• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA

B. Kerangka Teori

1. Pengetahuan Produk

Sebagai salah satu studi tentang konsumen, perilaku konsumen adalah bagian penting dari pemasaran, karena pemasaran adalah ilmu yang mengupayakan kiat-kiat untuk memuaskan konsumen dengan produk atau jasa. (Prasetijo 2005: 9). Perilaku konsumen dimaknai sebagai proses yang dilalui oleh seseorang dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi

23

dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa, maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.( Prasetijo 2005: 10).

Menurut Kotler (2000: 401), pengetahuan adalah suatu perubahan dalam perilaku suatu individu yang berasal dari pengalaman. Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki yang lantas melekat di benak seseorang. Sedangkan menurut Sunyoto (2013: 53) pengetahuan adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa,serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen.

Menurut Kasmir dalam Umam (2005:135) secara umum definisi produk adalah suatu yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Produk yang dihasilkan dalam dunia usaha pada umumnya berbentuk dua macam, yaitu produk berwujud dan tak berwujud. Produk dikatakan berwujud apabila produk tersebut bisa dilihat, dipegang, dirasa secara langsung sebelum dibeli. Sedangkan produk tidak berwujud merupakan jasa dimana tidak dapat dilihat atau dirasa sebelum dibeli.

Adapun ciri-ciri karakteristik jasa adalah :

a. Tidak berwujud

Tidak berwujud artinya tidak dapat dirasakan atau dinikmati sebelum jasa tersebut dibeli atau dikonsumsi.

24

Tidak terpisahkan artinya antara si pembeli jasa dan penjual jasa saling berkaitan satu sama lain, tidak dapat dititipkan melalui orang.

c. Beraneka ragam

Beraneka ragam artinya jasa dapat diperjualbelikan dalam berbagai bentuk dan wahana.

d. Tidak tahan lama

Tidak tahan lama artinya jasa tidak dapat disimpan begitu jasa dibeli maka akan segera dikonsumsi.

Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk, dan kepercayaan mengenai produk (Sumarwan, 2011: 148).

Menurut Peter dan Olson dalam Sumarwan (2011:149), konsumen memiliki tiga jenis pengetahuan tentang produk yaitu :

1) pengetahuan mengenai atribut atau karakteristik produk.

Seorang konsumen/pelanggan akan melihat suatu produk

berdasarkan kepada karakteristik atau ciri atau atribut produk tersebut. Bagi seorang konsumen/ pelanggan bila membeli suatu mobil, maka mobil yang dipilih harus memiliki atribut warna, model, tahun pembuatan, jumlah cc, merek, manual atau otomatis dan sebagainya.

25

Konsumen atau pelanggan mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan karena mengetahui manfaat produk tersebut bagi kesehatan tubuhnya. Inilah yang disebuut dengan pengetahuan tentang manfaat produk. Konsumen seringkali berfikir mengenai manfaat yang ia rasakan jika mengkonsumsi atau membeli suatu produk.

3) Pengetahuan tentang kepuasan yang diberikan produk bagi

konsumen atau pelanggan

Untuk mengetahui suatu kepuasan yang diberikan produk kepada konsumen adalah jika suatu produk akan memberikan kepuasan kepada konsumen jika produk tersebut telah digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen. Agar produk tersebut bisa memberikan kepuasan yang maksimal dan kepuasan yang tinggi kepada konsumen, maka konsumen harus bisa menggunakan atau mengkonsumsi produk tersebut dengan benar.

Produk bank yaitu jasa yang ditawarkan kepada nasabah untuk mendapatkan perhatian, untuk memiliki, digunakan atau dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan nasabah. Produk bank terdiri dari produk simpanan (giro, tabungan, dan deposito), pinjaman (kredit) atau jasa-jasa bank lainnya seperti transfer, kliring, inkaso, safe deposit box, kartu kredit, letter of kredit, bank garansi, traveler chaque, bank draf, dan jasa-jasa lainnya (Wahjono, 2010:15-16).

