BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Kerangka Konsep
Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan
Nama Mahasiswa : Desita A. Saragih NIM : 061101048
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S. Kep) Tahun : 2010
Abstrak
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversibel dimana tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga pasien harus bergantung pada mesin hemodialisa seumur hidup. Pasien yang menjalani hemodialisa jangka panjang harus dihadapkan dengan berbagai masalah sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien hemodialisa. Terdapat hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya dimana peran keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga yang nantinya juga akan berpengaruh terhadap kualitas hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelatif. Besar sampel sebanyak 40 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling dengan kriteria sampel yaitu pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa minimal dua kali seminggu, berusia 18-65 tahun. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner data demografi, kuisioner dukungan keluarga dan kuisioner kualitas hidup. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2010. Hasil pengumpulan data diuji menggunakan uji korelasi spearmen yang digunakan untuk melihat hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa. Berdasarkan hasil analisa data korelasi spearmen diketahui bahwa koefisisen korelasinya yaitu r=0,511 dengan tingkat signifikasi p=0,001.
Kata kunci: dukungan keluarga, kualitas hidup, pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa
Judul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan
Nama Mahasiswa : Desita A. Saragih NIM : 061101048
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S. Kep) Tahun : 2010
Abstrak
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversibel dimana tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga pasien harus bergantung pada mesin hemodialisa seumur hidup. Pasien yang menjalani hemodialisa jangka panjang harus dihadapkan dengan berbagai masalah sehingga mempengaruhi kualitas hidup pasien hemodialisa. Terdapat hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya dimana peran keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga yang nantinya juga akan berpengaruh terhadap kualitas hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelatif. Besar sampel sebanyak 40 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling dengan kriteria sampel yaitu pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa minimal dua kali seminggu, berusia 18-65 tahun. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner data demografi, kuisioner dukungan keluarga dan kuisioner kualitas hidup. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2010. Hasil pengumpulan data diuji menggunakan uji korelasi spearmen yang digunakan untuk melihat hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa. Berdasarkan hasil analisa data korelasi spearmen diketahui bahwa koefisisen korelasinya yaitu r=0,511 dengan tingkat signifikasi p=0,001.
Kata kunci: dukungan keluarga, kualitas hidup, pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang bersifat progresif
dan irreversibel. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas sehingga kualitas hidup pasien menurun (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Annual Data Report United States Renal Data System yang dirilis pada tahun 2000, memperkirakan prevalensi gagal ginjal kronis mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dalam kurun waktu tahun 1998-2008. Hal tersebut juga terjadi di Indonesia yaitu diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 8 % tiap tahun. Data yang diterima dari RSU dr. Soetomo Jakarta pada tahun 2004-2006, diperkirakan tiap tahun ada 2.000 pasien baru dengan kasus gagal ginjal. Dari data tersebut didapat bahwa sekitar 60-70 % dari pasien tersebut berobat dalam kondisi sudah masuk tahap gagal ginjal terminal sehingga pasien harus bergantung pada mesin cuci darah (hemodialisa) seumur hidup (Winata, 2007).
Pelaksaan terapi hemodialisa merupakan prosedur penyelamatan jiwa yang akhir-akhir ini dilakukan sebanyak 320.000 orang di Amerika Serikat (Pence, 2007). Data yang diterima dari RSU Pirngadi Medan pada tahun 2008 terdapat
400 orang penderita gagal ginjal kronis yang melakukan hemodialisa seminggu dua kali dan diperkirakan setiap tahun akan terus meningkat (Anonimous, 2008). Kasus yang sama juga didapat dari survey awal peneliti pada bulan Oktober 2009 di unit hemodialisa RSUP Haji Adam Malik Medan, yaitu terdapat 40 pasien yang menjalani hemodialisa secara rutin 2-3 kali seminggu.
Pasien yang menjalani hemodialisa jangka panjang harus dihadapkan dengan berbagai masalah seperti masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang hilang, depresi dan ketakutan terhadap kematian. Gaya hidup yang terencana berhubungan dengan terapi hemodialisa (misalnya pelaksanaan terapi hemodialisa 2-3 kali seminggu selama 3-4 jam) dan pembatasan asupan cairan sering menghilangkan semangat hidup pasien. Hal ini akan mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis (Brunner & Suddarth, 2001).
