• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Persaingan Usaha (2) Persaingan Usaha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hukum Persaingan Usaha (2) Persaingan Usaha"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM PERSAINGAN USAHA

SEKSI A

Ujian Akhir Semester

Elsa Monica Sara 2012-050-163

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA

JAKARTA

2015

(2)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

(3)

ketentuan yaitu nilai aset pada badan usaha hasil penggabungan atau peleburan melebihi Rp 10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah) atau nilai penjualan (omzet) melebihi Rp 15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah) atau mengakibatkan penguasaan pangsa pasar lebih dari 50 % pada pasar bersangkutan wajib untuk melakukan pra-notifikasi. Sedangkan pada pasal 5 angka 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan terdapat perbedaan ketentuan untuk melakukan pemberitahuan secara tertulis kepada Komisi yaitu bahwa pelaku usaha dibidang perbankan berkewajiban menyampaikan pemberitahuan secara tertulis apabila nilai aset melebihi Rp 20.000.000.000.000,00 (dua puluh triliun rupiah). Selanjutnya pada Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 tahun 2009 tentang Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan terdapat ketentuan bagi pra-notifikasi pengambilalihan oleh pelaku usaha apabila memenuhi ketentuan yang terdapat dalam pasal 4 tersebut, sedangkat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan tidak adanya ketentuan tersebut. Untuk tata cara penyampaian pemberitahuan terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan sedangkan pada Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 tahun 2009 tentang Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan tidak terdapat tata cara penyampaian pra-notifikasi tersebut tetapi tercantum dalam lampiran yang merupakan petunjuk pelaksanaan pra-notifikasi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.

adanya perbedaan dengan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan

(4)

 Untuk melaksanakan ketentuan pasal 28 ayat (3) dan pasal 29 ayat (2) Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat maka perlu menetapkan PP Nomor 57 tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perubahan yang ditimbulkan dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) diatas terhadap pasal 28 dan pasal 29 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 yaitu, dalam pasal 11 (4) PP Nomor 57 tahun 2010 dikatakan bahwa,

(1) Berdasarkan formulir dan dokumen yang diterima oleh Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), Komisi melakukan penilaian.

(2) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Komisi memberikan saran, bimbingan, dan/atau pendapat tertulis mengenai rencana Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan lain kepada Pelaku Usaha.

(3) Saran, bimbingan, dan/atau pendapat tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya formulir dan dokumen secara lengkap oleh Komisi.

(4)Penilaian yang diberikan oleh Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan persetujuan atau penolakan terhadap rencana Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan lain yang akan dilakukan oleh Pelaku Usaha, dan tidak menghapuskan kewenangan Komisi untuk melakukan penilaian setelah Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan lain yang bersangkutan berlaku efektif secara yuridis.

(5)

peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tetapi dalam pasal 11 (4) PP Nomor 57 tahun 2010 seperti disebutkan diatas maka penilaian yang diberikan oleh komisi bukan berarti menolak perencana dalam penggabungan atau peleburan tersebut sehingga apabila dalam perencanaan tersebut dilihat mengandung unsur persaingan usaha tidak sehat maka bukan merupakan penolakan ataupun persetujuan terhadap perencanaan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut, tetapi komisi memberikan saran, bimbingan dan atau pendapat tertulis. Maka ketika penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut telah dibentuk dan berlaku, komisi dapat melakukan penilain kembali yang kemudian harus berdasarkan ketentuan yang ada dan tidak adanya unsur monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

c. Dampak yang dialami oleh pelaku-pelaku usaha dengan adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini adalah, pelaku usaha yang akan melakukan penggabungan, peleburan dan atau pengambialihan saham harus lebih memperhatikan perencanaannya tersebut. Karena dalam PP ini telah diatur secara rinci mengenai hal-hal apa saja yang dapat menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Selain itu adanya komisi penilaian disini membuat para pelaku usaha lebih memperhatikan usaha yang dilakukannya tersebut dalam pengontrolan usahanya tersebut sehingga komisi tidak menemukan hal-hal yang melanggar ketentuan dalam penilaian komisi tersebut.

(6)

angka 4 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat).

