• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Teori digunakan untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.12 Perkembangan ilmu

hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial,

juga sangat ditentukan oleh teori.13 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau

butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang

menjadi bahan perbandingan dibidang hukum.14 Suatu kerangka teori bertujuan untuk

menyajikan cara-cara untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil

penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.15 Kata

lain dari kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan

atau pegangan teoritis dalam penelitian.16

Kerangka teori yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, dari para penulis ilmu hukum di bidang hukum perusahaan, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan bagi penulisan tesis ini.

12 JJJ M. Wuismen, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid 1, Penyunting M. Hisman, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hlm. 203.

13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986, hlm 6.

14 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju : Bandung, 1994, hlm. 27.

15 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta : Jakarta, 1998, hlm. 23.

Perseroan terbatas sebagai badan hukum perdata (privat) yang mempunyai

status kemandirian (persona standi in judicio) sudah tentu memiliki identitas hukum

sendiri. Identitas hukum suatu korporasi atau perusahaan terpisah dari identitas hukum para pemegang sahamnya, direksi maupun organ-organ lainnya. Dalam kaidah

hukum perdata (civil law), jelas ditetapkan bahwa suatu perseroan merupakan subyek

hukum perdata dapat melakukan aktivitas jual beli, dapat membuat perjanjian atau kontrak dengan pihak lain, serta dapat menuntut dan dituntut dipengadilan dalam hubungan keperdataan. Para pemegang saham menikmati keuntungan yang diperoleh dari konsep tanggung jawab terbatas, dan kegiatan korporasi berlangsung terus menerus, dalam arti bahwa keberadaannya tidak akan berubah meskipun ada penambahan anggota-anggota atau berhentinya atau meninggalnya anggota-anggota

yang ada.17

Sehubungan dengan itu, dalam meneliti dan menganalisa tentang merger perseroan terbatas setelah berlakunya Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah Teori Badan Hukum.

17 Bismar Nasution, Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perusahaan,

disampaikan pada Seminar Nasional Sehari dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance

Pada Sistem Pengelolaan dan Pembinaan PT (Persero) BUMN “Optimalisasi Sistem Pengelolaan, Pengawasan, Pembinaan Dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT (Persero) Dilingkungan BUMN Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Transparansi” diselenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 8 Maret 2007.

Mengenai perseroan sebagai badan hukum, Otto Van Gierke18 dalam teori organnya mengatakan :

Badan hukum suatu yang abstrak atau anggapan dalam pikiran manusia tetapi suatu yang riil atau nyata. Badan hukum adalah organ seperti halnya manusia yang dapat melakukan perbuatan atau menyatakan kehendak melalui organnya seperti pengurus, direksi atau komisaris atas nama badan hukum menjalankan tujuan badan hukum tersebut.

Pengikut teori organ ini selain Otto Van Gierke adalah Z.E.Polano19, yang

menyatakan :

Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi) dan bukan kekayaan (hak) yang tidak bersubjek. Tetapi badan hukum adalah organisme yang riil, yang menjelma sungguh-sungguh dalam pergaulan hukum yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantaraan alat-alat yang ada padanya (pengurus, anggota-anggotanya), seperti manusia biasa yang mempunyai organ (panca indera) dan sebagainya.

Jadi menurut teori organ ini badan hukum itu tidak berbeda dengan manusia, mempunyai sifat kepribadian yang sama dengan manusia, karena badan hukum mempunyai kehendak yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya seperti RUPS,

pengurus Direksi dan Dewan Komisaris.20

Perseroan terbatas adalah badan hukum, yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang merupakan pengganti dari Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dimana didalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut dijelaskan bahwa organ perseroan terbatas tidak ada yang

18 Sutarno, Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cetakan Ketiga, Bandung : CV. Alfabeta, 2005, hlm. 12.

19 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2006, hlm. 46.

20 Gatot Supramono, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek Dalam Gugatan Perdata di Pengadilan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2007, hlm. 130.

paling tinggi kedudukannya, masing-masing melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai yang diperintahkan undang-undang, termasuk didalamnya pelaksanaan merger atau penggabungan usaha perseroan terbatas.

Dalam hal merger perusahaan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut. Pada peristiwa merger, ada satu perseroan yang eksistensinya tetap ada dan hidup, sedang perseroan lainnya lenyap

menggabungkan diri dalam perseroan yang tetap ada.21 Dalam pelaksanaannya, jika

dilihat dari segi jenis perusahaan yang melakukan merger, merger dapat dibagi ke dalam empat kategori, yaitu merger horizontal, merger vertikal, merger kon-generik,

dan merger konglomerat.22

Mengenai syarat penggabungan (merger), berdasarkan Pasal 126 ayat (1) UUPT 2007, perbuatan hukum penggabungan, wajib memperhatikan kepentingan :

a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan,

b. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan, dan

c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Pada prinsipnya menurut Penjelasan Pasal 126 ayat (1), penggabungan:

1) Tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu,

2) Penggabungan harus juga dicegah dari kemungkinan terjadinya monopoli

atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat.23

21 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996, hlm. 58.

