• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2. Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Kinerja Perawat

2.5. Kerangka Konsep 2.32.3

2.3.5 2.3.6 Keterangan: : diteliti : tidak diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

MOTIVASI Faktor Intrinsik

a. Keberhasilan/Prestasi b. Pengakuan/Penghargaan c. Pekerjaan itu sendiri d. Tanggung jawab e. Pengembangan potensi

individu

Faktor Ekstrinsik

a. Kebijaksanaan dan Administrasi b. Hubungan Antar Pribadi

c. Kondisi Kerja

H(Herzberg Teory, 1966)ubungar ib di

KINERJA

a. Standar I : Pengkajian Keperawatan b. Standar II : Diagnosa Keperawatan c. Standar III : Perencanaan

Keperawatan

d. Standar IV : Pelaksanaan/ Tindakan (Implementasi) Keperawatan

e. Standar V : Evaluasi Keperawatan

(Potter & Perry, 2005)

SUPERVISI

a. Fungsi Pengarahan

b. Fungsi Pengawasan (Sitorus R & Panjaitan R, 2011)

a. Perencanaan b. Pengorganisasian

c. Pencatatan dan Pelaporan (Sitorus & Panjaitan 2011)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motivasi Kerja

2.1.1. Pengertian Motivasi

Motivasi adalah proses psikologis yang timbul dan mengarahkan individu pada prilaku guna mencapai tujuan tertentu. Proses psikologis tersebut merupakan proses yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan tindakan sukarela yang mengarah pada tujuan tertentu (Marquis & Houston, 2010).

Motivasi adalah prilaku yang ditunjukan oleh seseorang guna memuaskan kebutuhannya. Karena kebutuhan manusia bervariasi, motivasi juga memiliki rentangan yang sangat luas (Kozier, 2004).

Mills (2006) menyatakan bahwa, motivasi adalah dorongan dari dalam individu yang dapat mempengaruhi kekuatan atau perilaku. Jadi, motivasi merupakan proses psikologis yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan tindakan sukarela yang ditunjukan dalam bentuk perilaku guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan tertentu. Motivasi sebagai konsep utama dalam proses manajemen dan kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam layanan keperawatan guna memotivasi perawat agar bekerja lebih efisien, efektif, dan produktif (Huber, 2006).

Memimpin dan mengolah kelompok profesional, diperlukan kreatifitas, perhatian, dan cara-cara yang bersinambungan agar profesional tersebut merasakan kepuasan dan kenyamanan pada apa yang dikerjakannya. Mengingat motivasi datang dari dalam diri individu, seorang manajer harus memiliki

kemampuan untuk menumbuhkan motivasi melalui sistem pengarahan dengan menciptakan iklim motivasi (Huber, 2006).

Iklim motivasi dapat ditumbuhkan melalui kegiatan manajemen pengarahan yaitu: (1) Memberikan harapan yang jelas kepada staf dan menyampaikan harapan tersebut secara efektif, (2) Bersikap adil dan konsisten terhadap semua staf, (3) Membuat keputusan yang bijaksana, (4) Mengembangkan konsep kerja kelompok, (5) Mengintegrasikan kebutuhan dan keinginan staf ke dalam kebutuhan dan tujuan organisasi, (6) Mengenal staf secara pribadi dan tunjukkan kepada mereka bahwa pemimpin mengetahui keunikan dirinya, (7) Menghilangkan blok tradisional antara staf dan pekerjaan yang telah dikerjakan, (8) Memberi tantangan kerja sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri, (9) Melibatkan staf dalam mengambil semua keputusan, (10) Memastikan bahwa staf mengetahui alasan di balik semua keputusan dan tindakan yang diambil, (11) Memberikan kesempatan kepada staf untuk membuat penilaian sesering mungkin, (12) Membangun hubungan saling percaya dan saling tolong bersama staf, (13) Memberi kesempatan staf untuk mengontrol lingkungan kerjanya, (14) Menjadi model peran bagi staf, dan (15) Memberikan

reinforcement sering mungkin (Marquis & Houston, 2010).

