• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Atas Merger Perseroan Setelah Berlakunya UU RI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Atas Merger Perseroan Setelah Berlakunya UU RI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

OLEH

ADIEL TONI SIMANJUNTAK 097011123/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH

ADIEL TONI SIMANJUNTAK 097011123/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Program Studi : Kenotariatan

MENYETUJUI KOMISI PEMBIMBING

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum ANGGOTA : 1. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

(5)

ABSTRAK

Merger atau penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan yang memiliki daya tarik yang cukup kuat dalam lingkaran dunia usaha dan para pengusaha. Merger atau penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Alasan perusahaan melakukan merger adalah karena merger dianggap menciptakan sinergi dan dapat memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan, dengan tetap memperhatikan kepentingan para pemegang saham minoritas, karyawan perusahaan, dan juga kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Bagi perseroan yang menerima penggabungan tindakan ini merupakan upaya pembentukan konglomerasi baru yang lebih besar dan kuat, sehingga kadang kala cenderung menimbulkan posisi dominan yang menciptakan kelompok monopoli atau persaingan tidak sehat, yang bertentangan dengan undang-undang. Guna mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat agar terhindar dari perbuatan monopoli, diperlukan adanya batasan-batasan hukum yang secara tegas diatur oleh undang-undang. Maka yang dijadikan permasalahan didalam penelitian ini adalah bagaimana batasan-batasan hukum tentang merger perseroan terbatas menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bagaimana tata cara merger perseroan terbatas sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan bagaimana pengaturan tentang merger perseroan terbatas jika dikaitkan dengan monopoli.

Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis

dengan pendekatan secara yuridis normatif. Metode pengumpulan datanya adalah

melalui studi kepustakaan (library research), Sedangkan analisis datanya

menggunakan data kualitatif, dengan sistem penarikan kesimpulannya secara

deduktif.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang merupakan batasan-batasan hukum yang harus diperhatikan didalam merger adalah memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan, masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha (Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas berikut penjelasannya). Pada Undang-Undang Perseroan Terbatas

2007 menerapkan sistem pra-notifikasi sebagaimana telah diundangkannya Peraturan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan.

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Atas berkat dan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa, penulisan tesis dengan

judul “Analisis Yuridis Atas Merger Perseroan Setelah Berlakunya UU RI

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas” ini dapat terlaksana.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Kenotariatan (MKn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini, berbagai pihak telah banyak memberikan

dorongan, bantuan serta masukan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik,

oleh karena itu ucapan terima kasih dari lubuk hati yang terdalam dan

setulus-tulusnya, penulis sampaikan secara khusus kepada: Yth Bapak Prof. Dr. Budiman

Ginting, SH, M.Hum, Yth Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, Yth Ibu Dr. T.

Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dengan tulus danikhlas untuk kesempurnaan

tesis ini, juga kepada Dosen Penguji Ujian Tesis Yth Bapak Prof. Dr. Muhammad

Yamin, SH, MS, CN dan Yth Bapak Dr. Hasyim Purbam SH, M.Hum, yang telah

memberikan masukan terhadap kesempurnaan tesis ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada:

1. Yth Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, Sp.A(K), selaku

(8)

Universitas Sumatera Utara dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas

Hukum, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

2. Yth Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada

Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Yth Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program

Studi Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang

telah memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Yth Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum, selaku Sekretaris Program

Studi Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang

telah memberikan dorongan dan pengarahan kepada Penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang sangat

bermanfaat bagi Penulis selama mengikuti kegiatan proses belajar mengajar pada

masa perkuliahan.

6. Seluruh Staff/Pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara, Bu Fat, Winda, Sari, Lisa, Afni, Bang Aldi, Ken, Rizal,

Hendri, yang dengan penuh kesabaran telah banyak memberikan bantuan kepada

Penulis, selama menjalani perkuliahan.

7. Sahabat-sahabatku Mahasiswa dan Mahasisiwi di Program Studi Magister

(9)

Kak Sere,Joe, Pak Azhar, Pak Mursil,Ade, Bang Zulkarnaen, Tommy, Rio,

Andi, Mighdad, Kiki, Rini, Hendra, Artha, Pak Bambang, Bang Arman,

Pak Yono, Kak Sri, Kak Bekka, Moses, dan Richard, terima kasih untuk

masukan juga dukungan dalam perkuliahan dan penyelesaian tesis ini, semoga

setelah selesainya studi ini persahabatan kita bisa tetap terjalin meskipun kita

tidak bersama-sama lagi.

8. Dengan penuh hormat dan cinta kasih dalam nama Tuhan Yesus Kristus atas

kebersamaan, perhatian, terutama dukungan doa, moril dan materiil, yang tiada

henti, kepada:

a. Kedua orangtuaku, Frans Simanjuntak dan Rosmawati Purba yang telah

membesarkan, merawat serta tiada hentinya selalu mencurahkan kasih sayang,

nasehat, motivasi dan perhatiannya kepadaku, sehingga dapat menyelesaikan

semua studiku dengan baik.

b. Mertuaku Nyonya P.O Siahaan Boru Tambunan yang telah banyak

memberikan nasehat dan motivator bagiku.

c. Istriku Eci Siahaan dan Sebastian Simanjuntak anakku, yang selalu

memberikan segala hal yang terbaik dalam hidupnya buatku.

d. Saudara-saudaraku Elisabeth Simanjuntak, Hendry Simanjuntak , Dewi

Simanjuntak.

Kemudian juga, kepada semua pihak yang telah berkenan memberi masukan

yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai

(10)

semua bantuan, dan kebaikan yang telah diberikan, Penulis berharap semoga Tuhan

Yang Maha Esa yang akan memberikan balasan yang setimpal, agar kita semua selalu

diberikan rahmat dan karunia Nya. Penulisan tesis ini telah diupayakan semaksimal

mungkin, namun Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak

kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat

Penulis harapkan guna menyempurnakan tesis ini. Salam Sejahtera.

