• Tidak ada hasil yang ditemukan

Basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo."

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Pramadina, Cecilia Christa. 2015. Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini membahas mengenai wujud basa-basi berbahasa dan maksud basa-basi berbahasa di ranah keluarga pendidik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud basi berbahasa dan mendeskripsikan maksud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.

Penelitian basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo, ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran basa-basi antaranggota keluarga pendidik yang diperoleh langsung di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo. Metode pengumpulan data yakni, pertama, metode simak dengan teknik catat dan rekam, dan kedua, metode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara yang dilaksanakan dengan teknik pancing. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh karena itu, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan basa-basi terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi.

Simpulan dari penelitian ini adalah (1) Wujud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo terbagi dalam kategori acknowledgments (subkategori salam, terima kasih, menolak, menerima, empati, meminta maaf, dan mengucapkan selamat), (2) Maksud basa-basi berbahasa antarkeluarga pendidik adalah untuk mengekspresikan perasaan penutur kepada mitra tutur, menjalin dan menjaga hubungan antara penutur dengan mitra tutur, untuk mempertahankan atau mengukuhkan, serta untuk menyampaikan berbagai maksud lain.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan pengetahuan kepada keluarga pendidik mengenai basa-basi antaranggota keluarga pendidik. Basa-basi yang dipergunakan antaranggota keluarga pendidik untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur sehingga relasi semakin akrab maupun erat.

(2)

ABSTRACT

Pramadina, Cecilia Christa. 2015. The Phatic Communication in Using Language between Educators Family Member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

This research discussed about chit-chat form and the aims of phatic communication especially in educators family. The research intended to describe phatic communication form and the aim of phatic communication in using language

between educator’s family member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo.

The research was qualitative-descriptive. The research contained of phatic

communication in using language between educator’s family member at Kenteng

Hamlet, Kejiwan, Wonosobo. The data collecting method were listening method by recording and taking note technique and speaking method parallelized by interviewing method applied by inducement method. In the research, the researcher tried to understand chit-chat phenomena used by speaker and another speaker to convey her/his speech. Therefore, the aim of the research was an understanding towards the use of phatic communication especially the use of language in communication.

The conclusion of the research were (1) phatic communication in using

language between educator’s family member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo divided into acknowledgments category (sub-category: greeting, thanking, rejecting, accepting, empathizing, apologizing, and congratulating), (2)

The aims of phatic communication in using language between educator’s family

member were to express the speaker’s feeling to another one, having and keeping relationship between speaker and another one, maintain and stand firm, and convey other aims.

The research was expected to give knowledge for the educator’s family

about phatic communication among the educators family member. The phatic communication used by them to start, maintain, or stand firm social relationship between the speaker and another one in order to make their relationship more intimate and closer.

(3)

i

BASA-BASI DALAM BERBAHASA ANTARANGGOTA KELUARGA PENDIDIK DI DUSUN KENTENG, KEJIWAN, WONOSOBO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Cecilia Christa Pramadina

111224033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ungkapan penuh syukur kepada Tuhan Yesus dan

Bunda Maria yang telah memberikan berkat serta kelancaran

dalam setiap langkah penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya

Stefanus Prasetya Hadi dan Heronima Dewi Palupi yang

selalu membimbing, memotivasi, mendukung, membantu, serta

mendoakan di setiap langkah saya.

Samuel Chrisnandi Pramahudi selaku adik saya yang

selalu memberikan dukungan dan semangat.

(7)

v MOTTO

Bersuka citalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan

dan bertekunlah dalam doa.

(Roma 12: 12)

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil;

kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan

baik.

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

Pramadina, Cecilia Christa. 2015. Basa-basi dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini membahas mengenai wujud basa-basi berbahasa dan maksud basa-basi berbahasa di ranah keluarga pendidik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud basi berbahasa dan mendeskripsikan maksud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.

Penelitian basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo, ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran basa-basi antaranggota keluarga pendidik yang diperoleh langsung di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo. Metode pengumpulan data yakni, pertama, metode simak dengan teknik catat dan rekam, dan kedua, metode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara yang dilaksanakan dengan teknik pancing. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh karena itu, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan basa-basi terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi.

Simpulan dari penelitian ini adalah (1) Wujud basa-basi berbahasa antaranggota keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo terbagi dalam kategori acknowledgments (subkategori salam, terima kasih, menolak, menerima, empati, meminta maaf, dan mengucapkan selamat), (2) Maksud basa-basi berbahasa antarkeluarga pendidik adalah untuk mengekspresikan perasaan penutur kepada mitra tutur, menjalin dan menjaga hubungan antara penutur dengan mitra tutur, untuk mempertahankan atau mengukuhkan, serta untuk menyampaikan berbagai maksud lain.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan pengetahuan kepada keluarga pendidik mengenai basa-basi antaranggota keluarga pendidik. Basa-basi yang dipergunakan antaranggota keluarga pendidik untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur sehingga relasi semakin akrab maupun erat.

(11)

ix ABSTRACT

Pramadina, Cecilia Christa. 2015. The Phatic Communication in Using Language between Educators Family Member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

This research discussed about chit-chat form and the aims of phatic communication especially in educators family. The research intended to describe phatic communication form and the aim of phatic communication in using language between educator‟s family member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo.

The research was qualitative-descriptive. The research contained of phatic communication in using language between educator‟s family member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo. The data collecting method were listening method by recording and taking note technique and speaking method parallelized by interviewing method applied by inducement method. In the research, the researcher tried to understand chit-chat phenomena used by speaker and another speaker to convey her/his speech. Therefore, the aim of the research was an understanding towards the use of phatic communication especially the use of language in communication.

The conclusion of the research were (1) phatic communication in using language between educator‟s family member at Kenteng Hamlet, Kejiwan, Wonosobo divided into acknowledgments category (sub-category: greeting, thanking, rejecting, accepting, empathizing, apologizing, and congratulating), (2) The aims of phatic communication in using language between educator‟s family member were to express the speaker‟s feeling to another one, having and keeping relationship between speaker and another one, maintain and stand firm, and convey other aims.

The research was expected to give knowledge for the educator‟s family about phatic communication among the educators family member. The phatic communication used by them to start, maintain, or stand firm social relationship between the speaker and another one in order to make their relationship more intimate and closer.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih yang

telah melimpahkan berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Basa-Basi Dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo”.

Penyusunan tugas akhir skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian

persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Penulis menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini

tidak akan terselesaikan. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang selalu memberikan dukungan

kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang selama

ini bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing,

mendorong, dan memberi masukan yang sangat bermanfaat untuk

penyusunan skripsi ini hingga terselesaikan dengan baik.

4. Para Dosen PBSI yang telah mendidik dan memberikan

pengetahuan yang berguna bagi penulis.

5. Sekretariat PBSI yang telah membantu kelancaran perkuliahan

penulis.

6. Bapak, Ibu, dan Adikku tercinta, yang dengan penuh kasih memberi doa,

dukungan, motivasi, dan bantuan, serta merupakan sumber semangat dan

inspirasi dalam penyusunan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat dari kelompok basa-basi terima kasih untuk dukungannya

(13)

xi

8. Rekan-rekan seperjuangan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan

2011 kelas A atas kebersamaan, hari-hari indah dan penuh semangat yang

kita lalui bersama selama empat tahun.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan bagi penyempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat menjadi kajian yang bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya.

