• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III CITRA PENDIDIKAN NILAI

3.1 Pengantar

3.2.12 Keramahan

Bu Mus adalah seorang guru muda yang ramah. Ketika pendaftaran murid baru, ia beramah tamah dengan para orang tua murid. Selain itu, ia juga murah senyum.

(126) Bu Mus mendekati setiap orangtua murid di bangku panjang tadi, berdialog sebentar dengan ramah, dan mengabsen kami….(hlm.9).

(127) … Maka Bu Mus mengambil inisiatif sambil tersenyum bersahabat.

“Baiklah, selamat datang di kelas kami, setelah ini pelajaran kemuhammadiyahan, silakan Ananda (Flo) duduk di sana dengan Sahara”(hlm.355).

Keramahan juga ditunjukan oleh Lintang. Ketika Ikal menghampirinya di dalam kelas, Lintang menunjukkan sikap yang bersahabat. Ia menyalami Ikal dengan pnuh semangat.

(128) Ketika aku menyusul Lintang ke dalam kelas ia menyalamiku dengan kuat seperti pegangan tangan calon mertua yang menerima pinangan….(hlm.12).

Kesabaran digambarkan oleh Bu Mus dan Mahar. Ketika salah satu muridnya, Harun, yang mempunyai keterbelakangan mental, bertanya kepada Bu Mus dengan pertanyaan yang sama sepanjang tahun, Bu Mus selalu menjawabnya dengan sabar. Begitu juga yang dilakukan Mahar, ketika menghadapi Harun saat bermain musik.

(129) ... Jika Bu Mus menjelaskan pelajaran, ia (Harun) duduk tenang dan terus-menerus tersenyum. Pada setiap pelajaran apa pun, ia akan mengacung sekali dan menanyakan pertanyaan yang sama, setiap hari, sepanjang tahun, ”Ibunda Guru, kapan kita akan libur lebaran?”

”Sebentar lagi Anakku, sebentar lagi...,” jawab Bu Mus sabar, berulang-ulang, puluhan kali, sepanjang tahun, lalu Harun pun bertepuk tangan (hlm.77).

(130) Insiden sempat terjadi pada awal pembentukan band ini karena Harun bersikeras menjadi drumer padahal ia sama sekali buta nada dan tak paham konsep tempo.

”Dengarkan musiknya, Bang, ikuti iramanya,” kata Mahar sabar (hlm.147).

3.2.14 Silaturahmi

Citra pendidikan nilai yang lain adalah hubungan silaturahmi yang tetap terjaga. Anggota Laskar Pelangi tetap menjalin silaturahmi meskipun sudah sekian tahun berpisah. Rasa kekeluargaan masih sama seperti waktu mereka mengenyam pendidikan bersama di sekolah Muhammadiyah.

(131) Setelah acara peluncuran buku, aku, Nur Zaman, Mahar, dan Kucai mengunjungi ibu Ikal untuk bersilaturahmi sekalian menanyakan kabar anaknya di rantau orang....(hlm.491)

Hasil penelitian pada bab ini mendeskripsikan tentang citra pendidikan nilai. Citra pendidikan nilai adalah gambaran usaha untuk membantu peserta didik untuk menyadari dan mengalami nilai-nilai, menyumbangkan secara integral dan keseluruhan hidup mereka.

Pendidikan nilai berisi tentang: penghargaan pada nilai kemanusiaan, penghargaan atas hak asasi manusia, penghargaan pada perbedaan, kemampuan hidup pada perbedaan, persaudaraan, sopan santun, demokrasi, kejujuran, tanggung jawab, keadilan, daya juang, kerohanian, dan kelestarian alam.

Citra pendidikan nilai yang ada dalam novel Laskar Pelangi adalah kejujuran, tekad kuat, penemuan identitas, bertanggung jawab, bekerja keras, keikhlasan, menepati janji, dapat dipercaya, beradaptasi, baik hati, kebijaksanaan, keramahan, kesabaran, dan silaturahmi.

Bab yang terakhir ini akan dibagi menjadi dua bagian, yakni (1) kesimpulan dan (2) saran. Kesimpulan yang di maksud merupakan gabungan pemikiran dari Bab I sampai Bab III. Sedangkan bagian saran berisi masukan-masukan bagi pembaca yang hendak mengadakan penelitian dengan pustaka yang sama dengan pustaka yang digunakan oleh penulis, yakni novel Laskar Pelangi

karya Andrea Hirata.