Medan, 17 Pebruari 2012

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

N a m a : Adiel Toni Simanjuntak

Tempat/Tgl Lahir : Medan/25 September1983

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status : Menikah

Alamat : Jl. Abdullah Lubis No. 43/29 Medan

Nama Istri : Betty Hotnida Ersiliani Siahaan, SE

Nama Anak : Sebastisan Isaac Simanjuntak

II. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Frans Simanjuntak

Nama Ibu : Rosmawati Purba

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD SANTO YOSEPH Medan dari tahun 1989 sampai tahun 1995.

2. SMP SANTA MARIA Medan dari tahun 1995 sampai tahun 1998.

3. SMA SANTO THOMAS 3 Medan dari tahun 1998 sampai tahun 2001.

4. Fakultas Hukum Universitas HKBP NOMMENSEN Medan dari tahun

2002 sampai tahun 2007.

5. Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vii DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13

1. Kerangka Teori ... 13

2. Konsepsi ... 19

G. Metode Penelitian ... 21

1. Spesifikasi Penelitian ... 21

2. Pendekatan Penelitian ... 22

(13)

4. Alat Pengumpulan Data ... 23

5. Analisa Data ... 23

BAB II BATASAN-BATASAN HUKUM TENTANG MERGER PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG

NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG TERBATAS ... 25

A. Merger Perseroan Terbatas Sebagai Sarana Restrukturisasi Perusahaan ... 25

B. Batasan-Batasan Hukum Yang Menjadi Pertimbangan Didalam

Pelaksanaan Merger Perseroan ... 50

1. Perlindungan Pihak Yang Lemah Secara Struktural ... 52

2. Perlindungan Pihak Yang Lemah Secara Finansial ... 54

3. Perlindungan Pihak Yang Lemah Secara Lokalisasi ... 56

BAB III TATA CARA MERGER PERSEROAN TERBATAS

Nomor 40Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ... 66

(14)

BAB IV PENGATURAN TENTANG MERGER PERSEROAN

TERBATAS DIKAITKAN DENGAN MONOPOLI ... 89

A. Hukum Anti Monopoli di Indonesia ... 89

1. Pengertian, Asas dan Tujuan Undang-Undang Larangan

Praktek Monopoli ... 89

2. Prinsip-Prinsip Hukum Merger dan Monopoli... 93

3. Tindakan-Tindakan Yang Dilarang Menurut Undang Undang

Larangan Praktek Monopoli... 95

4. Sanksi Hukum Perbuatan Monopoli ... 102

B. Hubungan Merger dan Monopoli ... 104

C. KPPU dan Penegakkan Hukum Persaingan Usaha ... 114

D. Pengaturan Undang-Undang Anti Monopoli Terhadap Merger ... 118

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

A. Kesimpulan ... 121

B. Saran ... 122

(15)

DAFTAR SINGKATAN

Bapepam : Badan Pengawas Pasar Modal

BI : Bank Indonesia

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

CIMB : Commerce International Merchantbank Berhad

IM3 : Indosat Multi Media Mobile

KUHD : Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

PHK : Pemutusan Hubungan Kerja

RUPS : Rapat Umum Pemegang Saham

SLI : Sambungan Langsung Internasional

(16)

ABSTRAK

Merger atau penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan yang memiliki daya tarik yang cukup kuat dalam lingkaran dunia usaha dan para pengusaha. Merger atau penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Alasan perusahaan melakukan merger adalah karena merger dianggap menciptakan sinergi dan dapat memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan, dengan tetap memperhatikan kepentingan para pemegang saham minoritas, karyawan perusahaan, dan juga kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Bagi perseroan yang menerima penggabungan tindakan ini merupakan upaya pembentukan konglomerasi baru yang lebih besar dan kuat, sehingga kadang kala cenderung menimbulkan posisi dominan yang menciptakan kelompok monopoli atau persaingan tidak sehat, yang bertentangan dengan undang-undang. Guna mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat agar terhindar dari perbuatan monopoli, diperlukan adanya batasan-batasan hukum yang secara tegas diatur oleh undang-undang. Maka yang dijadikan permasalahan didalam penelitian ini adalah bagaimana batasan-batasan hukum tentang merger perseroan terbatas menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bagaimana tata cara merger perseroan terbatas sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan bagaimana pengaturan tentang merger perseroan terbatas jika dikaitkan dengan monopoli.

Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis

dengan pendekatan secara yuridis normatif. Metode pengumpulan datanya adalah

melalui studi kepustakaan (library research), Sedangkan analisis datanya

menggunakan data kualitatif, dengan sistem penarikan kesimpulannya secara

deduktif.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang merupakan batasan-batasan hukum yang harus diperhatikan didalam merger adalah memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan, masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha (Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas berikut penjelasannya). Pada Undang-Undang Perseroan Terbatas

2007 menerapkan sistem pra-notifikasi sebagaimana telah diundangkannya Peraturan

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan.

(17)
(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menghadapi persaingan yang semakin ketat di era pasar bebas, perusahaan

dituntut untuk memiliki manajemen yang kuat dan profesional agar dapat bertahan

dan berkembang. Hal ini menyebabkan perusahaan perlu mengembangkan suatu

strategi yang tepat agar perusahaan dapat mempertahankan eksistensinya dan

memperbaiki kinerjanya. Salah satu usaha yang dapat ditempuh perusahaan untuk

menjadi besar dan kuat adalah dengan melakukan ekspansi dengan cara merger.

Merger atau penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi

perusahaan yang memiliki daya tarik yang cukup kuat dalam lingkaran dunia usaha

dan para pengusaha. Proses merger ini melibatkan berbagai aspek, diantaranya aspek

hukum yang bahkan mengiringi proses merger dari permulaan proses hingga akhir

proses.1

Berdasarkan asal-usulnya,kata merger berasal dari kata “merger”, “fusion”,

atau "absorption", yang berarti "menggabungkan".2 Merger yang berasal dari akar

kata kerja 'to merge', secara luas dipahami sebagai perbuatan hukum yang dilakukan

oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang

telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan

1 Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus, Jakarta :

Prenada Media Grup, 2010, hlm. 120.