Penulis

(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... HALAMAN PENGESAHAN ... ii iii HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... DAFTAR TABEL ... xv xv BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 5

1.5Batasan Istilah ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1Penelitian yang Relevan ... 8

2.2Kajian Teori ... 13

2.2.1 Pragmatik... 13

2.2.2 Konteks ... 15

(15)

xiii

2.2.4 Fenomena Pragmatik ...

2.2.4.1 Deiksis ... 21

21

2.2.4.2 Praanggapan ... 22

2.2.4.3 Implikatur ... 23

2.2.4.4 Tindak Ujaran ... 25

2.2.5 Basa-basi sebagai Fenomena Pragmatik ... 28

2.2.6 Kategori Fatis ... 36

2.3 Kerangka Berpikir ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 50

3.1 Jenis Penelitian ... 50

3.2 Data dan Sumber Data ... 52

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 52

3.4 Metode Analisis Data ... 54

3.5 Triangulasi Data ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN ... 57

4.1 Deskripsi Data ... 57

4.1.1 Salam ... 58

4.1.2 Terima Kasih ... 58

4.1.3 Menolak ... 59

4.1.4 Menerima ……... 59

4.1.5 Empati ... 60

4.1.6 Meminta Maaf ... 60

4.1.7 Meminta/ Mengundang ... 61

4.1.8 Mengucapkan Selamat ... 62

4.2 Hasil dan Pembahasan ... 62

4.2.1 Wujud Basa-basi Berbahasa ... 63

4.2.1.1 Salam (A) ... 64

4.2.1.2 Terima Kasih (B) ... 68

(16)

xiv

4.2.1.4 Menerima (D) ... 76

4.2.1.5 Empati (E) ... 80

4.2.1.6 Meminta Maaf (F) ... 84

4.2.1.7 Meminta/ Mengundang (G) ... 88

4.2.1.4 Selamat (H) ... 91

4.2.2 Maksud Basa-basi Berbahasa ... 95

4.2.2.1 Salam (A) ... 95

4.2.2.2 Terima Kasih (B) ... 98

4.2.2.3 Menolak (C) ... 103

4.2.2.4 Menerima (D) ... 107

4.2.2.5 Empati (E) ... 110

4.2.2.6 Meminta Maaf (F) ... 113

4.2.2.7 Meminta/ Mengundang (G) ... 117

4.2.2.8 Mengucapkan Selamat (H) ... 121

BAB V PENUTUP ... 125

5.1 Simpulan ... 125

5.2 Saran ... 127

5.2.1 Bagi Peneliti Lain ... 127

5.2.2 Bagi Keluarga Pendidik ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 129

LAMPIRAN Lampiran 1. Triangulasi Basa-basi ... 131

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian dan Observasi ... 169

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 170

(17)

xv DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Kerangka Berpikir ... 51

DAFTAR TABEL

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahasa merupakan salah satu alat yang penting bagi manusia untuk

saling berkomunikasi. Melalui bahasa manusia dapat menyampaikan pesan

kepada orang lain. Menurut Widjono (2007:14) bahasa adalah sistem lambang

bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat

pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu

seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Berdasarkan pengertian

tersebut, terlihat jelas bahwa bahasa digunakan untuk saling berinteraksi satu

dengan yang lain, serta dapat membentuk tingkah laku dan sopan santun saat

bertutur kata. Bahasa selalu hadir dalam segala aktivitas ataupun kegiatan

manusia. Maka dari itu, bahasa memegang peranan yang penting dalam

berkomunikasi.

Menurut KBBI (2008:721), komunikasi adalah pengiriman dan

penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang

dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak. Penerimaan serta pengirimin

pesan sangat penting dalam menjalin sebuah komunikasi satu dengan lainnya,

bila salah satu kurang dapat menerima maupun mengirim pesan, komunikasi

dapat terhambat. Terkadang untuk menyampaikan sebuah informasi, penutur

tidak mengungkapkan secara langsung melainkan dengan menjalin hubungan

(19)

mempertahankan serta memelihara hubungan sosial antara penutur dan lawan

tutur yang dikenal dengan istilah basa-basi.

Menurut KBBI (2008:143), basa-basi adalah (1) adat sopan santun;

tata krama pergaulan, (2) ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun

dan tidak untuk menyampaikan informasi, misalnya kalimat “apa kabar?”

yang diucapkan apabila kita bertemu dengan kawan (3) perihal menggunakan

ungkapan semacam itu. Tingkat kesopansantunan seseorang dalam dilihat dari

budayanya, salah satunya adalah budaya berbahasanya saat berkomunikasi.

Oleh karena itu, basa-basi memiliki peranan penting dalam setiap hubungan

dan komunikasi antarmanusia.

Berikut ini memperlihatkan fenomena basa-basi:

(1) Putri : Makasih ya, Dew. Mampir dulu.

Dewi : Sama-sama, Put. Lain kali aja ya, aku langsungan aja.

Daah.

Putri : Daah, hati-hati Dewi.

Pada dialog (1) konteknya ketika Putri diantar pulang ke rumah oleh

Dewi. Tuturan tersebut termasuk tuturan basa-basi karena digunakan ketika

Putri dan Dewi sampai di depan rumah. Ungkapan “Makasih ya, Dew”

dipakai secara otomatis karena Dewi telah mengantar Putri pulang. Kemudian

pada tuturan “Mampir dulu” menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya,

karena Dewi sudah mau mengantarnya sampai ke rumah. Tuturan “Lain kali

aja ya, aku langsungan aja” menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya,

(20)

bahwa ia akan mampir lain waktu, melainkan hanya untuk memperhalus

menolak ajakan untuk mampir di rumah Putri. Tuturan-tuturan tersebut dalam

masyarakat bahasa Indonesia dikenal dengan istilah “basa-basi”.

Penggunaan basa-basi tidak hanya digunakan dalam kehidupan

sehari-hari di masyarakat, tetapi pada keluarga pendidik juga sering ditemukan

adanya basa-basi. Keluraga menurut KBBI (2008:659) adalah ibu dan bapak

beserta anak-anaknya; seisi rumah. Keluarga merupakan kesatuan dari

orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan

peranan-peranan sosial bagi suami dan istri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara

laki-laki dan saudara perempuan. Basa-basi pada keluarga pendidik

merupakan salah satu bentuk dari kesantunan berbahasa antaranggota

keluarga pendidik dalam satu rumah.

Berikut ini memperlihatkan fenomena basa-basi:

(2) Ayah : Bagaimana sekolahmu tadi?

Anak : Baik, yah.

Pada dialog (2) konteksnya ketika ayah dan anak bertemu di rumah

setelah seharian ayah bekerja dan anak bersekolah. Ungkapan “bagaimana sekolahmu tadi?” digunakan untuk membuka sebuah percakapan antara

ayah dengan anaknya, agar hubungan ayah dengan anakanya tetap terjalin

erat.

Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui

basa-basi yang digunakan ayah dan ibu, orang tua dan anak, anak dan anak

(21)

Kenteng, Kejiwan, Wonosobo karena dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo

dianggap dapat mewakili tuturan basi-basi dari para keluarga pendidik

dalam berkomunikasi dengan sesama keluarga. Oleh karena itu, peneliti

akan melakukan suatu penelitian dengan judul “Basa-Basi Dalam

Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan,

Wonosobo”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka

dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Apa saja wujud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga

pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo?

b. Apa saja maksud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga

pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka

penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan wujud basa-basi dalam berbahasa antaranggota

keluarga pendidik di Dusun Kenteng, Kejiwan, Wonosobo.

b. Mendeskripsikan maksud basa-basi dalam berbahasa antaranggota

(22)

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga pendidik

ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang memerlukan.

Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini,

yaitu:

a. Manfaat Teoretis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu

pengembangan pragmatik khususnya yang berkaitan dengan basa-basi

berbahasa, serta dapat digunakan sebagai referensi dalam

berkomunikasi untuk membuka serta mempererat hubungan sosial

penutur dan lawan tutur.

b. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian basa-basi berbahasa ini diharapkan dapat

memberikan masukan bagi keluarga pendidik terutama antara orang tua

dan anak maupun sebaliknya untuk membuka serta mempererat

hubungan sosial penutur dan lawan tutur dalam berkomunikasi.

Penelitian ini dapat juga memberikan masukan kepada para praktisi

dalam bidang pendidikan terutama bagi dosen, guru, mahasiswa, siswa,

dan tenaga kependidikan untuk mengetahui pentingnya basa-basi

(23)

1.5Batasan Istilah

Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini tidak lepas dari

teori basa-basi dan teori-teori yang mendukung penelitian ini, maka peneliti

memberikan batasan istilah sebagai berikut:

1. Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh

penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca).

Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis

tentang apa yang dimaksud orang dengan tuturan-tuturannya daripada

dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam

tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur.

(Yule, 2006: 3)

2. Maksud Basa-basi

Maksud Basa-basi ialah sesuatu yang sungguh-sungguh ingin

disampaikan oleh penutur dan hanya bersumber dari penutur. yaitu

yang berwujud pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau

kontak antara penutur dengan lawan tutur. (Arimi, 1998)

3. Basa-basi

Kata-kata dipakai untuk memecahkan kesunyian, untuk

mempertahankan suasana baik, dan sebagainya. Penggunaan bahasa

untuk keperluan seperti ini dapat disebut penggunaan basa basi.

(24)

4. Basa-basi Murni

Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara

otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa

yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. (Arimi, 1998)

5. Basa-basi Polar

Basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya,

dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk

menunjukkan hal yang lebih sopan. (Arimi, 1998)

6. Konteks

Konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang

pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama

dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang

mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si

penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. (Rahardi, 2003:20)

7. Keluarga Pendidik

Keluarga pendidik adalah kesatuan dari ayah dan ibu beserta anaknya

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan

kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap

topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan teori berisi

tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini

yang terdiri atas teori pragmatik, konteks, teori maksud, fenomena-fenomena

pragmatik, basa-basi sebagai fenomena pragmatik, dan kategori fatis. Kerangka

berpikir berisi tentang acuan teori yang berdasarkan pada penelitian yang relevan

dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah.

2.1Penelitian Relevan

Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan

kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap

topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan

teori berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari

penelitian ini yang terdiri atas teori pragmatik, konteks, teori maksud,

fenomena-fenomena pragmatik, basa-basi sebagai fenomena pragmatik, dan

kategori fatis. Kerangka berpikir berisi tentang acuan teori yang berdasarkan

pada penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab rumusan

masalah.

Penelitian Sailal Arimi (1998) berjudul “Basa-Basi Dalam Masyarakat

(26)

tentang etnografi berbasa-basi bagi penutur bahasa Indonesia, dan

memperoleh pengetahuan yang memadai tentang aturan, atau kaidah

penyampaian basa-basi dalam bahasa Indonesia, (2) mendapatkan kejelasan

kembali atas fungsi basa-basi, (3) menemukan jenis-jenis basa-basi,

distribusinya dalam wacana interaktif, beserta hubungannya dengan strategi

berbasa-basi yang tepat, dan (4) menemukan kekhasannya dalam bahasa

Indonesia.

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, Sailal Arimi menghasilkan

beberapa kesimpulan. Basa-basi sebagai tuturan rutin yang tidak

mementingkan informasi merupakan simbol tindakan sosial secara verbal

untuk bertegur sapa, bersopan-santun, dan beramah tamah guna menciptakan

hubungan solidaritas dan harmonisasi antarpenutur. Masyarakat penutur

membutuhkan basa-basi dikaitkan dengan hakikat fungsi interaksional baik

untuk membina dan/atau mempertahankan hubungan sosial antar penutur. Dari

sudut relasi sosial antarpenutur yang dihasilkan (outcome), bagi penutur

basa-basi merupakan upaya untuk memperoleh rasa solidaritas dan harmonisasi

dengan mitra tutur. Dari sudut fungsi hakiki bahasa, basa-basi merupakan

sejemput fenomena bahasa yang berfungsi sebagai pemelihara kerja sama dan

sangat reflektif.

Basa-basi dalam masyarakat bahasa Indonesia berdasarkan daya

tuturannya digolongkan atas dua jenis, yaitu basa-basi murni dan basa-basi

polar. Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara

(27)

diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi murni

digolongkan menjadi tiga subjenis, yaitu basi murni keniscayaan,

basa-basi keteralamian, dan basa-basa-basi keakraban. Basa-basa-basi polar adalah tuturan

yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan

yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Basa-basi

polar dibagi menjadi dua, yaitu basa-basi polar sosial dan basa-basi polar

personal. Basa-basi bersifat universal sehingga menghasilkan

kekhasan-kekhasan yang bersumber dari kebiasaan berbahasa dan sistem bahasa.

Pengalihan pragmatis berdasarkan kekhasan-kekhasan tersebut dari satu

bahasa ke bahasa lain (dalam hal ini bahasa Indonesia ke bahasa Inggris atau

sebaliknya) dapat menimbulkan kegagalan atau konflik komunikasi.

Penelitian Fitri Apri Susilo (2014) berjudul Basa-basi dalam Berbahasa

Antar Guru di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Dalam

penelitian tersebut terdapat dua rumusan masalah yang ingin dikaji oleh

peneliti, yaitu apa sajakah wujud Basa-basi dalam Berbahasa Antar Guru di

SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014, apa sajakah maksud

Basa-basi dalam Berbahasa Antar Guru di SMP N 12 Yogyakarta Tahun Ajaran

2013/2014. Berdasarkan tiap pemaparan hasil analisis terhadap kedua

permasalahan dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa: peneliti

menemukan delapan wujud Basa-basi Berbahasa Antar Guru di SMP N 12

Yogyakarta yang ditinjau dari kategori acknowledgment-nya terdiri dari

delapan subkategori. Kedelapan subkategori tuturan basa-basi tersebut adalah

(28)

(mengucapkan salam), (4) greet (memberi salam), (5) thanks (berterimakasih),

(6) bid (meminta/mengundang), (7) accept (menerima), (8) reject (menolak).