4.1 Kesimpulan

Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata merupakan sebuah karya sastra yang di dalamnya sarat akan kehidupan sosial, yakni kehidupan sosial yang dialami oleh penulisnya sendiri. Andrea Hirata menuturkan dengan jujur dan lugas mengenai apa yang yang pernah ia lihat dan ia rasakan melalui tokoh-tokoh yang ada dalam Laskar Pelangi. Permaslahan yang di angkat juga tidak jauh dari permasalahan yang akrab di seputar kehidupan penulisnya. Melihat konsis tersebut, maka peneliti melakukan penelitian ini dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

Tokoh di dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yakni tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama dalam novel Laskar Pelangi, ada tiga yaitu, Ikal, Lintang dan Mahar. Sedangkan tokoh tambahannya adalah Sahara, Syahdan, Kucai, Trapani, Borek/Samson, A Kiong, Harun, Flo, Bu Mus, Pak Harfan, dan A Ling.

Tokoh Ikal mempunyai tinggi badan yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek dan berambut ikal. Ia berasal dari keluarga berekonomi rendah. Ayahnya adalah seorang buruh tambang yang bergaji kecil, sedangkan saudara-saudara Ikal bekerja menjadi kuli. Ikal sangat menghormati dan menyayangi ibunya. Pelajaran kemuhammadiyahan tidak memperbolehkannya bohong, apalagi kepada ibu. Ikal juga mempunyai bakat seni, khususnya pada puisi. Ia menyerahkan karya puisinya sebagai tugas kesenian kepada Bu Mus. Ia termasuk anak yang pintar. Ia selalu menduduki peringkat kedua di kelasnya. Cita-citanya adalah ingin menjadi pemain bulu tangkis dan penulis yang berbobot, namun ia malah menjadi pegawai di salah satu kantor pos di Jakarta sebagai tukan sortir.

Tokoh Lintang digambarkan sebagai tokoh yang berwajah manis dan berambut keriting. Penampilannya sangat sederhana. Tubuhnya tak terawat, kotor, dan berbau hangus. Lintang berasal dari Tanjong Kelumpang, desa nun jauh di pesisir pantai, yaitu sebuah wilayah paling timur di Sumatra. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya. Lintang mempunyai lima adik perempuan dan ia tinggal bersama empat belas anggota keluarga lainnya. Ayah Lintang adalah seorang nelayan yang bekerja sebagai petani penggarap karena ia tidak memiliki perahu. Sedangkan ibunya adalah seorang keturunan bangsawan kerajaan lama Belitong. Lintang adalah sosok yang ramah dan suka menolong teman yang mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran. Ia tidak segan untuk berbagi ilmu kepada temannya. Lintang adalah seorang anak yang pemberani, pantang menyerah, dan rajin. Tak pernah sehari pun ia membolos sekolah, walaupun hanya untuk menyanyikan lagu Padamu Negeri di akhir jam sekolah. Lintang adalah anak yang

pintar dan genius. Ia selalu mendapatkan nilai-nilai yang jauh di atas rata-rata. Kegeniusan ini mengantar Lintang pada lomba kecerdasan antarsekolah. Lintang mampu mengaharumkan nama sekolah Muhammadiyah yang menjuarai perlombaan itu. Lintang mempunyai cita-cita menjadi seorang matematikawan. Harapan itu harus ia pendam karena ia tak bisa melanjutkan sekolah dan harus menganggung nafkah keluarganya setelah ditinggal mati ayahnya. Lintang memenuhi harapan ayahnya untuk tidak menjadi nelayan. Ia bekerja sebagai sopir truk.

Tokoh Mahar diceritakan sebagai anak yang pekerja keras. Ia bekerja sebagai tukang parut kelapa. Ia memiliki tangan yang berminyak dan kuku-kuku yang cacat karena disayat gigi-gigi mesin parut. Ia juga berpenampilan etnik dengan aksesori-aksesorinya. Mahar adalah seniman yang imajinatif. Ia menciptakan sebuah karya dengan imajinasinya. Ia penuh dengan ide-ide gila yang kreatif. Ia menciptakan gerakan tarian yang dipakai untuk lomba karnaval 17 Agustus-an. Dengan tarian itu, sekolah Muhammadiyah berhasil mendapat trofi Penampil Seni Terbaik. Mahar juga gemar pada hal-hal yang berbau supranatural. Kegemaran itu membawa dampak buruk untuknya. Nilai-nilai ujiannya merosot tajam, dan ia terancam tidak dapat mengikuti Ebtanas. Keyakinannya terhadap dunia gelap membuatnya berpikir untuk meminta bantuan seorang dukun agar mendapat nilai yang bagus.

