BAB 2 LANDASAN TEORI
2.3. Kerangka Berpikir
Tabel 2. 1. Perbedaan Masyarakat Uncertainty Avoidance Tinggi dan Rendah
Lingkungan Uncertainty Avoidance Rendah Uncertainty Avoidance Tinggi Keluarga Aturan yang lemah mengenai hal-hal
yang kotor dan tabu bagi anak-anak
Aturan yang keras mengenai hal- hal yang kotor dan tabu bagi anak-anak
Perbedaan menimbulkan rasa ingin tahu
Perbedaan merupakan hal yang membahayakan
Tingkat ketegangan dan kecemasan rendah
Tingkat ketegangan dan
kecemasan tinggi Ketidakpastian merupakan hal biasa,
dan setiap harinya dianggap sebagai situasi yang tidak pasti
Ketidakpastian yang terjadi terus menerus dalam hidup merupakan ancaman yang harus dilawan Nyaman dengan situasi ambigu dan
risiko yang tidak dikenal
Menerima risiko yang dikenal, takut akan situasi ambigu dan risiko yang tidak dikenal.
Masyarakat Jika peraturan tidak lagi dipatuhi, sebaiknya diganti
Adanya peraturan adalah
keharusan, meski tidak dipatuhi Partisipasi tinggi terhadap gerakan
dan kegiatan sukarela
Partisipasi rendah terhadap
gerakan dan kegiatan sukarela Toleransi, bahkan terhadap pendapat
ekstrim
Menekan ekstrimis Liberal
Konservatif, hukum, dan teratur Aturan sedikit dan umum, baik
tertulis maupun tidak tertulis
Aturan banyak dan spesifik, baik tertulis maupun tidak tertulis
Organisasi Mempercayai pendapat awam Meyakini pendapat ahli dan solusi Teknis
Toleransi pada ide-ide baru dan Berbeda
Menekan perubahan, ide-ide dan penlaku berbeda.
Baik dalam inovasi, buruk dalam Implementasi
Buruk dalam inovasi, baik dalam Implementasi
Fokus pada proses pengambilan Keputusan
Fokus terhadap isi keputusan
Toleransi pada ambiguitas dan
kemungkinan mengalami kekacauan
Adanya kebutuhan akan ketepatan dan formalisasi
(Sumber: Hofstede & Hofstede
2.3Kerangka Berpikir
Budaya merupakan salah satu faktor yang berperan dalam kewirausahaan dimana
terdapat nilai-nilai budaya tertentu yang mendukung peningkatan potensi-potensi
yang ada dalam diri seorang wirausaha
Budaya yang terdiri dari berbagai nilai erat hubungannya dengan ciri
kemampuan seorang wirausaha menjalankan kewirausahaannya dalam
menghadapi tantangan globalisasi.
Dari sekian ciri personal yang terdapat dalam diri seorang wirausaha,
perilaku inovatif merupakan salah satu ciri yang berperan penting dalam
menghadapi tantangan globalisasi Perilaku inovatif yang dimiliki oleh seorang
wirausaha secara umum dapat mengimbangi perubahan yang terjadi dengan begitu
cepatnya di era globalisasi yang ada. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa, seorang
wirausaha merupakan agen perubahan yang mengenalkan inovasi-inovasi seperti
produk, metode prroduksi, teknik penjualan, dan tipe alat pekerjaan yang baru
Perilaku inovatif tersebut membuat mereka mampu dalam menghadapi tantangan
dengan mengubahnya menjadi peluang. Hal ini dapat menunjang kemajuan bisnis
mereka karena dengan perilaku inovatif, mereka mempunyai kemampuan untuk
menghasilkan dan mengimplementasikan gagasan atau ide baru yang lebih baik
dalam bentuk produk. Teknik, jasa, dan sebagainya Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa. dalam menghadapi tantangan globalisasi dimana perkembangan
dan persaingan dalam dunia bisnis terus berkembang pesat, perilaku inovatif
sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena tanpa gagasan atau ide baru yang
inovatif kemungkinan bisnis yang digelutinya menjadi ketinggalan atau tidak
dapat bertahan karena konsumen selalu menuntut hal yang baru seiring dengan
berkembangnya arus globalisasi
Perilaku inovatif yang dimiliki oleh seorang wirausaha tampak erat
hubungannya dengan budaya yang ada. Asair (1996) mengatakan budaya atau
31
mendukung inovasi tetapi yang lain tidak. Ketika invididu seorang yang kreatif
dan membangun sebuah tim dengan kemampuan pemecahan masalah yang
kreatif, kurang optimal jika lingkungan organisasi kurang menghargai pendapat
ide-ide baru.