2 Rahmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Banjarmasin : Gramedia Pustaka

(19)

diri tersebut beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan

dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir

karena hukum.3

Menurut Jamin Ginting : “Penggabungan (merger) perseroan merupakan

tindakan untuk mengembangkan usaha perseroan”.4 Merger menjadi trend dalam

suatu grup usaha konglomerat yang ingin memperluas jaringan usahanya. Terutama

bagi kelompok yang ingin berkembang cepat dalam waktu yang relatif singkat. Hal

ini disebabkan dengan metode merger ini, suatu kelompok usaha tidak perlu

membesarkan suatu perusahaan dari kecil hingga menjadi besar, tetapi cukup

membeli perusahaan yang sudah besar atau sedang berjalan.5

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah

pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang

merupakan tonggak sejarah tentang hukum merger. Walaupun sebelumnya

pengaturan tentang penggabungan perusahaan merger sudah ada, namun hal tersebut

masih bersifat sektoral dan level pengaturannya pun masih di bawah tingkat

undang-undang.

Sejarah hukum tentang merger dari perusahaan-perusahaan di Indonesia

dibagi dalam dua periode sebagai berikut :

3 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,

pasal 1 angka 9

4 Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007), Bandung : Citra

Aditya Bakti, 2007, hlm. 139.

(20)

1. Periode Pra Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007

Sejarah hukum di Indonesia masih terbilang baru. Dalam tingkat

undang-undang, pengaturan tentang merger di Indonesia baru dimulai sejak berlakunya

undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

2. Periode Pasca Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang

mengatur tentang merger, lebih komprehensif dibanding Undang-Undang No.1

Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Merger (penggabungan) menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka 9 :

Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

Sedangkan definisi yang disebut dalam Pasal 1 angka 3 PP Nomor 27 Tahun 1998

tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, adalah :

Merger adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perseroan atau

lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan

selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.

Menurut M. Yahya Harahap, bertitik tolak dari pengertian yang dikemukakan

Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007 maupun Pasal 1 angka 1

(21)

1. Penggabungan merupakan merger dari dua perseroan atau lebih ke dalam satu

perseroan.

2. Perseroan yang menggabungkan diri menjadi berakhir atau bubar karena hukum

(vanrechtswege eindigen, to be terminated ipso jure).6

Perundang-undangan yang mempengaruhi bisnis kian meningkat jumlahnya

dari tahun ke tahun. Perundang–undangan mempunyai sebuah tujuan. Pertama adalah

untuk melindungi perusahaan dari ancaman persingan yang tidak sehat diantara

sesamanya. Para eksekutif perusahaan semuanya menghargai persaingan, tetapi

mencoba untuk meredakannya jika mengenai mereka. Jika nampak membahayakan

mereka menunjukkan kelebihannya. Dengan demikian hukum telah disahkan untuk

merumuskan dan mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat. Kedua tujuan dari

peraturan pemerintah adalah untuk melindungi konsumen dari praktek-praktek

perusahaan yang tidak jujur, dan Ketiga tujuan dari peraturan pemerintah adalah

untuk melindungi minat masyarakat yang lebih besar terhadap tingkah laku

perusahaan yang tak terkendali.7

Secara umum, pengaturan tentang merger (penggabungan) ini diatur didalam

Pasal 122 Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007, yang berbunyi :

(1) Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan Perseroan yang

menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum.

(2) Berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu.

(3) Dalam hal berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

6 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm. 483. 7 Philip Kolter, Manajemen Pemasaran ( Analisis, Perencanaan, dan Pengendalian ), alih

(22)

a. aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan;

b. pemegang saham Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan; dan

c. Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku.

Selanjutnya Pasal 123 Undang-Undang Perseroan Terbatas menentukan :

(1) Direksi Perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima

Penggabungan menyusun rancangan Penggabungan.

(2) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:

a. nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;

b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;

c. tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang menerima Penggabungan;

d. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;

e. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;

f. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;

g. neraca proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;

h. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri; dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;

(23)

m. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;

n. kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan; dan o. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan

yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.

(3) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap Perseroan diajukan kepada RUPS masing-masing untuk mendapat persetujuan.

(4) Bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan selain berlaku ketentuan dalam Undang-Undang ini, perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Adapun alasan perusahaan lebih tertarik memilih merger sebagai strateginya

daripada pertumbuhan internal adalah karena merger dianggap cara yang cepat dan

tepat untuk mewujudkan tujuan perusahaan dimana perusahaan tidak perlu memulai

dari awal suatu bisnis baru. Merger juga dianggap dapat menciptakan sinergi, yaitu

nilai keseluruhan perusahaaan setelah merger yang lebih besar daripada penjumlahan

nilai masing-masing perusahaan sebelum merger. Selain itu merger dapat

memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan antara lain peningkatan

kemampuan dalam pemasaran, riset, skill manajerial, transfer teknologi, dan efisiensi

berupa penurunan biaya produksi. Atau dengan kata lain, dengan dilakukannya

merger tersebut, akan berdampak perusahaan menjadi besar, baik kemampuan untuk

lebih ekonomis, penguasaan asset, pasar maupun potensi bisnisnya. Skala bisnis dan

jaringan yang menyebar menyebabkan perusahaan akan lebih mudah untuk

(24)

Menurut Abdul Moin, keuntungan/manfaat dari pelaksanaan merger ini

adalah :

a. Mendapatkan cashflow dengan cepat karena produk dan pasar sudah jelas.

b. Memperoleh kemudahan dana/pembiayaan karena kreditor lebih percaya

dengan perusahaan yang telah berdiri dengan mapan,

c. Memperoleh karyawan yang telah berpengalaman

d. Mendapatkan pelanggan yang telah mapan tanpa harus merintis dari awal

e. Memperoleh sistem operasional dan administratif yang mapan

f. Mengurangi risiko kegagalan bisnis karena tidak harus mencari konsumen

baru.

g. Menghemat waktu untuk memasuki bisnis baru.

h. Memperoleh infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat.8

Akibat hukum yang timbul ditinjau dari segi hukum korporasi maupun dari

aspek bisnis, diantaranya: Pertama, aktiva dan passiva perseroan yang

menggabungkan diri beralih sepenuhnya kepada perseroan yang menerima

penggabungan. Kedua, pemegang saham perseoran yang menggabungkan diri

menjadi pemegang saham pada perseroan yang menerima penggabungan. Ketiga,

perseroan yang menggabungkan diri lenyap dan berakhir statusnya sebagai badan

hukum terhitung sejak tanggal penggabungan mulai berlaku.9

Pada dasarnya dalam melakukan merger, perusahaan harus memperhatikan

kepentingan para pemegang saham minoritas, karyawan perusahaan, dan juga

kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Dan hal

inipun tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual saham

dengan harga wajar.