Apologize (meminta maaf) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan

penyesalan. Condole (bela sungkawa) yaitu fungsi tuturan untuk

mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami oleh mitra tutur.

Congatulate (mengucapkan selamat) yaitu fungsi tuturan mengekspresikan

kegembiraan karena ada kabar baik. Greet (memberi salam) yaitu fungsi

tuturan untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang. Thanks

(berterima kasih) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan terima kasih karena

mendapat bantuan. Bid (meminta) yaitu fungsi tuturan untuk mengekspresikan

harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang

akan terjadi. Accept (menerima) yaitu fungsi tuturan untuk menerima

(menghargai) basa-basi dari mitra tutur. Reject (menolak) yaitu fungsi tuturan

untuk menolak (melanggar) basa-basi dari mitra tutur.

Penelitian Rawinda Fitrotul Mualafina (2013) berjudul Basa-Basi Dalam

Interaksi Jual Beli di Pasar Tradisional Kertek Wonosobo. Terdapat tiga

rumusan masalah yang dikaji oleh peneliti, yaitu (1) bagaimana bentuk, jenis,

dan distribusi basa-basi yang digunakan dalam percakapan jual beli di pasar

tradisional Kertek, (2) apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi

penggunaan bentuk, jenis, dan distribusi dalam percakapan jual beli di pasar

tradisional Kertek, dan (3) bagaimana fungsi dari penggunaan basa-basi dalam

percakapan jual beli di pasar tradisional Kertek. Berdasarkan pemaparan hasil

(29)

disimpulkan bahwa: (1) basa-basi yang digunakan dalam komunikasi di Pasar

Kertek Wonosobo ini berbeda dengan basa-basi yang digunakan di tempat

lain, (2) melalui pembahasan mengenai bentuk dan jenis, diperoleh fakta

bahwa suatu kalimat mampu menyampaikan maksud yang berbeda dengan

bentuk fisik kalimat tersebut, (3) ujaran basa-basi yang digunakan di Pasar

Kertek ini hadir pada tiga posisi dalam struktur percakapan jual beli terjadi,

yaitu rangkaian pembukaan atau opening sequences, rangkaian sisipan atau

insertion sequences, dan rangkaian penutup atau closing sequences, (4)

sebagai salah satu bentuk bahasa dalam masyarakat, penggunaan basa-basi

tidak dapat terlepas dari sejumlah faktor sosial tertentu yang berpengaruh

terhadap bentuk, jenis, dan distribusi basa-basi yang digunakan dalam sebuah

percakapan jual-beli, (5) melalui enam fungsi yang ditemui dalam penggunaan

basa-basi diketahui bahwa meskipun kehadirannya manasuka dan tidak

mengandung informasi yang baru, kedudukan penggunaan basa-basi dalam

percakapan tetaplah penting dalam kaitannya dengan fungsi secara sosial.

Dari ketiga penelitian yang relevan tersebut memiliki persamaan dan

perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Kesamaaan

dengan penelitian-penelitian yang relevan sebelumnya terletak pada topik

yang sama yaitu basa-basi berbahasa. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh

Fitri Apri Susilo terdapat rumusan masalah yang hampir sama dengan peneliti

yaitu mengkaji tentang bentuk basa-basi berbahasa. Akan tetapi, tentu terdapat

perbedaan dengan penelian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Perbedaan

(30)

dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Pendidik di Dusun Kenteng,

Kejiwan, Wonosobo” menggunakan subjek keluarga pendidik yang tinggal di

Dusun Kenteng, dalam penelitiannya. Hal inilah yang membedakan dengan

peneliti-peneliti sebelumnya, dimana penelitian yang terdahulu belum ada

yang menggunakan subjek yang sama dengan peneliti.

2.2 Kajian Teori 2.2.1 Pragmatik

Rahardi (2003:10) mengatakan bahwa pragmatik merupakan cabang

dari linguistik yang mempelajari dan mendalami apa saja yang termasuk di

dalam stuktur bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi anatara

penutur dengan mitra tutur, serta sebagai pegacuan tanda-tanda bahasa

yang sifatnya ekstralinguistik atau luar bahasa.

Levinson (1997) dalam Sudaryanto (2010:118) mengatakan

Pragmatics is the study of relations between language and context that a

basic to an account of language understanding” (Pragmatik adalah kajian

ihwal hubungan kemampuan pengguna bahasa dan konteks yang

merupakan dasar bagi penjelasan tentang pemahaman bahasa). Konteks

sangat diperlukan dalam pragmatik, tanpa konteks analisis pragmatik tidak

akan berjalan. Dengan kata lain, daya pragmatik sangat bergantung pada

konteks yang berlangsung pada waktu tuturan diujarkan dalam sebuah

peristiwa tutur.

Yule (2006:3) mengatakan bahwa pragmatik adalah studi tentang

(31)

Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis

tentang apa yang dimaksud orang dengan tuturan-tuturannya daripada

dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan

itu sendiri. Pragmatik melibatkan penafsiran tentang apa yang

dimaksudkan orang di dalam suatu konteks dan bagaimana konteks itu

berpengaruh terhadap apa yang dikatakan.

Setiap penutur yang bertutur memiliki maksud yang ingin

disampaikannya. Maksud tersebut adalah milik si penutur, bukan tuturan.

Tuturan merupakan media bagi penutur untuk menyampaikan maksud

tersebut. Berkaitan dengan maksud tersebut, maka perlu dipahami

bagaimana maksud dan makna dapat dibedakan, sebab kedua hal tersebut

berbeda jika telah bersinggungan dengan konteks situasi.

George (1964) dalam Rahardi (2003:12) telah menunjukkan bahwa

ilmu bahasa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya adalah ilmu tentang

makna bahasa, dalam kaitan dengan keseluruhan perilaku umat manusia

dan tanda-tanda atau lambang-lambang bahasa yang ada di sekelilingnya.

Terhadap tanda atau lambang bahasa yang mencuat di sekelilingnya itu,

manusia akan selalu akan bereaksi dengan aneka kemungkinan sikap dan

variasi tindakan atau perilakunya.

Cruse (2000:16) dalam Cummings (2007:2) memaparkan bahwa

pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi yang

disampaikan melalui bahasa yang tidak dikodekan oleh konvensi yang

(32)

tetapi yang juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada

makna-makna yang dikodekan secara konvesional dengan konteks tempat

penggunaan bentuk-bentuk tersebut.

2.2.2 Konteks

Rahardi (2003:20) mengemukakan bahwa konteks tuturan dapat

diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background

knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama

oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur

atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses

bertutur.

Konteks sangat penting dalam kajian pragmatik. Menurut Leech

(1983:13) dalam Nadar (2009: 6) konteks didefinisikan sebagai background

knowledge assumed to be shared by s and h and which contributes to h’s

interpretation of what s means by a given utterance (Latar belakang

pemahaman yang dimiliki oleh penutur pada waktu membuat tuturan

tertentu) (s berarti speaker “penutur”; h berarti hearer “lawan tutur”). Leech

menambahkan dalam definisinya tentang konteks yaitu sebagai suatu

pengetahuan latar belakang yang secara bersama dimiliki oleh penutur dan

petutur, dan konteks ini membantu petutur menafsirkan atau

menginterpretasikan maksud tuturan penutur. Dengan demikian, konteks

adalah hal-hal yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan

(33)

dan lawan tutur dan yang membantu lawan tutur menafsirkan makna

tuturan.

