki warna daun pucat (Jennings et al., 1979).

Galur N/UP-139-5 dan galur N/UP-118-3 merupakan galur yang memilki luas daun bendera terbesar masing - masing 273.97 cm2 dan254.99 cm2 (Tabel 1), namun kedua galur ini memiliki bobot biji/malai yang sangat berbeda. Galur N/UP-139-5 memiliki bobot biji/malai 36.44 g lebih rendah dibandingkan galur N/UP-1118-3 memiliki bobot biji/malai 66.09 g (Tabel 6), padahal berdasarkan uji korelasi luas daun bendera berkorelasi positif dan nyata dengan bobot biji/malai. Hal ini diduga karena kehijauan daun akhir generatif galur N/UP-139-5 sebesar 23.40 lebih rendah dibandingkan galur N/UP-118-3 yang memiliki

kehijauan daun akhir generatif sebesar 39.86 (Tabel 2) sehingga daun bendera sorgum galur N/UP-118-3 lebih aktif melakukan fotosintesis dan translokasi hasil fotosintat ke biji lebih banyak dibandingkan galur N/UP-139-5.

Tabel 9. Korelasi antar karakter agronomi sorgum dengan bobot biji/malai Karakter agronomi Diameter batang Bobot biomasa Umur berbunga Umur panen Bobot biji/malai Tinggi tanaman 0.664* 0.772* -0.265 -0.073 0.671* Diameter batang 0.966* -0.155 -0.084 0.868* Bobot biomasa -0.252 -0.080 0.894* Umur berbunga 0.012 -0.038 Umur panen -0.200

Keterangan: *)= berkorelasi nyata pada taraf 5% dengan korelasi Pearson.

Karakter agronomi yang berkorelasi positif dan nyata dengan bobot biji/malai adalah tinggi tanaman, diameter batang dan bobot biomasa (Tabel 9). Hal ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan oleh Sungkono (2010), Puspitasari (2011) dan Gandhi (2012) yang menunjukkan bahwa tinggi tanaman, diameter batang sorgum dan bobot biomasa berkorelasi positif dan nyata dengan bobot biji/malai.

Sumiyati (2011) menyatakan bahwa karakter diameter batang dan tinggi tanaman dapat digunakan sebagai kriteria seleksi tidak langsung untuk pemuliaan sorgum pangan artinya batang yang besar dan tanaman yang tinggi akan menghasilkan bobot biji/malai yang tinggi tanpa harus menunggu panen. Namun tanaman yang terlalu tinggi cenderung rebah tidak efektif dijadikan sebagai karakter seleksi sehingga tidak boleh menyeleksi tanaman hanya berdasarkan tinggi tanaman saja.

Diameter batang juga berkorelasi positif dan nyata dengan luas daun bendera dan lebar daun bendera terlebar yang berkorelasi positif dan nyata dengan bobot biji/malai (Lampiran 6). Artinya luas daun bendera yang besar dapat dilihat dari diameter batang yang besar dimana karakter ini dapat diamati pada saat vegetatif sebelum terbentuk daun bendera sehingga karakter diameter batang dapat dijadikan sebagai karakter seleksi tanaman yang efektif untuk menghasilkan produktivitas biji yang tinggi di tanah masam.

Bobot biomasa merupakan karakter yang digunakan untuk menyeleksi tanaman yang tahan tanah masam (Sungkono, 2009). Menurut Agustina (2011) tanaman peka memiliki respon pembentukan biomasa rendah pada kondisi cekaman Al dan defesiensi P.

Berdasarkan uji korelasi, umur panen dan umur berbunga berkorelasi negatif dengan bobot biji/malai, namun tidak nyata (Tabel 9). Percobaan yang dilakukan oleh Reddy et al. (2012) menunjukkan bahwa umur panen tidak berkorelasi dengan hasil biji, namun umur berbunga berkorelasi positif dan nyata dengan hasil biji.

Umur berbunga sorgum sangat dipengaruhi oleh photoperiodisitas dan suhu. Photoperiodisitas yang singkat dan suhu tinggi pada sorgum akan mempercepat pembungaan pada sorgum (Poehlman dan Sleper, 1996), sedangkan pada percobaan yang dilakukan di Bagoang ketika memasuki masa pembungaan curah hujan cukup tinggi berkisar 206 mm. Menurut Ismail dan Kodir (1977) hujan yang terus menerus pada stadia pembungaan akan menggangu proses pembentukan biji sehingga menurunkan hasilnya.

