• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Diplomasi dan Pola Pengamanan

Dalam dokumen DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Halaman 78-82)

A. Kerajaan Sriwijaya :

A.3. Tradisi Diplomasi dan Pola Pengamanan

Tidak dapat dipungkiri bahwa Sriwijaya sebagai sebuah negara maritim yang besar telah mengembangkan ciri-ciri yang khas, yaitu mengembangkan suatu tradisi diplomasi yang menyebabkan kerajaan tersebut lebih metropolitan sifatnya. Dalam upaya mempertahankan peranannya sebagai negara berdagang, Sriwijaya lebih memerlukan kekuatan militer yang dapat melakukan gerakan ekspedisioner dari pada negar agraris. 22 Hal ini didukung dengan letaknya yang strategis, yaitu pada jalan perhubungan laut India–Tiongkok. Ini menunjukkan bahwa posisi Sriwijaya jauh lebih lebih baik dari pada kedudukan pulau Jawa yang agak memojok. Berita-berita dari Tiongkok yang paling tua menceritakan hal Sumatra, akan tetapi tak memuat apa-apa tentang pulau Jawa. Sebelum

20

Sjafei, ‘Catatan mengeni’, 56

21

Burger, Sejarah Ekonomis, 29.

22

Poesponegoro, Sejarah Nasional, 72.

kerajaan Jawa mengembangkan kekuasaannya, maka Sriwijaya adalah negara yang utama di Indonesia. Adapun pola perdagangan Kerajaan Sriwijaya mempunyai sifat yang sama dengan perdagangan kuno di negeri yang lain . 23

Dalam bentuk hubungan luar negeri, terlihat bahwa hubungan dengan Cina cukup dominan dan intensif. Dari data yang ada menunjukkan pada abad V Sriwijaya yang dulu ditafsirkan Kan-t-o-li telah mengirimkan utusan ke Cina sejak abad V hingga pertengahan abad VI. Pada abad berikutnya Sriwijaya juga sering mengirimkan utusan ke negeri Cina. Selain dengan Cina, Sriwijaya juga menjalin persahabatan dengan Bengala dan Cola pada abad IX hingga abad XI. Bentuk hubungan Sriwijaya dilakukan secara aktif, sehingga dampak dari hubungan ini adalah menjadikan Sriwijaya sebagai pusat pengajaran agama Budha. 24 Pada abad ke-11 dengan bantuan raja Cola, Sriwijaya berhasil mengembalikan kewibawaan Sriwijaya atas jazirah Malaka, sehingga ia disebut “raja Kataha, yaitu raja Kedah di Malaya dan Sriwijaya“.

Setelah jalan pelayaran ke negeri Tiongkok semakin dikenal dan dikembangkan, maka letak geografis pantai timur pulau Sumatra menjadi bertambah penting. Hegemoni di bagian barat kepulauan Indonesia, mulai menjadi incaran para raja dan para penguasa setempat yang ingin menguasai kedudukan yang amat strategis itu. Di dalam sejarah Indonesia, kekuatan pertama yang berhasil menguasai daerah selat Malaka yang memegang kunci pelayaran perdagangan baik ke negeri Tiongkok maupun ke negeri– negeri barat, adalah kerajaan Sriwijaya. Penguasaannya atas daerah Tanah Genting Kra di Semenanjung Melayu bukan hanya dimaksudkan untuk mengendalikan lalu lintas laut yang keluar masuk selat Malaka saja, tetapi juga ditujukan untuk menguasai penyeberangan darat yang melintas melalui Tanah Genting Kra. 25

Sriwijaya mengandalkan pada sektor perdagangan dan pelayaran. Dengan demikian jika suatu negara hidup dari perdagangan, berarti penguasanya harus

23

Burger, Sejarah Ekonomis, 26.

24

Poesponegoro, Sejarah Nasional, 75.

25

Sjafei, Catatan mengenai, 52.

menguasai jalur-jalur perdagangan dan pelabuhan tempat barang ditimbun untuk diperdagangkan. Penguasan jalur perdagangan dan pelabuhan ini dengan sendirinya memerlukan pengawasan langsung dari penguasa. Sriwijaya tumbuh karena memang di sekitar area itu tidak ada alternatif lain. Berkat armadanya yang kuat ia berhasil menguasai daerah yang potensial dapat menjadi saingannya. Dengan cara ini ia menyalurkan barang dagangannya ke pelabuhan yang dikuasainya. Perdagangan dengan Cina dan India telah memberikan keuntungan besar kepada Sriwijaya. Kerajaan ini telah berhasil mengumpulkan kekayaan yang besar. Raja Sriwijaya termashur karena kekayaannya, sehingga kekayaan kerajaan itu suatu hal yang banyak dipercakapkan banyak orang. Selain itu untuk menjamin perdagangan di wilayahnya juga memenuhi kewajibannya kepada mereka yang berdagang dengannya, yaitu memastikan jalur pelayarannya aman dari bajak laut. Sampai abad ke-10, Sriwijaya mampu mengatasi gangguan keamanan sehingga tidak ada keluhan berkaitan dengan bajak laut.