(25)

Banyak perusahaan di Indonesia yang melakukan merger dalam rangka

memajukan usahanya. Pada perusahaan yang melakukan merger, maka perusahaan

tersebut akan melakukan “ reorganisasi”. Pengertian Reorganisasi perusahaan dalam

artian yang luas, ialah perubahan mengenai imbangan atau susunan tertentu, baik

yang menyangkut struktur organisasi perusahaan maupun struktur modal dari suatu

perusahaan. Pengertian Reorganisasi perusahaan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1).Reorganisasi Yuridis, yaitu perubahan mengenai bentuk hukum dari suatu

perusahaan atau badan usaha. 2). Reorganisasi Intern, yaitu perubahan mengenai

bentuk atau struktur organisasi (organisasi intern) dari suatu perusahaan atau badan

usaha. 3). Reorganisasi Finansial, ialah perubahan menyeluruh dari keseluruhan

struktur modal dalam perusahaan.10

Namun demikian, dalam era globalisasi saat ini sering terjadi

hambatan-hambatan yang mengakibatkan proses merger menjadi terkendala, di antaranya

adalah mahalnya biaya untuk melaksanakan merger, perusahaan target memiliki

kesesuaian strategi yang rendah dengan perusahaan yang menerima penggabungan

dan pihak yang menggabungkan diri tidak mengkomunikasikan perencanaan dan

pengharapan mereka terhadap karyawan perusahaan yang menggabungkan diri

sehingga terjadi kegelisahaan diantara karyawan. Hal ini dikarenakan untuk

rnembentuk suatu perusahaan yang profitable di pasar adalah sangat kompetitif.

10 Bambang Riyanto, Dasar - Dasar Perusahaan, Yogyakarta : Yayasan Badan Penerbit

(26)

Perseroan yang menerima penggabungan biasanya adalah perseroan besar

yang bermodal kuat, mempunyai operasi bisnis yang luas, manajemen yang teratur,

berdaya saing kuat dan berkelompok dalam konglomerasi. Sementara itu perseroan

yang menggabungkan diri adalah perseroan yang relatif lebih kecil, sulit berkembang

dan atau tidak mampu bersaing. Kondisi seperti ini menyebabkan perseroan yang

menggabungkan diri tersebut selalu menggunakan pertimbangan lebih baik dimerger

daripada kesulitan operasional, sehingga memperoleh pengalaman baru dari segi

manajemen karena berada dalam kelompok konglomerasi yang berpengalaman. Bagi

perseroan yang menerima penggabungan tindakan ini merupakan upaya pembentukan

konglomerasi baru yang lebih besar dan kuat, sehingga kadang kala cenderung

menimbulkan posisi dominan yang menciptakan kelompok monopoli atau persaingan

tidak sehat, yang bertentangan dengan undang-undang.

Untuk dapat memastikan ada atau tidaknya unsur monopoli yang dilarang,

haruslah diperhatikan faktor-faktor utamanya, antara lain : berapa banyak pelaku

pasar untuk produk yang bersangkutan, serta berapa besar pangsa pasar yang

dikuasainya.11 Guna mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat agar terhindar

dari perbuatan monopoli, diperlukan adanya batasan-batasan hukum yang secara

tegas diatur oleh undang-undang. Batasan-batasan hukum tersebut juga harus

memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang lemah, agar hak dan kewajibannya

terpenuhi.

(27)

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan

judul "Analisis Yuridis Atas Merger Perseroan Setelah Berlakunya

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas".

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana batasan-batasan hukum tentang merger perseroan terbatas menurut

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ?

2. Bagaimana tata cara merger perseroan terbatas sebelum dan sesudah berlakunya

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

3. Bagaimana pengaturan tentang merger perseroan terbatas jika dikaitkan dengan

monopoli ?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui batasan-batasan hukum tentang merger perseroan terbatas menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 2. Untuk mengetahui tata cara merger perseroan terbatas sebelum dan sesudah

berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 3. Untuk mengetahui pengaturan tentang merger perseroan terbatas jika dikaitkan

(28)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya di bidang Hukum Perusahaan

serta menambah khasanah perpustakaan.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan pada

masyarakat khususnya dalam hal merger perusahaan. Selain itu juga dapat

memberi masukan bagi para notaris, akademisi, pengacara mahasiswa dan para

praktisi hukum.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap

hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan, baik di

Magister Ilmu Hukum maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,

belum ada penelitian yang menyangkut masalah “Tinjauan Yuridis Atas Merger

Perusahaan setelah Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas".

Pernah ada penelitian sebelumnya terkait dengan Merger yang dilakukan oleh:

1. Gilang Medina, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum, Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2009, dengan judul “Merger

(29)

Peraturan Bank Indonesia Nomor.8/16/PBI/2006 Tentang Kepemilikan Tunggal

Pada Perbankan Indonesia”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu

bagaimana relevansi merger bank umum dengan single presence policy dalam

rangka mendorong konsolidasi perbankan, bagaimana prosedur hukum yang harus

dijalani bagi bank yang memilih opsi merger sebagai implementasi dari single

presence policy dan bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang saham

minoritas bagi bank yang melakukan merger?