Tabel 10. Korelasi antar komponen hasil dengan bobot biji/malai sorgum Korelasi Bobot malai

kering

Bobot seribu butir

Bobot biji/malai

Panjang malai 0.479* 0.008 0.470*

Bobot malai kering -0.033 0.986*

B1000 -0.033

Keterangan: *)= berkorelasi nyata pada taraf 5% dengan korelasi Pearson.

Panjang malai dan bobot malai kering merupakan komponen hasil yang penting karena berhubungan dengan potensi hasil. Berdasarkan uji korelasi, bobot malai kering berkorelasi positif dan nyata dengan bobot biji/malai (Tabel 10). Pada sogum hibrida hasil yang tinggi berkorelasi dengan ukuran malai dan bobot malai (Poehlman dan Sleper, 1996).

Bobot malai kering memiliki nilai korelasi positif yang besar dengan bobot biji/malai dan nyata dibandingkan karakter lainnya. Tingginya tingkat keeratan hubungan antara dua variabel ini menunjukkan bahwa secara linear peningkatan bobot malai kering akan selalu diikuti dengan peningkatan bobot biji/malai

(Gomez & Gomez, 1995). Sehingga karakter ini dapat dijadikan sebagai karakter seleksi pada program pemuliaan tanaman sorgum untuk mendapatkan produktivitas biji yang tinggi, namun tidak efektif karena karakter ini tidak dapat diamati pada awal pertumbuhan.

Bobot biji/malai yang tinggi merupakan tujuan akhir sorgum biji, namun hal ini sangat ditentukan oleh pertumbuhan vegetatifnya. Berdasarkan uji korelasi, bobot biji/malai berkorelasi positif dan nyata dengan karakter vegetatif seperti diameter batang, tinggi tanaman, luas daun bendera, lebar daun bendera terlebar dan bobot biomasa. Artinya perbaikan pada karakter vegetatif akan meningkatkan bobot biji/malai.

43

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Terdapat keragaan yang berbeda antar galur - galur yang diuji dengan pembanding UPCA S1 dan Numbu pada karakter daun bendera, karakter agronomi dan komponen hasil di tanah masam.

2. Karakter daun bendera seperti luas daun bendera dan lebar daun bendera berkorelasi positif dan nyata dengan bobot biji/malai. Karakter agronomi seperti tinggi tanaman, diameter batang dan bobot biomasa berkorelasi positif dan nyata dengan bobot biji/malai. Karakter komponen hasil seperti panjang malai dan bobot malai kering berkorelasi positif dan nyata dengan bobot biji/malai.

3. Galur N/UP-32-8, N/UP-48-2, N/UP-82-3, N/UP-89-3, N/UP-118-3 dan N/UP-139-5 adalah galur F6 yang memiliki bobot biji/malai dan bobot biomasa/malai lebih besar dibandingkan UPCA S1(peka tanah msam) yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sorgum pengahasil biji yang adaptif terhadap tanah masam. Galur N/UP-32-8, N/UP-48-2 dan N/UP-118-3 memiliki bobot biji/malai lebih tinggi dibandingkan Numbu (toleran tanah masam).

Saran

Perlu dilakukan uji daya hasil lanjutan dan uji-tanin terhadap galur - galur sorgum yang diuji.

44

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., A. Dariah, dan A. Mulyani. 2007. Teknologi dan Strategi Pendayagunaan Lahan Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Bogor. Hal 367-383.

Agustina, K. 2011. Fisiologi Adaptasi Sorgum [Sorghum bicolor (L.) Moench] terhadap Toksisitas Alumunium dan Defisiensi Fosfor di Tanah Masam. Disertasi. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 142 hal.

Allard, R.W. 1996. Pemuliaan Tanaman (diterjemahkan dari : Principles of Plant Breeding, Penerjemah: Manna). PT Rineka Cipta. Jakarta.

Artschwager, E. 1948. Anatomy and morphology of the vegetative organs of

Sorghum vulgare. Technical Bulletin 957:1-55.

Bakhtiar, B.S., Purwoko, Trikoesoemaningtyas, M.A. Chozin, I. Dewi, dan M. Amir. 2007. Penapisan galur haploid ganda hasil kulur antera untuk toleransi terhadap cekaman alumunium. Bul. Agron. 35 (1): 8-14.