Kualitas hidup merupakan keadaan dimana seseorang mendapatkan kepuasan atau kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup tersebut menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental. Yang berarti jika seseorang sehat secara fisik dan mental maka orang tersebut akan mencapai suatu kepusan dalam hidupnya. Kesehatan fisik itu dapat dinilai dari fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri pada tubuh dan persepsi tentang kesehatan. Kesehatan mental itu sendiri dapat dinilai dari fungsi sosial, dan keterbatasan peran emosional (Hays, 1992).
Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa masih merupakan masalah yang menarik perhatian para profesional kesehatan.
Kualitas hidup pasien yang optimal menjadi isu penting yang harus diperhatikan dalam memberikan pelayanan keperawatan yang komprehensif. Pasien bisa bertahan hidup dengan bantuan mesin hemodialisa, namun masih menyisakan sejumlah persoalan penting sebagai dampak dari terapi hemodialisa. Hasil penelitian Ibrahim (2009) menunjukkan bahwa 57.2% pasien yang menjalani hemodialisa mempersepsikan kualitas hidupnya pada tingkat rendah dan 42,9% pada tingkat tinggi.
Dukungan keluarga dapat mempengaruhi kepuasan seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari termasuk kepuasan terhadap status kesehatannya. Menurut Marilyn (1998), terdapat hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya dimana peran keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota keluarga, mulai dari strategi-strategi hingga fase rehabilitasi. Mengkaji dan memberikan perawatan kesehatan merupakan hal yang penting dalam membantu setiap anggota keluarga untuk mencapai suatu keadaan sehat hingga tingkat optimum. Moran, dkk (1997) menyatakan dukungan keluarga berpengaruh penting dalam pelaksanaan pengobatan berbagai jenis penyakit kronis sedangkan menurut Bosworth (2009) dukungan keluarga sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental anggota keluarganya
Hasil studi di Amerika Serikat dan luar negeri lainnya terhadap sejumlah pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis, didapat bahwa dukungan keluarga dapat meningkatkan kesehatan pasien yang sedang menjalani hemodialisa yang dipengaruhi oleh faktor geografis, status sosial ekonomi dan kebudayaan serta memberikan perbedaan rata-rata angka kematian pada pasien gagal ginjal kronis.
Indikasi dari dukungan keluarga tersebut berhubungan dengan derajat depresi, persepsi mengenai efek dari penyakit atau tindakan pengobatan dan kepuasan dalam hidup (Kimmel, 2001). Menurut Thong , dkk (2006) dukungan keluarga akan mempengaruhi kesehatan (melalui perilaku sehat), psikologis dan fisiologis, dimana dukungan keluarga tersebut dapat diberikan melalui dukungan emosional, informasi ataupun memberikan nasihat.
Dukungan keluarga pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa terdiri dari dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan emosional, dukungan pengharapan dan dukungan harga diri. Dukungan tersebut diberikan sepanjang hidup pasien. Apabila dukungan semacam ini tidak ada, maka keberhasilan penyembuhan/pemulihan (rehabilitasi) sangat berkurang (Friedman, 1998). Dukungan keluarga yang didapat oleh pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa menyangkut dukungan dalam masalah finansial, mengurangi tingkat depresi dan ketakutan terhadap kematian serta pembatasan asupan cairan sering (Brunner & Suddarth, 2001).
2. Pertanyaan Penelitian
2.1Bagaimana dukungan keluarga pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan?
2.2Bagaimana kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan?
2.3Adakah hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik
3. Hipotesa Penelitian
Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu adanya
hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.