2. Kualitas Produk

26

Menurut Mc Carthy (2003), produk yaitu suatu tawaran dari sebuah perusahaan yang memuaskan atau memenuhi kebutuhan. Menurut Kotler dan Armstrong (2013), Product is anything that can be offered to a market for attention, acquisition, use, or consumption that might satisfy a want or need. Artinya bahwa produk merupakan sesuatu yang bisa ditawarkan kepasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang bisa memuaskan keinginan dan kebutuhan.

Kualitas produk merupakan kemampuan produk untuk menampilkan fungsinya, hal ini termasuk waktu kegunaan dari produk, keandalan, kemudahan, dalam penggunaan dan perbaikan, dan nilai-nilai yang lainya. Kulaitas produk dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang internal dan sudut pandang eksternal. Dari sudut pandang pemasaran, kualitas diukur dengan persepsi pembeli, sesuai dengan

pernyataan Kotler dan Armstrong (2013), “From marketing point of view,

quality should be measured in terms of buyers perceptions”. Maka sudut

pandang yang digunakan untuk melihat kualitas produk adalah sudut pandang eksternal.

b. Faktor faktor kualitas produk

Adapun faktor-faktor atau dimensi yang dapat dijadikan acuan untuk menilai kualitas produk yang ditawarkan, menurut Gravin dan Lovelock dalam Tjiptono (2005:7) antara lain meliputi :

27

1) Performance (kinerja), yaitu berkaitan dengan aspek fungsional dari barang itu dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbankkan konsumen ketika membeli suatu barang.

2) Features (tampilan), yaitu ciri-ciri keistimewaan karakteristik sekunder (tambahan) atau pelengkap dari kinerja.

3) Reliability (kehandalan), merupakan karakteristik yang merefleksikan kemungkinan tingkat keberhasilan dalam penggunaan barang.

4) Conformance (kesesuaian), yaitu berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan konsumen. Konfirmasi merefleksikan derajat dimana karakteristik desain produk dan karakteristik operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan.

5) Durability (daya tahan), yaitu berkaitan erat dengan daya tahan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.

6) Service ability (kemampuan layanan), yaitu layanan yang diberikan sebelum penjualan, dan selama proses penjualan hingga purna jual. Karakteristik yang menunjukkan kecepatan, kenyamanan di reparasi serta keluhan yang memuaskan.

7) Aesthetics (keindahan), yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. 8) Perceived quality (kualitas yang dipersepsikan), yaitu citra dan

reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut atau ciri-ciri produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersiapkan

28

kualitasnya dari aspek Kualitas Produk, nama merek, dan reputasi perusahaan.saya memilih produk bank syariah karena bank syariah terkenal dimasyarakat

c. Alasan memproduksi Produk berkualitas

Produk berkualitass prima memang akan lebih atraktif bagi konsumen bahkan akhirnya dapat meningkatkan volume penjualan. Tetapi leih dari itu produk berkualitas mempunyai aspek penting lain, yaitu :

1) Konsumen yang membeli produk berdasarkan mutu, umumnya dia

mempunyai loyalitas produk yang besar dibandingkan dengan konsumen yang membeli berdasarkan orientasi harga. Konsumen berbasis mutu akan selalu membeli produk tersebut sampai saat produk tersebut membuat dia merasa tidak puas karena adanya produk lain yang lebih bermutu. Tetapi selama produk semula masih selalu melakukan perbaikan mutu (quality improvement) dia akan tetap setia dengan tetap membelinya. Berbeda dengan konsumen berbasis harga, dia akan mencari produk yang harganya lebih murah, apapun mereknya. Jadi konsumen terakhir tersebut tidak mempunyai loyalitas produk.