BATAN. 2010. Pemuliaan tanaman sorgum [Sorghum bicolor (L.) Moenc] di Patir - Batan. http://www.batan.go.id/patir/berita/pert/sorgum.html. [27 November 2011].

Blancheteau, C.I., B. Soto., P. Ulloa, F. Aquea, and M.R. Diaz. 2008. Resistance mechanism of alumunium (Al3+) phytotoxicity in cereals: physiological, genetic and molecular Bases. J. Soil Sc. Plant Nutr. 8 (4):57-71.

BMKG. 2012. Data Curah Hujan ditakar di PTPN VIII, Jasinga Tahun 2012. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Stasiun Klimatologi Bogor.

Borrell, A.K., G. Hammer, and R. G. Henzell. 2000. Does maintaining green leaf area in sorghum improve yield under drought II. Dry matter production and yield. Crop Science 40 (4): 1037-1048 p.

Borrell, A.K., G. Hammer, and E.V. Oosterom. 2001. Stay-green: a consequence of the balance between supply and demand for nitrogen during grain filling. Annuals of Applied Biology 138:91-95.

Brewbaker J.L. 1983. Genetika Pertanian (diterjemahkan dari : Agricultural Genetics, penerjemah: I. Santoso). Seri Lembaga Genetik Modern.142 hal. Brown, R.H. 1988. Growth of the green plant, p. 153-173. In M.B. Tesar (Ed).

Physiological Basis of Crop Growth and Development.American Society of Agronomy Crop Science Society of America Madison, Wisconsin.

Cuiyun, Z. 1998. Review and perspective on sweet sorghum breeding in China, p. 70-71. In J.A. Dahlberg and C.T. Hash (Eds.) International Sorghum and Millets Newsletter. ICRISAT- Patancheru.

Darmawan, J. dan Baharsjah, J.S. 2010. Dasar - dasar Fisiologi Tanaman. SITC. Jakarta. 85 hal.

Dermawan, R. 2011. Respon Galur Sorgum [Sorghum bicolor (L.) Moench] terhadap Pemupukan P pada Berbagai Taraf Kejenuhan Alumunium di Tanah Masam. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 86 hal.

DEPTAN.2011. Sorgum. http://www.deptan.go.id/ditjentan/admin/rb/sorgum.pdf. [27 November 2011].

Flores. C.I., L.M. Gourley, J.F. Pedersen, and R.B. Clark. 1991. Inheritance of acid-soil tolerance in sorghum (Sorghum bicolor) grown on an ultisol, p. 1081-1093. In R. J. Wright et al. (Eds.). Plant-Soil Interactions at Low pH. Netherlands.

Frere, M. 1982. Physical Enviromental of Sorghum and Millet-Growing Areas in South Asia. Proceeding of International Symposisum ICRISAT. ICRISAT. India. p 34.

Gandhi, E. L. 2012. Uji Daya Hasil Sorgum [Sorghum bicolor (L.) Moench] di Kebun Percobaan Leuwikopo, Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 38 hal.

Goldworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik (diterjemahkan dari: The Physiology of Tropical Field Crops, penerjemah: Tohari). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 874 hal.

Gomez, K.A, and A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Terjemahan dari : Stastical Procedures for Agricultural Research. Penerjemah: E. Sjamsudin dan Baharsjah. Universitas Indonesia Press. Jakarta. UI Press. 698 hal.

Hacker, J.B. 1992. Sorghum x drummondii (Steud.) Millsp and Chase, p.206-208.

In ‘t Mannetje, L. and R.M. Jones (Eds). Plant Resources of South-East Asia 4 Forages. PROSEA. Bogor.

Henzell, R.G., R.L. Dodman, A.A. Done, R.L. Brengman, and P.E. Mayers. 1984. Lodging, stalk rot, and root rot in sorghum in Australia, p. 225-236. In G. Rosenberg (ed). Proceedings of the Consultative Group Discussiom on Research Strategies for Control of Sorghum Root and Stalk Rot Diseases. USAID. Indonesia.

