• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerajaan Melayu di Sumatra

Dalam dokumen DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Halaman 83-87)

Dari kitab sejarah dinasti Tang kita menjumpai untuk pertama kalinya pemberitaan tentang datangnya utusan dari daerah Mo-lo-yeu di Cina pada tahun 644 dan 645. Nama Mo-lo-yeu ini mungkin dapat dihubungkan dengan kerajaan Melayu, yang letaknya di Pantai Timur Sumatra dengan pusatnya di sekitar Jambi. Sekitar tahun 672 Masehi I-tsing seorang pendeta Budha dari Cina, dalam perjalanannya dari Kanton menuju India, singgah di She-li-fo-she (Sriwijaya) selama enam bulan untuk belajar tata bahasa Sansekerta. Dari She-li-fo-she It- sing berlayar ke Melayu dengan menggunakan kapal raja. Ia tinggal di Melayu selama dua bulan. Selanjutnya ia berlayar ke Kedah selama lima belas hari. Pada bulan ke-12 ia meninggalkan Kedah menuju ke Nalanda, ia berlayar selama dua bulan. Ketika kembali dari Nalanda pada tahun 685, It-sing singgah lagi di Kedah. Kemudian pada musim dingin ia berlayar ke Mo-la-cu yang sekarang telah menjadi Fo-she-to dan tinggal di sini selama pertengahan musim panas, lalu ia berlayar selama satu bulan menuju Kanton. Dari keterangan tadi dapat disimpulkan bahwa sekitar tahun 685 kerajaan Sriwijaya telah mengembangkan kekuasaannya , dan salah satu negara yang ditaklukkannya adalah Melayu. 30

Dari studi tentang pelayaran menyusuri pantai Champa dan Annam menunjukkan adanya beberapa toponim pada pantai-pantai itu yang berasal dari bahasa Melayu. Pendapat ini memperkuat dugaan kita bahwa pelayaran ke negeri Tiongkok dilakukan oleh kapal-kapal dari pelaut-pelaut Melayu. I-Tsing dalam salah satu bukunya yang ia selesaikan antara tahun 690 ada keterangan yang menyatakan bahwa sementara itu Melayu telah menjadi kerajaan Sriwijaya. 31 . Sementara itu perdagangan berpindah tempat. Mula-mula kedudukan Sriwijaya diganti oleh Malayu (Jambi ), yang juga berkuasa di semenanjung Malaka dan mengirimkan utusan-utusan ke Tiongkok. Akan tetapi Malayu lalu memindahkan

30

Poesponegoro, Sejarah Nasional, 81.

31

Soekmono, Pengantar Sejarah II, .37

pusat kekuasaannya ke daerah pedalaman, yaitu ke Minangkabau, sehingga pengawasan terhadap Selat Malaka berkurang.32

B.1. Hubungan Kerajaan Melayu dengan yang Lain

Setelah ditaklukkan Sriwijaya pada tahun 685, nama Melayu menjadi hilang, dan baru muncul pada pertengahan terakhir abad ke-13. Di dalam kitab Pararaton dan Nagarakertagama disebutkan bahwa pada tahun 1275 Raja Kertanagera mengirimkan tentaranya ke Melayu. Pengiriman pasukan ini dikenal dengan sebutan Pamalayu. Letak Malayu yang sangat strategis di pantai Timur Sumatera dekat Selat Malaka, memegang peranan penting dalam dunia pelayaran dan perdagangan melalui Selat Malaka yaitu antara India dan Cina dengan beberapa daerah di Indonesia bagian Timur. Sementara itu pengaruh kerajaan Mongol sudah tidak terbendung lagi. Pada tahun 1280, 1281, 1286 dan terakhir tahun 1289 Kubhilai Khan mengirimkan utusan ke Singasari minta agar raja Kertanegara mau mengakui kekuasaannya. Tetapi semua perutusan tadi diusir kembali setelah mukanya dirusak. 33

