• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi Istilah

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir

Kerangka Berpikir

Proposisi penelitian ini adalah perilaku nelayan yang sesuai dengan prinsip ekonomi dan konservasi, dan didasarkan pada aspek sosial budaya, mampu menjamin keberlanjutan SDP. Proses penelitian yang menggambarkan keterkaitan metode deduktif dan induktif ditampilkan pada Gambar 1. Perilaku masyarakat pesisir memanfaatkan SDP berhubungan dengan berbagai peubah. Peubah terikat dalam penelitian adalah perilaku masyarakat mengelola SDP, kondisi SDP, dan kesejahteraan. Peubah bebas yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi dinamika sosial budaya masyarakat, kepemimpinan informal, kondisi sosial ekonomi masyarakat, program intervensi, kompetensi fasilitator, dan dukungan terhadap usaha perikanan. Pemikiran mengenai perilaku yang diharapkan dimiliki oleh masyarakat pesisir ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pemikiran tentang Perilaku Masyarakat Pesisir dalam Mengelola SDP

Unsur–unsur perilaku Perilaku yang terlalu bergantung Perilaku berdaya yang diharapkan 1.Pengetahuan

Wawasan tentang SDP

- Pemahaman tentang pemanfaatan SDP secara optimal terbatas - Berprinsip bahwa SDP dapat

dieksploitasi terus menerus (kurang informasi tentang sumber daya yang dapat dan yang tidak dapat diperbaharui)

- Adanya pemahaman bahwa kegiatan di darat tidak berpengaruh terhadap SDP

- Memahami potensi sumber daya alam dan akses terhadap pemanfaatannya secara optimal

- Berprinsip bahwa kelestarian SDP perlu dijaga

- Mengetahui adanya keterkaitan antara kegiatan di darat dan laut

2.Sikap mental Respon terhadap pemanfaatan dan konservasi

- Apriori terhadap kerusakan pesisir dan laut

- Berorientasi ke masa la lu dan sulit menerima perubahan

- Enggan mengambil resiko

- Aktif mencari terobosan teknologi pemanfaatan yang ramah lingkungan - Orientasi masa depan dan terbuka

terhadap perubahan

- Melakukan perhitungan terhadap resiko dan ketidakpastian

3.Keterampilan Kemampuan memanfaatkan SDP menjadi berbagai usaha disertai upaya pemulihan sumber daya

- Terlalu bergantung pada satu jenis usaha karena keterbatasan keterampilan

- Menggunakan alat tangkap tanpa peduli terhadap dampak

lingkungan

- Tidak mampu memelihara kondisi SDP

- Keterbatasan dalam mengolah dan memasarkan hasil

- Menerapkan diversifikasi usaha - Menggunakan alat tangkap yang

ramah lingkungan (orientasi pada pelestarian SDP)

- Melakukan usaha konservasi di lingkungan pesisir dan laut

- Mampu mengolah dan memasarkan produk

9

Model hipotetis

pengembangan nelayan/ masyarakat pesisir :

Orientasi proses dan hasil Pengutamaan kebutuhan masyarakat pesisir pesisir pengelola SDP

Analisis induktif didasarkan pada fakta empirik melalui: survai, pengamatan

berpartisipasi, diskusi kelompok terfokus, diskusi dengan informan, analisis deksriptif dan inferensial antara lain perilaku manusia, pengembangan masyarakat, dan kesejahteraan Hubungan berbagai peubah terhadap perilaku masyarakat pesisir memanfaatkan SDP (dianalisis secara kualitatif dan kuantitiatif) Formulasi model pengembangan masyarakat pesisir pengelola SDP untuk kesejahteraan Kesejahteraan masyarakat Kinerja operasionalisasi model (nelayan, pembudidaya, pengola h dan pemasar): fisik dan non fisik

Pemanfaatan SDP secara imbang antara pencapaian tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan

Gambar 1. Alur Berpikir Logik Lingkup yang Diteliti dan Proses Penelitian •Mengapa kapasitas masyarakat pengelola SDP masih rendah? Bagaimana meningkatkan kemauan dan kemampuan pengelola SDP yang optimal ?Bagaimana peran pemerintah dan stakeholders lain dalam pengembangan masyarakat pesisir?

