• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

C. Kerangka Berpikir

Gambar di bawah ini menunjukkan kerangka pemikiran yang dibuat

dalam model penelitian mengenai pengaruh karakterisitik perusahaan dan

35 Gambar 2.1

Skema Kerangka Konseptual

Terdapat perusahaan yang tidak melaporkan tanggung jawab sosial dan lingkungan

Basis Teori

Variabel Independen Variabel Dependen

Return on Asset

Debt to Equity Ratio

Publikasi

Sustainability Report

Metode Analisis: Regresi Logistik

Hasil Pengujian dan Pembahasan

Kesimpulan, Implikasi, dan Saran

Current Ratio Net Profit Margin

Tipe Industri

Inventory Turnover Total Assets

Jumlah Rapat Komite Audit

Jumlah Rapat Dewan Direksi

Governance Committee

36 D. Hipotesis

1. Profitabilitas dengan Publikasi Sustainability Report

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan laba sehingga mampu meningkatkan nilai pemegang saham

perusahaan. Anggraini (2006), Almilia (2007), serta Kamil dan Herusetya

(2012) menemukan bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas, semakin

tinggi pula tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal

ini memberikan interpretasi bahwa perusahaan dengan profitabilitas yang

tinggi dapat mengatasi biaya-biaya atas pengungkapan tanggung jawab

sosial tersebut. Tingkat profitabilitas yang semakin tinggi mencerminkan

kemampuas entitas dalam menghasilkan laba semakin tinggi, sehingga

entitas mampu untuk meningkatkan tanggung jawab sosial, serta

melakukan pengungkapan tanggung jawab sosialnya dalam laporan

keuangan yang lebih luas.

Hackston & Milne (1996) menemukan tidak ada hubungan yang

signifikan antara tingkat profitabilitas dengan pengungkapan informasi

sosial. Sebaliknya, Anggraini (2006) menemukan pengaruh positif

profitabilitas (NPM) dengan pengungkapan informasi sosial. Penelitian

terbaru oleh Suryono dan Prastiwi (2011) menunjukan hubungan positif

antara profitabilitas yang diproksikan melalui ROA. Oleh karena itu,

penelitian ini mengasumsikan bahwa:

H1a: ROA berpengaruh terhadap publikasi sustainability report.

37 2. Likuiditas dengan Publikasi Sustainability Report

Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan

perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya kepada kreditur

jangka pendek [(Prastowo dan Juliaty (2002) dalam Almilia dan

Retrinasari (2007:4)]. Dalam Fitriani (2001), Wallace et al (1994)

menyatakan bahwa likuiditas dapat juga dipandang sebagai ukuran kinerja

manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan. Dari sisi ini,

perusahaan dengan likuiditas rendah cenderung mengungkapkan lebih

banyak informasi kepada pihak eksternal sebagai upaya untuk menjelaskan

lemahnya kinerja manajemen.

Perusahaan dengan tingkat likuiditas yang tinggi mengindikasikan

bahwa perusahaan tersebut mampu untuk membayar kewajiban-kewajiban

jangka pendeknya secara tepat waktu. Kuatnya kondisi keuangan

perusahaan akan memberikan image yang baik bagi perusahaan tersebut.

Salah satu cara untuk meyakinkan para stakeholder adalah dengan

mempublikasikan kegiatan yang berkaitan dengan sosial dan lingkungan

melalui sustainability report yang terpisah dari laporan tahunan (Suryono

dan Prastiwi, 2011:6). Oleh karena itu, penelitian ini mengasumsikan

bahwa:

H2: Tingkat likuiditas berpengaruh terhadap sustainability report.

3. Leverage dengan Publikasi Sustainability Report

Leverage mencerminkan tingkat ketergantungan perusahaan terhadap

38

tinggi mengakibatkan perusahaan melanggar perjanjian kredit. Hal ini

dikarenakan semakin tinggi leverage artinya semakin besar porsi

pendanaan perusahaan yang dibiayai oleh utang, sehingga perusahaan

cenderung untuk meninggikan laba sekarang. Tujuannya adalah agar

perusahaan dapat dengan mudah untuk memperoleh pinjaman, sebab laba

yang tinggi menggambarkan kondisi keuangan perusahaan yang kuat dan

baik.