2.1.2. Motivasi Internal dan Eksternal

Menurut Gibson (1996) motivasi dilihat atas dasar pembentukannya terbagi atas dua jenis, yaitu: (a) Motivasi bawaan dan (b) Motivasi yang dipelajari. Motivasi bawaan merupakan motivasi yang dibawa sejak lahir, motivasi ini juga disebut sebagai motivasi primer yang terjadi dengan sendirinya tanpa harus dipelajari. Motivasi yang dipelajari adalah motivasi yang terjadi karena adanya

komunikasi dan isyarat sosial serta secara sengaja dipelajari oleh manusia (Gibson,1996).

Jika dilihat atas dasar fungsinya motivasi terbagi atas: (a) Motivasi intrinsik dan (b) Motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar, dalam diri individu sudah ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berfungsi dengan adanya faktor dorongan dari luar individu (Hicks & Gullet, 2002).

a. Motivasi Internal

1. Motivasi Internal (Intrinsik)

Berbagai kebutuhan keinginan dan harapan yang terdapat di dalam pribadi seseorang menyusun motivasi internal orang tersebut. Kekuatan ini mempengaruhi pribadinya dengan menentukan berbagai pandangan, yang menurut giliran untuk memimpin tingkah laku dalam situasi yang khusus. Beberapa faktor yang berkaitan dengan motivasi internal menurut Hicks & Gullet (2002) yaitu:

a. Kepentingan yang khusus bagi seseorang, menghendaki, dan menginginkan adalah merupakan hal yang unik bagi.

b. Kepentingan, keinginan dan hasrat seseorang adalah juga unik karena semuanya ditentukan oleh faktor yang membentuk kepribadian, penampilan, biologis, psiologis dan psikologis.

b. Motivasi eksternal (ekstrinsik)

Teori motivasi eksternal meliputi kekuatan yang ada di luar diri individu seperti halnya faktor pengendalian oleh manager juga meliputi hal-hal

yang berkaitan dengan pekerjaan seperti komitmen pemimpin, gaji/upah, keadaan kerja, kebijaksanaan dan pekerjaan yang mengandung penghargaan, pengembangan dan tanggung jawab (Hicks & Gullet, 2002).

2.1.3. Teori Motivasi

2.13.1. Teori Motivasi Herzberg

Teori motivasi telah dibahas oleh beberapa pakar berdasarkan kebutuhan manusia yang dikaitkan dengan berbagai cara pemuasannya. Teori motivasi dua faktor dikemukakan oleh Herzberg, seorang psikolog pada tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan.

Untuk memahami motivasi karyawan dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg. Adapun pertimbangan peneliti adalah: 1) Teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya, dan 2) Teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan.

Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang yaitu motivasi intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing–masing orang dan motivasi ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Menurut Hasibuan (2000), ada 3 hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, antara lain sebagai berikut:

1. Hal–hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas semuanya.

2. Hal–hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel–embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan, dan lain–lain.

3. Karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas. Berikut teori motivasi dua faktor menurut Herzberg yang dapat dapat dijadikan sebagai acuan guna mengukur motivasi adalah sebagai berikut:

Faktor Ekstrinsik; 1) Kebijaksanaan dan administrasi, 2) Supervisi, 3) Gaji/upah, dan 4) Hubungan antar pribadi dan 5) Kondisi kerja. Faktor Intrinsik; 1) Keberhasilan, 2) Pengakuan/penghargaan, 3) Pekerjaan itu sendiri, 4) Tanggung jawab, dan 5) Pengembangan.

Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik. Dengan demikian seseorang yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaannya, memungkinkan menggunakan kreatifitas dan inovasi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan Dalam hal ini tidak dikaitkan dengan perolehan hal–hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang terdorong oleh faktor–faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal–hal yang diinginkannya dari organisasi. Menurut Herzberg faktor

ekstrinsik tidak akan mendorong para karyawan untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor–faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, hal tersebut dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Jadi Herzberg berpendapat bahwa apabila pimpinan ingin memberi motivasi pada para bawahannya, yang perlu ditekankan adalah faktor–faktor yang menimbulkan rasa puas yaitu dengan mengutamakan faktor–faktor motivasional yang sifatnya intrinsik.

a. Faktor–faktor motivasional yang sifatnya intrinsik yaitu: 1. Keberhasilan

Agar seorang bawahan dapat berhasil melaksanakan pekerjaannya, maka pimpinan harus memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mencapai hasil. Pimpinan juga harus memberi semangat kepada bawahan agar bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang dianggapnya tidak dikuasainya. Apabila dia berhasil melakukan hal tersebut, maka pimpinan harus menyatakan keberhasilannya. Hal ini akan menimbulkan sikap positif dan keinginan selalu ingin melakukan pekerjaan yang penuh tantangan.