Human, S. 2007. Perbaikan Sifat Agronomi dan Kualitas Sorgum Sebagai Sumber Pangan Pakan Ternak dan Bahan Industri Melalui Pemuliaan Tanaman dengan Teknik Mutasi. Prosiding Seminar Nasional Hasil Percobaan yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif . Bogor. Hal 226-233.

Human, S. 2011. Riset dan Pengembangan Sorgum dan Gandum untuk Ketahanan Pangan. BATAN. http://www.opi.lipi.go.id. [16 Maret 2012].

IBPGR and ICRISAT. 1993. Descriptors for Sorghum [ Sorghum bicolor (L.) Moench]. International Board for Plant Genetic Resources, Rome, Italy; International Crops Research Institute for the Semi-Arid Tropics, Patancheru, India. 1-44 p.

Ismail, I.G. dan A. Kodir. 1977. Cara Bercocok Tanam Sorghum. Buletin Teknik No.2. Lembaga Pusat Penelitan Pertanian Bogor. Bogor.

Isnaini. 2010. Studi Pewarisan Sulfat Toleransi Alumunium Tanaman Sorgum Manis [Sorghum bicolor (L.) Moench]. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 77 hal.

Janssen, R., D. Rutz, S. Braconnier, B. Reddy, S. Rao, R. Schaffert, R. Parella, A. Zaccharias, N. Rettenmaier, G. Reinhardt, A. Monti, S. Amaducci, A. Marocco, W. Snijman, H. Terbianche, and F. Z. Garcia. 2010. Sweet Sorghum an Alternative Energy Crop. Biomass Conference. Munich. Germany.

Jennings, P.R., W.R. Coffman, and H.E. Kaufman. 1979. Rice Improvement. IRRI. Los Banos, Philippines.

Jordan, W. R., R.B. Clark, and N. Setharama. 1984. The role edhapic factors in disease development. Sorghum Root and Stalk Rots a Critical Review, p. 81-97. In G. Rosenberg (ed). Proceedings of Consultative Group Discussion on Research Needs and Strategies for Control of Sorghum Root and Stalk Rot Disease. USAID. Indonesia.

Kochian, L.V., M.A. Pineros, and O.A. Hoekenga. 2005. The physiology, genetics and molecular biology of plant alumunium resisteance and toxicity. Plant, Soil and Nutrition 274:175-195.

Laporan Akhir Tahun Pelestarian Plasma Nutfah Tanaman Pangan 1999/2000.2000. Pelestarian Plasma Nutfah Sorgum. Balitbio. Bogor Lemmens, R.H.M.J., N. W. Soetjipto, R.P. Van Der Zwan, and M. Parren. 1992.

Dye and Tannin-producing plants, p 17-31. Plant Resources of South-East Asia 3.PROSEA. Bogor.

Makarim, A.K., dan E. Suhartatik. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi. http:/www. litbang.deptan.go.id./padi/bbpadi. [20 Oktober 2012].

Maranville, J.W., and M.D. Clegg. Morphological and physiological associated with stalk strength, p. 111-118. In G. Rosenberg (ed). Proceedings of the

Consultative Group Discussion on Research Needs and Strategies for Control of Sorghum Root and Stalk Rot Diseases.USAID. Indonesia. Mushofa, U. 2011. Isolasi dan Karakterisasi Fragmen cDNA dari Gen Penyandi

Sitrat Sinatse pada Melastoma malabathricum. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 30 hal.

Nasrullah, N., dan N.K.W. Tunggalini. 2000. Pengaruh pemupukan urea dan nitrogen slow release terhadap pertumbuhan dan kualitas rumput lapangan golf. Bul. Agron. 28 (2): 62 - 65.

Nelson C.J, and K.L.Larson. 1988. Seedling growth, p. 93-129. In M.B. Tesar

(Ed). Physiological Basis of Crop Growth and Development. American Society of Agronomy Crop Science Society of America Madison, Wisconsin.

Novillie, L. 1977. Beverages from Shorgum and Millets. Proceedings of a Symposium on Sorghum and Millets For Human Food. Trofical Product Institute. London. Hal 73-78.

Obilana, A.B. 1998. Sorghum improvement, p. 4-16. In J.A. Dahlberg and C.T. Hash (Eds.) International Sorghum and Millets Newsletter. ICRISAT- Patancheru.

Okiyo, T., S. Gudu, O. Kiplagat, and J. Owouche. 2010. Combining drought and alumunium toxicity tolerance to improve sorghum productivity. African Crop Science Journal 18(4): 147-154.