2. Hendra Syahdani, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan,

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2006, dengan judul

“Pengaturan Penggabungan (Merger) PT. Bank Mandiri Menurut

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu

bagaimana tata cara merger PT. Bank Mandiri, bagaimana akibat hukum merger

PT. Bank Mandiri dan bagaimana transparansi merger PT. Bank Mandiri menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku ?

Namun jika dihadapkan penelitian yang telah dilakukan tersebut dengan

penelitian ini, maka ada perbedaan materi dan pembahasan yang dilakukan. Dengan

demikian maka penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat

dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektifitas dan

(30)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori digunakan untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk

proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.12 Perkembangan ilmu

hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial,

juga sangat ditentukan oleh teori.13 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau

butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang

menjadi bahan perbandingan dibidang hukum.14 Suatu kerangka teori bertujuan untuk

menyajikan cara-cara untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil

penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.15 Kata

lain dari kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan

atau pegangan teoritis dalam penelitian.16

Kerangka teori yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kerangka

pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, dari para penulis ilmu hukum di

bidang hukum perusahaan, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis,

yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan bagi penulisan

tesis ini.

12 JJJ M. Wuismen, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid 1, Penyunting M. Hisman, Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hlm. 203.

13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia Press,

1986, hlm 6.

(31)

Perseroan terbatas sebagai badan hukum perdata (privat) yang mempunyai

status kemandirian (persona standi in judicio) sudah tentu memiliki identitas hukum

sendiri. Identitas hukum suatu korporasi atau perusahaan terpisah dari identitas

hukum para pemegang sahamnya, direksi maupun organ-organ lainnya. Dalam kaidah

hukum perdata (civil law), jelas ditetapkan bahwa suatu perseroan merupakan subyek

hukum perdata dapat melakukan aktivitas jual beli, dapat membuat perjanjian atau

kontrak dengan pihak lain, serta dapat menuntut dan dituntut dipengadilan dalam

hubungan keperdataan. Para pemegang saham menikmati keuntungan yang diperoleh

dari konsep tanggung jawab terbatas, dan kegiatan korporasi berlangsung terus

menerus, dalam arti bahwa keberadaannya tidak akan berubah meskipun ada

penambahan anggota-anggota atau berhentinya atau meninggalnya anggota-anggota

yang ada.17

Sehubungan dengan itu, dalam meneliti dan menganalisa tentang merger

perseroan terbatas setelah berlakunya Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas, teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah Teori

Badan Hukum.

17 Bismar Nasution, Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perusahaan,

disampaikan pada Seminar Nasional Sehari dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance

(32)

Mengenai perseroan sebagai badan hukum, Otto Van Gierke18 dalam teori

organnya mengatakan :

Badan hukum suatu yang abstrak atau anggapan dalam pikiran manusia tetapi suatu yang riil atau nyata. Badan hukum adalah organ seperti halnya manusia yang dapat melakukan perbuatan atau menyatakan kehendak melalui organnya seperti pengurus, direksi atau komisaris atas nama badan hukum menjalankan tujuan badan hukum tersebut.

Pengikut teori organ ini selain Otto Van Gierke adalah Z.E.Polano19, yang

menyatakan :

Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi) dan bukan kekayaan (hak) yang tidak bersubjek. Tetapi badan hukum adalah organisme yang riil, yang menjelma sungguh-sungguh dalam pergaulan hukum yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantaraan alat-alat yang ada padanya (pengurus, anggota-anggotanya), seperti manusia biasa yang mempunyai organ (panca indera) dan sebagainya.

Jadi menurut teori organ ini badan hukum itu tidak berbeda dengan manusia,

mempunyai sifat kepribadian yang sama dengan manusia, karena badan hukum

mempunyai kehendak yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya seperti RUPS,

pengurus Direksi dan Dewan Komisaris.20

Perseroan terbatas adalah badan hukum, yang dibentuk berdasarkan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang merupakan pengganti dari Undang-Undang-Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dimana didalam Undang-Undang

Perseroan Terbatas tersebut dijelaskan bahwa organ perseroan terbatas tidak ada yang

18 Sutarno, Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cetakan Ketiga, Bandung : CV. Alfabeta,

2005, hlm. 12.

19 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta : Prestasi Pustaka

Publisher, 2006, hlm. 46.

(33)

paling tinggi kedudukannya, masing-masing melaksanakan fungsi dan tugasnya

sesuai yang diperintahkan undang-undang, termasuk didalamnya pelaksanaan merger

atau penggabungan usaha perseroan terbatas.

Dalam hal merger perusahaan, maka yang menjadi pokok permasalahan

dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut. Pada peristiwa merger, ada satu

perseroan yang eksistensinya tetap ada dan hidup, sedang perseroan lainnya lenyap

menggabungkan diri dalam perseroan yang tetap ada.21 Dalam pelaksanaannya, jika

dilihat dari segi jenis perusahaan yang melakukan merger, merger dapat dibagi ke

dalam empat kategori, yaitu merger horizontal, merger vertikal, merger kon-generik,

dan merger konglomerat.22

Mengenai syarat penggabungan (merger), berdasarkan Pasal 126 ayat (1)

UUPT 2007, perbuatan hukum penggabungan, wajib memperhatikan kepentingan :

a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan,

b. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan, dan

c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Pada prinsipnya menurut Penjelasan Pasal 126 ayat (1), penggabungan:

1) Tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak

tertentu,

2) Penggabungan harus juga dicegah dari kemungkinan terjadinya monopoli

atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat.23

21 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Bandung : Citra Aditya Bakti,

1996, hlm. 58.

22 Munir Fuady, Hukum Tentang Merger, Op.Cit, hlm. 79.

(34)

Dalam pelaksanaan penggabungan (merger), rencana penggabungan

dituangkan dalam rancangan penggabungan yang disusun oleh direksi perseroan yang

akan menggabungkan diri yang memuat sekurang-kurangnya nama perseroan yang

menerima penggabungan dan perseroan yang menggabungkan diri, alasan, serta

penjelasan direksi masing-masing perseroan mengenai persyaratan dan tata cara

penggabungan saham perseroan yang menggabungkan diri. Penggabungan tersebut

dilakukan dengan persetujuan RUPS masing-masing atas rancangan penggabungan

yang diajukan oleh direksi masing-masing perseroan.