Hymes (1974) dalam Sudaryanto (2010:119) mengembangkan

konteks situasi yang dikenalkan oleh Malinowski dan Firth yang

menghubungkannya dengan situasi tutur. Dalam situasi tutur tersebut,

terdapat delapan komponen tutur yang disingkat menjadi SPEAKING.

Kedelapan komponen tutur itu dapat mempengaruhi tuturan seseorang.

Delapan komponen tutur itu meliputi latar fisik dan latar psikologi (setting

and scene), peserta tutur (partisipants), tujuan tutur (ends), urutan tindak

(acts), nada tutur (keys), saluran tutur (instruments), norma tutur (norms),

dan jenis tutur (genres).

1) Settings adalah tempat dan waktu terjadinya pertuturan, termasuk di

dalamnya kondisi psikologis dan cultural yang menyangkut pertuturan

tersebut.

2) Participant menyangkut peserta tutur.

3) Ends menunjuk pada tujuan yang ingin dicapai dalam suatu situasi

tutur.

4) Acts of sequence menunujuk pada saluran tutur yang dapat merupakan

lisan maupun tertulis.

5) Key menunujukkan cara dari pertuturan yang dilangsungkan.

6) Instrumentalities menunjukkan penggunaan kaidah berbahasa dalam

pertuturan.

(34)

8) Genre adalah kategori tuturan yang dapat merupakan puisi, surat,

artikel, dan sebagainya.

Syafi‟ie (1990:126) dalam Lubis (2011:60) mengatakan konteks

pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu (1) konteks

fisik yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu

komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan

tindakan atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi itu; (2)

konteks epistemis atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama

diketahui oleh pembicara ataupun pendengar; (3) konteks linguistik yang

terdiri atas kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu

kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi; (4) konteks sosial

yaitu relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara

penutur dengan pendengar.

Anwar (1984:44-45) menjelaskan istilah konteks sering digunakan

untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk

lebih memahami masalah arti bahasa. Situasi itu dapat formal dan informal.

Kata konteks lebih luas jangkauannya. Konteks itu mencakup pengertian

situasi tetapi ditambah dengan pengertian lain. Konteks dari sebuah kata

atau bicara dapat meliputi seluruh latar belakang sosial dari masyarakat

bahasa itu. Bila kita membaca kata-kata tertentu dalam sebuah buku,

kadang-kadang kita kurang memahami kata itu tanpa memahami isi buku itu

secara keseluruhan. Dapat dikatakan bahwa konteks daripada kata-kata itu

(35)

penting dalam memahami suatu tuturan, ia tidak menelaah bahasa secara

internal melainkan secara eksternal. Konteks itu bisa berupa bahasa dan

bukan bahasa, kedua-duanya dapat mempengaruhi arti bahasa. Istilah

konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai

salah satu petunjuk untuk lebih memahami arti masalah bahasa.

Cumming (2005:5) mengatakan bahwa kita tidak dapat

mendapatkan definisi pragmatik yang lengkap bila konteksnya tidak

disebutkan. Gagasan tentang konteks berada di luar pengejawantahannya

yang jelas seperti latar fisik tempat dihasilkannya suatu ujaran yang

mencakup faktor-faktor linguistik, sosial dan epistemis. Meskipun peran

konteks dalam bahasa sudah lama diketahui, akan tetapi baru sekaranglah

kontribusi faktor-faktor konteks terhadap proses argumentasi diselidiki

secara serius oleh para ahli pragmatik.

Yule (1996) dalam Sudaryanto (2010:120) membahas konteks

dalam kemampuan seorang untuk mengidentifikasi referen-referen yang

bergantung pada satu atau lebih pemahaman orang itu terhadap ekspresi

yang diacu. Berkaitan dengan penjelasan tersebut, Yule membedakan

konteks dan koteks. Konteks ia definisikan sebagai lingkungan fisik

dimana sebuah kata dipergunakan. Koteks adalah bahan linguistik yang

membantu memahami sebuah ekspresi atau ungkapan.

Gunarwan (2004) dalam Sudaryanto (2010:122) menjelaskan

konteks merupakan konsep yang dinamis. Maksud dinamis di sini adalah

(36)

memungkinkan partisispan berinteraksi dalam proses komunikasi dan

ekspresi linguistik dari interaksi mereka yang dapat dimengerti. Misalnya,

pragmatik menjelaskan pemilihan bentuk bahasa didasarkan pada tujuan

para peserta pertuturan.

Cutting (2008) dalam Sudaryanto (2010:122) menjelaskan konteks

adalah pengetahuan ihwal dunia fisik dan sosial serta faktor-faktor

sosio-psikologis yang memengaruhi komunikasi sebagaimana pengetahuan

waktu dan tempat di dalam kata-kata yang dituturkan atau dituliskan.

Konteks merupakan pengetahuan yang dimiliki bersama penutur dan

petutur. Cutting membagi konteks menjadi tiga macam, yaitu konteks

situasional, konteks pengetahuan latar, dan koteks. Konteks situasional

berkaitan dengan situasi tempat interaksi tuturan, apakah penutur

mengetahui ihwal apa yang dapat mereka lihat di sekelilingnya. Konteks

pengetahuan latar berkaitan dengan apakah penutur dan petutur saling

mengetahui ihwal budaya dan interpersonal.

2.2.3 Teori Maksud

Rahardi (2003:16−17) dalam bukunya telah berbicara perihal

maksud dan makna. Rahardi memaparkan bahwa makna yang dikaji dalam

pragmatik bersifat terikat konteks (context dependent), sedangkan makna

yang dikaji di dalam semantik berciri bebas konteks (context independent).

Makna yang dikaji di dalam semantik bersifat diadik (diadic meaning),

sedangkan dalam pragmatik makna itu bersifat triadik (triadic meaning).

(37)

mempelajarinya untuk memahami makna sebuah satuan linguan a sich,

yang notabene tidak perlu disangkutpautkan dengan konteks situasi

masyarakat dan kebudayaan tertentu yang menjadi wadahnya.

Informasi dan maksud sama-sama sesuatu yang luar-ujaran. Hanya

bedanya kalau informasi itu merupakan sesuatu yang luar-ujaran dilihat

dari segi objeknya atau yang dibicarakan; sedangkan maksud dilihat dari

segi pengujarnya, orang yang berbicara itu mengujarkan suatu ujaran entah

berupa kalimat maupun frasa, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama

dengan makna lahiriah ujaran itu sendiri. Di simpang-simpang jalan di

Jakarta banyak pedagang asongan menawarkan barang dagangannya

kepada para pengemudi atau penumpang kendaraan (yang kebetulan

kendaraannya tertahan arus lalu lintas) dengan kalimat tanya “Koran,

Koran?”. Padahal mereka tidak bermaksud bertanya melainkan bermaksud

menawarkan. Contoh lain, seorang ayah setelah memeriksa buku rapor

anaknya, dan melihat bahwa angka-angka dalam buku rapor itu banyak

yang merah, berkata kepada anaknya dengan nada memuji, dengan kalimat

itu dia sebenarnya bermaksud menegur atau mungkin juga mengejek

anaknya.

Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang

disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa lain.

Selama masih menyangkut segi bahasa maka maksud itu masih dapat

disebut sebagai bahasa maka maksud itu masih dapat disebut persoalan

(38)

dengan bahasa maka sudah tidak dapat lagi disebut sebagai persoalan

bahasa. Mungkin termasuk persoalan bidang studi lain; entah filsafat,

antropologi, atau juga psikologi. Maksud yang menyangkut pihak pengujar

masih memiliki persoalan semantik, asal saja lambang-lambang yang

digunakan masih berbentuk lingual. (Chaer, 2009: 35)

2.2.4 Fenomena Pragmatik

Dalam ilmu pragmatik terdapat empat fenomena pragmatik

yang telah disepakati, yaitu (1) deiksis, (2) praanggapan

(presupposition), (3) implikatur percakapan (conversational

implicature), dan (4) tindak ujaran (speech acts), (Purwo, 1990:17).

2.2.4.1Deiksis

Menurut Yule (2006:13) deiksis adalah istilah teknis (dari

bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan

dengan tuturan. Deiksis berarti „penunjukkan‟ melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan „penunjukkan‟

disebut ungkapan deiksis.

Yule (2006:13-15) membagi deiksis menjadi tiga, yaitu deiksis

persona (kata ganti orang pertama „saya‟, orang kedua „kamu‟, dan

orang ketiga „dia laki-laki‟, „dia perempuan‟, atau „dia barang/ sesuatu‟), deiksis tempat („di sini‟ dan „di sana‟), dan deiksis waktu

(„pekan depan, „pekan yang lalu‟, „pekan ini‟, „kemarin‟, „hari ini‟,

(39)

Purwo (1990:17) menjelaskan bahwa kata seperti saya, sini,

sekarang adalah kata-kata yang deiksis. Kata-kata tersebut tidak

memiliki referen yang tetap. Berbeda halnya dengan kata rumah,

kertas, kursi, di tempat manapun, pada waktu kapan pun, referen

yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi, referen dari kata saya, sini,

sekarang barulah dapat diketahui pula siapa, di tempat mana, dan

pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan.

Kushartanti (2005:111) menjelaskan bahwa deiksis adalah cara

merujuk pada suatu hal yang berkaitan dengan erat dengan konteks

penutur. Dengan demikian, ada rujukan yang berasal dari penutur,

dekat dengan penutur, dan jauh dari penutur. Ada tiga jenis deiksis,

yaitu deiksis ruang, deiksis persona, dan deiksis waktu.

2.2.4.2Praanggapan

Rahardi (2005:42) mengatakan bahwa sebuah tuturan dapat

dikatakan praanggapan tuturan yang lain apabila ketidakbenaran

tuturan yang dipresuposisikan mengakibatkan kebenaran atau

ketidakbenaran tuturan yang mempresuposisikan tidak dapat

dikatakan. Tuturan yang berbunyi Mahasiswa tercantik di kelas itu

pandai sekali. Mempraanggapkan adanya seseorang mahasiswa yang

berparas sangat cantik. Apabila pada kenyataannya memang ada

seorang mahasiswa yang berparas sangat cantik di kelas itu, tuturan

(40)

dalam kelas itu tidak ada seorang mahasiswa yang berparas cantik,

tuturan tersebut tidak dapat ditentukan benar atau salahnya.

Presuposisi merupakan kajian dalam lingkup semantik,

namun dalam perkembangannya para linguis cenderung berpendapat

bahwa kajian presuposisi dalam lingkup semantik saja tidak dapat

memuaskan mereka, sehingga kajian presuposisi bergeser ke wilayah

pragmatik (Nadar, 2009:63). Levinson dalam Nadar (2006:64-65)

menyatakan bahwa preposisi pragmatik merupakan inferensi

pragmatik yang sangat sensitif terhadap faktor-faktor konteks, dan

membedakan terminologi preposisi menjadi dua macam. Pertama,

kata “presuposisi” sebagai terminologi umum dalam penggunaan

bahasa Inggris sehari-hari, serta kata “presuposisi” sebagai

terminologi teknis dalam kajian pragmatik. Di bandingkan dengan

luasnya makna preposisi secara umum dalam penggunaan

sehari-hari, makna preposisi dalam pragmatik relatif lebih sempit. Preposisi

dapat dijelaskan sebagai berbagai inferensi atau asumsi pragmatik

yang nampaknya dibangun menjadi ungkapan linguistik.

2.2.4.3Implikatur

Rahardi (2003:85) mengatakan bahwa di dalam pertuturan yang

sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar

berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan

latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu.

(41)

percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu

saling dimengerti.

Rahardi (2005: 42-43) menyebutkan tuturan Bapak datang,

jangan menangis! Tidak semata-mata dimaksudkan untuk

memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang dari tempat tertentu.

Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa sang ayah

yang bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan sesutau

terhadapnya apabila ia masih terus menangis. Dengan perkataan lain,

tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah orang yang

keras dan sangat kejam dan sering marah-marah pada anaknya yang

sedang menangis. Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan

yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan itu bersifat

tidak mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada

konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut.

Menurut Levinson (183) dalam Hamid Hasan (2011:73), ada

empat faedah konsep implikatur, yaitu:

a) Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan

yang tak terjangkau oleh teori linguistik;

b) Dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan

lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa;

c) Dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang

hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang

(42)

d) Dapat memerikan bebagai fakta yang secara lahiriah kelihatan

tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).

2.2.4.4Tindak Ujaran

Tindak tutur diklasifikasikan menjadi 5 jenis fungsi umum,

yaitu deklarasi, presentatif, ekspresi, direktif, dan komisif (Yule,

2006: 92-94). Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang mengubah

dunia melalui tuturan. Contoh 1: Wasit: Anda ke luar! Seperti

contoh 1 menggambarkan, penutur harus memiliki peran

institusional khusus, dalam konteks khusus, untuk menampilkan

suatu deklarasi secara tepat. Pada waktu menggunakan deklarasi

penutur mengubah dunia dengan kata-kata.

Representatif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan apa

yang diyakini penutur kasus atau bukan. Contoh 2: Bumi itu datar.

Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian,

seperti yang digambarkan dalam contoh 2, merupakan contoh dunia

sebagai sesuatu yang diyakini oleh penutur yang

menggambarkannya. Pada waktu menggunakan sebuah representatif,

penutur mencocokkan kata-kata dengan dunia (kepercayaannya).

Tindak tutur selanjutnya yaitu ekspresif. Ekspresif adalah

jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh

penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan

psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan,

(43)

Sungguh, saya minta maaf. Seperti yang digambarkan dalam contoh

3, tindak tutur mungkin disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan oleh

penutur atau pendengar, tetapi semuanya menyangkut pengalaman

penutur. Pada waktu menggunakan ekspresif penutur menyesuaikan

kata-kata dengan dunia (perasaannya).

Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur

untuk menyuruh orang lain mengatakan sesuatu. Jenis tindak tutur

ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini

meliputi; perintah, pemesanan, permohonan, dan pemberian saran.

Contoh 4: Jangan menyentuh itu! Seperti yang digambarkan dalam

contoh 4, bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif. Pada

waktu menggunakan direktif penutur berusaha menyesuaikan dunia

dengan kata (lewat pendengar).

Tindak tutur berikutnya ialah komisif. Komisif adalah jenis

tindak tutur yang dapat dipahami oleh penutur untuk mengikatkan

dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang.

Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh

penutur. Tindak tutur ini dapat berupa; janji, ancaman, penolakan,

dan ikrar. Contoh 5: Kami tidak akan melakukan itu. Seperti

ditunjukkan dalam contoh 5, dapat ditampilkan sendiri oleh penutur

atau penutur sebagai anggota kelompok. Pada waktu menggunakan

komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia dengan

(44)

Dengan mendasarkan gagasan pendahulunya, yakni Austin

(1962), John R. Searle (1969) dalam buku Speech Acts: An Essay in

The Philisophy of Language melalui Kunjana (2003: 70) menyatakan

bahwa pada praktik penggunaan bahasa yang sesungguhnya itu

terdapat tiga macam tindak tutur. Ketiga macam tindak tutur atau

speech acts itu secara berturut-turut dapat disebutkan seperti berikut

ini: (1) tindak lokusioner (locutionary acts), (2) tindak ilokusioner

(illocutionary acts), dan (3) tindak perlokusioner (perlocutionary

acts).

2.2.4.4.1 Tindak Lokusi

Tindak tutur lokusioner adalah tindak tutur dengan kata, frasa,

dan kalimat, sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa,

dan kalimat itu sendiri. Adapun tindak tutur lokusioner itu dapat

dinyatakan dengan ungkapan the act of saying something. Di dalam

tindak lokusioner itu sama sekali tidak dipermasalahkan dalam ihwal

maksud tuturan yang disampaikan oleh penutur. Jadi sekali lagi,

perlu dikatakan bahwa tindak tutur lokusioner itu adalah tindak

menyampaikan informasi yang disampaikan oleh penutur.

2.2.4.4.2 Tindak Ilokusi

Tindak ilokusioner ini merupakan tindak melakukan sesuatu

dengan maksud dan fungsi tertentu di dalam kegiatan bertutur yang

(45)

ungkapan dalam bahasa Inggris, the act of doing something. Jadi, ada

semacam daya atau force di dalamnya yang dicuatkan oleh makna

dari sebuah tuturan.

2.2.4.4.3 Tindak Perlokusi

Tindak perlokusioner ini merupakan tindak menumbuhkan

pengaruh kepada sang mitra tutur oleh penutur. Tindak

perlokusioner dapat dinyatakan dengan ungkapan dalam bahasa

Inggris, the act of affecting someone. ((cf. Wijana, 1996); Rahardi;

2004, dan Rahardi; 2006), Rahardi, 2009: 17).

2.2.5 Basa-basi Sebagai Fenomena Pragmatik

Anwar (1984:47) mengatakan bahwa kata-kata dipakai untuk

memecahkan kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik, dan

sebagainya. Penggunaan bahasa untuk keperluan seperti ini dapat disebut

penggunaan basa basi. Dalam bahasa Inggris ada ahli yang menyebut

dengan istilah phatic communication untuk jenis kegunaan seperti ini.

Fungsi bahasa yang seperti ini tak dapat dianggap tak penting bahkan

kadang-kadang bersifat menentukan dalam hubungan manusia selanjutnya.

Bila salah menggunakan phatic communication maka ia dapat berakibat

jelek atau tak menyenangkan. Yang penting dalam penggunaan bahasa

untuk keperluan basa basi ini tentulah bukan isi pembicara tetapi sikap yang

(46)

sikap badan tertentu dan alunan suara tertentu yang dapat dilazimkan dalam

sesuatu masyarakat bahasa.

Di negeri kita ini bila orang bertemu orang lain sering menanyakan

hendak ke mana terhadap lawan bicara. Biasanya dalam hal ini si penanya

tidak mempunyai minat untuk mengetahui hendak ke mana orang yang

ditanya itu, dia hanya sekedar mengumumkan bahwa dia ingin

mempertahankan hubungan baik selama ini. Yang ditanya pun tentu paham

akan hal ini dan karena itu dapat memberikan jawaban juga juga sekedar

memberi jawaban. Tentu ia boleh memberikan jawaban terperinci dengan

menyebutkan rencana perjalanannya hari itu, tetapi biasanya ini jarang

dilakukan.

Setiap masyarakat bahasa mempunyai cara sendiri-sendiri dalam

menggunakan bahasa untuk keperluan basa-basi. Orang yang sudah pandai

berbahasa asing, akan tetapi belum menguasai penggunaan bahasa untuk

keperluan basa-basi dalam bahasa asing itu, tanpa disengaja mungkin

menerjemahkan saja bahasa basa-basi bahasa ibunya ke dalam bahasa asing

itu. Hal ini sering menimbulkan salah pengertian pada lawan bicara

sehingga tujuan pembicaraan tidak tercapai. Dalam sesuatu masyarakat

bahasa macam basa-basi yang digunakan umumnya sudah diketahui setiap

peserta masyarakat itu.

Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:16) menjelaskan bahwa

ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam fatik atau yang dikenal dengan

(47)

pamit, membicarakan cuaca, atau menanyakan keadaan keluarga.

Ungkapan-ungkapan yang digunakan tidak dapat diartikan atau

diterjemahkan secara harfiah. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada

ungkapan seperti Apa kabar?, Bagaimana kabar keluarga di rumah?, Mau

kemana nih?, dan sebagainya. Oleh karena itu, penggunaan suatu bahasa

tidak akan lepas dari basa-basi, namun hanya berbeda kadar

penggunaannya. Penggunaan paling besar dalam percakapan yang bertujuan

untuk memelihara komunikasi, dimana ungkapan itu hanya uuntuk bersopan

santun dan tidak untuk menyampaikan informasi.

Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13)

mendefinisikan phatic communication sebagai a type of speech in which

ties of union are reated by more exchange of word”. Phatic communion

mempunyai fungsi sosial. Phatic communication digunakan dalam suasana

ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi

tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan,

dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang

menyenangkan.Phatic communication yang digunakan berfungsi

memantapkan ikatan persolan di antara peserta komunikasi semata-mata

karena adanya kebutuhan akan kebersamaan, dan tidak bertujuan

mengkomunikasikan ide.

Arimi (1998:95) menegaskan basa-basi dapat didefinisikan sebagai

fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur akan tetapi secara

(48)

perkataan lain, basa-basi adalah fenomena lingual yang alamiah tetapi

penggunaannya mental atau menolak jika ditanyakan apakah penutur

berbasa-basi.

Arimi (1998: 96) juga menjelaskan bahasa secara metodologis

penolakan tersebut akan lebih jelas jika dibandingkan dengan aktivitas

verbal non basa-basi, seperti aktivitas marah atau serius. Bagi aktivitas

marah atau serius, penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya bahwa ia

marah atau serius. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa basa-basi berkaitan

dengan ihwal maknawi kebertegursapaan, kesopansantunan, dan

keramahtamahan. Tegur sapa, sopan santun dan ramah tamah menyangkut

perangkat etika, tata susila, dan tata krama pergaulan yang melokal jika

ditanyakan. Basa-basi juga bermakna penolakan dari yang sebenarnya.

Basa-basi dipahami sebagai ungkapan yang tidak sungguh-sungguh,

pura-pura, dan kebohongan. Dengan demikian basa-basi dapat dikatakan sebagai

tuturan untuk menjalin solidaritas dan harmonisasi.

Menurut Jakobson (1980) dalam tesis Waridin (2008:15)

mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang digunakan untuk

memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk

memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian

lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap memperhatikan.

Arimi (1998:170) melalui tesisnya membagi tuturan basa-basi

berdasarkan daya tuturannya menjadi basa-basi murni dan basa-basi polar.

(49)

sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan

oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi murni digolongkan

menjadi tiga subjenis, yaitu basa-basi murni keniscayaan, basa-basi

keterlamian, dan basa-basi keakraban. Sedangkan basa-basi polar adalah

tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih

tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan.

Basa-basi polar dibagi menjadi dua, yaitu basi polar sosial dan

basi polar personal. Berikut contoh pemakaian basi murni dan

basa-basi polar.

Contoh:

(3) Pak Ramzi : Selamat pagi, pak.

Silakan mampir dulu?

Pak Ramdan : Selamat pagi juga, Pak Ramzi.

Iya Pak, terima kasih lain kali saja.

Pada dialog (3) konteksnya ketika Pak Ramdan sedang berjalan di

depan rumah Pak Ramzi dan Pak Ramzi sedang duduk-duduk di teras

rumah. Tuturan tersebut termasuk basa-basi karena digunakan ketika Pak

Ramzi bertemu dengan Pak Ramdan. Ungkapan “Selamat pagi” dipakai

secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang menandai realitas pagi

dan ungkapan tersebut merupakan basa-basi murni. Kemudian pada

tuturan “Silakan mampir dulu?” menunjukkan tuturan yang tidak

(50)

depan rumahnya. Tuturan “Iya pak, terima kasih lain kali saja”

menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya, karena tuturan Pak Ramdan

bukan bersungguh-sungguh menyakinkan tuan rumah bahwa dia akan

mampir, melainkan hanya untuk sopan santun menolak untuk mampir di

rumah Pak Ramzi dan tuturan tersebut merupakan basa-basi polar.

Basa-basi dapat dikatakan termasuk tindak tutur ilokusi

komunikatif. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa fungsi basa-basi yang

termasuk ke dalam klasifikasi Skema Tindak Tutur (STT) yang

diklasifikasikan oleh Ibrahim (1993:16) dalam Susilo (2014:45). Ibrahim

(1993:16) dalam skripsi Susilo (2014:45-46) mengklasifikasikan tindak

tutur ilokusi komunikatif ke dalam skema tindak tutur. Skema tersebut

didasari atas maksud ilokusi atau sikap yang terekspresikan, yang

digunakan untuk membedakan tindak-tindak ilokusi yang semuanya

homogen. Tindak itu diidentifikasi oleh maksud-maksud yang ada dalam

tindak itu (pengenalan mitra tutur terhadap sikap yang diekspresikan

penutur), ciri-ciri pembeda setiap tipe tindak ilokusi menspesifikasi hal-hal

yang harus mitra tutur identifikasi dalam tahap akhir STT.

Klasifikasi tindak tutur ilokusi komunikatif menurut Ibrahim

(1993:16) dalam Susilo (2014:46) sebagai berikut:

1) Constantif merupakan ekspresi kepercayaan yang dibarengi dengan

ekspresi maksud sehingga mitra tutur membentuk atau memegang

kepercayaan yang serupa. Tuturan constantifs: Assertives,

(51)

Confirmatives, Concessives, Retractives, Assentives, Dissentives,

Responsives, Suggestives, dan Suppositives.

2) Directive mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan

prospektif oleh mitra tutur dan kehendaknya terhadap tindakan

mitra tutur.Tuturan directives: Requestives, Questions, Requireents,

Prohibilities, Premissives, dan Advisories.

3) Commisiver mengekspresikan kehendak dan kepercayaan penutur

sehingga ujarannya mengharuskannya untuk melakukan sesuatu.

Tuturan commisivers: Promise dan Offers.

4) Aknowledgment mengekspresikan perasaan mengenai mitra tutur

atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal,

kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria sosial untuk

mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu seperti.

Basa-basi sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau

kontak antara pembicara dengan penyimak masuk dalam klasifikasi

acknowledgements. Acknowledgments merupakan tuturan yang

digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra

tutur atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara

formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria

harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan

tertentu. Tuturan yang termasuk acknowledgements adalah sebagai

(52)

a) Apologize (meminta maaf)

Apologize (meminta maaf) yaitu fungsi tuturan untuk

mengekspresikan penyesalan sehingga mitra tutur percaya

bahwa penutur menyesal telah melakukan kesalahan terhadap

mitra tutur.

b) Condole (belasungkawa)

Condole (belasungkawa) yaitu ungsi tuturan yang

mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami

oleh mitra tutur sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur

bersimpati dengan mitra tutur yang mengalami musibah.

c) Congratulate (mengucapkan selamat)

Congratulate (mengucapkan selamat) yitu fungsi tuturan

mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik

sehingga mitra tutur percaya bahwa penutur senang dengan

sesuatu yang diraih oleh mitra tutur.

d) Greet (memberi salam)

Greet (memberi salam) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan

rasa senang karena bertemu seseorang.

e) Thanks (berterimakasih)

Thanks (berterimakasih) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan

teriama kasih karena mendapat bantuan sehingga mitra tutur

percaya bahwa penutur benar-benar mengucapkan terima kasih

Gambar

Tabel 1. Rincian Keluarga Pendidik .............................................................

Referensi

Dokumen terkait

Pameran ini sangat positif sebagai sarana penyaluran hobi mahasiswa dalam fotografi //Dari photo yang dipamerkan/ masyarakat umum mengetahui lebih banyak bentuk fisik alam /

Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Moyo et al (2013) yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif

· Siswa mampu menyebutkan kosakata baru yang diberikan dengan pelafalan dan nada yang benar serta dengan latihan esai yang diberikan, dapat mengetahui aksara Mandarin dari

diperkenankan memberikan penawaran dengan nilai yang sama dengan peserta

Penurunan konsentrasi yang teradsorpsi disebabkan karena telah terjadinya kesetimbangan antara zat warna tartrazina dengan karbon aktif, ini berarti saat terjadi

Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor; 1) tingkat aktivitas dan olahraga secara

Bahwa tidak sedikit oknum, baik dari parpol maupun non-parpol, yang mengeruk rente uang haram besar-besaran dari impor pangan.. Bahwa impor pangan itu bukan murni soal supply dan

Hal ini senada dengan apa yang dijelaskan oleh UU No. Dari kedua pasal ini dapat diartikan bahwa kalau ketentuan itu ditafsirkan secara a Contrarior, maka