Tokoh Sahara digambarkan sebagai wanita yang cantik. Ia memakai jilbab dan mempunyai tubuh yang ramping. Ayahnya bekerja di PN sebagai seorang Taikong. Sahara adalah gadis yang tempramen. Jika marah alisnya akan bertemu

dan tak segan mencakar. Ia juga pintar dan peringkatnya bersaing dengan Trapani. Sahara menjunjung tinggi kejujuran. Ia pantang berbohong. Cita-citanya ingin menjadi seorang pejuang hak-hak asasi wanita

Tokoh Syahdan digambarkan sebagai seorang anak yang bertubuh kecil. Ia berasal dari keluaga nelayan yang miskin. Ayahnya adalah seorang nelayan yang bekerja di bagan dan gudang kopra. Cita-cita Syahdan adalah ingin menjadi aktor ternama, tapi kemudian ia bekerja di sebuah perusahaan terkemuka sebagai Manager.

Sedangkan tokoh Kucai digambarkan sebagai seorang anak yang menderita rabun jauh karena kekurangan gizi pada waktu kecil. Ia memiliki jiwa oportunis yang bermulut besar. Ayahnya adalah seorang pensiunan tukang bagi beras di PN Timah dan ketua Badan Amil masjid. Selain itu, Kucai adalah seorang yang bermulut besar, berotak tumpul, populis, dan tak tahu malu. Ia ingin menjadi anggota dewan. Ia pun menjadi anggota dewan yaitu sebagai ketua salah satu fraksi di Belitong.

Tokoh Trapani digambarkan sebagai anak yang tampan. Warna pakaiannya selalu serasi dan berbau harum. Tubuhnya tinggi dan berkulit putih. Rambutnya hitam lebat. Ia juga memiliki kumis tipis. Ayahnya adalah seorang operator di PN. Trapani adalah anak yang pendiam, tapi pintar. Ia selalu mendapat rengking ketiga di kelasnya. Cita-citanya ingin menjadi guru di pedalaman Belitong.

Borek/ Samson digambarkan sebagai tokoh yang terobsesi memiliki otot yang besar. Karena latihan keras, ia pun berhasil membesarkan ototnya. Ia

bercita-cita ingin menjadi tukang sobek karcis dan sekuriti Bioskop, supaya ia dapat menonton film dengan gratis.

Tokoh A Kiong diceritakan sebagai tokoh yang memiliki fisik yang sedikit aneh. Wajahnya berbentuk kotak dan lebar. Ia memiliki mata yang sipit dan hampir tak mempunyai alis. A Kiong termasuk anak yang cepat menangkap pelajaran dan ia bercita-cita ingin menjadi seorang kapten kapal. Ayah A Kiong bekerja sebagai petani sawi. A Kiong berasal dari keluarga Kong Hu Cu sejati. Kemudian A Kiong memeluk agama Islam yang disaksikan oleh Pak Harfan dan Bu Mus. Ia juga mengganti namanya menjadi Muhammad Jundullah Gufron Nur Zaman. A Kiong adalah tokoh yang naif dan mudah terhasut oleh orang lain. Selain itu, A Kiong juga baik hati, ramah dan setia kawan terhadap sahabatnya.

Tokoh Harun adalah seorang pria yang berumur lima belas tahun. Kakinya berbentuk huruf X dan agak keterbelakangan mental, sehingga ia tidak bisa menangkap pelajaran membaca atau pun menulis. Harun adalah pria yang santun, pendiam, dan murah senyum. Ia memiliki model rambut seperti Chairil Anwar dan selalu berpakaian rapi. Hobinya adalah mengunyah permen asam jawa.

Tokoh Flo digambarkan sebagai seorang gadis cantik dan tomboi. Rambutnya pendek dan senang memakai celana jeans dan kaos oblong. Flo juga pribadi yang menyenangkan. Ia rendah hati, suka menolong dan baik hati. Flo adalah anak yang penuh semangat dan rajin. Ia tidak pernah bolos sekolah, dan sangat santun kepada para pengajar. Ayah Flo adalah seorang yang amat terpelajar. Ia adalah insinyur dan seorang Mollen Bas sebagai kepala semua kapal keruk yang bekerja di PN. Flo berasal dari keluarga yang berada. Ini terbukti pada

peralatan sekolahnya yang lengkap serta tas yang dipakainya berbeda-beda setiap harinya.

