Tinjauan Yuridis Atas Rencana
Penggabungan Perusahaan atau Merger
Terhadap Industri Migas Berdasarkan
Aspek Hukum Persaingan Usaha
Robin Setiawan
Pembimbing : Ditha Wiradiputra
Fakultas Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi
E-mail : antonius.robinsetiawan@gmail.com
Abstrak
Penggabungan perusahaan atau merger merupakan suatu upaya bagi grup usaha untuk memperluas jaringan usahanya khususnya bagi kelompok usaha yang ingin berkembang dalam waktu yang relatif singkat. Efek negatif dari sebuah tindakan merger memiliki kaitan erat dengan isu terjadinya monopoli yang dilarang oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tetapi pada dasarnya sebuah tindakan penggabungan atau merger berdasarkan perspektif ekonomi bertujuan untuk kepentingan umum dan masih menjadi suatu perdebatan mengenai hal tersebut dimana merger merupakan
satu-satunya alasan demi tujuan ekonomi. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan merger dapat menjadi pro kepada persaingan tetapi juga dapat menjadi anti-persaingan apabila tidak dikontrol oleh otoritas persaingan usaha dalam hal ini adalah KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti apakah rencana proses merger yang hendak dilakukan oleh PT. Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk. dan PT. Pertamina Gas selaku anak perusahaan PT. Pertamina (Persero) akan berdampak pada anti persaingan atau justru membawa dampak yang baik bagi masyarakat karena sering terjadi benturan kepentingan merger dengan alasan efisiensi dan permasalahan persaingan usaha.
Legal Review of The Merger Process in Oil & Gas Industries Based on The Competition Law
Perspective Abstract
The incorporation of the company or merger is a group effort for businesses to expand their business network specifically for business groups who want to develop in a relatively short time. The negative effects of a merger is closely linked with the issue of monopoly which is prohibited by the Act No. 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, but is essentially an act of amalgamation or merger based on an economic perspective aims for the public interest and still be a debate on the matter in which the merger is the only reason for the sake of economic objectives. It can be concluded that the merger activity can be pros for competition, but also can be anti-competitive if it is not controlled by competition authorities in this case is the Commission (KPPU). In this study, the authors
will examine whether the proposed merger to be carried out by PT. Gas Negara (Persero) Tbk. and PT. Pertamina Gas as a subsidiary of PT. Pertamina (Persero) will result in anti-competitive or just bring a good impact for the community because there is often a conflict of interest of the merger on the grounds of efficiency and competition issues.
Keywords : Merger, Unfair Business Competition, Monopoly Issues
Pendahuluan
Pada jurnal berikut ini, akan dijelaskan mengenai rencana penggabungan atau merger antara PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT. Pertamina Gas yang sempat ramai dan menjadi isu penting dalam hukum persaingan usaha. Melihat dari tujuan dilakukannya sebuah merger antara PT. Perusahaan Gas Negara dan PT. Pertamina Gas adalah untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat antara keduanya, dan perlu diketahui bahwa PT. Pertamina dan PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) keduanya juga berkecimpung di dalam sektor sumber energi. Selama ini Pertamina adalah
satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertanggung jawab terhadap penyediaan dan pendistribusian sumber energi migas dan memiliki peran yang cukup vital dalam memuluskan program ketahanan energi nasional. Migas dibutuhkan oleh banyak orang karena hampir semua mesin dan alat penunjang lainnya membutuhkan bahan bakar minyak maupun gas sehingga migas dapat dikatakan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Berbagai pendapat pro dan kontra yang timbul atas rencana merger antara PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT. Pertamina Gas (Pertagas) ini. Beberapa pendapat mengatakan bahwa dengan bergabungnya PGN dan Pertagas ini dapat memudahkan pasokan gas langsung, ketimbang dari pihak ketiga bagi PGN yang saat ini berstatus perusahaan publik, namun terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa dengan bergabungnya kedua perusahaan tersebut merupakan hal yang tidak menyenangkan bagi pemegang saham
independen baik dari segi transparansi dan manajemen1. Selain itu, PGN dan Pertagas selama
ini, sama-sama memiliki ruang lingkup bisnis transmisi dan distribusi atau niaga gas, apabila keduanya disatukan dan berada di bawah kendali Pertamina, aset keduanya mencapai Rp 170 triliun. Pertamina secara otomatis akan menguasai bisnis gas dari hulu ke hilir.