Pola pengamanan yang dilakukan adalah memasukkan kepala bajak laut dalam ikatan dengan kerajaan. Mereka mendapatkan bagian yang ditentukan oleh raja dari hasil perdagangan. Dengan demikian mereka menjadi bagian dari organisasi perdagangan kerajaan. Cara ini menjadikan bajak laut sebagai pengaman jalur-jalur pelayaran. Metode ini efektif bila raja mempunyai kewibawaan riil, dan ini dimiliki oleh Sriwijaya. Kewibawan yang dimiliki antara lain adalah hasil diplomasinya dengan Cina (halaman 78). Sriwijaya merupakan sebuah negara yang mengirim upeti ke negara Cina, sehingga Cina berkewajiban memberi perlindungan jika diperlukan. Hubungan dengan Cina tersebut tentu disebarluaskan dan menjadi suatu faktor pencegah keinginan merugikan Sriwijaya oleh negara-negar lain, khususnya di Asia Tenggara. Walaupun hal ini tidak dapat mencegah serangan dari raja Cola.

Untuk kepentingan perdagangan, Sriwijaya tidak keberatan mengakui Cina sebagai negara yang berhak menerima upeti. Ini adalah sebagian usaha diplomatiknya untuk menjamin agar Cina tidak membuka perdagangan lain dengan negara lain di Asia Tenggara, sehingga akan merugikan perdagangan Asia

Tenggara. Demikian baiknya kedudukan Sriwijaya dalam perdagangan dengan Cina hingga melalui perutusannya ia dapat mengusulkan beberapa perubahan terhadap perlakuan para pejabat perdagangan Cina di Kanton terhadap barang- barang Sriwijaya yang dirasakan merugikan. 26

Sementara itu Sriwijaya tetap menjadi pusat agama Budha yang mempunyai nilai Internasional. Dari tahun 1011 M hingga tahun 1023 M di Sriwijaya telah tinggal seorang bhiksu dari Tibet bernama Atica, untuk menimba ilmu. Dari raja Sriwijaya ia diberi hadiah sebuah kitab agama Budha. 27 Di ibu kota Sriwijaya terdapat lebih dari seribu pendeta Budha, dimana aturan dan upacara mereka sama dengan yang ada di India.

Pelayaran teratur antara Sriwijaya dengan pulau-pulau Indonesia dilakukan antara Malaka dan Anam. Di samping itu Sriwijaya juga menyelenggarakan pelayaran ke India. Pada masa itu, pelayaran hanya dilakukan di dalam wilayah Indonesia saja, yaitu dari Maluku ke Malaka, suatu prestasi yang besar, karena jaraknya cukup panjang yaitu seperdelapan dari lingkaran bumi.

Hingga permulaan abad XI kerajaan Sriwijaya masih merupakan pusat pengajaran agama Budha yang bertaraf internasional. Raja Sri Cudamaniwarman yang masih keturunan raja Sailendra dalam menghadapi ancaman di Asia Tenggara menjalin persahabatan dengan Cina dan Cola. Pada tahun 1003, raja tersebut mengirim dua utusan ke Cina untuk membawa upeti. Adapun hubungan persahabatan antara Sriwijaya dengan Cola tidak berlangsung lama, terbukti pada tahun 1017 raja Cola menyerang Sriwijaya. Pada serangan yang kedua, raja Rajendracola pada tahun 1825 raja Sriwijaya dapat ditawan oleh tentara Cola. Meskipun demikian Sriwijaya tidak menjadi daerah jajahan kerajaan Cola.28

Serangan dari raja Cola tidak membuat Sriwijaya jatuh, bahkan sebaliknya, mampu membangun kembali negara agar menjadi besar. Kebesaran Sriwijaya dibuktikan dengan adanya bangunan suci di Jambi yang mungkin lebih besar dari Borobudur, tetapi yang tinggal hanyalah sebuah stupa dan makara-makaranya

26

Poesponegoro dkk., Sejarah Nasional, 72, 77, 78, 79.

27

Soekmono, Pengantar Sejarah II, 54.

saja, salah satu diantaranya memuat angka tahun 1064. Menilik corak dan bentuk stupa dan makaranya, cenderung serupa dengan apa yang terdapat di Jawa Tengah Selatan.

Dalam dokumen DALAM PROSES INTEGRASI BANGSA (Halaman 78-82)