BAB III DESENTRALISASI PENDIDIKAN
3.1. Kerangka Kebijakan Desentralisasi Pendidikan
Sejak ditetapkan Undang-Undang no.22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah, sistem pemerintahan di Indonesia mengalami reformasi sistem pemerintahan yang sentralistis kepada pemerintahan yang lebih otonom dan terdesetralisasi. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah ini, ditetapkan pula Undang-Undang No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sejak saat itu, dinamika pembangunan Indonesia dari sisi pemerintahan dan keuangan mengalami perubahan yang fundamental. Pemerintah daerah dengan kewenangan yang lebih luas dituntut untuk dapat mengoptimalkan pembangunan di daerahnya, dengan sumber daya manusia dan sumber daya keuangan yang dimiliki untuk dapat menyelenggarakan otonomi daerah. Kemudian Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ditetap sebagai pengganti kedua undang-undang di atas.
Tabel 3.1 Urusan Wajib Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah
Provinsi Kabupaten/ Kota
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum; d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan; e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas
kabupaten/kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha
kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan termasuk lintas
kabupaten/kota;
k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan catatan
sipil;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar
lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Sumber: Disarikan dari Undang-Undang No.32 Tahun 2004.
Berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2004, pemerintah daerah memiliki otonom yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya terkecuali kecuali urusan pemerintahan yang oleh
Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah Pusat1.
Sementara itu, urusan-urusan wajib yang menjadi kewenangan
daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota meliputi
perencanaan dan pengendalian pembangunan, pelayanan umum, pendidikan, kesehatan, kependudukan dan pelayanan dasar lainnya. Secara umum urusan wajib yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota adalah sama, yang membedakan adalah cakupan urusannya dimana untuk provinsi lebih pada urusan-urusan yang mencakup lintas kabupaten/kota. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota secara detail disajikan pada tabel di atas.
Berdasarkan undang-undang di ataslah desentralisasi pendidikan dilaksanakan. Sejumlah urusan dalam pembangunan bidang pendidikan didesentralisasikan kepada pemerintah
daerah baik pemerintah provinsi maupun pemerintah
kabupaten/kota. Gagasan desentralisasi pendidikan
sesungguhnya bukanlah sesuatu yang baru dalam
pembangunan pendidikan. Melalui Undang-Undang Nomor 3
tahun 1947 daerah diberikan kewenangan untuk
menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya,
1
Urusan Pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah Pusat meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal nasional. (UU No.32
utamanya dalam bidang pertukangan dan kepandaian putri. Beberapa tahun kemudian melalui Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 dan PP Nomor 65 Tahun 1951 kewenangan pengelolaan pendidikan dasar berada pada pemerintah daerah. Dengan landasan hukum yang sama pula pihak swasta dapat turut serta dalam mendirikan sekolah.
Secara konseptual desentralisasi pendidikan dapat diterjemahkan sebagai pendelegasian sebagian atau seluruh kewenangan di bidang pendidikan yang seharusnya dilakukan oleh pejabat pusat atau pejabat di bawahnya atau dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau dari pemerintah kepada masyarakat (Catur Ratna, 2008). Sementara
itu, Departemen Pendidikan Nasional mendefinisikan
desentralisasi pendidikan dalam 2 definisi. Pertama,
desentralisasi pendidikan dalam arti desentralisasi pemerintahan dalam bidang pendidikan. Dalam definisi ini diharapkan dengan desentralisasi pendidikan dapat mewujudkan pemerintahan daerah yang otonom dalam pengelolaan pendidikan. Kedua adalah desentralisasi pada satuan pendidikan. Dalam definisi ini
desentralisasi pendidikan ditujukan untuk mewujudkan
lembaga/satuan pendidikan yang mandiri dan profesional. Konsep desentralisasi pendidikan sendiri diharapkan dapat mencapai pengelolaan pendidikan yang efisien, demokratis dan berkeadilan.
penyelenggaraan pendidikan ditambah dengan kewenangan provinsi dalam hal alokasi sumber daya manusia potensial. Namun kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah (pusat), Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; pemerintah merumuskan kebijakan yang lebih detail dan bersifat teknis terutama berkaitan dengan kewenangan dalam urusan pendidikan. Kewenangan urusan pendidikan ini sendiri dibedakan atas 4 bidang, yaitu: Kebijakan, Pembiayaan, Kurikulum, Sarana Prasana, Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, serta Pengendalian Mutu Pendidikan (Detail Pembagian Urusan dimaksud terlampir).
Dalam konteks pelaksanaan Program Wajardikdas 9 tahun, kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/ kota untuk pendidikan dasar dan menengah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 disusun sebagai berikut:
1. Bidang Kebijakan strategis di tingkat nasional menjadi kewenangan pemerintah pusat, kebijakan strategis di
tingkat provinsi kewenangan pemerintahan provinsi
sementara kebijakan yang bersifat operasional menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
2. Bidang Pembiayaan di tingkat nasional menjadi
kewenangan pemerintah pusat, pendidikan dasar dan
menengah yang bertaraf internasional kewenangan
menengah secara umum menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/ kota.
3. Bidang Kurikulum ditetapkan oleh pemerintah pusat
sementara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
mempunyai kewenangan dalam hal sosialisasi kurikulum sesuai kewenangannya masing-masing.
4. Bidang Sarana dan Prasarana merupakan kewenangan pemerintah pusat utamanya dalam hal monitoring dan evaluasi sementara dalam hal pengawasan menjadi
kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
5. Bidang Pendidik dan Tenaga Pendidikan secara
nasional menjadi kewenangan pemerintah pusat,
pendidikan dasar dan menengah bertaraf internasional menjadi kewenangan pemerintahan provinsi sementara pendidikan dasar dan menengah menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
6. Bidang Pengendalian Mutu pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten mempunyai kewenangan dalam hal penetapan, supervisi dan monitoring evaluasi sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah secara makro dan lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat secara mikro. Hal Ini sejalan dengan sasaran Wajardikdas 9 tahun utamanya dalam perluasan dan pemerataan akses pendidikan dasar 9 tahun.