2) Bersifat kontradiktif dengan cara pikir bisnis tradisional, ternyata bahwa memproduksi barang bermutu, tidak secara otomatis lebih mahal dengan memproduksi produk bermutu rendah. Banyak perusahaan menemukan bahwa memproduksi produk bermutu tidak harus berharga lebih mahal. Menghasilkan produk bermutu tinggi

29

secara simultan meningkatkan produktivitas, antara lain mengurangi penggunaan bahan (reduce materials usage) dan mengurangi biaya. 3) Menjual barang tidak bermutu, kemungkinan akan banyak menerima

keluhan dan pengembalian barang dari konsumen. Atau biaya untuk memperbaikinya menjadi sangat besar, selain memperoleh citra tidak baik. Belum lagi, kecelakaan yang diderita konsumen akibat pemakaian produk yang bermutu rendah. Konsumen tersebut mungkin akan menuntut ganti rugi melalui pengadilan. Jadi, berdasarkan ketiga alasan tersebut, memproduksi produk bermutu tinggi lebih banyak akan memberikan keuntungan bagi produsen, bila dibandingkan dengan produsen yang menghasilkan produk bermutu rendah.

d. Indikator Kualitas Produk

1) Kadar produk.

2) Desain produk.

3) Daya tahan produk

e. Kualitas Produk dalam Perspektif Islam

Produk yang dipasarkan merupakan senjata yang sangat bagus dalam memenangkan persaingan apabila memiliki mutu atau kualitas yang tinggi. Sebaliknya produk yang mutunya rendah akan sukar untuk memperoleh citra dari para konsumen. Oleh karena itu produk yang dihasilkan harus diusahakan agar tetap bermutu baik. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam (QS. AL-Baqarah 168)

30

Artinya : “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik

dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh nyata bagimu”

Dari surah tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk memproduksi barang kita harus memperhatikan kualitas produk tersebut sehingga nantiya produk tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik dan barokah.

3. Religiusitas

a. Pengertian religiusitas

Keberagaaman atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Karena itu, keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi. Dengan demikian, agama adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak. Agama dalam pengertian Glock & Stark dalam Dewi (2012) , adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem

31

perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ulimate meaning). Spiritual berasal dari istilah latin spiritus, yang berarti adalah bernafas/tetap hidup. Istilah spiritual mencakup spektrum yang luas dari makna yang banyak definisi dengan memilih untuk mematuhi pendekatan teistik untuk nspiritualistik, berdasarkan iman kepeda Tuhan. Adanya upaya disini untuk mengatsai denominator umum, yaitu persepsi sebagai suci, transenden, tertinggi, dan akhir.

Menurut Eka Satrio & Dodik Siswantoro (2016: 5) religiusitas adalah nilai dari pemahaman seseorang terhadap norma-norma syari’ah.

Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin baik sikap seseorang terhadap suatu objek, maka semakin tinggi pula kemungkinan seseorang untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan objek tersebut.

Dari teori yang telah dijelaskan di atas maka dapat disimpilkan bahwa religiusitas adalah Suatu pengabdian kepada agama, kesalehan dan sikap seseorang yang tertanam di dalam dirinya yang berasal dari kehidupan yang agama dan hanya dapat dihayati pada diri yang paling dalam. Terdapat perbedaan atara religi (agama) dengan religiusitas perbedaanya adalah jika religi yang berkaitan dengan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan yang menunjuk pada aspek formal, jika religiusitas aspek religi yang dihayati oleh setiap individu di dalam diri setiap individu.

