TESIS
OLEH
ADIEL TONI SIMANJUNTAK 097011123/MKn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
OLEH
ADIEL TONI SIMANJUNTAK 097011123/MKn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Program Studi : Kenotariatan
MENYETUJUI KOMISI PEMBIMBING
(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)
Pembimbing Pembimbing
(Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum ANGGOTA : 1. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn
ABSTRAK
Merger atau penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan yang memiliki daya tarik yang cukup kuat dalam lingkaran dunia usaha dan para pengusaha. Merger atau penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Alasan perusahaan melakukan merger adalah karena merger dianggap menciptakan sinergi dan dapat memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan, dengan tetap memperhatikan kepentingan para pemegang saham minoritas, karyawan perusahaan, dan juga kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Bagi perseroan yang menerima penggabungan tindakan ini merupakan upaya pembentukan konglomerasi baru yang lebih besar dan kuat, sehingga kadang kala cenderung menimbulkan posisi dominan yang menciptakan kelompok monopoli atau persaingan tidak sehat, yang bertentangan dengan undang-undang. Guna mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat agar terhindar dari perbuatan monopoli, diperlukan adanya batasan-batasan hukum yang secara tegas diatur oleh undang-undang. Maka yang dijadikan permasalahan didalam penelitian ini adalah bagaimana batasan-batasan hukum tentang merger perseroan terbatas menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bagaimana tata cara merger perseroan terbatas sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan bagaimana pengaturan tentang merger perseroan terbatas jika dikaitkan dengan monopoli.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis
dengan pendekatan secara yuridis normatif. Metode pengumpulan datanya adalah
melalui studi kepustakaan (library research), Sedangkan analisis datanya
menggunakan data kualitatif, dengan sistem penarikan kesimpulannya secara
deduktif.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang merupakan batasan-batasan hukum yang harus diperhatikan didalam merger adalah memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan, masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha (Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas berikut penjelasannya). Pada Undang-Undang Perseroan Terbatas
2007 menerapkan sistem pra-notifikasi sebagaimana telah diundangkannya Peraturan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan.
KATA PENGANTAR
Atas berkat dan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa, penulisan tesis dengan
judul “Analisis Yuridis Atas Merger Perseroan Setelah Berlakunya UU RI
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas” ini dapat terlaksana.
Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Kenotariatan (MKn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan tesis ini, berbagai pihak telah banyak memberikan
dorongan, bantuan serta masukan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik,
oleh karena itu ucapan terima kasih dari lubuk hati yang terdalam dan
setulus-tulusnya, penulis sampaikan secara khusus kepada: Yth Bapak Prof. Dr. Budiman
Ginting, SH, M.Hum, Yth Bapak Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, Yth Ibu Dr. T.
Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dengan tulus danikhlas untuk kesempurnaan
tesis ini, juga kepada Dosen Penguji Ujian Tesis Yth Bapak Prof. Dr. Muhammad
Yamin, SH, MS, CN dan Yth Bapak Dr. Hasyim Purbam SH, M.Hum, yang telah
memberikan masukan terhadap kesempurnaan tesis ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada:
1. Yth Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, Sp.A(K), selaku
Universitas Sumatera Utara dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas
Hukum, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.
2. Yth Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.
3. Yth Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program
Studi Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang
telah memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Yth Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum, selaku Sekretaris Program
Studi Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang
telah memberikan dorongan dan pengarahan kepada Penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang sangat
bermanfaat bagi Penulis selama mengikuti kegiatan proses belajar mengajar pada
masa perkuliahan.
6. Seluruh Staff/Pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, Bu Fat, Winda, Sari, Lisa, Afni, Bang Aldi, Ken, Rizal,
Hendri, yang dengan penuh kesabaran telah banyak memberikan bantuan kepada
Penulis, selama menjalani perkuliahan.
7. Sahabat-sahabatku Mahasiswa dan Mahasisiwi di Program Studi Magister
Kak Sere,Joe, Pak Azhar, Pak Mursil,Ade, Bang Zulkarnaen, Tommy, Rio,
Andi, Mighdad, Kiki, Rini, Hendra, Artha, Pak Bambang, Bang Arman,
Pak Yono, Kak Sri, Kak Bekka, Moses, dan Richard, terima kasih untuk
masukan juga dukungan dalam perkuliahan dan penyelesaian tesis ini, semoga
setelah selesainya studi ini persahabatan kita bisa tetap terjalin meskipun kita
tidak bersama-sama lagi.
8. Dengan penuh hormat dan cinta kasih dalam nama Tuhan Yesus Kristus atas
kebersamaan, perhatian, terutama dukungan doa, moril dan materiil, yang tiada
henti, kepada:
a. Kedua orangtuaku, Frans Simanjuntak dan Rosmawati Purba yang telah
membesarkan, merawat serta tiada hentinya selalu mencurahkan kasih sayang,
nasehat, motivasi dan perhatiannya kepadaku, sehingga dapat menyelesaikan
semua studiku dengan baik.
b. Mertuaku Nyonya P.O Siahaan Boru Tambunan yang telah banyak
memberikan nasehat dan motivator bagiku.
c. Istriku Eci Siahaan dan Sebastian Simanjuntak anakku, yang selalu
memberikan segala hal yang terbaik dalam hidupnya buatku.
d. Saudara-saudaraku Elisabeth Simanjuntak, Hendry Simanjuntak , Dewi
Simanjuntak.
Kemudian juga, kepada semua pihak yang telah berkenan memberi masukan
yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai
semua bantuan, dan kebaikan yang telah diberikan, Penulis berharap semoga Tuhan
Yang Maha Esa yang akan memberikan balasan yang setimpal, agar kita semua selalu
diberikan rahmat dan karunia Nya. Penulisan tesis ini telah diupayakan semaksimal
mungkin, namun Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak
kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat
Penulis harapkan guna menyempurnakan tesis ini. Salam Sejahtera.