Peng, S., R.C. Laza, R.M. Visperas, G. S. Khush, P. Virk, and D. Zhu. 2004. Rice: Progress in Breaking the Yield Ceiling. Proceedings of the 4th International Crop Science Congress. Brisbane.

Poehlman, J.M. 1979. Breeding Field Crops. New York: University of Missouri. USA. 415 p.

Poehlman, J.M., and D.A. Sleper. 1996. Breeding Field Crops 4th Ed. Lowa: Lowa State Univ Press. USA. 494 p.

Poespodarsono, S. 1988. Dasar - dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Bogor. 43 hal.

Ponidi, S., S. Sugiyatni., A.B. Yayuk, dan M. Dahlan. 1985. Adaptasi varietas sorgum di Jawa timur. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang. Bogor. Hal 161-164.

PPPTA. 2004. Hasil Rumusan Simposium Nasional dan Temu Lapang Pendayagunaan Tanah Masam. Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam Buku II. PPPTA. Bogor. Xv-xviii.

PPTP. 2009. Sorgum. dalam Hermanto, S.W Dedi, dan E. Hikmat (Eds). Deskripsi Varietas Unggul Palawija 1918-2009. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 330 hal.

Puspitasari, W. 2011.Pendugaan Parameter Genetika dan Seleksi Karakter Agronomi dan Kualitas Sorgum di Lahan Masam. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 93 halaman.

Reddy, V.S., B. Ramaiah, A.A. Kumar, and P.S. Reddy. 2007. Evaluation of sorghum genotypes for the stay-green trait and grain yield. ICRISAT 3(1): 1-4.

Reddy, P. S., J.V. Patil, S. V. Nirmal, and S.R. Gadakh. 2012. Improving post-rainy season sorghum productivity in medium soils: does ideotype breeding hold a clue?. Current Science 102(6).

Roesmarkam, S., Subandi, E. Muchlis, 1985. Hasil penelitian pemuliaan sorgum. Puslitbang, Bogor. Bogor. Hal 155-160.

Rooney, L.W, and R.D. Sullines. 1977. The Structure of Sorghum and Its Relation to Processing and Nutritional Value. Proceedings of a Symposium Sorghum and Millets for Human Food. Trofical Product Institute. London. p. 91-109.

Rostiani, N., E. Yuliani, dan N. Hermiati. 2006. Heritabilitas, kemampuan genetik dan korelasi karakter daun dengan buah muda, heritabilitas, pada 21 genotip nenas. Zuriat 17(2): 114-121.

Rostini, N., A. Baihaki, R. Setiamihardja, dan G. Suryatmana. 2003. Korelasi kandungan klorofil dan beberapa karakter daun dengan hasil pada tanaman kedelai. Zuriat 14 (3): 47-52.

Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. (diterjemahkan dari: Propertie and management of soils in the tropics, 1st edition, penerjemah: J.T. Jayadinata). Penerbit ITB. Bandung. 397 hal.

Sirappa, M.P. 2003. Aspek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan dan industri. Jurnal Litbang Pertanian 4:133-140.

Soemartono. 1995. Cekaman Lingkungan, Tantangan Pemuliaan Masa Depan. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman III. Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia dan Fakultas Pertanian Gadjah Mada.Yogyakarta. 3-9 hal.

Stenhouse, J.W and J.L. Tippayaruk. 1996. Sorghum bicolor (L.) Moench, p. 130-136. In G.J.H. Grubben and S. Partohardjono (Eds.). PROSEA 10: Plant Resources of South-East Asia 10. Cereals. PROSEA. Bogor.

Sumiyati. 2011. Pewarisan Sifat Toleran Defisiensi Fosfor pada Sorgum [Sorghum bicolor (L.) Moench]. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 90 hal.

Sunarto. 1993. Evaluasi toleransi terhadap cekaman alumunium pada beberapa galur murni kedelai. Zuriat 6 (1):61-64.

Sungkono, Trikosoemaningtyas, D. Wirnas, D. Sopandie, S. Human dan M.A. Yudianto. 2009. Pendugaa parameter genetik dan seleksi galur mutan sorgum [Sorghum bicolor (L.) Moench] di tanah masam. Bul. Agron. Indonesia 37(3):220-225.