Negarakertagama mengatakan bahwa expedisi tahun 1292 itu bukan saja menuju Melayu tetapi juga ke pantai barat Kalimantan dan Semenanjung Malayu. Disebutkan bahwa, Kertanegara telah mendapat Bakulapura yaitu Tanjungpuri di Kalimantan dan Pahang, nama yang dipakai untuk seluruh bagian selatan Malaya pada jaman Prapanca..34 Ekspedisi Pamalayu mempunyai hubungan erat dengan ekspansi kerajaan Mongol yang sedang giat dilancarkan oleh Kubhilai Khan untuk menguasai daerah Asia Tenggara dan juga dalam rangka politik perluasan kekuasaan kerajaan Singasari. Ekspedisi ini berhasil menjalin hubungan persahabatan antara Singasari dan Melayu. Untuk mempererat hubungan ini pada tahun 1208 S atau 1286 Masehi raja Sri Kertanegara, mengirimkan sebuah arca

32

Burger, Sejarah Ekonomis, 31.

33

Poeponegoro dkk., Sejarah Nasional, 84.

34

Lihat H.G. Quaritch Wales, ‘The Extent of Srivijaya’s Influence Abroad’, JMBRAS 1 (51) (1978) 5-11. Lihat juga Hall, Sejarah Asia Tenggara, 75.

Buddha Amoghapasalokeswara beserta empat belas pengiringnya ke Melayu

(suvarnabhumi) sebagai hadiah. 35 Penempatan arca ini di Dharmasraya dipimpin oleh 4 orang pejabat tinggi dari Jawa. Pemberian hadiah ini membuat seluruh rakyat Malayu sangat bergirang hati terutama rajanya yang bernama Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa. Keterangan mengenai hadiah dari raja Kertanegara ini tertulis pada lapik (alas)arca Amoghpasa itu sendiri. Arca ini diketemukan kembali di daerah sungai Langsat dekat Sijunjung, di daerah hulu sungai Batanghari.

Menurut Krom, tahun 1275 ia mengirim ekspedisi besar yang dikenal sebagai Pamalayu, untuk memulai menaklukan pulau itu, dan ekspedisi itu belum kembali sampai tahun 1293 yaitu tahun kematiannya. Tahun 1286 penaklukan itu berhasil baik sehingga ia mengirim tiruan patung ayahnya Visnhu vardhana di Candi Jago untuk ditempatkan dengan hikmat di Dharmasraya di kerajaan Melayu untuk menjamin hubungan antara kerajaan itu sebagai kerajaan bawahannya, dan dinastinya melalui pemujaan nenek-moyang. 36

Dalam menggambarkan delapan kerajaan Sumatra itu Marco Polo memberikan kesan bahwa itu adalah reruntuhan sebuah kerajaan. Dan meskipun Kertanegara dan Singhasari tiba-tiba berakhir tahun 1292, ketika diserbu oleh ekspedisi besar dari Cina yang bertujuan untuk memberikan hukuman, yang dikirim oleh Kubilai Khan, baik Melayu maupun Palembang tidak dalam keadaan mampu melaksanakan oprasi yang bertujuan mempertahankan miliknya. Melayu adalah satu-satunya negara Sumatra yang amat penting dalam abad XIV, dan beberapa tulisan menunjukan bahwa Melayu masih merupakan tempat pengungsian kebudayaan “ Hindu “. Tetapi tidak lagi sebagai kerajaan internasional yang besar..

Setelah peristiwa ini, kita tidak memperoleh keterangan lainnya mengenai keadaan di Sumatera, baru kemudian pada masa pemerintahan Tribhuwanottunggadewi Jayawisnuwardhani (1328-1350) kita memperoleh

35

Poesponegoro dkk., Sejarah nasional, 83.