4. Tujuan Penelitian
4.1 Mengidentifikasi dukungan keluarga pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan
4.2 Mengidentifikasi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan
4.3 Mengidentifikasi ada tidaknya hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.
5. Manfaat Penelitian
5.1 Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil yang didapat dalam penelitian ini memberikan informasi tambahan bagi pendidikan keperawatan khususnya keperawatan keluarga dalam hal meningkatkan asuhan keperawatan keluarga terhadap pasien yang menjalani terapi hemodialisa
5.2 Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan data tambahan dalam penelitian keperawatan dan untuk dikembangkan bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama
5.3 Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien tentang pentingnya pemberian dukungan keluarga dalam meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Gagal Ginjal Kronis
1.1 Defenisi Gagal Ginjal Kronis
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya. Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis (Wilson, 2005).
Menurut Brunner & Suddarth (2001), gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) pada tahun 2009, mendefenisikan gagal
ginjal kronis sebagai suatu kerusakan ginjal dimana nilai dari GFR nya kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama tiga bulan atau lebih. Dimana yang mendasari etiologi yaitu kerusakan massa ginjal dengan sklerosa yang irreversibel dan hilangnya nephrons ke arah suatu kemunduran nilai dari GFR.
Tahapan penyakit gagal ginjal kronis berlangsung secara terus-menerus dari waktu ke waktu. The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) mengklasifikasikan gagal ginjal kronis sebagai berikut:
Stadium 1: kerusakan masih normal (GFR >90 mL/min/1.73 m2) Stadium 2: ringan (GFR 60-89 mL/min/1.73 m2)
Stadium 3: sedang (GFR 30-59 mL/min/1.73 m2) Stadium 4: gagal berat (GFR 15-29 mL/min/1.73 m2)
Stadium 5: gagal ginjal terminal (GFR <15 mL/min/1.73 m2)
Pada gagal ginjal kronis tahap 1 dan 2 tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan ginjal termasuk komposisi darah yang abnormal atau urin yang abnormal (Arora, 2009).
1.2 Etiologi Gagal Ginjal Kronis
Angka Perjalanan ESRD hingga tahap terminal dapat bervariasi dari 2-3 bulan hingga 30-40 tahun. Penyebab gagal ginjal kronik yang tersering dapat dibagi menjadi tujuh kelas seperti pada tabel berikut ini (Brunner & Suddarth, 2001).
No Klasifikasi Penyakit Penyakit
1 Penyakit infeksi
tubulointerstitial
Pielonefritis kronis dan refluks nefropati 2 Penyakit peradangan Glomerulonefritis
3 Penyakit vaskuler hipertensi Nefrosklerosis benign, Nefrosklerosis maligna dan stenosis arteri renalis
4 Gangguan kongenital dan herediter
Penyakit ginjal polikistik dan asidosis tumulus ginjal
5 Penyakit metabolic Diabetes mellitus, gout,
hiperparatiroidisme dan amiloidosis. 6 Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik dan nefropati
7 Nefropati obstruktif batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal, hipertropi prostat, striktur urethra.
Baru-baru ini, diabetes dan hipertensi bertangguang jawab terhadap proporsi gagal ginjal tahap akhir (ESRD) yang paling besar, terhitung secara berturut-turut sebesar 34 % dan 21 % dari total kasus. Glomerulonefritis adalah penyebab ESRD tersering yang ketiga (17 %). Infeksi nefritis tubulointerstisial (pielonefritis kronis atau nefropati refluks) dan penyakit gagal ginjal polikistik (PKD) masing-masing terhitung sebanyak 3,4 % dari ESRD. Dua puluh satu persen penyebab ESRD sisanya relatif tidak sering terjadi yaitu uropati obstruktif, lupus eritematosis sistemik (SLE) (Sylvia & Lorraine, 2005).
1.3 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis
Pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, oleh karena itu pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari adalah usia pasien. Berikut merupakan tanda dan gejala gagal ginjal kronis (Brunner & Suddarth, 2001)
a. Kardiovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital, friction rub pericardial, serta pembesaran vena leher
b. Integumen yaitu yang ditandai dengan warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering dan bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta rambut tipis dan kasar
c. Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekeis, sputum kental dan liat, napas dangkal seta pernapasan kussmaul
d. Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan diare, serta perdarahan dari saluran GI
e. Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, serta perubahan perilaku
f. Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang serta foot drop
g. Reproduktif yaitu yang ditandai dengan amenore dan atrofi testikuler.