Ketentuan mengenai penggabungan seperti tersebut di atas tidak membatasi

badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan lain.

Penggabungan dilakukan dengan cara penggabungan saham yang telah dikeluarkan

dan/atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui direksi perseroan atau langsung

dari pemegang saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap

perseroan tersebut. Penggabungan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk

perseroan, maka direksi, sebelum melakukan perbuatan hukum penggabungan harus

berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan

tentang persyaratan penggabungan keputusan RUPS.

Merger merupakan kegiatan perusahaan yang bersifat khusus karena

berdampak besar tidak saja terhadap perusahaan secara keseluruhan, akan tetapi juga

berdampak pada pemegang saham, kreditur, fiskus atau pemerintah maupun pihak

ketiga lainnya seperti para karyawan dan juga masyarakat luas. Oleh karena itu,

(35)

meminimalisasi terjadinya dampak-dampak negatif yang bakal muncul dari merger

ini, DPR bersama pemerintah hendaknya lebih sigap dalam bertindak lewat

pembuatan peraturan perundang-undangan sehingga celah-celah negatif tersebut bisa

diperkecil atau dihilangkan agar program pemerintah dalam upaya meningkatkan

kualitas dan peran bank dalam perekonomian Indonesia dapat terwujud.24

Menurut studi yang dilakukan Burg’s setidaknya ada lima unsur kualitas

hukum yang harus dipenuhi agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi, yaitu

stabilitas (stability), prediksi (predictability), keadilan (fairness), pendidikan

(education), dan pengembangan khusus bagi para sarjana hukum (the special

development abilities of the lawyer).25

Burg’s menjelaskan bahwa unsur pertama dan kedua merupakan prasyarat

agar sistem perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Dalam hal ini, stabilitas

diartikan bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang merger tidak

terjadi pertentangan satu sama lain sehingga tercipta harmonisasi peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang merger sedangkan prediksi merupakan

suatu kebutuhan untuk bisa memprediksi ketentuan-ketentuan yang berhubungan

dengan merger, dimana hukum harus dapat mencegah dampak negatif dari adanya

merger yaitu salah satunya agar merger tidak menimbulkan praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat.

24 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjuan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Jakarta : Sinar Grafika, Cetakan II, 2008, hlm.98-99

25 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, Bandung : Books Terrace & Library, 2007,

(36)

Diantara kedua unsur itu penting pula diperhatikan aspek keadilan, bahwa

peraturan perundang-undangan tentang merger itu ditujukan untuk kesejahteraan

rakyat banyak sehingga menciptakan keadilan sosial yang merata.

2. Konsepsi

Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Jika

masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui

pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep

sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu.

Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan

dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional, kerangka konsepsi pada

hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari

kerangka teoritis yang sering kali bersifat abstrak, sehingga diperlukan

definisi-definisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.26

Untuk membangun konsep dalam pengkajian ilmu hukum pada dasarnya

merupakan kegiatan untuk mengkonstruksi teori, yang akan digunakan untuk

menganalisanya dan memahaminya.27

a. Penggabungan

Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau

lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang

26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia Press,

2007, hlm.l33.

27 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Bandung : CV. Mandar Maju, 2008,

(37)

mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri

beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan

selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir

karena hukum.28

Merger Perusahaan merupakan pengembangan perusahaan yang sudah ada.

Pengembangan ini terjadi karena ada beberapa (minimal dua) perusahaan yang

bergabung, tetapi salah satunya tetap berdiri, sedangkan yang lainnya bubar

karena dilebur kedalam perusahaan yang masih ada.29

b. Perusahaan

Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang

bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan

dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan

dan/ atau laba.30

Menurut Molengraaff31, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan

secara terus-menerus, bertindak keluar, mendapatkan penghasilan,

memperdagangkan barang, menyerahkan barang, mengadakan perjanjian

perdagangan.

28 Republik Indonesia, Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 1

angka 9.

29 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti,

1999, hlm.143-144.

(38)

c. Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum

yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan

pelaksanaannya32.

Menurut Subekti, badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang serta

memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.33

Kebendaan yang merupakan milik badan hukum itulah yang menjadi tanggungan

bagi pemenuhan kewajiban badan hukum itu sendiri.

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka sifat penelitian

yang digunakan adalah preskriptif analitis, artinya suatu penelitian yang ditujukan

untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi

masalah-masalah tertentu34. Sehingga penelitian ini dapat memberikan gambaran

tentang merger perusahaan setelah berlakunya Undang-Undang Perseroan Terbatas

2007.

32 Republik Indonesia, Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 1

angka 1.

33 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta : PT. Inter Masa, 1987, hlm. 182.

34 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007,

(39)

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normative (pendekatan perundang-undangan) atau yuridis normatif yakni penelitian

hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem

norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan

perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran)35.

Penelitian hukum normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai sistem

norma yang digunakan untuk memberikan justifikasi preskriptif tentang suatu

peristiwa hukum, sehingga penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma

sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem

kaidah atau aturan, sehingga penelitian hukum normatif adalah penelitian yang

mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu bangunan

sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung

dengan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu

menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data

sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tertier.36

35 Mukti Fajar, et al. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2010, hlm.34.

36 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

(40)

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat sudut norma

dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini

bahan hukum primernya yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum sekunder adalah bahan yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku,

hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah dari kalangan hukum tentang hukum

perusahaan.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum tertier adalah bahan yang memberi

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia dan sebagainya.

4. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara:

Studi dokumen. Pembahasan mengenai studi dokumen atau bahan pustaka, akan

mengawali pembicaraan mengenai alat-alat pengumpul data dalam penelitian, karena

bahan kepustakaan atau bacaan dalam penelitian sangat diperlukan. Untuk

memperoleh data sekunder, perlu dilakukan studi dokumentasi yaitu dengan cara

mempelajari peraturan-peraturan, teori, buku-buku, hasil penelitian, dan

(41)

5. Analisis Data

Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya

berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum

tertulis. Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum

tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.

Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan

evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (bahan hukum primer,

sekunder maupun tersier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan

data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras

dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk

memperoleh jawaban yang baik pula.37

Selanjutnya data dianalisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan

selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yakni berpikir

dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan

menggunakan perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas

atas permasalahan dan tujuan penelitian.

37 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002,

(42)

BAB II

BATASAN-BATASAN HUKUM TENTANG MERGER PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007

TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Merger Perseroan Terbatas Sebagai Sarana Restrukturisasi Perusahaan

Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan

demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan

kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan

masyarakat. Peningkatan pembangunan perekonomian nasional perlu didukung oleh

suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin

iklim dunia usaha yang kondusif. Selama ini perseroan terbatas telah diatur dengan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang

menggantikan peraturan perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial.

Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam undang-undang tersebut

dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat

karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi

sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi.

Meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian

hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip

pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntut

(43)

sebagaimana yang dijelaskan didalam Penjelasan Umum Undang-Undang Perseroan

Terbatas 2007.

Kedudukan perseroan terbatas sebagaimana tersebut diatas, diharapkan

keberadaan perseroan terbatas sebagai salah satu pelaku usaha ikut menggerakkan

dan mengarahkan kegiatan dibidang ekonomi, sehingga perlu diupayakan terciptanya

iklim usaha yang kondusif, sehat dan efisien yang memungkinkan perseroan terbatas

dapat tumbuh dan berkembang secara lebih dinamis dengan perkembangan dunia

usaha dan perdagangan yang sangat cepat.

Melakukan kegiatan usaha, perseroan terbatas selalu mengalami pasang surut,

tidak jarang melakukan beberapa tindakan untuk pengembangan usaha lebih lanjut.

Sebaliknya suatu perseroan terbatas yang sedang berada dalam keadaan sulit, juga

perlu mengadakan tindakan untuk menyelamatkannya supaya perseroan terbatas itu

tetap eksis. Restrukturisasi perusahaan merupakan salah satu pilihan yang dapat

diambil atas dasar pemikiran dan pertimbangan untuk mencapai tujuan ekonomi dan

manajerial.38 Dan salah satu bentuk restrukturisasi usaha yang dikenal didalam

Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007 adalah “PENGGABUNGAN” atau yang

lebih dikenal dengan istilah merger.

38 Sri Rejeki Hartono, Kapita Selecta Hukum Perusahaan, Bandung : Mandar Maju, 2000,

(44)

1. Pengertian Perseroan Terbatas

Perseroan adalah badan hukum (legal person,legal entity), dianggap sebagai

subyek hukum yang cakap melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan

hukum dengan berbagai pihak seperti manusia. Perseroan adalah badan hukum hasil

rekayasa manusia untuk membentuk suatu badan yang memiliki status, kedudukan,

kewenangan, yang sama seperti manusia. Oleh karena itu badan ini disebut juga

badan hukum artificial (artificial legal person).39

Menurut Rochmat Soemitro40 badan hukum adalah suatu badan yang dapat

mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi.

Sementara Salim HS41 mengatakan bahwa badan hukum adalah kumpulan

orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, hak dan kewajiban, serta

organisasi.

Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni perseroan dan terbatas. Kata

perseroan merujuk pada modal perseroan yang terdiri atas sero-sero atau

saham-saham. Sedangkan kata terbatas merujuk pada tanggung jawab dari pemegang

sahamnya yang luasnya hanya terbatas tidak melebihi nilai nominal semua saham

yang dimilikinya. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

mendefinisikan Perseroan Terbatas sebagai berikut :

39 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis,

Vol.26 No.3 Tahun 2007, hlm. 5.

40 Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Bandung : Eresco,

1993, hlm. 10.

41 Salim HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika,

(45)

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal. Didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”42

Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 angka 1 diatas, elemen pokok yang

melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum harus terpenuhi syarat-syarat

sebagai berikut43 :

1. Merupakan Persekutuan Modal.

Perseroan sebagai badan hukum memiliki “modal dasar” yang disebut juga authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam

Akta Pendirian Perseroan.44

Modal dasar tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham atau sero. Modal yang terdiri dan dibagi atas saham itu dimasukkan para pemegang saham dalam status mereka sebagai anggota perseroan dengan jalan membayar saham tersebut kepada Perseroan. Sebenarnya, persekutuan yang terjadi dalam Perseroan sebagai badan hukum, bukan hanya persekutuan modal, tetapi juga persekutuan para anggota yang terdiri dari pemegang saham. Namun yang lebih menonjol adalah persekutuan modal, dibanding dengan persekutuan orang atau anggotanya sebagaimana yang terdapat dalam Persekutuan yang diatur dalam Pasal 1618 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

2. Didirikan berdasarkan Perjanjian.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 angka 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, supaya perjanjian untuk mendirikan perseroan sah menurut undang-undang, pendirinya paling sedikit 2 (dua) orang atau lebih. Ketentuan yang digariskan Pasal 7 angka 1 tersebut diatas sesuai dengan yang ditentukan Pasal 1313 KUHPerdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Apabila perjanjian itu sah, maka berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian pendirian Perseroan itu, mengikat sebagaimana undang-undang kepada mereka.

3. Melakukan kegiatan usaha

Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, suatu Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha.

4. Lahirnya Perseroan melalui proses hukum dalam bentuk pengesahan pemerintah.

42 Pasal 1 angka (1) UUPT 2007

43 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Op. Cit., hlm.33.

(46)

Menurut pasal 7 angka 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007,

ditegaskan bahwa Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal

diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.