Medan, 17 Pebruari 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
N a m a : Adiel Toni Simanjuntak
Tempat/Tgl Lahir : Medan/25 September1983
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Menikah
Alamat : Jl. Abdullah Lubis No. 43/29 Medan
Nama Istri : Betty Hotnida Ersiliani Siahaan, SE
Nama Anak : Sebastisan Isaac Simanjuntak
II. IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah : Frans Simanjuntak
Nama Ibu : Rosmawati Purba
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD SANTO YOSEPH Medan dari tahun 1989 sampai tahun 1995.
2. SMP SANTA MARIA Medan dari tahun 1995 sampai tahun 1998.
3. SMA SANTO THOMAS 3 Medan dari tahun 1998 sampai tahun 2001.
4. Fakultas Hukum Universitas HKBP NOMMENSEN Medan dari tahun
2002 sampai tahun 2007.
5. Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vii DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR SINGKATAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Keaslian Penelitian ... 11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13
1. Kerangka Teori ... 13
2. Konsepsi ... 19
G. Metode Penelitian ... 21
1. Spesifikasi Penelitian ... 21
2. Pendekatan Penelitian ... 22
4. Alat Pengumpulan Data ... 23
5. Analisa Data ... 23
BAB II BATASAN-BATASAN HUKUM TENTANG MERGER PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG
NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG TERBATAS ... 25
A. Merger Perseroan Terbatas Sebagai Sarana Restrukturisasi Perusahaan ... 25
B. Batasan-Batasan Hukum Yang Menjadi Pertimbangan Didalam
Pelaksanaan Merger Perseroan ... 50
1. Perlindungan Pihak Yang Lemah Secara Struktural ... 52
2. Perlindungan Pihak Yang Lemah Secara Finansial ... 54
3. Perlindungan Pihak Yang Lemah Secara Lokalisasi ... 56
BAB III TATA CARA MERGER PERSEROAN TERBATAS
Nomor 40Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ... 66
BAB IV PENGATURAN TENTANG MERGER PERSEROAN
TERBATAS DIKAITKAN DENGAN MONOPOLI ... 89
A. Hukum Anti Monopoli di Indonesia ... 89
1. Pengertian, Asas dan Tujuan Undang-Undang Larangan
Praktek Monopoli ... 89
2. Prinsip-Prinsip Hukum Merger dan Monopoli... 93
3. Tindakan-Tindakan Yang Dilarang Menurut Undang Undang
Larangan Praktek Monopoli... 95
4. Sanksi Hukum Perbuatan Monopoli ... 102
B. Hubungan Merger dan Monopoli ... 104
C. KPPU dan Penegakkan Hukum Persaingan Usaha ... 114
D. Pengaturan Undang-Undang Anti Monopoli Terhadap Merger ... 118
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 121
A. Kesimpulan ... 121
B. Saran ... 122
DAFTAR SINGKATAN
Bapepam : Badan Pengawas Pasar Modal
BI : Bank Indonesia
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
CIMB : Commerce International Merchantbank Berhad
IM3 : Indosat Multi Media Mobile
KUHD : Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
PHK : Pemutusan Hubungan Kerja
RUPS : Rapat Umum Pemegang Saham
SLI : Sambungan Langsung Internasional
ABSTRAK
Merger atau penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan yang memiliki daya tarik yang cukup kuat dalam lingkaran dunia usaha dan para pengusaha. Merger atau penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Alasan perusahaan melakukan merger adalah karena merger dianggap menciptakan sinergi dan dapat memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan, dengan tetap memperhatikan kepentingan para pemegang saham minoritas, karyawan perusahaan, dan juga kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Bagi perseroan yang menerima penggabungan tindakan ini merupakan upaya pembentukan konglomerasi baru yang lebih besar dan kuat, sehingga kadang kala cenderung menimbulkan posisi dominan yang menciptakan kelompok monopoli atau persaingan tidak sehat, yang bertentangan dengan undang-undang. Guna mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat agar terhindar dari perbuatan monopoli, diperlukan adanya batasan-batasan hukum yang secara tegas diatur oleh undang-undang. Maka yang dijadikan permasalahan didalam penelitian ini adalah bagaimana batasan-batasan hukum tentang merger perseroan terbatas menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bagaimana tata cara merger perseroan terbatas sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan bagaimana pengaturan tentang merger perseroan terbatas jika dikaitkan dengan monopoli.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis
dengan pendekatan secara yuridis normatif. Metode pengumpulan datanya adalah
melalui studi kepustakaan (library research), Sedangkan analisis datanya
menggunakan data kualitatif, dengan sistem penarikan kesimpulannya secara
deduktif.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang merupakan batasan-batasan hukum yang harus diperhatikan didalam merger adalah memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan, masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha (Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas berikut penjelasannya). Pada Undang-Undang Perseroan Terbatas
2007 menerapkan sistem pra-notifikasi sebagaimana telah diundangkannya Peraturan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menghadapi persaingan yang semakin ketat di era pasar bebas, perusahaan
dituntut untuk memiliki manajemen yang kuat dan profesional agar dapat bertahan
dan berkembang. Hal ini menyebabkan perusahaan perlu mengembangkan suatu
strategi yang tepat agar perusahaan dapat mempertahankan eksistensinya dan
memperbaiki kinerjanya. Salah satu usaha yang dapat ditempuh perusahaan untuk
menjadi besar dan kuat adalah dengan melakukan ekspansi dengan cara merger.
Merger atau penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi
perusahaan yang memiliki daya tarik yang cukup kuat dalam lingkaran dunia usaha
dan para pengusaha. Proses merger ini melibatkan berbagai aspek, diantaranya aspek
hukum yang bahkan mengiringi proses merger dari permulaan proses hingga akhir
proses.1
Berdasarkan asal-usulnya,kata merger berasal dari kata “merger”, “fusion”,
atau "absorption", yang berarti "menggabungkan".2 Merger yang berasal dari akar
kata kerja 'to merge', secara luas dipahami sebagai perbuatan hukum yang dilakukan
oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang
telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan
1 Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus, Jakarta :
Prenada Media Grup, 2010, hlm. 120.
2 Rahmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Banjarmasin : Gramedia Pustaka
diri tersebut beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan
dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir
karena hukum.3
Menurut Jamin Ginting : “Penggabungan (merger) perseroan merupakan
tindakan untuk mengembangkan usaha perseroan”.4 Merger menjadi trend dalam
suatu grup usaha konglomerat yang ingin memperluas jaringan usahanya. Terutama
bagi kelompok yang ingin berkembang cepat dalam waktu yang relatif singkat. Hal
ini disebabkan dengan metode merger ini, suatu kelompok usaha tidak perlu
membesarkan suatu perusahaan dari kecil hingga menjadi besar, tetapi cukup
membeli perusahaan yang sudah besar atau sedang berjalan.5
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah
pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang
merupakan tonggak sejarah tentang hukum merger. Walaupun sebelumnya
pengaturan tentang penggabungan perusahaan merger sudah ada, namun hal tersebut
masih bersifat sektoral dan level pengaturannya pun masih di bawah tingkat
undang-undang.
Sejarah hukum tentang merger dari perusahaan-perusahaan di Indonesia
dibagi dalam dua periode sebagai berikut :
3 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,
pasal 1 angka 9
4 Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007), Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2007, hlm. 139.
1. Periode Pra Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007
Sejarah hukum di Indonesia masih terbilang baru. Dalam tingkat
undang-undang, pengaturan tentang merger di Indonesia baru dimulai sejak berlakunya
undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
2. Periode Pasca Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang
mengatur tentang merger, lebih komprehensif dibanding Undang-Undang No.1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Merger (penggabungan) menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka 9 :
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
Sedangkan definisi yang disebut dalam Pasal 1 angka 3 PP Nomor 27 Tahun 1998
tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, adalah :
Merger adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perseroan atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan
selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
Menurut M. Yahya Harahap, bertitik tolak dari pengertian yang dikemukakan
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007 maupun Pasal 1 angka 1
1. Penggabungan merupakan merger dari dua perseroan atau lebih ke dalam satu
perseroan.
2. Perseroan yang menggabungkan diri menjadi berakhir atau bubar karena hukum
(vanrechtswege eindigen, to be terminated ipso jure).6
Perundang-undangan yang mempengaruhi bisnis kian meningkat jumlahnya
dari tahun ke tahun. Perundang–undangan mempunyai sebuah tujuan. Pertama adalah
untuk melindungi perusahaan dari ancaman persingan yang tidak sehat diantara
sesamanya. Para eksekutif perusahaan semuanya menghargai persaingan, tetapi
mencoba untuk meredakannya jika mengenai mereka. Jika nampak membahayakan
mereka menunjukkan kelebihannya. Dengan demikian hukum telah disahkan untuk
merumuskan dan mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat. Kedua tujuan dari
peraturan pemerintah adalah untuk melindungi konsumen dari praktek-praktek
perusahaan yang tidak jujur, dan Ketiga tujuan dari peraturan pemerintah adalah
untuk melindungi minat masyarakat yang lebih besar terhadap tingkah laku
perusahaan yang tak terkendali.7
Secara umum, pengaturan tentang merger (penggabungan) ini diatur didalam
Pasal 122 Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007, yang berbunyi :
(1) Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan Perseroan yang
menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum.
(2) Berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu.
(3) Dalam hal berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
6 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta : Sinar Grafika, 2009, hlm. 483. 7 Philip Kolter, Manajemen Pemasaran ( Analisis, Perencanaan, dan Pengendalian ), alih
a. aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan;
b. pemegang saham Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan; dan
c. Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku.
Selanjutnya Pasal 123 Undang-Undang Perseroan Terbatas menentukan :
(1) Direksi Perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima
Penggabungan menyusun rancangan Penggabungan.
(2) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;
c. tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang menerima Penggabungan;
d. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;
e. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
f. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
g. neraca proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
h. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri; dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
m. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
n. kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan; dan o. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan
yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.
(3) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap Perseroan diajukan kepada RUPS masing-masing untuk mendapat persetujuan.
(4) Bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan selain berlaku ketentuan dalam Undang-Undang ini, perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Adapun alasan perusahaan lebih tertarik memilih merger sebagai strateginya
daripada pertumbuhan internal adalah karena merger dianggap cara yang cepat dan
tepat untuk mewujudkan tujuan perusahaan dimana perusahaan tidak perlu memulai
dari awal suatu bisnis baru. Merger juga dianggap dapat menciptakan sinergi, yaitu
nilai keseluruhan perusahaaan setelah merger yang lebih besar daripada penjumlahan
nilai masing-masing perusahaan sebelum merger. Selain itu merger dapat
memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan antara lain peningkatan
kemampuan dalam pemasaran, riset, skill manajerial, transfer teknologi, dan efisiensi
berupa penurunan biaya produksi. Atau dengan kata lain, dengan dilakukannya
merger tersebut, akan berdampak perusahaan menjadi besar, baik kemampuan untuk
lebih ekonomis, penguasaan asset, pasar maupun potensi bisnisnya. Skala bisnis dan
jaringan yang menyebar menyebabkan perusahaan akan lebih mudah untuk
Menurut Abdul Moin, keuntungan/manfaat dari pelaksanaan merger ini
adalah :
a. Mendapatkan cashflow dengan cepat karena produk dan pasar sudah jelas.
b. Memperoleh kemudahan dana/pembiayaan karena kreditor lebih percaya
dengan perusahaan yang telah berdiri dengan mapan,
c. Memperoleh karyawan yang telah berpengalaman
d. Mendapatkan pelanggan yang telah mapan tanpa harus merintis dari awal
e. Memperoleh sistem operasional dan administratif yang mapan
f. Mengurangi risiko kegagalan bisnis karena tidak harus mencari konsumen
baru.
g. Menghemat waktu untuk memasuki bisnis baru.
h. Memperoleh infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat.8
Akibat hukum yang timbul ditinjau dari segi hukum korporasi maupun dari
aspek bisnis, diantaranya: Pertama, aktiva dan passiva perseroan yang
menggabungkan diri beralih sepenuhnya kepada perseroan yang menerima
penggabungan. Kedua, pemegang saham perseoran yang menggabungkan diri
menjadi pemegang saham pada perseroan yang menerima penggabungan. Ketiga,
perseroan yang menggabungkan diri lenyap dan berakhir statusnya sebagai badan
hukum terhitung sejak tanggal penggabungan mulai berlaku.9
Pada dasarnya dalam melakukan merger, perusahaan harus memperhatikan
kepentingan para pemegang saham minoritas, karyawan perusahaan, dan juga
kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Dan hal
inipun tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual saham
dengan harga wajar.
Banyak perusahaan di Indonesia yang melakukan merger dalam rangka
memajukan usahanya. Pada perusahaan yang melakukan merger, maka perusahaan
tersebut akan melakukan “ reorganisasi”. Pengertian Reorganisasi perusahaan dalam
artian yang luas, ialah perubahan mengenai imbangan atau susunan tertentu, baik
yang menyangkut struktur organisasi perusahaan maupun struktur modal dari suatu
perusahaan. Pengertian Reorganisasi perusahaan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1).Reorganisasi Yuridis, yaitu perubahan mengenai bentuk hukum dari suatu
perusahaan atau badan usaha. 2). Reorganisasi Intern, yaitu perubahan mengenai
bentuk atau struktur organisasi (organisasi intern) dari suatu perusahaan atau badan
usaha. 3). Reorganisasi Finansial, ialah perubahan menyeluruh dari keseluruhan
struktur modal dalam perusahaan.10
Namun demikian, dalam era globalisasi saat ini sering terjadi
hambatan-hambatan yang mengakibatkan proses merger menjadi terkendala, di antaranya
adalah mahalnya biaya untuk melaksanakan merger, perusahaan target memiliki
kesesuaian strategi yang rendah dengan perusahaan yang menerima penggabungan
dan pihak yang menggabungkan diri tidak mengkomunikasikan perencanaan dan
pengharapan mereka terhadap karyawan perusahaan yang menggabungkan diri
sehingga terjadi kegelisahaan diantara karyawan. Hal ini dikarenakan untuk
rnembentuk suatu perusahaan yang profitable di pasar adalah sangat kompetitif.
10 Bambang Riyanto, Dasar - Dasar Perusahaan, Yogyakarta : Yayasan Badan Penerbit
Perseroan yang menerima penggabungan biasanya adalah perseroan besar
yang bermodal kuat, mempunyai operasi bisnis yang luas, manajemen yang teratur,
berdaya saing kuat dan berkelompok dalam konglomerasi. Sementara itu perseroan
yang menggabungkan diri adalah perseroan yang relatif lebih kecil, sulit berkembang
dan atau tidak mampu bersaing. Kondisi seperti ini menyebabkan perseroan yang
menggabungkan diri tersebut selalu menggunakan pertimbangan lebih baik dimerger
daripada kesulitan operasional, sehingga memperoleh pengalaman baru dari segi
manajemen karena berada dalam kelompok konglomerasi yang berpengalaman. Bagi
perseroan yang menerima penggabungan tindakan ini merupakan upaya pembentukan
konglomerasi baru yang lebih besar dan kuat, sehingga kadang kala cenderung
menimbulkan posisi dominan yang menciptakan kelompok monopoli atau persaingan
tidak sehat, yang bertentangan dengan undang-undang.
Untuk dapat memastikan ada atau tidaknya unsur monopoli yang dilarang,
haruslah diperhatikan faktor-faktor utamanya, antara lain : berapa banyak pelaku
pasar untuk produk yang bersangkutan, serta berapa besar pangsa pasar yang
dikuasainya.11 Guna mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat agar terhindar
dari perbuatan monopoli, diperlukan adanya batasan-batasan hukum yang secara
tegas diatur oleh undang-undang. Batasan-batasan hukum tersebut juga harus
memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang lemah, agar hak dan kewajibannya
terpenuhi.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan
judul "Analisis Yuridis Atas Merger Perseroan Setelah Berlakunya
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas".
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana batasan-batasan hukum tentang merger perseroan terbatas menurut
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ?
2. Bagaimana tata cara merger perseroan terbatas sebelum dan sesudah berlakunya
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?
3. Bagaimana pengaturan tentang merger perseroan terbatas jika dikaitkan dengan
monopoli ?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui batasan-batasan hukum tentang merger perseroan terbatas menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 2. Untuk mengetahui tata cara merger perseroan terbatas sebelum dan sesudah
berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 3. Untuk mengetahui pengaturan tentang merger perseroan terbatas jika dikaitkan
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya di bidang Hukum Perusahaan
serta menambah khasanah perpustakaan.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan pada
masyarakat khususnya dalam hal merger perusahaan. Selain itu juga dapat
memberi masukan bagi para notaris, akademisi, pengacara mahasiswa dan para
praktisi hukum.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap
hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan, baik di
Magister Ilmu Hukum maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,
belum ada penelitian yang menyangkut masalah “Tinjauan Yuridis Atas Merger
Perusahaan setelah Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas".
Pernah ada penelitian sebelumnya terkait dengan Merger yang dilakukan oleh:
1. Gilang Medina, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum, Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2009, dengan judul “Merger
Peraturan Bank Indonesia Nomor.8/16/PBI/2006 Tentang Kepemilikan Tunggal
Pada Perbankan Indonesia”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu
bagaimana relevansi merger bank umum dengan single presence policy dalam
rangka mendorong konsolidasi perbankan, bagaimana prosedur hukum yang harus
dijalani bagi bank yang memilih opsi merger sebagai implementasi dari single
presence policy dan bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang saham
minoritas bagi bank yang melakukan merger?
2. Hendra Syahdani, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2006, dengan judul
“Pengaturan Penggabungan (Merger) PT. Bank Mandiri Menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu
bagaimana tata cara merger PT. Bank Mandiri, bagaimana akibat hukum merger
PT. Bank Mandiri dan bagaimana transparansi merger PT. Bank Mandiri menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku ?
Namun jika dihadapkan penelitian yang telah dilakukan tersebut dengan
penelitian ini, maka ada perbedaan materi dan pembahasan yang dilakukan. Dengan
demikian maka penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektifitas dan
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori digunakan untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk
proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.12 Perkembangan ilmu
hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial,
juga sangat ditentukan oleh teori.13 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau
butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang
menjadi bahan perbandingan dibidang hukum.14 Suatu kerangka teori bertujuan untuk
menyajikan cara-cara untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil
penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.15 Kata
lain dari kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan
atau pegangan teoritis dalam penelitian.16
Kerangka teori yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kerangka
pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, dari para penulis ilmu hukum di
bidang hukum perusahaan, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis,
yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan bagi penulisan
tesis ini.
12 JJJ M. Wuismen, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid 1, Penyunting M. Hisman, Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hlm. 203.
13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia Press,
1986, hlm 6.
Perseroan terbatas sebagai badan hukum perdata (privat) yang mempunyai
status kemandirian (persona standi in judicio) sudah tentu memiliki identitas hukum
sendiri. Identitas hukum suatu korporasi atau perusahaan terpisah dari identitas
hukum para pemegang sahamnya, direksi maupun organ-organ lainnya. Dalam kaidah
hukum perdata (civil law), jelas ditetapkan bahwa suatu perseroan merupakan subyek
hukum perdata dapat melakukan aktivitas jual beli, dapat membuat perjanjian atau
kontrak dengan pihak lain, serta dapat menuntut dan dituntut dipengadilan dalam
hubungan keperdataan. Para pemegang saham menikmati keuntungan yang diperoleh
dari konsep tanggung jawab terbatas, dan kegiatan korporasi berlangsung terus
menerus, dalam arti bahwa keberadaannya tidak akan berubah meskipun ada
penambahan anggota-anggota atau berhentinya atau meninggalnya anggota-anggota
yang ada.17
Sehubungan dengan itu, dalam meneliti dan menganalisa tentang merger
perseroan terbatas setelah berlakunya Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah Teori
Badan Hukum.
17 Bismar Nasution, Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perusahaan,
disampaikan pada Seminar Nasional Sehari dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance
Mengenai perseroan sebagai badan hukum, Otto Van Gierke18 dalam teori
organnya mengatakan :
Badan hukum suatu yang abstrak atau anggapan dalam pikiran manusia tetapi suatu yang riil atau nyata. Badan hukum adalah organ seperti halnya manusia yang dapat melakukan perbuatan atau menyatakan kehendak melalui organnya seperti pengurus, direksi atau komisaris atas nama badan hukum menjalankan tujuan badan hukum tersebut.
Pengikut teori organ ini selain Otto Van Gierke adalah Z.E.Polano19, yang
menyatakan :
Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi) dan bukan kekayaan (hak) yang tidak bersubjek. Tetapi badan hukum adalah organisme yang riil, yang menjelma sungguh-sungguh dalam pergaulan hukum yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantaraan alat-alat yang ada padanya (pengurus, anggota-anggotanya), seperti manusia biasa yang mempunyai organ (panca indera) dan sebagainya.
Jadi menurut teori organ ini badan hukum itu tidak berbeda dengan manusia,
mempunyai sifat kepribadian yang sama dengan manusia, karena badan hukum
mempunyai kehendak yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya seperti RUPS,
pengurus Direksi dan Dewan Komisaris.20
Perseroan terbatas adalah badan hukum, yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang merupakan pengganti dari Undang-Undang-Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dimana didalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas tersebut dijelaskan bahwa organ perseroan terbatas tidak ada yang
18 Sutarno, Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cetakan Ketiga, Bandung : CV. Alfabeta,
2005, hlm. 12.
19 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta : Prestasi Pustaka
Publisher, 2006, hlm. 46.
paling tinggi kedudukannya, masing-masing melaksanakan fungsi dan tugasnya
sesuai yang diperintahkan undang-undang, termasuk didalamnya pelaksanaan merger
atau penggabungan usaha perseroan terbatas.
Dalam hal merger perusahaan, maka yang menjadi pokok permasalahan
dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut. Pada peristiwa merger, ada satu
perseroan yang eksistensinya tetap ada dan hidup, sedang perseroan lainnya lenyap
menggabungkan diri dalam perseroan yang tetap ada.21 Dalam pelaksanaannya, jika
dilihat dari segi jenis perusahaan yang melakukan merger, merger dapat dibagi ke
dalam empat kategori, yaitu merger horizontal, merger vertikal, merger kon-generik,
dan merger konglomerat.22
Mengenai syarat penggabungan (merger), berdasarkan Pasal 126 ayat (1)
UUPT 2007, perbuatan hukum penggabungan, wajib memperhatikan kepentingan :
a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan,
b. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan, dan
c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Pada prinsipnya menurut Penjelasan Pasal 126 ayat (1), penggabungan:
1) Tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak
tertentu,
2) Penggabungan harus juga dicegah dari kemungkinan terjadinya monopoli
atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat.23
21 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Bandung : Citra Aditya Bakti,
1996, hlm. 58.
22 Munir Fuady, Hukum Tentang Merger, Op.Cit, hlm. 79.
Dalam pelaksanaan penggabungan (merger), rencana penggabungan
dituangkan dalam rancangan penggabungan yang disusun oleh direksi perseroan yang
akan menggabungkan diri yang memuat sekurang-kurangnya nama perseroan yang
menerima penggabungan dan perseroan yang menggabungkan diri, alasan, serta
penjelasan direksi masing-masing perseroan mengenai persyaratan dan tata cara
penggabungan saham perseroan yang menggabungkan diri. Penggabungan tersebut
dilakukan dengan persetujuan RUPS masing-masing atas rancangan penggabungan
yang diajukan oleh direksi masing-masing perseroan.
Ketentuan mengenai penggabungan seperti tersebut di atas tidak membatasi
badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan lain.
Penggabungan dilakukan dengan cara penggabungan saham yang telah dikeluarkan
dan/atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui direksi perseroan atau langsung
dari pemegang saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap
perseroan tersebut. Penggabungan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk
perseroan, maka direksi, sebelum melakukan perbuatan hukum penggabungan harus
berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan
tentang persyaratan penggabungan keputusan RUPS.
Merger merupakan kegiatan perusahaan yang bersifat khusus karena
berdampak besar tidak saja terhadap perusahaan secara keseluruhan, akan tetapi juga
berdampak pada pemegang saham, kreditur, fiskus atau pemerintah maupun pihak
ketiga lainnya seperti para karyawan dan juga masyarakat luas. Oleh karena itu,
meminimalisasi terjadinya dampak-dampak negatif yang bakal muncul dari merger
ini, DPR bersama pemerintah hendaknya lebih sigap dalam bertindak lewat
pembuatan peraturan perundang-undangan sehingga celah-celah negatif tersebut bisa
diperkecil atau dihilangkan agar program pemerintah dalam upaya meningkatkan
kualitas dan peran bank dalam perekonomian Indonesia dapat terwujud.24
Menurut studi yang dilakukan Burg’s setidaknya ada lima unsur kualitas
hukum yang harus dipenuhi agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi, yaitu
stabilitas (stability), prediksi (predictability), keadilan (fairness), pendidikan
(education), dan pengembangan khusus bagi para sarjana hukum (the special
development abilities of the lawyer).25
Burg’s menjelaskan bahwa unsur pertama dan kedua merupakan prasyarat
agar sistem perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Dalam hal ini, stabilitas
diartikan bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang merger tidak
terjadi pertentangan satu sama lain sehingga tercipta harmonisasi peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang merger sedangkan prediksi merupakan
suatu kebutuhan untuk bisa memprediksi ketentuan-ketentuan yang berhubungan
dengan merger, dimana hukum harus dapat mencegah dampak negatif dari adanya
merger yaitu salah satunya agar merger tidak menimbulkan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
24 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjuan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Jakarta : Sinar Grafika, Cetakan II, 2008, hlm.98-99
25 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, Bandung : Books Terrace & Library, 2007,
Diantara kedua unsur itu penting pula diperhatikan aspek keadilan, bahwa
peraturan perundang-undangan tentang merger itu ditujukan untuk kesejahteraan
rakyat banyak sehingga menciptakan keadilan sosial yang merata.
2. Konsepsi
Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Jika
masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui
pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep
sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu.
Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan
dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional, kerangka konsepsi pada
hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari
kerangka teoritis yang sering kali bersifat abstrak, sehingga diperlukan
definisi-definisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.26
Untuk membangun konsep dalam pengkajian ilmu hukum pada dasarnya
merupakan kegiatan untuk mengkonstruksi teori, yang akan digunakan untuk
menganalisanya dan memahaminya.27
a. Penggabungan
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang
26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia Press,
2007, hlm.l33.
27 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Bandung : CV. Mandar Maju, 2008,
mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri
beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan
selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir
karena hukum.28
Merger Perusahaan merupakan pengembangan perusahaan yang sudah ada.
Pengembangan ini terjadi karena ada beberapa (minimal dua) perusahaan yang
bergabung, tetapi salah satunya tetap berdiri, sedangkan yang lainnya bubar
karena dilebur kedalam perusahaan yang masih ada.29
b. Perusahaan
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang
bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan
dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan
dan/ atau laba.30
Menurut Molengraaff31, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan
secara terus-menerus, bertindak keluar, mendapatkan penghasilan,
memperdagangkan barang, menyerahkan barang, mengadakan perjanjian
perdagangan.
28 Republik Indonesia, Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 1
angka 9.
29 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti,
1999, hlm.143-144.
c. Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan
pelaksanaannya32.
Menurut Subekti, badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang serta
memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.33
Kebendaan yang merupakan milik badan hukum itulah yang menjadi tanggungan
bagi pemenuhan kewajiban badan hukum itu sendiri.
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka sifat penelitian
yang digunakan adalah preskriptif analitis, artinya suatu penelitian yang ditujukan
untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi
masalah-masalah tertentu34. Sehingga penelitian ini dapat memberikan gambaran
tentang merger perusahaan setelah berlakunya Undang-Undang Perseroan Terbatas
2007.
32 Republik Indonesia, Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, Pasal 1
angka 1.
33 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta : PT. Inter Masa, 1987, hlm. 182.
34 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007,
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normative (pendekatan perundang-undangan) atau yuridis normatif yakni penelitian
hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem
norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan
perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran)35.
Penelitian hukum normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai sistem
norma yang digunakan untuk memberikan justifikasi preskriptif tentang suatu
peristiwa hukum, sehingga penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma
sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem
kaidah atau aturan, sehingga penelitian hukum normatif adalah penelitian yang
mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu bangunan
sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung
dengan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu
menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data
sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tertier.36
35 Mukti Fajar, et al. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2010, hlm.34.
36 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat sudut norma
dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini
bahan hukum primernya yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum sekunder adalah bahan yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku,
hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah dari kalangan hukum tentang hukum
perusahaan.
c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum tertier adalah bahan yang memberi
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia dan sebagainya.
4. Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara:
Studi dokumen. Pembahasan mengenai studi dokumen atau bahan pustaka, akan
mengawali pembicaraan mengenai alat-alat pengumpul data dalam penelitian, karena
bahan kepustakaan atau bacaan dalam penelitian sangat diperlukan. Untuk
memperoleh data sekunder, perlu dilakukan studi dokumentasi yaitu dengan cara
mempelajari peraturan-peraturan, teori, buku-buku, hasil penelitian, dan
5. Analisis Data
Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya
berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum
tertulis. Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum
tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.
Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan
evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (bahan hukum primer,
sekunder maupun tersier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan
data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras
dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk
memperoleh jawaban yang baik pula.37
Selanjutnya data dianalisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan
selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yakni berpikir
dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan
menggunakan perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas
atas permasalahan dan tujuan penelitian.
37 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002,
BAB II
BATASAN-BATASAN HUKUM TENTANG MERGER PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007
TENTANG PERSEROAN TERBATAS
A. Merger Perseroan Terbatas Sebagai Sarana Restrukturisasi Perusahaan
Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Peningkatan pembangunan perekonomian nasional perlu didukung oleh
suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin
iklim dunia usaha yang kondusif. Selama ini perseroan terbatas telah diatur dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang
menggantikan peraturan perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial.
Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam undang-undang tersebut
dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat
karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi
sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi.
Meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian
hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip
pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntut
sebagaimana yang dijelaskan didalam Penjelasan Umum Undang-Undang Perseroan
Terbatas 2007.
Kedudukan perseroan terbatas sebagaimana tersebut diatas, diharapkan
keberadaan perseroan terbatas sebagai salah satu pelaku usaha ikut menggerakkan
dan mengarahkan kegiatan dibidang ekonomi, sehingga perlu diupayakan terciptanya
iklim usaha yang kondusif, sehat dan efisien yang memungkinkan perseroan terbatas
dapat tumbuh dan berkembang secara lebih dinamis dengan perkembangan dunia
usaha dan perdagangan yang sangat cepat.
Melakukan kegiatan usaha, perseroan terbatas selalu mengalami pasang surut,
tidak jarang melakukan beberapa tindakan untuk pengembangan usaha lebih lanjut.
Sebaliknya suatu perseroan terbatas yang sedang berada dalam keadaan sulit, juga
perlu mengadakan tindakan untuk menyelamatkannya supaya perseroan terbatas itu
tetap eksis. Restrukturisasi perusahaan merupakan salah satu pilihan yang dapat
diambil atas dasar pemikiran dan pertimbangan untuk mencapai tujuan ekonomi dan
manajerial.38 Dan salah satu bentuk restrukturisasi usaha yang dikenal didalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007 adalah “PENGGABUNGAN” atau yang
lebih dikenal dengan istilah merger.
38 Sri Rejeki Hartono, Kapita Selecta Hukum Perusahaan, Bandung : Mandar Maju, 2000,
1. Pengertian Perseroan Terbatas
Perseroan adalah badan hukum (legal person,legal entity), dianggap sebagai
subyek hukum yang cakap melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan
hukum dengan berbagai pihak seperti manusia. Perseroan adalah badan hukum hasil
rekayasa manusia untuk membentuk suatu badan yang memiliki status, kedudukan,
kewenangan, yang sama seperti manusia. Oleh karena itu badan ini disebut juga
badan hukum artificial (artificial legal person).39
Menurut Rochmat Soemitro40 badan hukum adalah suatu badan yang dapat
mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi.
Sementara Salim HS41 mengatakan bahwa badan hukum adalah kumpulan
orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, hak dan kewajiban, serta
organisasi.
Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni perseroan dan terbatas. Kata
perseroan merujuk pada modal perseroan yang terdiri atas sero-sero atau
saham-saham. Sedangkan kata terbatas merujuk pada tanggung jawab dari pemegang
sahamnya yang luasnya hanya terbatas tidak melebihi nilai nominal semua saham
yang dimilikinya. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
mendefinisikan Perseroan Terbatas sebagai berikut :
39 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis,
Vol.26 No.3 Tahun 2007, hlm. 5.
40 Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Bandung : Eresco,
1993, hlm. 10.
41 Salim HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika,
“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal. Didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”42
Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 angka 1 diatas, elemen pokok yang
melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum harus terpenuhi syarat-syarat
sebagai berikut43 :
1. Merupakan Persekutuan Modal.
Perseroan sebagai badan hukum memiliki “modal dasar” yang disebut juga authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam
Akta Pendirian Perseroan.44
Modal dasar tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham atau sero. Modal yang terdiri dan dibagi atas saham itu dimasukkan para pemegang saham dalam status mereka sebagai anggota perseroan dengan jalan membayar saham tersebut kepada Perseroan. Sebenarnya, persekutuan yang terjadi dalam Perseroan sebagai badan hukum, bukan hanya persekutuan modal, tetapi juga persekutuan para anggota yang terdiri dari pemegang saham. Namun yang lebih menonjol adalah persekutuan modal, dibanding dengan persekutuan orang atau anggotanya sebagaimana yang terdapat dalam Persekutuan yang diatur dalam Pasal 1618 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
2. Didirikan berdasarkan Perjanjian.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 angka 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, supaya perjanjian untuk mendirikan perseroan sah menurut undang-undang, pendirinya paling sedikit 2 (dua) orang atau lebih. Ketentuan yang digariskan Pasal 7 angka 1 tersebut diatas sesuai dengan yang ditentukan Pasal 1313 KUHPerdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Apabila perjanjian itu sah, maka berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian pendirian Perseroan itu, mengikat sebagaimana undang-undang kepada mereka.
3. Melakukan kegiatan usaha
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, suatu Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha.
4. Lahirnya Perseroan melalui proses hukum dalam bentuk pengesahan pemerintah.
42 Pasal 1 angka (1) UUPT 2007
43 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Op. Cit., hlm.33.
Menurut pasal 7 angka 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007,
ditegaskan bahwa Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal
diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.
Dari ketentuan tersebut secara eksplisit sangat jelas disebutkan bahwa
Perseroan Terbatas merupakan badan hukum. Perseroan Terbatas merupakan suatu
bentuk (legal form) yang didirikan atas fiksi hukum (legal fiction) bahwa perseroan
memiliki kapasitas yuridis yang sama dengan yang dimiliki oleh orang perseorangan
(natural person). Apabila dikaitkan dengan unsur-unsur mengenai badan hukum,
maka unsur-unsur yang menandai Perseroan Terbatas sebagai badan hukum adalah
bahwa Perseroan Terbatas mempunyai kekayaan yang terpisah (Pasal 24 ayat (1)
Undang-Undang Perseroan Terbatas), mempunyai kepentingan sendiri (Pasal 82
Undang-Undang Perseroan Terbatas), mempunyai tujuan tertentu (Pasal 12 huruf b
Undang-Undang Perseroan Terbatas), dan mempunyai organisasi teratur (Pasal 1
butir 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Sifat badan hukum perseroan terbatas, senantiasa dikaitkan dengan
pertanggungjawaban terbatas. Yang dinamakan dengan dan menjadi tujuan dari
pertanggungjawaban terbatas ini adalah keberadaan dari suatu perseroan yang telah
memperoleh status badan hukum, melahirkan perlindungan harta kekayaan pribadi
dan pendiri yang kemudian berubah status menjadi pemegang saham, dan pengurus
perseroan terbatas, yang di Indonesia dilaksanakan oleh direksi di bawah pengawasan
dewan komisaris.45
Perusahaan dengan tanggung jawab terbatas, tidak hanya kepemilikan
kekayaan oleh perusahaan saja yang terpisah dengan uang yang dimiliki oleh orang
yang menjalankan perusahaan, melainkan juga pemegang saham perusahaan tidak
bertanggung jawab atas utang-utang perusahaan atau perseroan terbatas. Perseroan
terbatas bisa mempunyai harta, serta hak dan kewajiban sendiri terlepas atau terpisah
dari harta serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para pesero pengurus atau
pendiri.46
Ditegaskan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas
bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian.
Atau dengan kata lain bahwa tanpa adanya perjanjian untuk mendirikan perseroan,
maka tidak akan lahir suatu perseroan terbatas, di sini jelas bahwa perjanjian
merupakan dasar lahirnya perseroan terbatas, dan pendiri perseroan terbatas minimal
oleh dua orang [(Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas)].47
Hukum perseroan terbatas terdapat beberapa prinsip yang merupakan
landasan bagi korporasi dalam melakukan perbuatannya. Adapun prinsip-prinsip
dalam hukum korporasi adalah sebagai berikut :48
a. Corporate Opportunity
Prinsip ini mengajarkan bahwa direktur harus lebih mengutamakan kepentingan perseroan daripada kepentingan pribadi terhadap transaksi yang menimbulkan conflict of interest.
46 I.G Ray Widjaya, Hukum Perusahaan (Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Usaha), Jakarta : Megapoin, 2006, hlm. 128.
47 Dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas ditegakkan bahwa
prinsip yang berlaku berdasarkan UUPT, pada dasarnya sebagai badan hukum, perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari (1) orang pemegang saham.
48 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung : PT. Citra
b. Self Dealing
Maksudnya adalah setiap transaksi yang dilakukan antara direktur perseroan dengan perseroan itu sendiri. Baik dilakukan langsung oleh direktur yang bersangkutan ataupun secara tidak langsung, misalnya melalui
saudara-saudaranya. Krusialnya transaksi berbentuk self dealing ini adalah adanya conflict
of interest antara kepentingan direktur itu sendiri dengan kepentingan perseroan. c. Piercing The Corporate Veil
Dalam hukum perseroan bahwa masing-masing pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga. Tanggung jawab pemegang saham terbatas sebesar jumlah saham yang dimilikinya. Dan prinsip ini yang dapat membedakan perseroan terbatas dari bentuk-bentuk usaha yang lainnya, hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas, yaitu :
“Pemegang saham perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.”
Ini berarti para pemegang saham tersebut hanya bertanggung jawab atas
penyetoran penuh dari nilai saham yang telah diambil bagian olehnya.49
d. Ultra Vires
Prinsip ini mengajarkan bahwa perseroan tidak dapat melakukan kegiatan keluar dari kekuasaan perseroan. Kekuasaaan perseroan tersebut dirinci dalam anggaran dasar. Oleh karena itu, perseroan tidak boleh melakukan kegiatan diluar kekuasaan yang dirinci dalam anggaran dasar.
e. Derivative Action
Adalah gugatan yang dilakukan seorang atau lebih pemegang saham yang mewakili perseroan. Artinya adalah gugatan yang dilakukan oleh dan atas nama perseroan, dilakukan seorang atau lebih pemegang saham atas nama perseroan. Dalam hal ini yang digugat direktur atau pihak ketiga. Karena itu jika gugatannya berhasil, maka hasil dari gugatan tersebut menjadi milik perseroan, bukan milik pemegang saham.
f. Corporate Ratification
Prinsip ini mengandung makna bahwa perseroan dapat menerima tindakan organ lain dalam perseroan tersebut, sekaligus mengambil alih tanggung jawab organ lain dimaksud. Misalnya RUPS meratifikasi kegiatan tertentu dari direktur, sehingga seluruh tanggung jawab direktur dalam hubungan dengan kegiatan dimaksud beralih menjadi tanggung jawab perseroan.
g. Perlindungan Minoritas
Prinsip ini mengajarkan bahwa ketentuan-ketentuan tentang perseroan harus melindungi pemegang saham minoritas dalam perseroan. Banyak ketentuan untuk
49 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta : PT.