Kehandalan masyarakat pesisir untuk mengelola SDP secara optimal hanya dapat dicapai, jika masyarakat hingga level terkecil yaitu keluarga memiliki tersebut memiliki kemampuan memanfaatkan sumber daya tersebut menjadi usaha produktif, mulai dari pengadaan input, pelaksanaan kegiatan usaha (proses) hingga penanganan produk secara profesional. Terdapat dua hal yang memerlukan penelaahan yaitu (i) tingkat pemanfaatan sumber daya yang belum optimal di beberapa kawasan pesisir Buleleng (Siti Amanah dkk., 2004), dan (ii) di beberapa kawasan di pantai utara Buleleng, kegiatan penangkapan ikan relatif tinggi dengan produksi mencapai 2.339,90 ton ikan/tahun pada satu kecamatan (Dinas Kelautan dan Perikanan Buleleng, 2003). Model pengembangan masyarakat yang dituju adalah yang dapat mewujudkan perubahan perilaku positif pada masyarakat pesisir, memberdayakan, dan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Identifikasi terhadap paradigma yang membuat ketergantungan dan keberdayaan dirangkum dalam Tabel 2.

Tabel 2. Identifikasi Paradigma Pengembangan Masyarakat

Indikator Menambah kebergantungan Meningkatkan keberdayaan

1.Peran penyuluh/agen pembaharu

- Sebagai pusat kegiatan, dan guru

- Dinamis, bergantung pada kondisi, lebih banyak sebagai fasilitator 2.Orientasi program - Tujuan

- Ditentukan oleh orang luar/expert

- Proses dan tujuan

- Dilakukan bersama -sama yang disesuaikan kebutuhan masyarakat 3.Metode pelaksanaan - Cenderung berupa anjuran dan

petunjuk (monoton)

- Berbagai metode, disesuaikan dengan situasi

4.Pendekatan belajar – mengajar

- Searah (transfer pengetahuan) - Berpusat pada pengajar

(teacher- centred), orientasi tujuan (subject matter) - Pola hubungan guru-murid

(pendekatan pedagogis)

- Dua arah (interaktif)

- Berpusat pada peserta belajar (learner-centred), orientasi proses, dan problem solving

- Pembelajaran orang dewasa (pendekatan andragogi) 5.Penggunaan sumber

daya lokal - Rendah - Tinggi

Nilai budaya positif seperti etos kerja yang kuat, memiliki daya cipta, rasa, karsa yang tinggi, orientasi masa lalu dan masa depan, dan kepatuhan terhadap kepatuhan terhadap peraturan lokal dan pemuka masyarakat merupakan ciri khas masyarakat tradisional pada umumnya. Etos kerja yang tinggi, disertai daya cipta, rasa, dan karsa yang tinggi, berorientasi ke depan, lebih mudah meningkatkan produktivitas usaha. Pemikiran mengenai nilai-nilai sosial budaya yang diharapkan dimiliki oleh masyarakat

pesisir dalam pengelolaan SDP disajikan pada Tabel 3. Nilai- nilai tersebut merupakan kontinum antara yang sifatnya tidak mendukung hingga mendukung pengelolaan SDP.

Tabel 3. Pemikiran tentang Nilai- nilai Sosial Budaya dalam Mengelola SDP

Indikator sosial budaya Kapasitas pengelolaan rendah (exploitative) Kapasitas pengelolaan tinggi (environmental friendly) 1.Peran SDP bagi

kehidupan masyarakat

- Upaya konservasi minim, belum memanfaatkan SDP secara tepat, usaha terlalu berorientasi ke darat