2. Pengakuan

Adanya pengakuan dari pimpinan atas keberhasilan bawahan. Pengakuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan menyatakan keberhasilannya langsung di tempat kerja, memberikan surat penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangkat atau promosi.

3. Pekerjaan itu sendiri

Pimpinan membuat usaha–usaha yang nyata dan meyakinkan sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya, harus menciptakan kondisi untuk menghindari kebosanan yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta menempatkan karyawan sesuai dengan bidangnya.

4. Tanggung Jawab

Untuk dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap bawahan, maka pimpinan harus menghindari pengawasan yang ketat, dengan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi. Penerapan partisipasi akan membuat bawahan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan.

5. Pengembangan

Pengembangan dapat menjadi motivator yang kuat bagi bawahan. Pimpinan dapat memulainya dengan memberi bawahan suatu pekerjaan yang lebih menantang, tidak hanya jenis pekerjaan yang berbeda tetapi juga posisi yang lebih baik. Apabila sudah berhasil dilakukan, pimpinan dapat memberikan rekomendasi tentang bawahan yang akan mendapat promosi/menaikkan pangkatnya atau yang memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lanjut.

b. Faktor–faktor motivasional yang sifatnya ekstrinsik yaitu: 1. Kebijaksanaan dan Administrasi

Pimpinan didalam menjalankan proses kegiatan kepemimpinannya dalam organisasi menetapkan kebijaksanaan dalam membuat keputusan dan seluruh kegiatan administrasi pimpinan berhak mengetahuinya, menetapkan kebijakan sebagai pimpinan juga dilakukan supaya lebih terorganisir dalam bekerja agar dipatuhi/dilaksanakan karyawan terhadap kegiatan administrasi tersebut, kebijaksanaan tersebut juga wajib dimiliki pemimpin dalam mengorganisir karyawan.

2. Hubungan Antar Pribadi

Pemimpin harus mempunyai kemampuan dalam menciptakan hubungan kerja yang menyenangkan, mengajak bawahan berkomunikasi dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Didalam kegiatan saat menyelesaikan suatu pekerjaan sesama karyawan harus saling menghargai dalam bekerja, jika ada karyawan baru, tim yang telah ada wajib membantu dalam beradaptasi agar kenyamanan dalam bekerja dapat tercapai. Apabila ada anggota karyawan mengalami kemalangan/musibah sesama karyawan harus saling menolong.

3. Kondisi Kerja

Kondisi lingkungan tempat kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan, baik dari sisi kenyamanan dan kebersihan di ruangan. Hubungan yang harmonis antara karyawan dengan atasan

juga sangat mempengaruhi harmonisasi dalam bekerja. Jika adanya hubungan yang harmonis antara sesama karyawan maka akan terjadi saling memberikan dukungan yang bersifat positif dalam bekerja. Peraturan, fasilitas dan karyawan yang ada di dalam suatu kegiatan organisasi dalam bekerja ini mendukung dalam terciptanya kegiatan yang positif bagi orang lain, juga didukung harus adanya prosedur/aturan dalam bekerja yang jelas dalam melaksanakan setiap pekerjaan oleh karyawan.

2.2 Supervisi

2.2.1 Pengertian Supervisi

Supervisi adalah intervensi yang diberikan oleh karyawan senior kepada karyawan junior yang memiliki kesamaan profesi. Hubungannya bersifat evaluatif, sepanjang waktu, mencapai tujuan yang berkelanjutan dalam meningkatkan kemampuan juniornya, pemantauan kualitas layanan profesional pada pasien (Bernard & Goodyear, 2004).

Supervisi bersifat normatif, yaitu mengendalikan mutu layanan dengan menyusun, menetapkan kebijakan prosedur, mengembangkan standar, melaksanakan audit, dan suportif, yaitu meningkatkan kemampuan pengendalian emosional dan formatif, yaitu menjaga, meningkatkan, menfasilitasi kompetensi, kemampuan, efektivitas suprvisee serta mengembangkan kemampuan dan praktik keperawatan berbasis bukti. Jadi, tujuan supervisi adalah untuk memberikan dukungan, memotivasi, meningkatkan kemampuan dan pengendalian emosional

dengan tidak membuat perawat pelaksana merasa dinilai dalam melakukan pekerjaan secara benar (Sloan & Watson, 2002).

2.2.2 Fungsi supervisi

Fungsi Supervisi mempunyai lima fungsi dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi.

Fungsi tersebut adalah:

1. Perencanaan, menunjuk perawat serta tugasnya masing-masing, mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya, mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien dibantu perawat, mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien dibantu perawat, mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan tingkat ketergantungan pasien dibantu oleh perawat, dan merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.

2. Pengorganisasian, merumuskan metode penugasan yang digunakan, merumuskan tujuan metode penugasan, membuat rincian tugas perawat secara jelas, mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas, membuat rencana kendali, membawahi perawat dan mengatur tenaga yang ada setiap hari.

3. Membimbing dan Mengarahkan, memberi pengarahan tentang penugasan kepada perawat, memberikan pujian kepada perawat yang mengerjakan tugas dengan baik, memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap perawat, membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya, dan meningkatkan kolaborasi sesama tim kerja.

4. Pengawasan dan Evaluasi, mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama

melalui komunikasi, mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan perawat mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien, melakukan audit keperawatan, melalui supervisi pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/mengawasi, pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilakukan (didokumentasikan), dan mendengar laporan dari perawat.

5. Pencatatan dan Pelaporan, mencatat evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas kemampuan perawat, mengobservasi kondisi pasien, selanjutnya melakukan tindakan yang tepat berdasarkan hasil observasi tersebut sesuai batas kemampuannya dan melaporkannya pada pimpinan di atasnya, berperan serta dengan anggota tim kesehatan dalam membahas kasus dan upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan di rumah sakit dan mencatatnya untuk sebagai bahan pembelajaran bersama, mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh pimpinan di rumah sakit dan pelaporan dari ruangan yang di bawah kepemimpinan kepala ruangan, melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat dan benar sesuai standar asuhan keperawatan (Sitorus & Panjaitan ,2011).

Depkes RI (1999) dalam Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan & Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI (2007)

Menyatakan bahwa peran supervisi yang dilakukan kepala ruangan yaitu:

1. Perencanaan;a)Menunjuk perawat yang bertugas di kamar masing-masing, b) Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya, c) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien, d) Mengidentifikasi

jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan kebutuhan pasien, e) Merencanakan metode penugasan dan penjadwalan staf, f) Merencanakan strategi pelaksanaan asuhan keperawatan, g) Merencanakan kebutuhan logistik dan fasilitas ruangan kelolaan, dan h) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

2. Pengorganisasian dan ketenagaan; a) Merumuskan metode penugasan keperawatan, b) Merumuskan tujuan dari metode penugasan keperawatan, c) Merumuskan rincian tugas perawat secara jelas. d) Membuat rentang kendali di ruang rawat, e) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, misalnya membuat roster dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari sesuai dengan jumlah dan kondisi pasien, f) Mengatur dan mengendalikan pelaksanaan asuhan keparawatan dalam bentuk diskusi, bimbingan dan penyampaian informasi, g) Mengatur dan mengendalikan logistik dan fasilitas ruangan, h) Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktek, i) Mendelegasikan tugas kepada perawat, j) Melakukan koordinasi dengan tim kesehatan lain, dan k) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

3. Pengarahan; a) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada perawat, b) Memberikan pengarahan kepada perawat tentang pelaksanaan asuhan keperawatan dan fungsi-fungsi manajemen, c) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien, dan d) Memberikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap.

2.2.3 Karakteristik Supervisi

Dalam keperawatan, supervisi yang baik apabila memiliki karakteristik: a. Mencerminkan kegiatan asuhan keperawatan yang sesungguhnya

b. Mencerminkan pola organisasi/struktur organisasi keperawatan yang ada c. Kegiatan yang berkesinambungan yang teratur atau berkala

d. Dilaksanakan oleh atasan langsung (kepala unit/kepala ruangan atau penanggung jawab yang ditunjuk).

e. Menunjukkan kepada kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas asuhan keperawatan.

2.2.4. Manfaat Supervisi

Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Suarli & Bachtiar, 2010):

1. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan.

2. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah.

Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar

dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan.

2.2.5 . Frekuensi Pelaksanaan Supervisi

Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang dilakukan hanya sekali bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, karena organisasi/ lingkungan selalu berkembang. Oleh sebab itu agar organisasi selalu dapat mengikuti berbagai perkembangan dan perubahan, perlu dilakukan berbagai penyesuaian. Supervisi dapat membantu penyesuaian tersebut yaitu melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan.

Tidak ada pedoman yang pasti mengenai berapa kali supervisi harus dilakukan. Yang digunakan sebagai pegangan umum, supervisi biasanya bergantung dari derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan, serta sifat penyesuaian yang akan dilakukan. Jika derajat kesulitannya tinggi serta sifat penyesuaiannya mendasar, maka supervisi harus lebih sering dilakukan (Suarli & Bachtiar, 2010).

2.2.6. Prinsip-prinsip Pokok dalam Supervisi

Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja, dan jumlah sumber. Sumber yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Untuk itu diperlukan beberapa prinsip pokok pelaksanaan supervisi. Prinsip pokok supervisi secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut (Suarli dan Bahtiar, 2010):

1. Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan, bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan

pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya.

2. Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus edukatif dan suportif, bukan otoriter.

3. Supervisi harus dilakukan secara teratur atau berkala. Supervisi yang hanya dilakukan sekali bukan supervisi yang baik.

4. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikan rupa sehingga terjalin kerja sama yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada saat proses penyelesaian masalah, dan untuk lebih mengutamakan kepentingan bawahan. 5. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan

kebutuhan masing-masing bawahan secara individu. Penerapan strategi dan tata cara yang sama untuk semua kategori bawahan, bukan merupakan supervisi yang baik.

6. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan.

2.2.7. Pelaksana Supervisi

Menurut Suarli dan Bachtiar (2010), yang bertanggung jawab dalam melaksanakan supervisi adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Idealnya kelebihan tersebut tidak hanya aspek status dan kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan hal tersebut serta prinsip-prinsip pokok supervisi maka untuk dapat melaksanakan supervisi dengan baik ada beberapa syarat atau karasteristik yang harus dimiliki oleh pelaksana supervisi (supervisor).

Karakteristik yang dimaksud adalah:

1. Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang disupervisi. Atau apabila hal ini tidak mungkin, dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas wewenang dan tanggung jawab yang jelas.

2. Pelaksana supervisi harus memilki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi.

3. Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilam melakukan supervisi artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi.

4. Pelaksana supervisi harus memilki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter.

5. Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan yang disupervisi.

2.2.8. Teknik Supervisi

Tehnik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan teknik penyelesaian masalah. Bedanya pada supervisi teknik pengumpulan data untuk menyelesaikan masalah dan penyebab masalah menggunakan teknik pengamatan langsung oleh pelaksana supervisi terhadap sasaran supervisi, serta pelaksanaan jalan keluar. Dalam mengatasi masalah tindakan dapat dilakukan oleh pelaksana supervisi, bersama-sama dengan sasaran supervisi secara langsung di tempat. Dengan perbedaan seperti ini, bahwa untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua hal yang perlu diperhatikan menurut Bachtiar dan Suarli (2010) yaitu:

1. Pengamatan langsung

Teknik supervisi dimana supervisor berpartisipasi langsung dalam melakukan supervisi. Kelebihan dari teknik ini pengarahan dan petunjuk dari supervisor tidak dirasakan sebagai suatu perintah, selain itu umpan balik dan perbaikan dapat dilakukan langsung saat ditemukan adanya penyimpangan.

Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung. Pada supervisi modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah.

Cara memberikan pengarahan yang efektif adalah: a. Pengarahan harus lengkap.

b. Mudah dipahami.

c. Menggunakan kata-kata yang tepat. d. Berbicara dengan jelas dan lambat. e. Berikan arahan yang logis.

f. Hindari memberikan banyak arahan pada satu saat. g. Pastikan bahwa arahan dipahami.

h. Yakinkan bahwa arahan anda dilaksanakan atau perlu tindak lanjut.

Pengamatan langsung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan.

a. Sasaran pengamatan, pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat menimbulkan kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat terperangkap pada sesuatu yang bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pada pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan, yakni

hanya ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (selective supervision).

b. Objektivitas pengamatan, pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat menggangu objektivitas. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pengamatan langsung perlu dibantu dengan dengan suatu daftar isi yang telah dipersiapkan. Daftar tersebut dipersiapkan untuk setiap pengamatan