32

Menurut Glock dan Stark dalam Astogini (2011), terdapat lima dimensi religiusitas yaitu dimensi ideologi/keyakinan, dimensi ritualistik atau praktik, dimensi eksperensial atau pengalaman, dimensi intelektual atau pengetahuan, dan dimensi kosekuensi atau pengalaman:

1) Dimensi Ideologis

Mengukur tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang bersiat dogmatis dalam agamanya. Misalnya: menerima keberadaan Tuhan, Malaikat, mahluk ghaib, surga, neraka, qhodho dan qhodar. Dalam kontek ajaran Islam, dimensi idiologis ini menyangkut kepercayaan seseorang terhadap kebenaran agama-agamanya. Semua ajaran yang bermuara dari Al-qur’an dan Hadist

harus menjadi pedoman bagi segala bidang kehidupan. Keberagamaan ditinjau dari segi ini misalnya mendarma baktikan diriterhadap

masyarakat yang menyampaikan amar ma’rf nahhi mungkar dan

amaliah lainnya dilakukan dengan ikhlas berdasarkan keimanan yang tinggi. Menurut Mansoer dan Aisyah dalam Setia (2017), perilaku religiusitas dimana terbentuk kognisi, afeksi, dan perilaku konasi dalam aspek iman dan ibadah orang muslim dalam hubungannya dengan tuhan yang telah ditetapkan dengan jelas dalam dua pilar yaitu. Kedua pilar tersebut adalah rukun iman yang terdiri dari iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada alquran, iman kepada para rosul, iman kepada hari akhir, iman kepada hodo qhodar).

33

Sedangkan lima rukun islam adalah syahadat, sholat, puasa, zakat, naik haji jika mampu.

2) Dimensi Ritualistik

Aspek yang mengukur sejauh mana seseorang melakukan kewajiban ritualnya dalam agama yang dianut. Misalnya: pergi ketempat ibadah, berdoa, berpuasa, dan lain-lain. Dimensi ini merupakan perilaku keberagamaan yang berupa peribadatan yang berbentuk ritual keagamaan yang diajarkan agamanya.

3) Dimensi Eksperiensial

Berkaitan dengan seberapa jauh tingkat muslim dalam melaksanakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman religius. Dalam Islam dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat dengan Allah, perasaan doa-doanya sering terkabul, perasaan bertawakal, perasaan khusuk ketika melaksanakan sholat perasaan bergeter ketika adzan atau ayat-ayat Al-Qur’an, merasaan syukur

kepada Allah, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah.

4) Dimensi Intelektual

Tentang seberapa jauh seseorang mengetahui, mengerti, dan paham tentang ajaran agamanya, dan sejauh mana seseorang mau melakukan aktivitas untuk semakin menambah pemahamannya dalam hal keagamaan yang berkaitan agamanya. Dalam Islam, isi dimensi intelektual atau pengetahuan meliputi pengetahuan tentang Al-Qur’an

34

yaitu pengetahuan tentang tajwid, pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan, hukum Islam dan lain-lain. Menurut Mansoer dan Aisyah dalam Setia (2017), Sementara itu, pengetahuan mengenai ibadah diukur dari pengetahuan akan lima rukun islam, yaitu pengetahuan mengenai dua kalimat syahadat, dan makna dibaliknya, syarat diperintahkan dalam ritual ibadah, prosedur atau cara yang diwajibkan (kaifiyat) dalam ritual ibadah dan begitu juga dengan pengetahuan ibadah lainnya. Seperti tata cara puasa, dan makna dibaliknya, prosedur haji dan makna dibaliknya, cara membaca alquran (dengan tajwid) dan makna dibaliknya, serta makna dalam membaca sholawat.

5) Dimensi Konsekuensi

Berkaitan dengan sejauh mana seseorang itu mau berkomitmen dengan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya: menolong orang lain, bersikap jujur, mau berbagi, tidak mencuri, dan lain-lain.

b. Prilaku Religiusitas

Menurut Monsoer dalam Aisyah dalam Setia (2017), menjelaskan bahwa ajaran Islam sebagai salah satu sistem sosial terdiri dari ajaran tentang keyakinan (iman), dan ritual (ibadah), serta penataan sikap mental (akhlak) dan tata aturan duniawai atau hubungan manusia dengan sesama, yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist. Perilaku menyakini

35

disebut dengan perilaku Islam kepada Tuhan (hablumminallah).

Sedanglan akhlak atau perilaku yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim dan tata aturan duniawi yang mengatur hubungan manusia terhadap dirinya sendiri, tehadap sesama manusia, dan terhadap alam sekitar yang berdasarkan dengan nilai-nilai Islam sebagai kosukuensi dari keimanan kepada Allah, disebut perilaku beretika Islam (hamblumminannas).

1) Perilaku habluminaallah

Adalah perilaku meyakini tentang keimanan dan melaksanankan ibadah sesuai dengan ajaran Islam. Seorang muslim yang berperilaku hablimminaallah berarti memiliki pengetahuan tentang rukun iman dan rukun Islam, memiliki sikap yang meyakini kebenaran iman dan Islam, dan memiliki keinginan kuat untuk melakukan ritual Islami, mengamalkan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku hablimminaallah dapat diukur dari pengetahuan keimanan dan ibadah, sikap terhadap keimanan dan ibadah, pengalaman keimanan dan ibadah.

2) Perilaku Hablumminannas

Sebagai perilaku beragama yang tampak atau diamati, perilaku hablumminannas adalah perilaku Islami yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim terhadap dirinya sendiri, terhadap sesama manusia, terhadap alam sekitar yang didasari oleh

36

nilai-nilai Islam sebagai kosekuensi dan keimanannya kepada Allah SWT.

4. Brand Loyalty

a. Pengertian Brand Loyalty

Menurut American Marketing Association (Kotler dan Keller, 2009) merek adalah nama, istilah, tanda, lambang atau desain, atau kombinasinnya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari para pesaing.

Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu, akan tetapi merek lebih dari sekadar simbol. Merek dapat memiliki enam level pengertian (Kotler, 2003) yaitu sebagai berikut:

1) Atribut (Attribute): merek mengingatkan pada atribut tertentu. Mercedes memberi kesan sebagai mobil yang mahal, dibuat dengan baik, dirancang dengan baik, tahan lama, dan bergengsi tinggi.

2) Manfaat (Benefit): bagi konsumen, kadang sebuah merek tidak sekadar menyatakan atribut, tetapi manfaat. Mereka membeli produk tidak membeli atribut, tetapi membeli manfaat. Atribut yang dimiliki oleh suatu produk dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional

dan atau emosional. Sebagai contoh : atribut “tahan lama” diterjemahkan menjadi manfaat fungsional “tidak perlu cepat beli lagi,

37

atribut “mahal“ diterjemahkan menjadi manfaat emosional

“bergengsi”, dan lain-lain.

3) Nilai (Value): merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Jadi, Mercedes berarti kinerja tinggi, keamanan, gengsi, dan lain-lain. 4) Budaya (Culture ): merek juga mewakili budaya tertentu. Mercedes

mewakili budaya Jerman, terorganisasi, efisien, bermutu tinggi.

5) Kepribadian (Personality): merek mencerminkan kepribadian tertentu. Mercedes mencerminkan pimpinan yang masuk akal (orang), singa yang memerintah (binatang), atau istana yang agung (objek).

6) Pemakai (User): merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Mercedes menunjukkan pemakainya seorang diplomat atau eksecutif

Pada intinya merek adalah penggunaan nama, logo, trademark, serta slogan untuk membedakan perusahaan-perusahaan dan individu-individu satu sama lain dalam hal apa yang mereka tawarkan. Penggunaan konsisten suatu merek, simbol, atau logo membuat merek tersebut segera dapat dikenali oleh konsumen sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengannya tetap diingat. Dengan demikian, suatu merek dapat mengandung tiga hal, yaitu sebagai berikut.

a) Menjelaskan apa yang dijual perusahaan,

b) Menjelaskan apa yang dijalankan oleh perusahaan, c) Menjelaskan profil perusahaan itu sendiri.

38

Loyalitas merek (brand loyalty) merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam strategi pemasaran. Keberadaan konsumen yang loyal pada merek sangat diperlukan agar perusahaan dapat bertahan hidup (Durianto, 2004). Loyalitas dapat diartikan sebagai suatu komitmen yang mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang menjadi preferensinya secara konsisten pada masa yang akan datang dengan cara membeli ulang merek yang sama meskipun ada pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang dapat menimbulkan perilaku peralihan. Aaker (1996) mendefinisikan brand loyalty sebagai “A measure of the attachment that a costumer has a brand“. Loyalitas merek menunjukkan adanya suatu ikatan antara

pelanggan dengan merek tertentu dan ini sering kali ditandai dengan adanya pembelian ulang dari pelanggan.

Menurut Giddens (dikutip oleh Dinarty SH Manurung, 2009), konsumen yang loyal terhadap suatu merek memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Memiliki komitmen pada merek tersebut.

2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan merek yang lain.

3. Merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.

4. Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut tidak

melakukan pertimbangan.

39

6. Mereka dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan mereka selalu mengembangkan hubungan dengan merek tersebut.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri konsumen yang loyal terhadap suatu merek adalah konsumen yang memiliki komitmen terhadap suatu merek, bersedia untuk membayar lebih terhadap merek tersebut, merekomendasikan merek tersebut pada orang lain, melakukan pembelian berulang, selalu mengikuti informasi yang berkaitan dengan merek dan menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut

Loyalitas merek dapat juga memberikan nilai kepada perusahaan:

1. Mengurangi biaya pemasaran.

2. Biaya pemasaran untuk mempertahankan konsumen akan lebih

mudah dibandingkan untuk mendapatkan konsumen baru.

3. Meningkatkan perdagangan.

4. Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan meningkatkan

perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran

5. Menarik konsumen

6. Perasaan yang puas dan suka terhadap suatu merek akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon konsumen untuk

mengkonsumsi merek tersebutdan biasanya akan

40

kepada orang lain, sehingga kemungkinan dapat menarik konsumen baru.

7. Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan

8. Konsumen yang loyal akan memberikan waktu bagi

perusahaan untuk merespon pesaing dengan memperbaharui produknya.

Gambar 2.1 Nilai Loyalitas Merek 5. Citra Perusahaan

a. Pengertian citra perusahaan

Citra perusahaan (corporate image)Menurut Adona dalam

Putra.dkk (2015: 2)merupakan kesan psikologis dan gambaran dari berbagai kegiatan suatu perusahaan di mata khalayak publiknya yang berdasarkan pengetahuan, dan tanggapan serta pengalaman-pengalaman yang telah diterimanya. Penilaian tertentu terhadap citra perusahaan oleh

41

publiknya bisa berbentuk citra baik, sedang, dan buruk. Perusahaan yang memiliki citra yang baik biasanya akan lebih disenangi oleh para konsumen salah satunya dikarenakan mereka telah percaya bahwa perusahaan sudah dalam kategori bagus baik dari segi pelayanan, bangunan, keindahan ruangan dan keindahan lainnya yang mampu menarik hati konsumen. Apabila suatu perusahaan memiliki citra yang bagus dan menarik dimata konsumen maka akan lebih mudah bagi perusahaan untuk lebih maju dan berkembang. Dengan citra yang bagus dan menarik diharapkan para konsumen akan tetap ikut aktif pada perusahaan.

Kriyantono dalam Sari (2018: 3) mengatakan pentingnya perusahaan yang mempunyai citra baik di mata konsumen, produk dan jasanya relatif lebih bisa diterima konsumen daripada perusahaan yang tidak mempunyai citra. Perusahaan yang memiliki citra positif di mata konsumen cenderung survive pada masa kritis, kalaupun menderita kerugian jumlah nominalnya jauh lebih kecil dibanding perusahaan yang citranya kurang baik, penyebabnya karena dimasa krisis masyarakat melakukan pengetatan keuangan, mereka akan lebih selektif dalam mengkonsumsi dan memilih yang secara resiko memang aman. Karena

Dokumen terkait