- Optimal, masyarakat pesisir dapat memanfaatkan SDP untuk berbagai bidang usaha disertai upaya konservasi 2.Aturan lokal untuk

menga-wasi pemanfaatan SDP

-Belu m atau tidak ada - Ada dan diterapkan secara konsisten di masyarakat 3.Kegiatan bersama,

seperti gotong royong

-Terbatas hanya pada kegiatan yang bersifat konsumtif

- Berkembang, dan mendukung di semua segi kehidupan 4.Hubungan sosial antar

masyarakat dalam pengelolaan SDP

-Belum berkembang,

cenderung bersifat exploitatif -Hak lapisan bawah terabaikan

- Terdapat jaringan kerja sama yang saling menguntungkan - Adil dan demokratis

5.Peran pemimpin informal

-Peran pemimpin informal didominasi oleh pihak luar

- Pemimpin informal dihormati dan dipatuhi (legitimate) 6.Kegiatan upacara untuk

menghormati laut sebagai sumber kehidupan

-Ada, namun kurang penghayatan (sebatas ceremonyl)

- Ada dan berlangsung rutin secara khidmat sebagai rasa syukur atas hasil yang diperoleh

Hal lain yang ditemui pada komunitas nelayan adalah masih kentalnya budaya gotong royong yang juga dimiliki oleh komunitas petani. Di sisi lain, masyarakat pesisir memiliki ciri-ciri yang agak berbeda dengan masyarakat agraris, dalam hal keunikan sumber daya yang dihadapi. Masyarakat agraris seperti komunitas petani, mengelola sumber daya dengan batas-batas kepemilikan yang jelas dan terkontrol (hak-hak kepemilikan lahan jelas), mampu memprediksi keluaran berdasarkan masukan yang digunakan, serta dihadapkan pada faktor resiko dan ketidakpastian yang relatif lebih rendah. Masyarakat pesisir, khususnya nelayan dihadapkan pada berbagai tipe kepemilikan sumber daya di kawasan pesisir dan laut, yaitu milik pribadi (private property), hak kepemilikan pemerintah (government property), kepemilikan bersama oleh komunitas (communal property),danwilayah terbuka (open accessatau no body property). Implikasi hal ini adalah nelayan hanya dapat mengakses sumber daya pada area milik bersama dan wilayah terbuka. Dalam pengelo laan SDP, masyarakat Bali telah memiliki perangkat peraturan (awig-awig) yang mengatur pemanfaatannya.

Beberapa studi mengemukakan bahwa faktor internal dan eksternal nelaya n memiliki keterkaitan dengan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga seperti Mubyarto dkk. (1984), Wahyuningsih dkk. (1996), dan Syahputra (2002). Faktor internal nelayan seperti status sosial ekonomi, pendidikan (formal dan informal), teknologi yang digunakan, wawasan lingkungan, pengalaman berusaha dan kekosmopolitan memiliki hubungan positif dengan kualitas hidup nelayan. Dalam teori belajar dikemukakan, bahwa terdapat interaksi antara karakteristik internal nelayan dengan lingkungan. Dari interaksi itulah terjadi proses belajar, akhirnya menimbulkan sikap, dan ketika sikap menjadi tindakan maka timbullah perilaku. Perilaku yang berulang dan muncul menjadi kebiasaan, akan membentuk pola perilaku, dan menjadi sulit diubah ketika perilaku tersebut sudah mewatak. Dengan demikian, ciri-ciri individu nelayan turut membentuk perilaku dalam pemanfaatan SDP. Profil individu ideal mengelola SDP sebagaimana disajikan pada Tabel 4 dicirikan dengan perilaku mandiri, progresif di berbagai segi kehidupan yang dicitrakan dari pengetahuan, sikap mental, dan keterampilan yang dimiliki.