Sungkono. 2010. Seleksi Galur Mutan (Sorghum bicolor (L.) Moench) Untuk Produktivitas Biji dan Bioetanol Tinggi di Tanah Masam Melalui Pendekatan Particitory Plant Breeding. Disertasi. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.144 hal.

Susila, B.A. 2005. Keunggulan Mutu Gizi dan Sifat Fungsional Sorgum (Sorghum vulgare). Prosiding Seminar Nasional Teknologi lnovatif Pascapanen untuk Pengembangan lndustri Berbasis Pertanian. Hal 527-534.

Tan, K, and W. G. Keljtens. 1990. Interactions between alumunium and phosphorus in sorghum plants. I. Studies with the alumunium sensitive sorghum genotype TAM428. Plant and Soil 124: 15-23.

Undersander, D.J., L.H. Smith, A.R. Kaminski, K.A. Kelling, and J.D. Doll. 1990. Sorghum forage. Alternative Field Crops Manual. Minnesota.

Walpole, R.E. 1993. Pengantar Statistik. Edisi Ketiga. Terjemahan dari: Introduction to Statistics 3rd Edition. Penerjemah: Ir. Bambang Sumantri. PT Gramedia. Jakarta. 587 hal.

Welsh, J.R. 1991. Dasar-dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman.Erlangga. Jakarta. 224 hal.

Wiliam, F.B. 1996. Nutritient Deficiencies and Toxicities in Crop Plants. APS Press.USA.1-202 p.

Wirnas, D., A. Makmur., D. Sopandie, dan H. Aswidinoor. 2002. Evaluasi ketenggangan galur padi gogo terhadap cekaman alumunium dan efesiensi penggunaan hara kalium. Bul. Agron. 30(2):39-44.

Wyss, E, and B. Bros. 1976. Millets and Sorgum Milling. Proceedings of A Symposium on Sorghum and Millets for Human Food. Trofical Product Institute. London. Hal 111-120.

Yusro. 2001. Pengelompokan Varietas/Galur Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Berdasarkan Ciri-Ciri Morfologinya. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor. Skripsi.18 hal.

Lampiran 1. Analisis tanah Desa Bagoang, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, ke-1

Lampiran 2. Analisis tanah Desa Bagoang, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, ke – 2

Lampiran 3. Data iklim di Jasinga tahun 2012 BULAN TEMPERATUR (0C) KELEMBABAN RATA2 (%) Curah Hujan HH (Hari) RR (mm) FEB 25.6 87 12 204 MAR 26.1 85 13 167 APR 26 86 13 362 MEI 26.1 85 9 206 JUNI 26.2 79 10 132 JML 130 422 57 1071 RATA2 26 84.4 11.4 214.2 Sumber : BMKG, 2012

Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor Elevasi : 190 m

Lokasi : 06.33 LS : 106.45 BT

Keterangan

RR : Curah Hujan ditakar di PTPN VIII, Jasinga.

Lampiran 4. Deskripsi varietas UPCA S1 dan Numbu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2009)

UPCA S1 Numbu

No silsilah 56B -

Asal Filipina India

Umur Berbunga 55-60 hari 69 hari

Umur Panen 90-100 hari 100-105 hari

Tipe Tanaman Tidak beranak, tidak

bercabang, berbatang kokoh, dan tahan rebah.

Tidak beranak

Bentuk daun - Pita

Warna Daun Hijau cerah -

Panjang Daun 50-70 cm -

Lebar Daun 7-9 cm -

Panjang Malai 20-22 cm 22-23 cm

Jumlah Duan/batang 13-15 helai 14 helai

Tinggi Tanaman 140-160 cm 187 cm

Tipe Malai Setengah kompak, tegak,

berbentuk elip

Berbentuk elip, tegak,

kompak, warna krem

Sifat Sekam Warna hitam, menutup

sepertiga bagian biji dan berbulu halus

Warna coklat muda menutup sepertiga bagian biji

Bobot biji/malai 40 g -

Bobot 100 butir 2.4 g 3.6-3.7 g

Sifat biji Warna putih kapur, bentuk

bulat, mudah rontok dan disosoh.

Mudah rontok dan disosoh, bentuk bulat lonjong

Hasil rata-rata 4.0 ton/ha 3.11 ton/ha

Potensi hasil - - Kadar Protein 9.0% 9.12% Kadar phosphor 0.116 - Kadar lemak 5.7% 3.94% Kadar karbohidrat 66.5% 84.58% Kadar kalsium 0.091% - Kadar magnesium 0.205% - Kadar tannin 0.251% - Rasa Kurang -

Keterangan Cocok untuk lahan dataran

rendah, pH Netral,banyak berkembang di Jawa Tengah

Dapat ditanam dilahan

sawah dan tegalan.

Lampiran 5. Denah petak percobaan N/UP-166-6 Ulan gan 1 N/UP-139-1 Ulan gan 2 N/UP-151-3 Ulan gan 3

N/UP-4-3 N/UP-82-3 N/UP-156-8

N/UP-48-2 UPCA S1 NUMBU

U

N/UP-159-9 N/UP-124-7 N/UP-17-10

N/UP-139-5 N/UP-118-7 N/UP-89-3

N/UP-82-3 N/UP-4-8 N/UP-39-10

N/UP-118-3 N/UP-4-3 N/UP-166-6

UPCA S1 N/UP-151-3 N/UP-32-8

N/UP-156-8 N/UP-118-3 N/UP-139-1

N/UP-89-3 N/UP-139-5 N/UP-48-2

N/UP-39-10 NUMBU N/UP-82-3

N/UP-32-8 N/UP-17-10 N/UP-159-9

N/UP-4-8 N/UP-48-2 N/UP-124-7

N/UP-118-7 N/UP-166-6 N/UP-118-3

N/UP-151-3 N/UP-32-8 N/UP-4-3

N/UP-139-1 N/UP-39-10 UPCA S1

NUMBU N/UP-156-8 N/UP-4-8

N/UP-17-10 N/UP-159-9 N/UP-139-5

N/UP-124-7 N/UP-89-3 N/UP-118-7

0.7 m 0.7 m 2.1 m 2.1m

Lampiran 6. Korelasi antar karakter galur - galur sorgum di tanah masam

JD LDB PDB LRDB LDBT KDAV KDAG TT DB BBM UB 50% UP80% PM BMK B1000 JD 1.000 LDB 0.367 1.000 PDB 0.037 0.862** 1.000 LRDB 0.106 0.199 0.105 1.000 LMDB 0.419 0.625** 0.331 0.012 `1.000 KDAV -0.053 0.185 0.328 -0.038 -0.200 1.000 KDAG 0.474* -0.262 -0.132 0.017 0.466* 0.603** 1.000 TT 0.636** 0.251 -0.053 0.056 0.238 0.127 -0.140 1.000 DB 0.648** 0.778** 0.536* 0.030 0.636** 0.196 -0.254 0.664** 1.000 BBM 0.638** 0.703** 0.476* 0.041 0.537* 0.212 -0.228 0.777** 0.966** 1.000 UB 0.138 -0.036 0.020 0.139 -0.053 0.060 -0.051 -0.265 -0.155 -0.252 1.000 UP -0.074 -0.063 0.057 0.242 -0.275 0.104 -0.134 -0.073 -0.084 -0.080 0.129 1.000 PM 0.152 0.140 0.078 -0.176 0.068 0.320 0.147 0.485* 0.361 0.373 -0.115 0.210 1.000 BMK 0.496 0.655** 0.427 0.251 0.538* 0.228 -0.072 0.668** 0.891** 0.903** -0.290 0.019 0.479* 1.000 B1000 0.266 -0.014 -0.077 0.035 -0.236 -0.070 -0.159 0.433 0.083 0.195 -0.039 -0.145 0.008 -0.033 1.000 BBJ 0.442 0.613** 0.381 0.170 0.572* 0.203 -0.089 0.671** 0.868** 0.894** -0.391 -0.013 0.470* 0.986** -0.033 Keterangan: JD = Jumlah daun, LDB = Luas daun bendera, PDB = Panjang daun bendera, LRDB = Lebar rata-rata daun bendera, LDBT = Lebar daun

bendera terlebar, KDAV = kehijauan daun akhir vegetatif, KDAG = Kehijauan daun akhir generatif, TT = Tinggi tanaman, DB = Diameter batang, BBM = Bobot biomasa, UB 50% = Umur berbunga 50% tanaman dalam satu petak percobaan, UP 80% = Umur panen 80% tanaman

Dokumen terkait