36

Hall, Sejarah Asia Tenggara, 62-71..

sedikit keterangan tentang daerah Melayu. Rupa-rupanya kerajaan Malayu ini muncul kembali sebagai pusat kekuasaan di Sumatera, sedangkan Sriwijaya setelah adanya ekspedisi Pamalayu dari raja Kertanegara, tidak terdengar lagi beritanya. Adityawarman yang kemudian memerintah sebagian besar Sumatra dan dengan kebajikan perkawinan ganda ibunya dianggap sebagai anak tertua dari ayahnya yang orang Sumatra itu pada waktu itu dan “anak bungsu” dari Kertarajasa. Ia dibesarkan di Keraton Majapahit dan bertugas sebagai Komandan tentara Jawa yang mengalahkan Bali. Tahun 1343 ia mengabdikan di Candi Jago sebuah patung Manjusri, yaitu Bodhisattwa yang berjuang melawan kebodohan. Stutterheim menginterprestasikan ini sebagai suatu gambaran pembinaan dimasa mudanya di istana. Segera setelah itu ia memerintah di Melayu, di sana mungkin ia menggantikan ayahnya. Beliau tidak berusaha menghidupkan lagi kekuasaan di laut yang dulu pernah dipegang oleh Sriwijaya, tetapi memusatkan dirinya terutama pada perluasan kekuasaannya di beberapa bagian daratan Sumatra.

Untuk mengekalkan kekuasan Majapahit di Bali, maka perlu ada pemerintahan yang lebih langsung. Atas dasar ini Gajah Mada memutuskan untuk menempatkan Adityawarman di Melayu. Pada mulanya di Majapahit Adityawarman menjabat sebagai wrddhamantri dengan gelar arrya dewaraja pu Aditya.. Segera setelah Adityawarman tiba di Sumatra, ia menyusun kembali pemerintahan Mauliwarmmadewa yang kita kenal dari tahun 1286. Ia memperluas kekuasaannya sampaai daerah Pagarruyung (Minangkabau), dan mengangkat dirinya sebagai maharajadhiraja (1347), meskipun terhadap Rajapatni ia masih tetap mengaku dirinya sang mantri yang masih terkemuka dan masih sedarah dengan raja putri itu.

Berkaitan dengan hubungan kerjasama antara Sumatra dengan Majapahit, hanya sedikit saja yang diketahui kembalinya ekspedisi Pamalayu Kertanegara itu. Tetapi dari apa yang telah diketahui, rupanya menentukan pencantuman nama pulau itu dalam Negarakertagama sebagai tanda berada dalam kekuasaan Majapahit tahun 1365. Abad sebelumnya telah diketahui munculnya Melayu di Palembang. Kepada Kepala Negara yang terdahululah Kertanegara mengirimkan

patung Amoghaphasa yang banyak dibicarakan itu. Pada Tahun 1286, ketika persiapan pendirian “persekutuan suci“ untuk menentang ancaman Mongol, Raja Mauliwarnadewa yang bertakhta waktu itu mengirim dua orang putri ke Majapahit bersama kembalinya armada Pamalayu. Salah seorang diantaranya bernama Dara Perak, yang kawin dengan Kertarajasa Jayawardhana dan menjadi ibu dari Jayanegara. Yang lain bernama Dara Jingga menurut Stutterheim, kawin dengan salah seorang keluarga keraton dan melahirkan seorang putera yang menggantikan Mauliwardhana melalui upacara. 37

Adapun Hubungan antara Melayu dengan Sriwijaya dapat diketahui melalui Prasasti yang ditinggalkan. Menurut J.L Moens prasasti Kedukan Bukit dimaksudkan untuk memperingati kemenangan Sriwijaya terhadap Melayu. Karena ibukota Melayu itu di Palembang, maka kemenangan Sriwijaya atas Melayu dapat juga dikatakan sebagai penguasaan daerah Palembang atas Sriwijaya.

Dalam dokumen DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Halaman 83-87)