2. Konsep Hemodialisa
2.1 Defenisi Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu membran atau selaput semi permiabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialisis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permiabel. Terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Brunner & Suddarth, 2001).
Tujuan dari hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan
dan kemudian dikembalikan ketubuh pasien. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyebabkan penyembuhan atau pemulihan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan tampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Cahyaningsih, 2009).
2.2 Prinsip-prinsip Hemodialisa
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melaui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, kecairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah (Brunner & Suddarth, 2001).
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan, Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovelemia (keseimbangan cairan) (Brunner & Suddarth, 2001). Sistem dapar (buffer sisite) tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan
kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena (Brunner & Suddarth, 2001).
2.3 Penatalaksanaan Hemodialisa pada Pasien
Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan sebagai upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisa tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal (Wijayakusuma, 2008).
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala (Brunner & Suddarth, 2001).
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun
biasanya memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan (Brunner & Suddarth, 2001).
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia dan antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik (Brunner & Suddarth, 2001).
2.4Indikasi dan Komplikasi Terapi Hemodialisa
Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal ginjal kronis adalah laju filtrasi glomerulus ( LFG ) sudah kurang dari 5 mL/menit, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut dibawah :
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata b. K serum > 6 mEq/L
c. Ureum darah > 200 mg/Dl d. pH darah < 7,1
e. Anuria berkepanjangan ( > 5 hari ) f. Fluid overloaded (Shardjono dkk, 2001).
Menurut Al-hilali (2009), walaupun hemodialisa sangat penting untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak tetapi hemodialisa juga dapat menyebabkan komplikasi umum berupa hipertensi (20-30% dari dialisis), kram otot (5-20% dari dialisis), mual dan muntah (5-15% dari dialisis), sakit kepala (5% dari dialisis), nyeri dada 5% dialisis), sakit tulang belakang
(2-5% dari dialisis), rasa gatal ((2-5% dari dialisis) dan demam pada anak-anak (<1% dari dialisis). Sedangkan komplikasi serius yang paling sering terjadi adalah sindrom disequilibrium, arrhythmia, tamponade jantung, perdarahan intrakaranial, hemolisis dan emboli paru.
3. Konsep Dukungan Keluarga
3.1 Defenisi Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998). Keluarga adalah kumpulan dua atau lebih individu yang berbagi tempat tinggal atau berdekatan satu dengan lainnya; memiliki ikatan emosi; terlibat dalam posisi sosial; peran dan tugas-tugas yang saling berhubungan; serta adanya rasa saling menyayangi dan memiliki (Murray & Zentner, 1997 dan Friedman, 1998 dalam Allender & Spradley, 2001).
3.2 Fungsi dan Tugas Kesehatan Keluarga
Menurut Efeendy (1998), ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut :
1. Fungsi biologis :
a. Meneruskan keturunan
b. Memelihara dan membesarkan anak c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
2. Fungsi Psikologis :
a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman
b. Memberikan perhatian di antara anggota keluarga c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga d. Memberikan identitas keluarga
3. Fungsi sosialisasi :
a. Membina sosialisasi pada anak
b. Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak
c. Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga 4. Fungsi ekonomi :
a. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
b. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga
c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang (pendidikan, jaminan hari tua, kesehatan keluarga dan sebagainya)
5. Fungsi pendidikan :
a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya
b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa
c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya. Adapun fungsi keluarga menurut Peraturan Pemerintah/PP nomor 21 tahun 1994 BAB I pasal 12 ada beberapa di antaranya adalah: 1) Fungsi Cinta kasih yaitu dengan memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, suami dengan istri, orang tua dengan anaknya serta hubungan kekerabatan antar generasi, sehingga keluarga menjadi wadah utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan batin. Cinta menjadi pengarah dari perbuatan-perbuatan dan sikap-sikap yang bijaksana. 2) Fungsi Melindungi, yaitu menambahkan rasa aman dan kehangatan pada setiap anggota keluarga.
Keluarga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan keperawatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan/atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan