• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Landasan Teori

Sumber daya manusia terbesar pada rumah sakit adalah para perawat, yang dalam bekerja harus memiliki motivasi yang tinggi. Perawat dapat mengaktulisasikan diri sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk lebih berperan dalam pelayanan keperawatan, memerlukan kondisi yang mendukung baik dari dalam diri maupun dari luar perawat, berupa motivasi agar dapat bekerja dengan baik. Faktor lain yang juga turut mempengaruhi terhadap kinerja perawat adalah supervisi kepala ruangan. Ruang rawat inap membuat peraturan yang intinya untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh perawat dengan tujuan agar para perawat melakukan pekerjaan dengan baik sesuai dengan pembagian tugas masing- masing (Gibson, 2000).

1. Hubungan Motivasi Perawat dengan Kinerja Perawat

Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi kerja yaitu:

a. Faktor yang menyebabkan ketidakpuasan (hygiene/maintenance) (faktor ekstrinsik).

Faktor Hygiene tidak berhubungan langsung dengan kepuasan suatu pekerjaan, tetapi berhubungan langsung dengan timbulnya suatu ketidakpuasan kerja (dissatiesfier). Sehingga faktor hygiene tidak dapat digunakan sebagai alat motivasi tapi lebih kepada menciptakan kondisi yang mencegah timbulnya ketidakpuasan. Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan. Faktor-faktor dalam hygiene ialah; (1) Gaji, upah dan tunjangan lainnya, (2) Kebijakan

perusahaan dan administrasi, (3) Hubungan baik antar-pribadi, (4) Kualitas pengawasan, (5) Keamanan pekerjaan, (6) Kondisi kerja, dan (7) keseimbangan kerja dan hidup (Hasibuan, 1999).

Faktor-faktor penyebab kepuasan kerja (motivator)

Faktor motivator adalah faktor-faktor yang langsung berhubungan dengan isi pekerjaan (Job Content) atau faktor-faktor intrinsik. Faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan.

Hygiene factor ini adalah faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan; berhubungan dengan job context atau aspek ekstrinsik pekerja. Faktor-faktor yang termasuk adalah; (1) Working condition (kondisi kerja), (2) Interpersonal relation (hubungan antar pribadi), (3) Company policy and administration (kebijaksanaan perusahaan dan pelaksanaannya), (4) Supervision technical (teknik pengawasan), (5) Job security (perasaan aman dalam bekerja) (Hasibuan, 1999).

Jika dalam situasi kerja faktor-faktor hygiene tidak ada, Herzberg merasa bahwa karyawan tidak akan mendapat kepuasan. Namun adanya

hygiene factor juga tidak memotivasi karyawan melainkan hanya membantu mencegah adanya ketidakpuasan, dalam hal ini juga berlaku pada faktor-faktor motivator, dan jika faktor motivator ada maka dapat memberikan motivasi dan kepuasan kerja pada tingkatan yang lebih tinggi. Teori dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg menyimpulkan dua faktor sebagai berikut:

a. Ada sejumlah kondisi ekstrinsik pekerjaan yang apabila kondisi itu tidak ada, menyebabkan ketidakpuasan diantara para karyawan. Kondisi ini disebut dengan Hygiene factor, karena kondisi atau faktor-faktor tersebut dibutuhkan minimal untuk menjaga adanya ketidakpuasan. Faktor-faktor ini berkaitan dengan kedaan pekerjaan yang meliputi: gaji, hubungan antara pekerja, jaminan sosial, kondisi kerja dan kebijakan perusahaan.

b. Sejumlah kondisi intrinsik pekerjaan yang apabila kondisi tersebut ada maka dapat berfungsi sebagai motivator, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Tetapi jika kondisi atau faktor-faktor tersebut tidak ada, maka tidak akan menyebabkan adanya ketidakpuasan. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan isi pekerjaan yang disebut dengan nama faktor pemuas. Faktor-faktor pemuas tersebut adalah sebagai berikut: prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuankemajuan, pertumbuhan dan perkembangan pribadi.

Sedangkan teori dua faktor disebut juga konsep Hygiene yang mencakup:

1. Isi pekerjaan (Content= satisfiers) a) Prestasi (Achievement) b) Pengakuan (Recognition)

c) Pekerjaan itu sendiri (The work it self) d) Tanggung jawab (Responsible)

2. Faktor Higienis (Demotivasi= Dissatisfiers) a) Gaji atau upah (Wages or Salari)

b) Kondisi kerja (Working condition)

c) Kebijakan dan administrasi perusahaan (Company policy and administration)

d) Hubungan antar pribadi e) Kualitas supervisi.

Faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan dan faktor motivasi. Seorang karyawan yang bekerja dalam suatu perusahaan, tentu dilandasi dengan keinginan untuk mencukupi kebutuhannya, baik kebutuhan akan sandang, pangan, papan. Selain itu, juga memerlukan pemenuhan kebutuhan akan rasa aman dalam bekerja, mendapatkan pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan, serta dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan kerja. Dengan motivasi yang dimiliki oleh para karyawan tersebut, ia akan bekerja dengan seoptimal mungkin untuk mencapai kinerja dalam melaksanakan pekerjaannnya dan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan saja. Begitu besar pengaruh motivasi dalam suatu pekerjaan, sehingga menjadi salah satu faktor yang harus di pertimbangkan oleh suatu organisasi. Suatu pekerjaan yang tidak dilandasi oleh motivasi kerja, maka akan menimbulkan hasil kerja yang tidak maksimal (Ilyas, 2001).

2. Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Kinerja Perawat

Pada sebuah rumah sakit, perawat merupakan tonggak utama dalam menjalankan pelayanan keperawatan. Pelayanan yang baik di ruang rawat inap tergantung para perawat tersebut berusaha agar ruangan tempat bekerja dapat

mencapai tujuan bersama. Kinerja perawat yang tinggi tercermin dalam disiplin kerja yang tinggi dengan supervisi yang baik oleh kepala ruangan (Ilyas, 2001).

Kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor lain. Faktor-faktor tersebut antara lain supervisi. Kinerja yang tinggi dapat dicapai jika didukung oleh para perawat yang mempunyai semangat kerja yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya (Ilyas, 2001).

Supervisi keperawatan merupakan suatu proses formal dan profesional yang dilakukan oleh supervisior kepada pemimpin untuk mendukung, membimbing, mengarahkan, mengevaluasi, serta mengembangkan pengetahuan dan kopetensi perawat untuk menyelesaikan tugas dengan penuh tanggung jawab guna mencapai tujuan rumah sakit dan keselamatan pasien (Gillies, 1999).

Supervisi dapat menumbuhkan kemampuan kerja dan bekerja sama, maka secara tidak langsung akan meningkatkan kinerja. Jadi apabila suatu ruangan mampu meningkatkan supervisi, maka mereka akan memperoleh banyak keuntungan, karena pekerjaan akan terselesaikan dengan cepat, kerusakan akan dapat dikurangi, absensi akan dapat diperkecil (Gillies, 1999).

Supervisi mendorong kinerja atau merupakan sarana penting untuk mencapai kinerja”. Dalam kondisi ini maka tindakan yang seharusnya dilakukan meningkatkan kualitas pelayanan adalah dengan peningkatan kinerja karyawan yaitu supervisi. Dengan supervisi, maka akan dapat merasakan hasil kerja yang selama ini ditekuni, dan akan mampu mencapai kinerja yang diharapkan bersama (Gibson, 2000)

2.5. Kerangka Konsep