Dari ketentuan tersebut secara eksplisit sangat jelas disebutkan bahwa

Perseroan Terbatas merupakan badan hukum. Perseroan Terbatas merupakan suatu

bentuk (legal form) yang didirikan atas fiksi hukum (legal fiction) bahwa perseroan

memiliki kapasitas yuridis yang sama dengan yang dimiliki oleh orang perseorangan

(natural person). Apabila dikaitkan dengan unsur-unsur mengenai badan hukum,

maka unsur-unsur yang menandai Perseroan Terbatas sebagai badan hukum adalah

bahwa Perseroan Terbatas mempunyai kekayaan yang terpisah (Pasal 24 ayat (1)

Undang-Undang Perseroan Terbatas), mempunyai kepentingan sendiri (Pasal 82

Undang-Undang Perseroan Terbatas), mempunyai tujuan tertentu (Pasal 12 huruf b

Undang-Undang Perseroan Terbatas), dan mempunyai organisasi teratur (Pasal 1

butir 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas).

Sifat badan hukum perseroan terbatas, senantiasa dikaitkan dengan

pertanggungjawaban terbatas. Yang dinamakan dengan dan menjadi tujuan dari

pertanggungjawaban terbatas ini adalah keberadaan dari suatu perseroan yang telah

memperoleh status badan hukum, melahirkan perlindungan harta kekayaan pribadi

dan pendiri yang kemudian berubah status menjadi pemegang saham, dan pengurus

perseroan terbatas, yang di Indonesia dilaksanakan oleh direksi di bawah pengawasan

dewan komisaris.45

(47)

Perusahaan dengan tanggung jawab terbatas, tidak hanya kepemilikan

kekayaan oleh perusahaan saja yang terpisah dengan uang yang dimiliki oleh orang

yang menjalankan perusahaan, melainkan juga pemegang saham perusahaan tidak

bertanggung jawab atas utang-utang perusahaan atau perseroan terbatas. Perseroan

terbatas bisa mempunyai harta, serta hak dan kewajiban sendiri terlepas atau terpisah

dari harta serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para pesero pengurus atau

pendiri.46

Ditegaskan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas

bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian.

Atau dengan kata lain bahwa tanpa adanya perjanjian untuk mendirikan perseroan,

maka tidak akan lahir suatu perseroan terbatas, di sini jelas bahwa perjanjian

merupakan dasar lahirnya perseroan terbatas, dan pendiri perseroan terbatas minimal

oleh dua orang [(Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas)].47

Hukum perseroan terbatas terdapat beberapa prinsip yang merupakan

landasan bagi korporasi dalam melakukan perbuatannya. Adapun prinsip-prinsip

dalam hukum korporasi adalah sebagai berikut :48

a. Corporate Opportunity

Prinsip ini mengajarkan bahwa direktur harus lebih mengutamakan kepentingan perseroan daripada kepentingan pribadi terhadap transaksi yang menimbulkan conflict of interest.

46 I.G Ray Widjaya, Hukum Perusahaan (Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Usaha), Jakarta : Megapoin, 2006, hlm. 128.

47 Dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas ditegakkan bahwa

prinsip yang berlaku berdasarkan UUPT, pada dasarnya sebagai badan hukum, perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari (1) orang pemegang saham.

48 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung : PT. Citra

(48)

b. Self Dealing

Maksudnya adalah setiap transaksi yang dilakukan antara direktur perseroan dengan perseroan itu sendiri. Baik dilakukan langsung oleh direktur yang bersangkutan ataupun secara tidak langsung, misalnya melalui

saudara-saudaranya. Krusialnya transaksi berbentuk self dealing ini adalah adanya conflict

of interest antara kepentingan direktur itu sendiri dengan kepentingan perseroan. c. Piercing The Corporate Veil

Dalam hukum perseroan bahwa masing-masing pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga. Tanggung jawab pemegang saham terbatas sebesar jumlah saham yang dimilikinya. Dan prinsip ini yang dapat membedakan perseroan terbatas dari bentuk-bentuk usaha yang lainnya, hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas, yaitu :

“Pemegang saham perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.”

Ini berarti para pemegang saham tersebut hanya bertanggung jawab atas

penyetoran penuh dari nilai saham yang telah diambil bagian olehnya.49

d. Ultra Vires

Prinsip ini mengajarkan bahwa perseroan tidak dapat melakukan kegiatan keluar dari kekuasaan perseroan. Kekuasaaan perseroan tersebut dirinci dalam anggaran dasar. Oleh karena itu, perseroan tidak boleh melakukan kegiatan diluar kekuasaan yang dirinci dalam anggaran dasar.

e. Derivative Action

Adalah gugatan yang dilakukan seorang atau lebih pemegang saham yang mewakili perseroan. Artinya adalah gugatan yang dilakukan oleh dan atas nama perseroan, dilakukan seorang atau lebih pemegang saham atas nama perseroan. Dalam hal ini yang digugat direktur atau pihak ketiga. Karena itu jika gugatannya berhasil, maka hasil dari gugatan tersebut menjadi milik perseroan, bukan milik pemegang saham.

f. Corporate Ratification

Prinsip ini mengandung makna bahwa perseroan dapat menerima tindakan organ lain dalam perseroan tersebut, sekaligus mengambil alih tanggung jawab organ lain dimaksud. Misalnya RUPS meratifikasi kegiatan tertentu dari direktur, sehingga seluruh tanggung jawab direktur dalam hubungan dengan kegiatan dimaksud beralih menjadi tanggung jawab perseroan.

g. Perlindungan Minoritas

Prinsip ini mengajarkan bahwa ketentuan-ketentuan tentang perseroan harus melindungi pemegang saham minoritas dalam perseroan. Banyak ketentuan untuk

49 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta : PT.

Referensi

Dokumen terkait

Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika

13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya

Pelaku usaha dilarang untuk melakukan penggabungan badan usaha apabila tindakan tersebut mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, hal

13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang

Nomor 57 Tahun 2010 diatur bahwa pemberitahuan Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan lain yang berakibat nilai

Pelaku Usaha kepada Komisi, apabila Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha atau Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dilakukan mengakibatkan nilai aset atau nilai

Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan