• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.3 Kerangka Berpikir

Basa-basi merupakan suatu fenomena baru dalam studi pragmatik.

Munculnya basa-basi berbahasa dalam perkembangan penggunaan bahasa

digunakan untuk memulai atau mempertahankan hubungan sosial antara

penutur dan lawan tutur dalam kehidupan sehari-hari. Basa-basi berbahasa

Tiap anggota keluarga di dalam suatu masyarakat terdapat berbagai

macam profesi, yang salah satunya adalah sebagai pendidik. Di dalam

keluarga pendidik, basa-basi digunakan untuk mempererat tali

persaudaraan sesama anggota keluarga. Hal ini yang menjadi fenomena

baru dalam pragmatik dan menjadi kajian dari penelitian ini, yaitu basa-

basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng,

Kejiwan, Wonosobo.

Penelitian ini menggunakan beberapa teori basa-basi serta teori-teori

yang mendukung untuk menguraikan tuturan basa-basi antaranggota

keluarga pendidik. Pertama, Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin

(2008:13) mendefinisikan phatic communication sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere exchange of word“. Phatic communication mempunyai fungsi sosial. Phatic communication

digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar

peserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-

kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk

membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Malinowski dalam tesis

Arimi (1998) mengatakan basa-basi digunakan sebagai kata anonim berarti

bahwa kata ini bukanlah jenis kata contrived, dibuat-buat atau yang tidak

alamiah. Akan tetapi, istilah basa-basi justru mengacu pada pemakaian

bahasa yang benar-benar alamiah (naturally occuring language) yang

meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski mempertegas

dan pendengar. Dikatakannya fungsi tersebut bukanlah merupakan alat

pencerminan bahasa tetapi sebagai modus tindakan (antarpenutur).

Lengkapnya ia mengatakan sebagai berikut:

it consists in just this atmosphere of sociability and in the fact personal communion of these people. But this is in fact achieved by

speech, and the situation in all such cases is created by the exchanged of

word, by the specific feelings which form convivial gregariousness, by the

give and take of utterances which make up ordinary gossip. Each

utterances is an act serving the direct aim of binding hearer to speaker

sentiment or other. Once more, language appears to us in this function not

as isntrument of reflection but a mode of action.“

Kedua, Jakobson (1980) dalam tesis Waridin (2008:15)

mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk

memulai , mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk

memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik

perhatian lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap

memperhatikan. Menurut Jakobson (1980:81) dalam tesis Waridin

(2008:16), terdapat enam faktor yang berkaitan dengan fungsi dengan

fungsi bahasa sebagai alat komunikasi verbal. Keenam faktor tersebut

adalah addresser (pengirim pesan), message (pesan), addressee (penerima

pesan), context (konteks), contact (kontak), dan code (kode).

Ketiga, Searle (1976: 1-24) mengatakanan bahwa jenis tindak tutur

tindak tutur, terdapat tiga bagian yaitu tindak tutur lokusi, tindak tutur

ilokusi, dan tindak tutur perlokusi. Dalam hal ini Searle menggolongkan

tindak tutur ilokusi menjadi lima jenis, yaitu: (1) tindak tutur representatif,

(2) tindak tutur direktif, (3) tindak tutur ekspresif, (4) tindak tutur komisif,

(5) tindak tutur deklaratif. Fenomena pragmatik Searle ini digolongkan

dalam tindak tutur ilokusi dalam aktivitas bertututur. Secara tidak

langsung basa-basi berbahasa masuk dalam pengertian bentuk tindak

verbal yang digolongkan oleh Searle.

Keempat, Geoffrey Leech (1983: 8) menyatakan bahwa pragmatik

adalah ilmu tentang maksud dalam hubungannya dengan situasi-situasi

(speech situation). Proses tindak tutur ditentukan oleh konteks yang

menyertai sebuah tuturan tersebut, karena memang Pragmatik mempelajari

makna bahasa yang terikat konteks. Seperti halnya dalam bahasan

mengenai basa-basi, tuturan akan dikatan basa-basi ditinjau melalui

konteks yang melingkupinya.

Berdasarkan teori basa-basi tersebut, data yang diperoleh dengan

menggunakan metode simak dan cakap ini dideskripsikan dan

diinterpretasikan. Metode simak adalah metode dengan menyimak

pertutuan langsung maupun tidak langsung di dalam ranah pendidikan.

Metode cakap adalah metode penyediaan data yang dilakukan dengan cara

mengadakan percakapan. Penggunaan dua metode pengambilan data

Kelima, Anwar (1984:46) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan

sejemput kata-kata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk

mempertahankan suasana baik dan sebagainya, sehingga bahasa tidak

hanya digunakan untuk menyampaikan perasaan atau pikiran, untuk

membahas sesuatu masalah, untuk membujuk, merayu dan sebagainya.

Terlepas dari berbagai pengertian tersebut sebenarnya basa-basi memiliki

fungsi untuk menyampaikan berbagai maksud.

Keenam, Arimi (1998: 95) secara praktis basa-basi didefinisikan

sebagai fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur, akan

tetapi secara sadar pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian

itu. Dengan kata lain, basa-basi adalah fenomena lingual yang alamiah,

tetapi penggunaannya mental atau menolak jika ditanyakan apakah

penutur berbasa-basi. Arimi (1998: 96) juga menjelaskan bahasa secara

metodologis penolakan tersebut akan lebih jelas jika dibandingkan dengan

aktivitas verbal non basa-basi, seperti aktivitas marah atau serius. Bagi

aktivitas marah atau serius, penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya

bahwa ia marah atau serius.

Ketujuh, Harimurti Kridalaksana (1986:111) menjelaskan bahwa

basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai,

mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan

kawan bicara.

Tuturan sebagai data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis

kontekstual ini artinya adalah cara analisis yang diterapkan pada data

dengan mendasarkan dan mengaitkan dengan konteks (Rahardi, 2009:36).

Setelah proses analisis data selesai, penelitian ini menghasilkan wujud

basa-basi antaranggota keluarga pendidik serta maksud basa-basi

Berikut ini adalah bagian dari kerangka berpikir yang sudah dipaparkan di atas: JAKOBSON (1980) LEECH (1983) KRIDALAK- SANA (1986) ANWAR (1984) ARIMI (1998) FENOMENA BASA-BASI DALAM

KAJIAN PRAGMATIK

TEORI BASA-BASI

MALINOWSKI (1923)

DATA TUTURAN BASA-BASI

WUJUD BASA-BASI DALAM KELUARGA PENDIDIK MAKSUD BASA-BASI DALAM KELUARGA PENDIDIK SEARLE (1969)

Dokumen terkait