Pelaporan laba yang tinggi, juga diimbangi dengan pengurangan

biaya, termasuk biaya untuk pelaporan sosial dan lingkungan sehingga

kinerja keuangannya terlihat bagus. Perusahaan lebih memilih untuk

mengurangi pengungkapan laporan terutama yang bersifat sukarela,

terlebih terpisah dari annual report seperti sustainability report, yang

tentunya akan memakan dana yang cukup besar. Oleh karena itu,

penelitian ini mengasumsikan bahwa:

H3: Leverage berpengaruh terhadap publikasi sustainability report.

4. Tipe Industri dengan Publikasi Sustainabilty Report

Perusahaan yang termasuk dalam tipe industri high profile menurut

Robert (1992) dalam Hackston dan Milne (1996) adalah perusahaan yang

mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap lingkungan, tingkat

risiko politik yang tinggi, atau tingkat kompetisi yang ketat. Penelitian

yang berkaitan dengan profile perusahaan kebanyakan mendukung bahwa

39

sosialnya lebih banyak dari industri low profile. Oleh karena itu, penelitian

ini mengasumsikan bahwa:

H4: Tipe industri berpengaruh terhadap publikasi sustainability report.

5. Aktivitas dengan Publikasi Sustainability Report

Rasio aktivitas ini digunakan untuk mengukur bagaimana suatu

perusahaan dapat mengelola sumber-sumber dananya. Perusahaan

dikatakan efektif apabila diikuti dengan tingginya perputaran aktiva di

perusahaan tersebut. Semakin efektif perusahaan mengelola dananya maka

akan mencerminkan kondisi keuangan yang stabil, kuat, dan rendah risiko.

Kondisi inilah yang merupakan upaya dari perusahaan untuk mendapat

dukungan dari para stakeholder demi kelangsungan hidup perusahaan.

Tingginya rasio aktivitas merupakan gambaran kinerja keuangan yang

baik sehingga mendorong perusahaan untuk mengungkapkan informasi

lain yang lebih lengkap melalui laporan keberlanjutan (sustainability

report). Oleh karena itu, penelitian ini mengasumsikan bahwa:

H5: Tingkat aktivitas perusahaan berpengaruh terhadap publikasi

sustainability report.

6. Ukuran Perusahaan dengan Publikasi Sustainability Report

Semakin besar suatu perusahaan akan semakin disorot oleh para

stakeholder. Dalam kondisi demikian perusahaan membutuhkan upaya

yang lebih besar untuk memperoleh legitimasi stakeholder dalam rangka

menciptakan keselarasan nilai-nilai sosial dari kegiatannya dengan norma

40

perusahaan akan semakin berkepentingan untuk mengungkap informasi

yang lebih luas (Suryono dan Prastiwi, 2011:8).

Beberapa penelitian sebelumnya, seperti Hackston dan Milne (1996),

Sembiring (2005), serta [Fahrizqi (2010) dan Prihandono (2010) dalam

Kamil dan Herusetya] menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh

positif terhadap pengungkapan CSR. Hal ini karena semakin besar ukuran

perusahaan maka semakin besar pula informasi yang terkandung di

dalamnya, sehingga perusahaan terdorong untuk melakukan praktik

pengungkapan sustainability report. Oleh karena itu, penelitian ini

mengasumsikan bahwa:

H6: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap publikasi sustainability

report.

7. Komite Audit dengan Publikasi Sustainabilty Report

Komite audit merupakan alat yang efektif untuk melakukan

mekanisme pengawasan, sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan

meningkatkan kualitas pengungkapan perusahaan (Foker, 1992 dalam Said

et.al, 2009). Komunikasi yang terjalin antara komisaris, direksi, auditor

internal dan eksternal, merupakan aspek yang penting dalam menilai

keefektifan dari komite audit (Effendi, dalam Sari, 2008). Dalam

pelaksanaan tugasnya, komite audit mempunyai fungsi membantu dewan

komisaris untuk (i) meningkatkan kualitas Laporan Keuangan, (ii)

menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi

kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan, (iii)

41

audit, serta (iv) mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian

Dewan Komisaris/Dewan Pengawas.

Berdasarkan keputusan Bapepam Nomor Kep-24/PM/2004

disebutkan bahwa komite audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya

sama dengan ketentuan minimal rapat dewan komisaris yang ditetapkan

anggaran dasar perusahaan. Rapat dilaksanakan untuk melakukan

koordinasi agar efektif dalam menjalankan pengawasan laporan dan

pelaksanaan corporate governance perusahaan agar menjadi semakin baik.

Dengan semakin sering mengadakan rapat, maka koordinasi komite audit

akan semakin baik sehingga dapat melaksanakan pengawasan terhadap

manajemen dengan lebih efektif dan diharapkan dapat mendukung

peningkatan pengungkapan informasi sosial dan lingkungan yang

dilakukan oleh perusahaan. Ho dan Wong (2001) dalam Said et.al. (2009)

menyatakan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh secara signifikan

terhadap luas pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) yang

dilakukan perusahaan. Oleh karena itu, penelitian ini mengasumsikan

bahwa:

H7: Komite audit berpengaruh terhadap publikasi sustainability report.

8. Dewan Direksi dengan Publikasi Sustainability Report

Keefektivan pengawasan dalam aktivitas perusahaan dapat

dipengaruhi oleh bagaimana dewan direksi dibentuk dan diorganisir.

Kinerja dewan yang baik akan mampu mewujudkan good corporate

42

sangat bergantung pada fungsi-fungsi dari dewan direksi yang dipercaya

sebagai pihak yang mengurus perusahaan. Direksi sebagai organ

perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara penuh dalam

mengelola perusahaan. Semakin tinggi frekuensi rapat antara anggota

dewan direksi, mengindikasikan semakin seringnya komunikasi dan

koordinasi antar anggota sehingga lebih mempermudah untuk

mewujudkan good corporate governance (Suryono dan Prastiwi, 2011).

Informasi yang diungkapkan perusahaan tidak hanya informasi

mengenai keuangan, tetapi juga mengenai kinerja sosial dan lingkungan

dalam suatu laporan keberlanjutan (sustainability reporting). Apabila

corporate governance di perusahaan tersebut sudah berjalan baik, yang

tercermin dari seringnya komunikasi dalam rapat dewan, maka akan

semakin besar kemungkinan perusahaan dalam mengungkapkan

kinerjanya. Oleh karena itu, penelitian ini mengasumsikan bahwa:

H8: Dewan direksi berpengaruh terhadap publikasi sustainability report.

9. Governance Committee dengan Publikasi Sustainability Report

Setiap perusahaan memiliki visi dan misi mengenai tujuan-tujuan

kegiatan usaha yang akan dilaksanakannya. Tentunya kegiatan tersebut

dapat tercapai dengan adanya sistem tata kelola perusahaan yang baik.

Sistem tata kelola perusahaan yang baik ini menuntut dibangunnya dan

dijalankannya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan (GCG) dalam proses

manajerial perusahaan. Boediono, dalam Pedoman GCG 2006

43

dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya

maupun terhadap iklim usaha di suatu negara.

Penciptaan good corporate governance suatu perusahaan dapat

diwujudkan salah satunya melalui pembentukan dan penunjukkan anggota

governance commitee yang kompeten dan berkualitas. Hal ini dilakukan

untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk

kepentingan stakeholders. Pengungkapan informasi secara detil akan

memberi gambaran kinerja perusahaan sesungguhnya, sehingga semakin

banyak informasi yang diberikan perusahaan, khususnya dalam

sustainability report akan meningkatkan kepercayaan investor dan

stakeholders lainnya. Penelitian oleh Khomsiyah (2005) [dalam Hidayah

(2008)] menyimpulkan adanya hubungan antara indeks GCG dengan

kualitas pengungkapan. Oleh karena itu, penelitian ini mengasumsikan

bahwa:

H9: Governance Committee berpengaruh terhadap publikasi

44 BAB III

Dokumen terkait