Tokoh Bu Mus digambarkan sebagai wanita muda yang berjilbab dan berpenampilan sangat sederhana. Ia juga digambarkan sebagai guru yang ramah kepada siapa pun. Bu Mus digambarkan sebagai guru yang pandai, penuh dengan karismatik dan memiliki pandangan jauh ke depan. Ia mengajarkan semua mata pelajaran. Selain itu, Bu Mus juga seorang pekerja keras. Bekerja keras dalam mencari nafkah dan bekerja keras melatih murid-muridnya. Bu Mus adalah seorang guru yang bijak dalam memberikan nasehat kepada murid-muridnya. Ia juga selalu mengajarkan kedisiplinan dalam hal ibadah atau pun penyerahan tugas sekolah.

Tokoh Pak Harfan digambarkan sebagai bapak tua berwajah sabar, yang berprofesi sebagai kepala sekolah di perguruan Muhammadiyah. Ia memiliki kumis yang tebal dan jenggot yang lebat berwarna kecokelatan dan beruban. Penampilan Pak Harfan sangat sederhana. Cara berpakaiannya pun biasa saja. Pak Harfan adalah seorang laki-laki yang memiliki silsilah Kerajaan Belitong. Selain menjadi kapala sekolah di perguruan Muhammadiyah, ia juga menjadi petani palawija.

Tokoh A Ling diceritakan sebagai gadis keturunan Tionghoa. Ia gadis yang cantik dan memiliki postur tubuh yang ramping dan tinggi. Ia juga menyukai karya sastra, khususnya puisi yang dikirimkan padanya.

Citra pendidikan nilai adalah gambaran usaha untuk membantu peserta didik untuk menyadari dan mengalami nilai-nilai, menyumbangkan secara integral dan keseluruhan hidup mereka.

Pendidikan nilai berisi tentang: penghargaan pada nilai kemanusiaan, penghargaan atas hak asasi manusia, penghargaan pada perbedaan, kemampuan hidup pada perbedaan, persaudaraan, sopan santun, demokrasi, kejujuran, tanggung jawab, keadilan, daya juang, kerohanian, dan kelestarian alam.

Citra pendidikan nilai yang ada dalam novel Laskar Pelangi adalah kejujuran, tekad kuat, penemuan identitas, bertanggung jawab, bekerja keras, keikhlasan, menepati janji, dapat dipercaya, beradaptasi, baik hati, kebijaksanaan, keramahan, kesabaran, dan silaturahmi.

4.2 Saran

Penelitian ini membahas masalah citra pendidikan dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Penelitian lain yang dapat dilakukan pada novel

LaskarPelangi karya Andrea Hirata adalah dari segi bahasa dengan menggunakan penelitian gaya bahasa. Selain itu, juga dapat dilakukan penelitian dengan menggunakan psikologi sastra yang membahas liku-liku konflik batin tokoh.

DAFTAR PUSTAKA

Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

---. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Hadiwardoyo, Purwa, M.S.F. 2005. Artikel ”Pendidikan Moral di Perguruan Tinggi” dalam buku Pelangi Pendidikan Tinjauan dari Berbagai Perspektif. Editor Slamet Soewandi, dkk. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

Handayani. 2008. ” Problematika Sistem Pendidikan di Indonesia dan Gagasan Berbasis Syari’ah”, http://formmit.org/social/224-problematika-sistem-pendidikan-indonesia-a-gagasan-based-syaria-education.html, didownload tanggal 04 November 2008

Hirata, Andrea. 2005. Laskar Pelangi. Yogyakarta: Bentang Pustaka

Keraf, Gorys. 1981. Eksposisi dan Deskripsi. Yogyakarta: Nusa Indah dan Kanisius

Lie, Anita, dkk. 2005. Pendidikan Nasional dalam Reformasi Politik dan Kemasyarakatan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

Mardiatmadja, B.S, Dr. Tantangan Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Semi, Atar. 1989. Kritik Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa Bandung.

Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa : Pengantar Penelitaian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta : Duta Wacana Univercity Press

Suparno, Paul, S.J. 2005. Artikel ”Filosofi Pendidikan Budi Pekerti” dalam buku

Pelangi Pendidikan Tinjauan dari Berbagai Perspektif. Editor Slamet Soewandi, dkk. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma

Tanzil, Hernadi. Resensi Laskar Pelangi. www.google.com, didownload tanggal 21 Oktober 2008

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Dokumen terkait