Budaya merupakan salah satu faktor yang berperan dalam kewirausahaan
dimana terdapat nilai-nilai budaya tertentu yang mendukung peningkatan
potensi-potensi yang ada dalam diri seorang wirausaha. uncertainty avoidance merupakan
salah salah satu nilai budaya yang dapat mempengaruhi ciri personal seorang
wirausaha Budaya dengan uncertainty avoidance yang rendah dapat menerima
ketidakpastian dalam hidup secara lebih mudah sehingga mereka umumnya
mempunyai keinginan yang kuat untuk mengambil risiko. Mereka meyakini
memiliki kontrol terhadap konflik dan kompetisi. Selain itu, mereka juga
menganggap bahwa sesuatu yang “berbeda” yang ada di lingkungan bukanlah
sesuatu yang mengancam. Oleh karena itu, mereka mempunyai toleransi yang
tinggi terhadap perilaku kreatif dan inovatif. Sedangkan budaya dengan
uncertainty avoidance yang tinggi biasanya menghindari adanya konflik dan
kompetisi sehingga mereka biasanya terpaku pada pola perilaku tertentu. Oleh
karena itu, mereka memiliki toleransi yang rendah kepada sesuatu yang mereka
anggap “berbeda” dan baru
Berdasarkan penelitian mengenai dimensi budaya yang telah dilakukan
oleh Hofstede dan Hofstede (2005) terhadap 74 negara, Indonesia yang
memperoleh skor 48 dan menempati posisi 60 untuk dimensi uncertainty
avoidance yang rendah. Akan tetapi, hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mangundjaya (2006) pada sebuah BUMN X di Indonesia, menyatakan bahwa
pegawai pada BUMN X tersebut memiliki uncertainty avoidance tinggi. Adanya
perbedaan hasil penelitian ini mengarahkan pada perlunya penelitian-perielitian
lebih lanjut yang komprehensif mengenai dimensi uncertainty avoidance pada
masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan, masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat multi etnis yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki
karakteristik yang beragam pula. Pada penelitian kali ini akan dikaji dimensi
uncertainty avoidance khususnya pada suku Minangkabau. Walaupun pada
penelitian yang dilakukan oleh Mangundjaya (2006) ditemukan hasil bahwa
pegawai BUMN X yang bersuku Minangkabau mempunyal tingkat uncertainty
avoidance yang tinggi. Namun jika dilihat dari pernyataan Navis (1984),
masyarakat Minangkabau cenderung dapat menerima perubahan dan perbedaan
dalam masyarakat. Masyarakat Minangkabau juga cukup mempunyai fleksibilitas
dalam menghadapi perubahan dan ketidakpastian sehingga mereka cenderung
mempunyai uncertainty avoidance yang rcndah. Hal ini dapat dilihat dari
aturan-aturan yang dapat berubah sesuai kesepakatan yang ada. Dari hal tersebut dapat
dilihat bahwa terdapat perbedaan pendapat mengenai tingkat uncertainty
avoidance pada masyarakat Minangkabau.
Lebih lanjut, jika dikaitkan dengan perilaku inovatif. Masyarakat dengan
uncertainty avoidance yang rendah lebih mudah menerima perilaku yang bersifat
nontradisional. Hal ini membuat wirausaha pada konteks atau situasi ini dapat
33
yang umumnya berbeda dari biasanya. Pada situasi uncertainty avoidance yang
tinggi perilaku dan ide yang berbeda dilihat sebagai hal yang mencurigakan dan
membahayakan sehingga sulit untuk menampilkan perilaku inovatif.
Masyarakat uncertainty avoidance tinggi cenderung mencemaskan
ketidakpastian. Hal ini tidak sesuai dengan ciri perilaku inovatif yang memiliki
toleransi terhadap ambigiusitas. Namun hal sebaliknya yang akan terjadi pada
masyarkat uncertainty avoidance rendah.
Dalam menciptakn ide-ide baru, individu perlu berfikir out of the box hal
ini sesuai dengan masyarakat uncertainty avoidance rendah yang tidak erlalu
mementingkan peraturan yang ada. Namun hal sebaliknya yang akan terjadi pada
masyarkat uncertainty avoidance tinggi.
Individu yang memiliki perilaku inovatif adalah individu yang berorientasi
pada pencapaian. Hal ini tidak menutup kemungkinan pada persaingan.
Masyarakat uncertainty avoidance tinggi akan menghindari konflik dan
kompetisi., namun hal sebaliknya yang akan terjadi pada masyarkat uncertainty
avoidance tinggi.
Individu yang memiliki perilaku inovatif adalah individu yang berorientasi
pada pencapaian. Hal ini sejalan dengan masyarakat uncertainty avoidance rendah
yangmemiliki motivasi berprestasi tinggi, namun hal sebaliknya yang akan terjadi
pada masyarkat uncertainty avoidance tinggi.
Masyarakat uncertainty avoidance rendah, memiliki tingkat stress yang
inovatif. Karena individu yang inovatif adalah individu yang dapat memotivasi
dirinya sendiri untuk hasil yang efektif.
Inovatif adalah menciptakan ide-ide baru dalam bentuk produk, ataupun
jasa. Inovasi menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik, hal ini sejalan
dengan masyarakat uncertainty avoidance rendah yang tidak menghindari
perubahan namun hal sebaliknya yang akan terjadi pada masyarkat uncertainty
avoidance tinggi.
Organisasi pada masyarakat yang memilik nilai budaya uncertainty
avoidance tinggi cenderung memiliki banyak ahli karena mereka tidak
mempercayai pendapat awam. Hal ini akan menghabat timbulnya perilaku
inovatif.
Masyarakat uncertainty avoidance rendah cenderung memiliki partisipasi
yang tinggi dalam kegiatan-kegiatan sosial dan aktivitas yang bermanfaat bagi
masyarakat. Dengan banyak bergabung dengan kegiatan sukarela akan
menumbuhkan peilaku inovatif, yaitu menimbulkan motivasi untuk menjadi lebih
efektif, untuk menolong orang banyak.
Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda
atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati Umur diukur dari lahir sampai
masa kini atau dari kejadian bermula sampai masa yang sedang dijalani. Semakin
dewasa manusia,semakin mudah individu tersebut memiliki sikap toleransi.
Toleransi tehadap ambigiusitas adalah salah satu ciri dari individu yang meiliki
35
Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu
spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi
seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin
merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal
menjadi laki-laki dan perempuan. Pada masyarakat yang mengenal "machoisme",
umpamanya, seorang laki-laki diharuskan berperan secara maskulin ("jantan"
dalam bahasa sehari-hari) dan perempuan berperan secara feminin. Laki-laki dan
perempuan mempunyai kondisi psikologis dan orientasi yang berbeda.
Berorientasi pada inovasi dan berorientasi pada pencapaian adalah cirri individu
yang memiliki perilaku inovatif.
Pengalaman adalah guru yang sangat berharga. Dari pengalaman, individu
dapat mengetahui hal yang buruk dan baik serta belajar mengambil hikmahnya
untuk memperbaiki/mengoreksi kesalahan masa lalu guna mencapai kualitas
hidup yang lebih bernilai. Konsep ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan
berbisnis, berelasi, membangun jejaring (networking) ataupun bermasyarakat
Salah satu faktor yang menentukan banyaknya-tidaknya wirausahawan memiliki
pengalaman adalah lama nya wirausahawan bergelut dibidang wirausaha. Individu
yang mempunyai banyak pengalaman dan mengetahui kondisi sebelum masa kini,
cenderung mmpunyai motivasi untuk menjadi efektif dibanding sebelumnya.
Tingkat pendidikan individu sangat penting untuk diperhatikan karena
tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi pola pikir, sikap
dan tingkah laku mereka. Oleh karena itu untuk menunjang keberhasilan kegiatan
Individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi tampak memiliki
produktivitas yang lebih tinggi pula, apalagi ditambah adanya tingkat lamanya
bekerja yang dapat mempengaruhi tingkat ketrampilan dan kreativitas kerjanya.
Individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung akan menciptaan dan
menerapkan ide-ide baru yang lebih baik.
Dari penjelasan diatas, apat diambil kesimpulan bahwa nilai budaya
uncertainty aoidance (mencemasakan ketidakpastian, mementingkan peraturan,
menghindari konflik dan kompetisi , memiliki motivasi berprestasi rendah,
memiliki tingkat stress tinggi, menghindari perubahan, meyakini pendapat ahli,
dan partisipasi rendah pada kegiatan sukarela), usia, jenis kelamin, tingkat
37
Gambar 2.2
Bagan Kerangka Berpikir
Nilai Budaya Uncertainty Avoidance
Perilaku inovatif
Mencemaskan ketidakpastian
Usia
Usia Mulai Berwirausaha Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan
Mementingkan Peraturan
Menghindari konflik dan kompetisi
Memiliki motivasi berprestasi rendah
Memiliki tingkat stress tinggi
Menghindari perubahan
Meyakini pendapat ahli
Partisipasi rendah terhadap kegiatan sukarela