22 Munir Fuady, Hukum Tentang Merger, Op.Cit, hlm. 79.

Dalam pelaksanaan penggabungan (merger), rencana penggabungan dituangkan dalam rancangan penggabungan yang disusun oleh direksi perseroan yang akan menggabungkan diri yang memuat sekurang-kurangnya nama perseroan yang menerima penggabungan dan perseroan yang menggabungkan diri, alasan, serta penjelasan direksi masing-masing perseroan mengenai persyaratan dan tata cara penggabungan saham perseroan yang menggabungkan diri. Penggabungan tersebut dilakukan dengan persetujuan RUPS masing-masing atas rancangan penggabungan yang diajukan oleh direksi masing-masing perseroan.

Ketentuan mengenai penggabungan seperti tersebut di atas tidak membatasi badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan lain. Penggabungan dilakukan dengan cara penggabungan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui direksi perseroan atau langsung dari pemegang saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Penggabungan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan, maka direksi, sebelum melakukan perbuatan hukum penggabungan harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan penggabungan keputusan RUPS.

Merger merupakan kegiatan perusahaan yang bersifat khusus karena berdampak besar tidak saja terhadap perusahaan secara keseluruhan, akan tetapi juga berdampak pada pemegang saham, kreditur, fiskus atau pemerintah maupun pihak ketiga lainnya seperti para karyawan dan juga masyarakat luas. Oleh karena itu, merger mempunyai potensi untuk memberikan dampak positif dan negatif. Untuk

meminimalisasi terjadinya dampak-dampak negatif yang bakal muncul dari merger ini, DPR bersama pemerintah hendaknya lebih sigap dalam bertindak lewat pembuatan peraturan perundang-undangan sehingga celah-celah negatif tersebut bisa diperkecil atau dihilangkan agar program pemerintah dalam upaya meningkatkan

kualitas dan peran bank dalam perekonomian Indonesia dapat terwujud.24

Menurut studi yang dilakukan Burg’s setidaknya ada lima unsur kualitas hukum yang harus dipenuhi agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi, yaitu

stabilitas (stability), prediksi (predictability), keadilan (fairness), pendidikan

(education), dan pengembangan khusus bagi para sarjana hukum (the special development abilities of the lawyer).25

Burg’s menjelaskan bahwa unsur pertama dan kedua merupakan prasyarat agar sistem perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Dalam hal ini, stabilitas diartikan bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang merger tidak terjadi pertentangan satu sama lain sehingga tercipta harmonisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang merger sedangkan prediksi merupakan suatu kebutuhan untuk bisa memprediksi ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan merger, dimana hukum harus dapat mencegah dampak negatif dari adanya merger yaitu salah satunya agar merger tidak menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

24 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjuan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Jakarta : Sinar Grafika, Cetakan II, 2008, hlm.98-99

25 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, Bandung : Books Terrace & Library, 2007, hlm. 37-38.

Diantara kedua unsur itu penting pula diperhatikan aspek keadilan, bahwa peraturan perundang-undangan tentang merger itu ditujukan untuk kesejahteraan rakyat banyak sehingga menciptakan keadilan sosial yang merata.

2. Konsepsi

Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Jika masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional, kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang sering kali bersifat abstrak, sehingga diperlukan

definisi-definisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.26

Untuk membangun konsep dalam pengkajian ilmu hukum pada dasarnya merupakan kegiatan untuk mengkonstruksi teori, yang akan digunakan untuk

menganalisanya dan memahaminya.27

a. Penggabungan

Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang

26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia Press, 2007, hlm.l33.

27 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Bandung : CV. Mandar Maju, 2008, hlm.108.

mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir

karena hukum.28

Merger Perusahaan merupakan pengembangan perusahaan yang sudah ada. Pengembangan ini terjadi karena ada beberapa (minimal dua) perusahaan yang bergabung, tetapi salah satunya tetap berdiri, sedangkan yang lainnya bubar

karena dilebur kedalam perusahaan yang masih ada.29

b. Perusahaan

Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan

dan/ atau laba.30

Menurut Molengraaff31, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan

secara terus-menerus, bertindak keluar, mendapatkan penghasilan, memperdagangkan barang, menyerahkan barang, mengadakan perjanjian perdagangan.

28 Republik Indonesia, Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 1 angka 9.

29 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999, hlm.143-144.

30 Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Jakarta : Djambatan, 2000, hlm. 27.

c. Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan

pelaksanaannya32.

Menurut Subekti, badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang serta

memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.33

Kebendaan yang merupakan milik badan hukum itulah yang menjadi tanggungan bagi pemenuhan kewajiban badan hukum itu sendiri.

G. Metode Penelitian

Dokumen terkait