Tabel 4. Pemikiran tentang Profil Individu Nelayan dalam Mengelola SDP

Kriteria Terkebelakang Modern 1. Pengetahuan - Wawasan terbatas, sulit menerima

perbedaan, kurang mampu belajar dari pengalaman

- Sulit mengambil keputusan

- Wawasan luas, kosmopolit, pandangan luas, dapat menilai perilaku baik dan buruk terhadap SDP

- Dapat mengatasi masalah

berdasarkan pertimbangan kondisi yang tepat

2. Sikap - Orientasi masa lalu, etos kerja rendah, selalu curiga, skeptis, sulit menerima perbedaan, kurang percaya diri, emosi labil, mudah menyerah

- Orientasi masa depan, ulet dan tangguh, terbuka, adaptif, mudah menerima perbedaan, luwes dalam bergaul, aktif dan kreatif

3. Kemampuan - Terbatas, bergantung pada orang lain

- Kurang mampu bekerjasama dengan pihak lain

- Sulit mengambil keputusan

- Terampil, cekatan, dan efisien

- Dapat bekerjasama

- Dapat mengatasi persoalan dan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan kondisi yang tepat

Pemikiran tentang program pemberdayaan yang kurang memberdayakan dan yang memberdayakan ditampilkan pada Tabel 5. Hal tersebut dilihat dari segi program dan kompetensi fasilitator program.

Tabel 5. Pemikiran tentang Program dan Kemampuan Fasilitator Program Pemberdayaan

Kriteria Kurang memberdayakan Memberdayakan

A. Program Pemberdayaan 1. Inisiasi dan tujuan

program

- Inisiasi oleh pihak luar - Program diinisiasi dari sistem sosial masyarakat (kebutuhan), penetapan tujuan oleh masyarakat, difasilitasi oleh lembaga terkait

2. Materi program - Fokus hanya pada masalah cara atau teknologi produksi

- Program dirancang dengan

mengakomodasi kebutuhan nelayan (klien)

3. Kegiatan - Donasi (pembagian sumbangan) - Penguatan kapasitas masyarakat 4. Proses - Berpusat pada pemerintah atau

sponsor

- Pendekatan searah

- Bias pada kepentingan pihak luar

- Berpusat pada individu, kelompok, dan masyarakat lokal

- Multi pendekatan, sesuai dengan tingkat kesiapan masyarakat

- Melibatkan berbagai stakeholders B. Fasilitator Program

1. Peran fasilitator - Menggurui - Belajar bersama, suasana demokratis, berbagi pengalaman

2. Kompetensi fasilitator

- Lemah dalam berkomunikasi, memotivasi, dan memberdayakan masyarakat

- Kemampuan teknis, dan non teknis yang memadai serta memberdayakan

masyarakat 3. Monitoring dan

evaluasi

- Supervisi oleh pihak luar kurang - Terprogram dengan melibatkan

masyarakat,, tolok ukur keberhasilan jelas 4. Keberlanjutan - Rendah/kurang inovatif - Tinggi, masyarakat memiliki kreatifitas

dan daya inovatif yang tinggi

Syarat pokok dan pelancar1 pembangunan pertanian yang dikemukakan oleh Mosher (1966) dapat diaplikasikan dalam pembangunan di wilayah pesisir, namun aspek pendidikan pembangunan seyogyanya merupakan hal yang utama. Melalui pendidikan akan berkembang pengetahuan dan wawasan, sikap mental, dan tindakan yang lebih matang. Faktor pendukung kegiatan perikanan termasuk kebijakan dalam aspek hukum dan peraturan perikanan yang diterapkan secara tegas sangat kondusif bagi pengelolaan SDP yang lestari. Pendukung kegiatan perikanan seperti ditampilkan pada Tabel 6 diperlukan bagi kelancaran usaha di pesisir. Produksi perikanan tidak akan berdaya guna jika tidak terdistribusikan, sehingga adanya pasar dan sarana sangat berperan bagi kemajuan usaha yang berbasis SDP. Pemikiran tentang kondisi SDP dan perannya bagi kesejahteraan ditunjukkan pada Tabel 7.

1 Syarat pokok pembangunan pertanian terdiri atas (a) tersedianya sarana produksi secara lokal, (b) pasar hasil pertanian, (c) teknologi yang senantias a berubah, (d) transportasi, dan (e) kredit; dan syarat pelancar pembangunan pertanian meliputi (a) pendidikan pembangunan, (b) kegiatan bersama, (c) insentif, (d) perluasan dan perbaikan lahan, dan (e) perencanaan nasional

Tabel 6. Pemikiran tentang Sarana dan Prasarana Pendukung dalam Pengelolaan SDP

Kriteria Menghambat pengelolaan Mendukung pengelolaan 1. 1.Akses sarana

produksi

- Tidak terjangkau dari segi jumlah maupun harga

- Tersedia secara lokal dan terjangkau 2. Pasar - Kurangnya pengembangan

jaringan pemasaran

- Telah dikembangkannya jaringan pemasaran, dengan harga yang menguntungkan

3. Teknologi - Lambat dalam diseminasi teknologi atau hasil penelitian

- Adanya lembaga yang berperan menyebarluaskan teknologi hingga ke masyarakat

4. Fasilitas pendaratan, pabrik es, dan fasilitas lain

- Tidak tersedia lokasi pendaratan - Letak pabrik es jauh dari lokasi

nelayan

- Jauh dari lokasi BBM

- Adanya jetty dan lokasi pendaratan - Adanya bengkel

- Terdapat pabrik es dan depot di lokasi nelayan

- BBM tersedia secara lokal 5. Transportasi - Sarana angkutan sulit didapat

(terbatas jumlah, jenis, dan waktu)

- Lancar dan memadai 6. Hukum dan peraturan

perikanan

- Tidak jelas, sosialiasi dan penerapan hukum minim

- Adanya penyuluhan hukum, dan penegakkan hukum secara terus menerus

7. Pusat informasi/ inovasi perikanan

- Lokasi pusat informasi tidak terjangkau, petugas terbatas

- Pusat informasi terjangkau, dan petugas rutin ke lokasi masyarakat pesisir

Tabel 7. Pemikiran tentang Kualitas Pengelolaan SDP dan Perannya bagi Kesejahteraan

Jenis SDP Kualitas pengelolaan SDP Rendah

Pengelolaan SDP berkualitas (orientasi masa depan)

1. Sumber daya lahan di pesisir

- Tumpang tindih berbagai kegiatan di pesisir

- Konversi mangrove tanpa upaya regenerasi

- Rendahnya pengelolaan sampah di kawasan pesisir

- Tata ruang pemanfaatan diatur sesuai kemampuan lahan

- Pengendalian konversi dan penanaman mangrove

- Adanya pengolahan limbah guna mencegah polusi di kawasan pesisir dan laut

2. Sumber daya ikan

- Penggunaan bom dan sianida saat menangkap ikan

- Penggunaan zat kimia berlebihan pada budidaya tambak

- Pengolahan ikan kurang variatif

- Penangkapan ikan dengan alat dan teknik yang ramah lingkungan

- Minimalisasi penggunaan zat kimia dalam budidaya tambak

- Olahan ikan bervariasi 3. Terumbu

karang

- Penambangan karang liar dan penggunaan alat tangkap perusak karang

- Tidak dilakukannya pemulihan karang - Penerapan hukum dan peraturan

tentang pemanfaatan SDP termasuk penambangan karang belum efektif

- Sistem tarif dan pengendalian penambangan karang

- Transplantasi karang

- Penegakkan hukum dan pengembangan peraturan lokal

- Pengelolaan lingkungan oleh masyarakat 4. Vegetasi di

pesisir

- Variasi jenis vegetasi rendah - Tidak terpelihara

- Keragamajenis vegetasi tinggi - Terawat dan dapat bernilai sosial,

Hipotesis Penelitian

((1)Terdapat hubungan yang nyata antara perilaku masyarakat pesisir terhadap SDP dengan kondisi pengelolaan SDP dan kesejahteraan rumah tangga.

(2) Perilaku masyarakat pesisir mengelola SDP dipengaruhi oleh faktor internal yaitu keragaan nelayan dan faktor eksternal nelayan meliputi dinamika sosial budaya, kualitas kepemimpinan informal, kualitas program pemberdayaan, kompetensi fasilitator, dan kualitas pendukung usaha perikanan.

(3) Kualitas pengelolaan SDP berhubungan secara nyata dengan intensitas pemanfaatan lahan, vegetasi di pesisir, variasi hasil tangkapan, dan kualitas terumbu karang.

(4) Kesejahteraan rumah tangga dipengaruhi secara nyata oleh perilaku masyarakat pesisir dan kualitas pengelolaan SDP.

(5) Terdapat perbedaan yang nyata pada perilaku masyarakat pesisir, kualitas pengelolaan SDP, dan kesejahteraan rumah tangga diantara tiga kategori wilayah pesisir di Kabupaten Buleleng.

(6) Pengembangan masyarakat pesisir bagi kesejahteraan dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung oleh dinamika sosial budaya masyarakat, kualitas kepemimpinan informal, keragaan individu, kompetensi fasilitator kualitas program intervensi, kualitas pendukung usaha perikanan, perilaku masyarakat, dan kualitas pengelolaan SDP.

Hipotesis pertama diajukan untuk menjawab pertanyaan penelitian pertama tentang kemauan dan kemampuan masyarakat pesisir. Pencapaian tujuan penelitian pertama yaitu mengungkap perilaku masyarakat pesisir dalam mengelola SDP dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hipotesis kedua diajukan untuk menjawab pertanyaan penelitian kedua dan untuk mencapai tujuan penelitian kedua tentang faktor determinan yang mempengaruhi perilaku nelayan mengelola SDP. Hipotesis ketiga diajukan untuk menjawab pertanyaan penelitian ketiga. Hipotesis keempat diajukan untuk menjawab pertanyaan penelitian ketiga tentang kaitan kualitas SDP terhadap kesejahteraan. Hipotesis kelima diajukan untuk menjawab masalah penelitian pertama mengenai kapasitas masyarakat pesisir mengelola SDP, menjawab pertanyaan penelitian ketiga, dan diajukan untuk mencapai tujuan penelitian pertama dan kedua. Hipotesis keenam diajukan untuk menjawab pertanyaan penelitian keempat dan mencapai tujuan penelitian ketiga.

16

METODE PENELITIAN

Terdapat empat jalan untuk memperoleh pengetahuan yaitu dengan cara (1) kegigihan atau keuletan (tenacity), (2) otoritas (kewenangan), (3) keyakinan kukuh (a priori), dan (4) metode ilmu pengetahuan (Kerlinger, 2003). Metode keempat diterapkan dalam penelitian ini meliputi perumusan masalah, penetapan tujuan, kajian teori, dan penelusuran pustaka terkait dengan topik penelitian, pengumpulan dan analisis data, serta mempresentasikan temuan-temuannya. Studi ini merupakan penelitian deksrip tif, analitis, dan eksplanasi. Tujuan penelitian deskriptif (descriptive research) adalah menjelaskan subyek penelitian seperti profil kelompok, proses, mekanisme atau hubungan, memberikan gambaran verbal dan numerik, menelusuri informasi untuk menjelaskan temuan, atau berbagai hal yang bertentangan dengan kepercayaan (Neuman, 1994). Sebagai sebuah penelitian eksplanasi (explanatory research), penelitian ini dimaksudkan untuk menguji teori perilaku, dan mencari penjelasan yang lebih baik tentang perkembangan pengetahuan yang menghubungkan berbagai isu, membangun atau menerapkan teori terkait topik penelitian, mengemukakan fakta untuk mendukung atau menjelaskan hubungan perilaku masyarakat pesisir dengan kondisi SDP. Model yang dibangun dari metode deduktif, menghasilkan beberapa kemungkinan analisis hubungan antar peubah (Gambar 1).

Pesisir Kabupaten Buleleng dipilih sebagai lokasi studi dengan pertimbangan antara lain, dimilikinya pengetahuan dan pengalaman empirik tentang masyarakat pesisir di lokasi tersebut oleh peneliti sejalan dengan studi yang dilakukan di kawasan tersebut mulai tahun 2001 hingga 2004; adanya kearifan lokal yang dijalankan oleh komunitas nelayan yang terintegrasi dalam aktivitas kelompok nelayan; dan belum terkelolanya SDP secara optimal. Hal ini sangat bermanfaat dalam memahami sistem sosial budaya masyarakat, kondisi ekosistem, dan pengelolaan SDP setempat yang sangat berguna untuk memperoleh informasi yang sahih, dan akurat. Penelitian dilakukan pada tiga kecamatan di pesisir yaitu: (1) Kecamatan Gerokgak dengan jarak 55 km di Barat Kabupaten Buleleng, (2) Kecamatan Buleleng yang berada di wilayah pusat pemerintahan, dan (3) Kecamatan Tejakula terletak 23 km sebelah Timur dari Buleleng.

Populasi penelitian adalah masyarakat pesisir yang melakukan kegiatan usaha perikanan yang berjumlah 1.516 orang. Masyarakat pesisir yang diwawancarai berjumlah 229 orang, terdiri atas nelayan ikan konsumsi atau hias, pengolah, pembudidaya, pengolah dan pemasar. Untuk keperluan analisis statistik, dipilih responden yang memiliki kegiatan perikanan yang sama di tiap kecamatan, yaitu nelayan penangkap ikan konsumsi, dan pengolah dan pemasar (168 orang). Informasi diperoleh pula dari 33 orang informan yang berjumlah 10 orang penyuluh, 10 orang pemuka masyarakat, 10 orang pengurus kelompok, dan 3 orang fasilitator program pemberdayaan.

Digunakan beberapa teori dan konsep sebagai basis analisis temuan empirik penelitian antara lain teori dan konsep perilaku, teori tentang perubahan berencana (Lippitt dkk, 1958), konsep pengembangan komunitas (Rothman, 1974; Ife, 1995), dan konsep belajar dari pengalaman (Kolb, 1984). Data penelitian dikumpulkan melalui observasi,

X1 Dinamika sosial budaya masyarakat

X1.1 Nilai-nilai sosial budaya

X1.2 Peran lembaga adat

X1.3 Dinamika hubungan antar

anggota masyarakat

X1.4 Kearifan lokalpengelolaan

SDP X2 Kualitas kepemimpinan informal X2.1 Peran pemimpin X2.2 Perilaku kepemimpinan X2.3 Gaya kepemimpinan Y1 Perilaku masyarakat pesisir dalam memanfaatkan SDP

Y1.1 Aspek kognitif tentang

potensi, pemanfaatan, dan konservasi SDP

Y1.2 Sikap mental dalam

konservasi SDP Y1.3 Aspek psikomotorik dalam pengelolaan SDP Y3 Kesejahteraan Rumah Tangga Y3.1 Pendapatan rumah tangga Y3.2 Pemenuhan kebutuhan dasar Y3.3 Derajat kesehatan Y3.4 Pendidikan anak Y3.5 Pemenuhan kebutuhan non fisik X4 Kualitas program pemberdayaan

X4.1 Perencanaan danTujuan

program

X4.2 Proses/pendekatan program

X4.3 Kesesuaian materi dengan

kebutuhan X4.4 Kontinuitas program X5 Kompetensi fasilitator program pemberdayaan X5.1 Kemampuan komunikasi X5.2 Kemampuan memotivasi X5.3 Kemampuan melakukan transfer belajar X 6 Kualitas pendukung kegiatan perikanan X 6.1 Pasar X 6.2 Sarana produksi X 6.3 Transportasi X 6.4 Pendaratan Ikan

X 6.5 Dukungan informasi, riset

inovasi, peraturan dan kebijakan pemerintah di bidang perikanan

X3 Keragaan individu

X3.1 Status sosial ekonomi

X3.2 Motivasi berusaha

X3.3 Kepribadian

X3.4 Keterlibatan dalam

kelompok X3.5 Gender

Gambar 2. Keterkaitan antar Peubahl dalam Disain Model Pengembangan Masyarakat Pesisir untuk Meningkatkan Kesejahteraan

Y2 Kualitas Pengelolaan SDP

Y2.1 Tingkat pemanfaatan

lahan di pesisir

Y2.2 Produksi dan variasi hasil

tangkapan

Y2.3 Kualitas terumbu karang

wawancara semi terstruktur, diskusi dengan nara sumber, dan penelusuran informasi sekunder. Instrumen penelitian adalah kuesioner dengan menggunakan skala pengukuran Likert, semantic differential Osgood, metode Guttman, skala Thurstone, dan skala nilai sesuai dengan karakteristik peubah yang diukur. Skala pengukuran tersebut dapat digunakan untuk mengukur perilaku individu atau kelompok (Oppenheim, 1966). Hasil uji coba kuesioner menunjukkan nilai koefisien validitas (0,5420 hingga 0,874), dan koefisien reliabilitas α Cronbach (0,6170 hingga 0,8750). Nila i koefisien tersebut nyata (α = 0,05), ini berarti kuesioner layak untuk digunakan.

Analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan analisis deskriptif kualitatif. Uji statistik parametrik pada data yang telah ditransformasi dan uji statistik non parametrik digunakan untuk menganalisis data kuantitatif dan menguji hipotesis penelitian. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan untuk menjelaskan fenomena perilaku yang sulit dikuantifikasikan dan mengelaborasi hasil analisis kuantitatif.

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Provinsi Bali didirikan pada tanggal 14 Agustus 1958 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 84 Tahun 1958. Provinsi ini terletak pada 70 - 80 Lintang Selatan, dan 1140 - 1150 Bujur Timur, memiliki luas wilayah 5.636,66 km2 dengan Ibukota Denpasar. Berdasarkan Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004, jumlah penduduk Provinsi Bali adalah 3.385.750 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 601 jiwa/km2. Laju pertumbuhan penduduk selama tahun 2000 hingga 2004 sebesar 1,89 persen per tahun (SETDA Provinsi Bali, 2005). Buleleng terletak di Bagian Utara Pulau Bali, merupakan Kabupaten terluas dengan luas wilayah 1.366 km2, dan menjadi Ibukota Provinsi pada tahun 1960-an. Kabupaten ini memiliki luas laut lebih kurang 3.196,8 km dengan panjang pantai 144 km, dan potensi 12.523 ton ikan per tahun. Potensi dan pemanfaatan sumber daya perikanan Kabupaten Buleleng pada tahun 2003 secara lebih lengkap disajikan pada Tabel 8. Tampak dari data tersebut masih terbuka peluang untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki. Khusus untuk kegiatan penangkapan ikan di laut potensi yang tersisa hanya 12,75 persen, karena yang 20 persen lagi adalah untuk stock.

Tabel 8. Potensi dan Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Kabupaten Buleleng Tahun 2003

No Kegiatan Potensi Persentase

Pemanfaatan (%) Produksi (ton)

I. Perikanan laut

1 Pena ngkapan (ton) 12.523,00 67,25 8.432,00

2 Budidaya kerapu dan bandeng (ha) 500,00 5,20 28,20

3 Budidaya rumput laut (ha) 250,00 22,52 421,20

4 Budidaya mutiara (ha) 250,00 19,12 0,01

II. Perikanan darat

1 Penangkapan di perairan umum (ha) 481,30 3,32 127,48

2 Budidaya tambak (ha) 500,00 3,60 291,50

3 Budidaya kolam (ha) 27,32 18,08 23,40

4 Budidaya mina padi (ha) 3.354,60 0,68 8,40

5 Pembenihan bandeng dan kerapu (bak) 6.000 75,00 2,4 x 109*

6 Pembenihan udang windu (unit) 5 10,00 2,01 x 107*

7 Pembenihan udang galah (unit) 10 10,00 belum ada data

8 Pembenihan ikan hias (ha) 27,32 3,66 5 x 104*

9 B B I – ikan karper (ekor) 1.200.000 40,25 4,83 x 105*

Keterangan: * dalam ekor

Dokumen terkait