Jika ditinjau berdasarkan aspek Hukum Persaingan Usaha dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terdapat pengecualian terhadap BUMN dan apabila proses merger atau penggabungan tersebut demi kepentingan umum dan menyangkut hajat orang banyak, tetapi harus diperhatikan juga bahwa berdasarkan Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2009 tentang Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan yang juga diharuskan bagi
1 Dampak Positif-Negatif Merger PGN-Pertamina,
diakses dari
http://www.geoenergi.co/m/policy- regulation/1387/ini-dampak-positifnegatif-merger-pgnpertagas/pada tanggal 29 Maret 2014.
BUMN (Badan Usaha Milik Negara) sehingga menurut Bp. Ahmad Junaidi selaku staf di Komisi Pengawas Persaingan Usaha, sebuah BUMN yang hendak melakukan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan harus juga mengirimkan notifikasi ke KPPU dikarenakan Peraturan Komisi tidak mengecualikan BUMN yang tergolong sebagai pelaku usaha. Pada dasarnya BUMN tunduk pada tiga ketentuan yaitu, Undang-Undang Pasar Modal, Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang BUMN itu sendiri. Jika PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT. Pertamina Gas (Pertagas) merger, maka tidak ada persaingan pada usaha gas sehingga akan terjadi kemungkinan monopoli usaha dan pengguna gas tidak memiliki pilihan harga gas yang berbeda lagi.
Perusahaan milik negara di sektor migas adalah hal yang wajar seperti halnya di negara-negara berkembang lainnya. Pembangunan sektor migas juga akan meningkatkan efisiensi ekonomi.
Investasi di sektor energi khususnya minyak dan gas sangat menjanjikan keuntungan yang besar sehingga diburu oleh para investor asing. Kondisi seperti ini merupakan kondisi yang cukup vital sehingga peran pemerintah menjadi sangat signifikan, baik sebagai pelaku maupun sebagai regulator. Perlu juga pembenahan dalam segi pengelolaan suatu BUMN yang terlepas dari jeratan birokrasi dan intervensi politik. Berangkat isu yang dijelaskan di atas, maka penulis mengambil judul penelitian ini adalah Tinjauan Yuridis Terhadap Rencana Penggabungan Perusahaan (Merger) yang dalam hal ini adalah PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT. Pertamina Gas (Pertagas) sebagai contoh kasus yang nyata yang masih dalam tahapan rencana merger dan belum terealisasikan
Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah merger yang hendak dilakukan oleh PT. Perusahaan Gas Negara, Tbk. (PGN) dan PT. Pertamina Gas (Pertagas) selaku BUMN tetap tunduk pada ketentuan hukum persaingan usaha?
2. Apakah merger PT. Perusahaan Gas Negara, Tbk. (PGN) dan PT. Pertamina Gas dapat memiliki potensi untuk menimbulkan persaingan usaha tidak sehat?
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Tipe penelitian yang digunakan menurut sifatnya adalah penelitian
deskriptif penelitian yang merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek pada saat sekarang berdasarkan fakta yang nampak,menurut bentuknya adalah penelitian preskriptif, menurut tujuannya adalah penelitian
problem solution, menurut penerapannya adalah penelitian berfokus masalah, dan menurut ilmu
yang dipergunakan adalah penelitian
monodisipliner.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier sebagai berikut:2.
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat berupa peraturan perundang-undangan Indonesia, peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan instrumen hukum internasional.
2 Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”,
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa, memahami, dan menjelaskan bahan hukum primer, yang antara lain adalah teori para sarjana, buku, skrisi, tesis, penelusuran internet, artikel ilmiah, jurnal, hasil seminar, bahan hasil penelitian dari universitas, surat kabar, dan makalah.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum
yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, misalnya ensiklopedi, atau kamus.
Penelitian atas rencana merger antara PT. Perusahaan Gas Negara dan PT. Pertamina Gas ini dilihat dari segi aspek hukum persaingan usaha dan peraturan perundang-undangan yang terkait yang merupakan bahan hukum primer dan beberapa bahan dari internet, artikel, jurnal dan buku yang ada hubungannya dengan penelitian ini seperti
tentang BUMN, merger, pasar industri minyak dan gas di Indonesia serta sejarahnya, bahkan pendapat dari beberapa narasumber yang merupakan hasil dari wawancara langsung di lapangan yang berkaitan dengan proses merger yang hendak dilakukan antara PT. Perusahaan Gas Negara dan PT. Pertamina Gas yang kemudian menjadi bahan hukum sekunder dan beberapa penjelasan dari kamus hukum dan Black Law Dictionary yang merupakan salah satu bahan yang digunakan sebagai penunjang dari penelitian ini yang tergolong sebagai bahan hukum tersier.
Pembahasan
Persaingan usaha pada dasarnya merupakan implementasi dari sistem ekonomi dengan mekanisme pasar. Hasil pemikiran ekonomi klasik pada era physiocracy, seperti Francois Quesnay
(1694-1774) menyatakan bahwa persaingan bebas terjadi sebagai hasil interaksi antara kekuatan
penawaran dan permintaan dalam suatu pasar sehingga menghasilkan harga terbaik, dan masyarakat akan memperoleh manfaat apabila
individu dibiarkan memenuhi kehendak
pribadinya3. Pada era tersebut, terdapat pula doktrin yang mengekspresikan pemikiran Adam Smith, dalam bahasa Perancis yaitu, “laissez faire, laissez passer”, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi “let it be, let it go”, suatu pandangan yang menyatakan bahwa pemerintah sebaiknya tidak mencampuri urusan ekonomi4. Pada intinya pemikiran ekonomi klasik ini menekankan adanya invisible hand dalam pengelolaan sumber daya ekonomi, dan oleh karenanya tidak perlu peran pemerintah karena akan mengganggu proses berjalannya mekanisme pasar. Konsep invisible hand ini kemudian direpresntasikan sebagai
3 Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, “ free
competition would result in an optimum allocation of resources”, hlm. 83.
4 Ibid.
mekanisme dimana harga sebagai penentu akibat persaingan usaha, sehingga setiap perusahaan didorong untuk memproduksi dengan biaya serendah mungkin.
Di Indonesia, pengaturan persaingan usaha tidak diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan salah satu instrument
dimana negara mengambil peran untuk
mengarahkan persaingan usaha dapat berjalan dengan sehat. Pada kondisi tertentu, negara dapat ikut serta menyediakan sumber daya ekonomi bagi golongan masyarakat tidak mampu melalui mekanisme subsidi atau bantuan sosial lainnya yang ditetapkan setiap tahun berdasarkan undang-undang mengenai pengesahan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pada industri migas, dengan diterbitkannnya Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi, maka pengusahaan gas bumi melalui
pipa seperti yang dilakukan oleh Perusahaan Gas Negara dan Pertamina harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat.
Isu utama dari penelitian ini adalah persoalan mengenai merger yang ditinjau dari perspektif persaingan usaha. Pelaku usaha dilarang untuk melakukan penggabungan badan usaha apabila tindakan tersebut mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, hal ini diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Anti Monopoli, yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha maupun pengambilalihan saham perusahaan lain yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Tindakan merger dapat membawa keuntungan bagi pelaku usaha karena merger dapat menjadi sarana untuk menghimpun modal bagi para pelaku usaha
dalam rangka memperluas usahanya atau bisnisnya dan praktik ini sering dilakukan oleh para pelaku bisnis. Dengan dilakukannya merger dan akuisisi, tidak menutup kemungkinan akan terjadinya kosentrasi pasar yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli. Itulah sebabnya hukum tentang merger maupun hukum tentang anti monopoli sangat mewanti-wanti agar suatu merger
atau akuisisi tidak sampai melanggar ketentuan anti monopoli atau persaingan sehat5.
Selain itu, hal lain yang tidak kalah penting adalah perihal diatur oleh undang-undang. Pengertian diatur oleh undang-undang disini adalah suatu syarat legal bagi negara untuk menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara. Hal ini berarti monopoli atau pemusatan kegiatan oleh negara hanya dapat dilakukan setelah diatur terlebih dahulu dalam
5 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis – Menata
Bisnis Modern di Era Global, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2008) , Hal. 91.
bentuk undang-undang. Undang-undang tersebut harus menyebutkan secara jelas mengenai tujuan dari monopoli dan/atau pemusatan kegiatan serta mekanisme pengendalian dan pengawasan negara
dalam penyelenggaraan monopoli dan/atau
pemusatan suatu kegiatan itu. Sebagai bentuk implementasi penyelenggaraan dan pemusatan kegiatan produksi atas atas barang dan/atau jasa tertentu maka akan diselenggarakan melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). PGN dan Pertagas sebagaimana kita ketahui merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
BUMN dan badan atau lembaga yang hanya ditunjuk oleh pemerintah dapat menyelenggarakan monopoli dan/atau pemusatan kegiatan secara bersama-sama sesuai dengan kebutuhan dan pertimbangan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua BUMN dapat melakukan monopoli terhadap suatu industri
tertentu kecuali telah ditentukan oleh pemerintah
yang dituangkan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan. Prosedur dan persyaratan dalam menunjuk suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau lembaga negara tertentu untuk menyelenggarakan monopoli atas industri tertentu dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah sehingga tidak mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat6.
Perusahaan Gas Negara dan PT. Pertamina (Persero) merupakan BUMN yang bergerak di dalam industri gas bumi dan pendistribusian gas. Jika Pemerintah Indonesia ingin menyelenggarakan monopoli di bidang gas bumi, maka harus dibuat peraturan perundang-undangan secara khusus yang mengatur bahwa proses industri gas hanya
6 Ibid.
dimonopoli oleh salah satu pihak baik Perusahaan Gas Negara atau PT. Pertamina. Dapat disimpulkan bahwa BUMN tidak termasuk dalam pengecualian Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 kecuali ada peraturan perundang-undangan lainnya yang menyatakan bahwa BUMN tersebut diizinkan untuk
melakukan penguasaan atas industri
tertentu/monopoli. Jika tidak ada, maka tetap harus mengikuti ketentuan yang berlaku di dalam Hukum Persaingan Usaha ,tetapi jika merger itu sepanjang sesuai dengan batas toleransi konsentrasi pasar dan independensi usaha maka Komisi Pengawas Persaingan Usaha tidak akan menghambat proses
merger tersebut. Salah satu contohnya adalah
seperti jasa penyediaan air bersih dan
ketenagalistrikan. Pada jenis industri ini regulasi pemerintah mutlak diperlukan karena pelaku usaha yang harus bersifat menguasai industri ini (bersifat monopoli) yang sebelumnya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan atas kondisi ini.
Kesimpulan
Merger yang hendak dilakukan oleh PT. Pertamina Gas dan PT. Perusahaan Gas Negara tidak termasuk di dalam pengecualian terhadap Ketentuan Hukum Persaingan Usaha. Badan usaha yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus tunduk terhadap hukum persaingan usaha dan tidak termasuk dalam pengecualian dalam Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena tidak ada Undang-Undang yang secara spesifik menyebutkan bahwa salah satu pihak baik PT. Pertamina maupun PT. PGN yang diberi hak untuk melakukan monopoli terhadap sektor industri gas.
Saran
Adapun penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Bagi kalangan pengusaha dan pelaku bisnis,
selain memerlukan perencanaan dari segi
bisnis dan keuangan, ada baiknya
dipertimbangkan mengenai dampak yang akan ditimbulkan dari merger atau akusisi tersebut.
2. Bagi pelaku bisnis di perusahaan yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terkait Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perlu ditegaskan dan dijelaskan bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk dalam pengecualian tersebut tetapi harus ada peraturan perundang-undangan yang secara spesifik menerangkan bahwa BUMN yang ditunjuk oleh undang-undang diberi hak untuk memonopoli atas suatu sektor industri tertentu.
Gambar
Gambar Struktur Pengambilalihan
S Q P X Z M T R
Keterangan :
P = Perusahaan yang melakukan akuisisi X = Perusahaan sasaran
Berdasarkan gambar tersebut, maka besar aset yang perlu dihitung adalah :
R+Q+P+X+Z+M+T. Apabila nilai penjualan dan/atau aset setiap pelaku usaha merger telah melebihi batasan merger sebelum merger dilakukan, maka para pelaku usaha berkewajiban untuk memberitahu sebagaimana yang diatur di dalam PP Merger. Dalam melakukan penilaian-penilaian tersebut, maka KPPU dapat meminta keterangan dari pelaku usaha dan/atau pihak lain seperti konsumen, pelaku usaha pesaing, pemasok, instansi terkait, atau ahli.
Daftar Referensi
Books:
Fuady, Munir.(1999). Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek
(Buku Kedua). Cet. 2. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Saputro, Perdana.(2012). Hukum Merger di Indonesia dalam
Konteks Hukum Persaingan Usaha. Tangerang : CR Publishing.
Soekanto, Soerjono.(2010). Pengantar Penelitian Hukum.
Journal Article:
Ibrahim, Johnny. (2008). Jurnal Hukum Persaingan Usaha, “
Free competition would result in an optimum allocation of resources”