Posisi Dominan adalah pelaku usaha menjadi lebih unggul (market leader) pada pasar yang bersangkutan atau memiliki pangsa pasar terbesar.1

Posisi Dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha menjadi pemimpin dan menguasai pasar tersebut sehingga tidak mempunyai pesaing yang dapat mengalahkannya. Maka posisi pelaku usaha tertinggi diantara pesaing lainnya dalam pasar yang bersangkutan.

Contoh: Di Indonesia terdapat beberapa produk baterai yang dihasilkan oleh beberapa perusahaan yang berbeda. Akan tetapi pangsa pasar baterai nasional di Indonesia masih di dominasi oleh produk ABC (PT. Arta Boga Cemerlang). Produk baterai ABC ditetapkan menyalahgunakan posisi dominannya dengan melakukan program geser competitor. Kebanyakan dari masyarakat Indonesia menggunakan produk tersebut dibandingkan dengan produk baterai lainnya. Oleh karena itu produk baterai ABC ini menjadi lebih unggul dan mempunyai posisi tertinggi di antara pesaing lainnya di pasar bersangkutan.

Penyalahgunaan posisi dominan adalah dalam posisi dominan pelaku usaha mempunyai hal-hal yang tidak dilarang oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan ketentuan pencapaian posisi dominan tersebut dilakukan melalui persaingan usaha yang sehat, maka dengan adanya hal-hal yang tidak dilarang tersebut memungkinkan suatu pelaku usaha dapat melakukan penyalahgunaan terhadap apa yang diperbolehkan dalam hal posisi dominan ini. Sehingga bentuk-bentuk penyalahgunaan posisi dominan atau hambatan persaingan usaha lainnya yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang mempunyai posisi dominan telah ditetapkan dalam pasal 25 ayat 1 dan pasal 19 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Contoh: Carrefour merupakan salah satu dari supermarket terbesar di Indonesia. Dibandingkan dengan supermarket lainnya Carrefour mempunyai market power dikarenalan mempunyai gerai terbanyak. Dengan market power tersebut

(7)

menimbulkan ketergantungan bagi pemasok barang untuk memasukkan barang atau produknya agar dapat dijual di Carrefour. Oleh karena itu adanya pemberlakuan minus margin yang mengakibatkan salah satu pemasok barang harus menghentikan pasokan barangnya tersebut kepada pesaing Carrefour yang menjual dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga jual di Carrefour untuk produk yang sama. Maka Carrefour melanggar pasal 19 huruf a Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

b. Suatu merger bisa saja terjadi penyalahgunaan posisi dominan dikarenakan penggabungan perusahaan yang menjadikan perusahaan tersebut menjadi kuat tetapi hal tersebut dilarang dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Merger berdiri berdasarkan proses penggabungan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. Penyalahgunaan posisi dominan tersebut terjadi apabila perseroan tersebut menguasai 50 % atau menguasai 75 % atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu sebagaimana disebutkan dalam pasal 25 ayat 2 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat). Sehingga apabila perseroan yang bergabung tersebut menjadi lebih kuat dapat menimbulkan posisi dominan yaitu menguasai pasar.

(8)

penggabungan tersebut menjadikan bank CIMB Niaga merupakan salah satu bank yang terkuat dan dapat bersaing dengan bank-bank lainnya. Sehingga apabila suatu penggabungan perseroan yang menyebabkan perseroan tersebut semakin kuat dan menguasai pasar hal tersebut dilarang oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk itu suatu merger yang menjadi lebih kuat dalam persaingan usaha untuk tidak memiliki posisi dominan yang melebihi aturan yang telah ditetapkan dalam pasal 19, pasal 25, pasal 26, pasal 27 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Contoh lainnya yaitu, Flexi dan Esia yang akan melakukan merger. Flexi merupakan operator CDMA terbesar di Indonesia dengan jumlah pelanggan kurang lebih 15 juta, sedangkan esia adalah operator CDMA kedua terbesar di Indonesia dengan 10 juta pelanggan. Apabila flexi dan esia melakukan merger maka dapat dikatakan bahwa merger tersebut akan menguasai pasar industry telekomunikasi CDMA ini. Sehingga dapat mempengaruhi para pelaku usaha pesaing lainnya dalam hal operator telekomunikasi CDMA.

c. Suatu BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang memiliki posisi dominan terhadap suatu pasar dilingkup nasional tidak dapat melakukan penyalahgunaan posisi dominan tersebut. Dikarenakan BUMN bergerak dalam sektor business to customer bukan business to business sehingga yang diutamakan yaitu konsumen bukan dari segi bisnis yang dilakukan. Tetapi yang terjadi sekarang adanya kebijakan bagi BUMN dalam Peraturan Menteri BUMN No. Per-15/MBU/2012 yang membuat perusahaan swasta nasional akan terhambat memperoleh kesempatan dipengadaan barang dan jasa dilingkungan BUMN.2 Dan juga

mekanisme dari kebijakan tersebut menghasilkan barang dan jasa yang tidak efisien dari sisi harga dan atau kualitas, khususnya untuk industri yang terkonsentrasi. Selain itu BUMN menjadi meningkatkan kekuatan dalam posisi dominan tersebut dipasar lain (melalui penutupan pasar/foreclousure).

2 KPPU, “KPPU lewati Semester Pertama 2014 dengan Lima Saran Kebijakan: Kebijakan Sinergi BUMN dalam Pengadaan Barang dan Jasa,

(9)

Penunjukkan yang dilakukan tersebut juga tidak termasuk dalam pengecualian pasal 50 huruf a Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dikarenakan tidak terdapatnya pasal tersebut di Undang-Undang No.19 tahun 2003 tentang BUMN yang menetapkan peraturan terkait penunjukkan langsung ataupun pengadaan barang dan jasa khusus BUMN. Oleh karena itu KPPU memberikan saran kepada menteri BUMN untuk mencabut atau mendesain ulang kebijakan sinergi BUMN dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN dengan disesuaikan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Maka inti dari jawabannya yaitu, BUMN tidak dapat melakukan penyalahgunaan posisi dominan dikarenakan hal tersebut telah dilarang oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dan dalam pasal 51 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan pedoman yang merupakan petunjuk pelaksanaan untuk memahami, mengerti dan mensosialisasikan persaingan usaha yang sehat khususnya yang berkaitan dengan monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang produksi yang penting bagi negara.

3. Perkara No. 12/KPPU-I/2014

Penggugat: Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU RI) Tergugat: 1. PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) selanjutnya disebut dengan PT

Pelindo II

2. PT Multi Terminal Indonesia

Jenis Larangan: Perjanjian Tertutup dan Monopoli. Dengan dugaan Pelanggaran Pasal 17 dan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Sektor Pelabuhan tentang Kewajiban Penggunaan Gantry Lufting Crane untuk Kegiatan Bongkar Muat di Pelabuhan Tanjung Priok

(10)

bersaing dalam menyediakan pengadaan alat kegiatan bongkar muatan tersebut. Dikarenakan Pelabuhan Tanjut Priok telah menyediakan crane darat Gantry Luffing Crane dan juga PT. Multi Terminal Indonesia mengeluarkan surat pemberitahuan yang mensyaratkan bagi seluruh pengguna untuk menggunakan jasa dermaga sandar kapal di Pelabuhan Tanjung Priok menggunakan Grantry Luffing Crane (GLC).

Prosedur persidangan:

a. tahan pengumpulan indikasi b. tahap pemeriksaan pendahuluan c. tahan pemeriksaan lanjutan d. tahap penjatuhan putusan e. tahap eksekusi putusan

Putusan KPPU:

1. Terlapor 1 terbukti secara sah melanggar pasal 15 ayat (2) Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada dermaga Pelabuha Tanjung Priok 101, 101 utara dan 102.

2. Terlapor II terbukti secara sah melanggar pasal 15 ayat 2 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada pasar yang bersangkutan yaitu melakukan pengadaan barang berupa menyediakan crane darat Gantry Luffing Crane untuk bongkar muatan tersebut di dermaga 114 dan 155 Pelabuhan Tanjung Priok

3. Terlapor 1 dan Terlapor II tidak terbukti melanggar pasal 17 Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu berkaitan dengan monopoli bahwa Terlapor 1 dan II hanya menyediakan barang berupa Gantry Luffing Crane.

(11)

5. Membatalkan Surat Edaran PT Multi Terminal Indonesia Nomor HM.498/8/17/MTI-2011 tanggal 30 November 2011 perihal penggunaan peralatan bongkar muat, Kesepakatan Bersama antara PT Multi Terminal Indonesia (PT MTI) dengan Mitra Kerja PT Multi Terminal Indonesia tentang Pemakaian Crane Darat (GLC) Untuk Kegiatan Bongkar Muat berdasarkan Berita Acara Nomor UM.268/4/2C/MTI-2012 tanggal 21 Mei 2012, Surat Pemberitahuan Nomor TH.12/1/12/MTI-2012 tanggal 27 Agustus 2012 perihal penggunaan alat bongkar muat/Gantry Luffing Crane (GLC) dan surat-surat atau kesepakatan lainnya yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan alat bongkar muat crane darat Gantry Luffing Crane di dermaga 114 dan 115

6. Memerintahkan Terlapor I untuk mengumumkan pembatalan surat-surat dan kesepakatan sebagaimana tersebut pada diktum 4 dan diktum 5 di atas pada 2 (dua) surat kabar harian berbahasa Indonesia yang beredar secara nasional selama 1 (satu) hari kerja dengan ketentuan pengumuman tersebut dimuat pada halaman khusus berita ekonomi dengan ukuran sepatutnya.

7. Memerintahkan Terlapor I untuk menyerahkan bukti pengumuman sebagaimana dimaksud pada diktum 6 di atas kepada KPPU;

8. Memerintahkan Terlapor II untuk menyerahkan salinan bukti pembayaran denda ke KPPU, setelah melakukan pembayaran denda.

Sanksi:

1. Menghukum Terlapor II, membayar denda sebesar Rp 5.332.500.000,00 (lima milyar tiga ratus tiga puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah

Analisis Perkara:

Pasal 15 terbukti melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dalam pasal tersebut menyatakan bahwa,

(12)

memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.

(3) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:

a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau

b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

(13)

Pasal 17 tidak terbukti terjadinya pelanggaran. Dikarenakan dalam pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa,

(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas

produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:

a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau

b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau

c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Lubis, Andi Fahmi et al., Hukum Persaingan

Usaha Antara Teks & Konteks, Jakarta:ROV Creative Media, 2009

Internet:

KPPU, “KPPU lewati Semester Pertama 2014 dengan Lima Saran Kebijakan: Kebijakan Sinergi BUMN dalam Pengadaan Barang dan Jasa, diakses 26 Mei 2015,

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian yang semuanya sangat signifikan maka hipotesis yang menyatakan bahwa “ kesegaran jasmani dan motivasi belajar siswa putra secara

Sebaliknya, lansia yang menjadi responden dalam penelitian ini dikatakan kurang atau tidak menghayati Successful Aging adalah lansia yang tidak mampu memenuhi komponen pembentuk

Berdasarkan hasil evaluasi administrasi, evaluasi teknis dan evaluasi harga dan evaluasi kualifikasi maka Kelompok Kerja (Pokja) ULP berkesimpulan dan memutuskan

Pada hari ini Selasa tanggal Dua bulan April tahun Dua Ribu Tigabelas kami yang bertanda tangan dibawah ini Pokja Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan dan Perikanan Kab. Datok

Oleh karena tidak ada penawaran dari peserta yang lulus evaluasi penawaran tahan evaluasi teknis, maka POKJA V ULP Kabupaten Barito Timur menyatakan PELELANGAN GAGAL. Tindak

Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan pada PT.TELKOM, maka solusi yang paling tepat untuk mengatasi permasalahan yang sedang terjadi pada perusahaan

KIK EBA mentransfer hak kontraktual untuk menerima arus kas yang berasal dari aset keuangan atau menanggung liabilitas untuk membayar arus kas yang diterima

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas hidayat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PENGARUH