• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normative (pendekatan perundang-undangan) atau yuridis normatif yakni penelitian

hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan

perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran)35.

Penelitian hukum normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai sistem norma yang digunakan untuk memberikan justifikasi preskriptif tentang suatu peristiwa hukum, sehingga penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem kaidah atau aturan, sehingga penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu bangunan sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung

dengan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu

menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan

hukum tertier.36

35 Mukti Fajar, et al. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm.34.

36 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Rajawali Press, 1995, hlm. 39.

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini bahan hukum primernya yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah dari kalangan hukum tentang hukum perusahaan.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum tertier adalah bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia dan sebagainya.

4. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara: Studi dokumen. Pembahasan mengenai studi dokumen atau bahan pustaka, akan mengawali pembicaraan mengenai alat-alat pengumpul data dalam penelitian, karena bahan kepustakaan atau bacaan dalam penelitian sangat diperlukan. Untuk memperoleh data sekunder, perlu dilakukan studi dokumentasi yaitu dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori, buku-buku, hasil penelitian, dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.

5. Analisis Data

Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.

Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (bahan hukum primer, sekunder maupun tersier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk

memperoleh jawaban yang baik pula.37

Selanjutnya data dianalisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yakni berpikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian.

37 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 106.

BAB II

BATASAN-BATASAN HUKUM TENTANG MERGER PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007

TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Merger Perseroan Terbatas Sebagai Sarana Restrukturisasi Perusahaan Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pembangunan perekonomian nasional perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin iklim dunia usaha yang kondusif. Selama ini perseroan terbatas telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang menggantikan peraturan perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial. Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam undang-undang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi.

Meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip

pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntut

sebagaimana yang dijelaskan didalam Penjelasan Umum Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007.

Kedudukan perseroan terbatas sebagaimana tersebut diatas, diharapkan keberadaan perseroan terbatas sebagai salah satu pelaku usaha ikut menggerakkan dan mengarahkan kegiatan dibidang ekonomi, sehingga perlu diupayakan terciptanya iklim usaha yang kondusif, sehat dan efisien yang memungkinkan perseroan terbatas dapat tumbuh dan berkembang secara lebih dinamis dengan perkembangan dunia usaha dan perdagangan yang sangat cepat.

Melakukan kegiatan usaha, perseroan terbatas selalu mengalami pasang surut, tidak jarang melakukan beberapa tindakan untuk pengembangan usaha lebih lanjut. Sebaliknya suatu perseroan terbatas yang sedang berada dalam keadaan sulit, juga perlu mengadakan tindakan untuk menyelamatkannya supaya perseroan terbatas itu tetap eksis. Restrukturisasi perusahaan merupakan salah satu pilihan yang dapat diambil atas dasar pemikiran dan pertimbangan untuk mencapai tujuan ekonomi dan

manajerial.38 Dan salah satu bentuk restrukturisasi usaha yang dikenal didalam

Undang-Undang Perseroan Terbatas 2007 adalah “PENGGABUNGAN” atau yang lebih dikenal dengan istilah merger.

38 Sri Rejeki Hartono, Kapita Selecta Hukum Perusahaan, Bandung : Mandar Maju, 2000, hlm. 39.

1. Pengertian Perseroan Terbatas

Perseroan adalah badan hukum (legal person,legal entity), dianggap sebagai

subyek hukum yang cakap melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum dengan berbagai pihak seperti manusia. Perseroan adalah badan hukum hasil rekayasa manusia untuk membentuk suatu badan yang memiliki status, kedudukan, kewenangan, yang sama seperti manusia. Oleh karena itu badan ini disebut juga

badan hukum artificial (artificial legal person).39

Menurut Rochmat Soemitro40 badan hukum adalah suatu badan yang dapat

mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi.

Sementara Salim HS41 mengatakan bahwa badan hukum adalah kumpulan

orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, hak dan kewajiban, serta organisasi.

Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni perseroan dan terbatas. Kata perseroan merujuk pada modal perseroan yang terdiri atas sero-sero atau saham-saham. Sedangkan kata terbatas merujuk pada tanggung jawab dari pemegang sahamnya yang luasnya hanya terbatas tidak melebihi nilai nominal semua saham yang dimilikinya. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mendefinisikan Perseroan Terbatas sebagai berikut :

39 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Vol.26 No.3 Tahun 2007, hlm. 5.

40 Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Bandung : Eresco, 1993, hlm. 10.

41 Salim HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar Grafika, 2003, hlm. 65.

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal. Didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”42

Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 angka 1 diatas, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum harus terpenuhi syarat-syarat

sebagai berikut43 :

1. Merupakan Persekutuan Modal.

Perseroan sebagai badan hukum memiliki “modal dasar” yang disebut juga authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam

Akta Pendirian Perseroan.44

Modal dasar tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham atau sero. Modal yang terdiri dan dibagi atas saham itu dimasukkan para pemegang saham dalam status mereka sebagai anggota perseroan dengan jalan membayar saham tersebut kepada Perseroan. Sebenarnya, persekutuan yang terjadi dalam Perseroan sebagai badan hukum, bukan hanya persekutuan modal, tetapi juga persekutuan para anggota yang terdiri dari pemegang saham. Namun yang lebih menonjol adalah persekutuan modal, dibanding dengan persekutuan orang atau anggotanya sebagaimana yang terdapat dalam Persekutuan yang diatur dalam Pasal 1618 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

2. Didirikan berdasarkan Perjanjian.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 angka 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, supaya perjanjian untuk mendirikan perseroan sah menurut undang-undang, pendirinya paling sedikit 2 (dua) orang atau lebih. Ketentuan yang digariskan Pasal 7 angka 1 tersebut diatas sesuai dengan yang ditentukan Pasal 1313 KUHPerdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Apabila perjanjian itu sah, maka berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian pendirian Perseroan itu, mengikat sebagaimana undang-undang kepada mereka.

3. Melakukan kegiatan usaha

Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, suatu Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha.

4. Lahirnya Perseroan melalui proses hukum dalam bentuk pengesahan pemerintah.

42 Pasal 1 angka (1) UUPT 2007

43 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Op. Cit., hlm.33.

Menurut pasal 7 angka 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007,

ditegaskan bahwa Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal

diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.

Dari ketentuan tersebut secara eksplisit sangat jelas disebutkan bahwa Perseroan Terbatas merupakan badan hukum. Perseroan Terbatas merupakan suatu

bentuk (legal form) yang didirikan atas fiksi hukum (legal fiction) bahwa perseroan

memiliki kapasitas yuridis yang sama dengan yang dimiliki oleh orang perseorangan (natural person). Apabila dikaitkan dengan unsur-unsur mengenai badan hukum, maka unsur-unsur yang menandai Perseroan Terbatas sebagai badan hukum adalah bahwa Perseroan Terbatas mempunyai kekayaan yang terpisah (Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas), mempunyai kepentingan sendiri (Pasal 82 Undang-Undang Perseroan Terbatas), mempunyai tujuan tertentu (Pasal 12 huruf b Undang-Undang Perseroan Terbatas), dan mempunyai organisasi teratur (Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas).

Sifat badan hukum perseroan terbatas, senantiasa dikaitkan dengan pertanggungjawaban terbatas. Yang dinamakan dengan dan menjadi tujuan dari pertanggungjawaban terbatas ini adalah keberadaan dari suatu perseroan yang telah memperoleh status badan hukum, melahirkan perlindungan harta kekayaan pribadi dan pendiri yang kemudian berubah status menjadi pemegang saham, dan pengurus perseroan terbatas, yang di Indonesia dilaksanakan oleh direksi di bawah pengawasan

dewan komisaris.45

45 Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas, Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemi lik PT, Jakarta : Praninta Offset, 2008, hlm. 18.

Perusahaan dengan tanggung jawab terbatas, tidak hanya kepemilikan kekayaan oleh perusahaan saja yang terpisah dengan uang yang dimiliki oleh orang yang menjalankan perusahaan, melainkan juga pemegang saham perusahaan tidak bertanggung jawab atas utang-utang perusahaan atau perseroan terbatas. Perseroan terbatas bisa mempunyai harta, serta hak dan kewajiban sendiri terlepas atau terpisah dari harta serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para pesero pengurus atau

pendiri.46

Ditegaskan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian. Atau dengan kata lain bahwa tanpa adanya perjanjian untuk mendirikan perseroan, maka tidak akan lahir suatu perseroan terbatas, di sini jelas bahwa perjanjian merupakan dasar lahirnya perseroan terbatas, dan pendiri perseroan terbatas minimal

oleh dua orang [(Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas)].47

Hukum perseroan terbatas terdapat beberapa prinsip yang merupakan landasan bagi korporasi dalam melakukan perbuatannya. Adapun prinsip-prinsip

dalam hukum korporasi adalah sebagai berikut :48

a. Corporate Opportunity

Prinsip ini mengajarkan bahwa direktur harus lebih mengutamakan kepentingan perseroan daripada kepentingan pribadi terhadap transaksi yang menimbulkan conflict of interest.

46 I.G Ray Widjaya, Hukum Perusahaan (Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Usaha), Jakarta : Megapoin, 2006, hlm. 128.

47 Dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas ditegakkan bahwa prinsip yang berlaku berdasarkan UUPT, pada dasarnya sebagai badan hukum, perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari (1) orang pemegang saham.

48 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hlm. 4.

b. Self Dealing

Maksudnya adalah setiap transaksi yang dilakukan antara direktur perseroan dengan perseroan itu sendiri. Baik dilakukan langsung oleh direktur yang bersangkutan ataupun secara tidak langsung, misalnya melalui

saudara-saudaranya. Krusialnya transaksi berbentuk self dealing ini adalah adanya conflict

of interest antara kepentingan direktur itu sendiri dengan kepentingan perseroan. c. Piercing The Corporate Veil

Dalam hukum perseroan bahwa masing-masing pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga. Tanggung jawab pemegang saham terbatas sebesar jumlah saham yang dimilikinya. Dan prinsip ini yang dapat membedakan perseroan terbatas dari bentuk-bentuk usaha yang lainnya, hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas, yaitu :

“Pemegang saham perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.”

Ini berarti para pemegang saham tersebut hanya bertanggung jawab atas

penyetoran penuh dari nilai saham yang telah diambil bagian olehnya.49

d. Ultra Vires

Prinsip ini mengajarkan bahwa perseroan tidak dapat melakukan kegiatan keluar dari kekuasaan perseroan. Kekuasaaan perseroan tersebut dirinci dalam anggaran dasar. Oleh karena itu, perseroan tidak boleh melakukan kegiatan diluar kekuasaan yang dirinci dalam anggaran dasar.

e. Derivative Action

Adalah gugatan yang dilakukan seorang atau lebih pemegang saham yang mewakili perseroan. Artinya adalah gugatan yang dilakukan oleh dan atas nama perseroan, dilakukan seorang atau lebih pemegang saham atas nama perseroan. Dalam hal ini yang digugat direktur atau pihak ketiga. Karena itu jika gugatannya berhasil, maka hasil dari gugatan tersebut menjadi milik perseroan, bukan milik pemegang saham.

f. Corporate Ratification

Prinsip ini mengandung makna bahwa perseroan dapat menerima tindakan organ lain dalam perseroan tersebut, sekaligus mengambil alih tanggung jawab organ lain dimaksud. Misalnya RUPS meratifikasi kegiatan tertentu dari direktur, sehingga seluruh tanggung jawab direktur dalam hubungan dengan kegiatan dimaksud beralih menjadi tanggung jawab perseroan.

g. Perlindungan Minoritas

Prinsip ini mengajarkan bahwa ketentuan-ketentuan tentang perseroan harus melindungi pemegang saham minoritas dalam perseroan. Banyak ketentuan untuk

49 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 1999, hlm. 9.

melindungi pemegang saham minoritas, antara lain adalah Pasal 97 ayat (6) Undang-Undang Perseroan Terbatas yang memberikan hak kepada pemegang saham yang memiliki 1/10 saham bagian dari jumlah seluruh saham untuk mengajukan gugatan atas nama perseroan terhadap tindakan direksi.

h. Wewenang Pengadilan

Keterlibatan pengadilan ikut member warna terhadap baik buruknya praktek hukum perseroan. Artinya adalah jika pengadilan itu baik, maka praktek hukum perseroan pun akan semakin baik. Sebaliknya jika pengadilan tidak profesional, maka praktek hukum perseroan akan semakin tidak baik.

i. Business Judgement Rule50

Adalah prinsip yang menyatakan bahwa direksi tidak dapat dituntut karena keputusannya ternyata mendatangkan kerugian pada perusahaan, sepanjang ia mengambil keputusan tersebut dengan penuh kehati-hatian, telah mengikuti ketentuan-ketentuan dalam perseroan, beritikad baik, tidak terdapat kelalaian atau penipuan.

j. Fiduciary of Duty

Secara konseptual prinsip Fiduciary Duties mengandung 3 (tiga) faktor penting,

yaitu :51

1). Prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi

(duty of skill and care);

2).Prinsip yang merujuk kepada itikad baik dari direksi untuk bertindak

semata-mata demi kepentingan dan tujuan perseroan (duty of loyality), dan

3).Prinsip untuk tidak mengambil keuntungan pribadi atas suatu opportunity

yang sebenarnya milik atau diperuntukkan bagi perseroan (secret profit

rule-doctrine of corporate opportunity).

Baik dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan dengan tegas didalam pasal 1 ayat (1) bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum. Dengan demikian, kedudukan perseroan terbatas (PT) sebagai badan hukum tidak perlu lagi disimpulkan

50 Erman Rajagukguk, Pengelolaan Perusahaan Yang Baik : Tanggung Jawab Pemegang Saham, Komisaris, dan Direksi, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 No.3 Tahun 2007, hlm. 27.

51 Bambang Kesowo, Kedudukan Direksi : Suatu Tinjauan Berdasarkan Konsep Fiduciary Duties, Makalah Panel Diskusi Hubungan Antara Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris Hak, Wewenang dan Tanggungjawabnya”, Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 12-13 Juni 1995, hlm. 3.

sebagaimana halnya dalam KUHD sebab telah dinyatakan secara tegas dalam Pasal 1

ayat (1) yang menegaskan bahwa perseroan terbatas adalah badan hukum.52

Bahwa ternyata syarat perseroan terbatas harus didirikan oleh dua orang atau lebih tersebut tidak berlaku bagi perseroan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti tercantum dalam Pasal 7 ayat (7) Undang-Undang Perseroan Terbatas atau dengan kata lain bahwa Perseroan Terbatas yang didirikan oleh BUMN tidak harus oleh dua orang (pemerintah dan pihak lain), tapi dapat BUMN secara

sendirian sebagai pemegang saham tunggal (PT Persero),53 atau perseroan yang

didirikan dengan tujuan untuk mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal, maka dengan demikian perseroan terbatas yang didirikan oleh BUMN atau untuk perseroan dengan bidang usaha tertentu sebagaimana tersebut di atas, bukan lahir berdasarkan perjanjian, tapi undang-undang telah menentukan demikian.

Dan isi pasal tersebut di atas dapat ditafsirkan bahwa ada dua cara lahirnya

Perseroan Terbatas yaitu54 :

1. Berdasarkan perjanjian (contractual) dengan pendiri dua orang atau lebih

bagi perseroan yang didirikan bukan oleh BUMN atau bukan yang didirikan dengan bidang usaha untuk mengelola bursa efek, lembaga

52 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,

Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002, hlm. 26.

53Menurut Penjelasan Pasal 7 ayat (7) huruf a, bahwa yang dimaksud dengan persero adalah badan usaha milik negara yang berbentuk Perseroan yang modalnya terbagi dalam saham yang diatur dalam undang-undang tentang Badan Usaha Milik Negara.

54 Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas, Bandung : Mandar Maju, 2008, hlm. 13.

kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pasal Modal.

2. Tidak berdasarkan perjanjian bagi perseroan yang didirikan dengan

pemegang saham Negara atau merupakan Badan Usaha Milik Negara (Pemerintah) atau perseroan yang didirikan dengan bidang untuk mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pasar Modal.

2. Pengertian dan Tujuan Merger Perusahaan

Penggabungan Perusahaan dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Pada Bab VII pasal 102 angka (1) disebutkan sebagai berikut :

“Satu perseroan atau lebih dapat menggabungkan diri menjadi satu dengan perseroan yang telah ada atau meleburkan diri dengan perseroan lain dan membentuk perseroan baru.”55

Dalam hal ini merger diartikan sebagai penggabungan dari dua perusahaan atau lebih dengan mempertahankan salah satu perusahaan dengan melikuidasi atau membubarkan perusahaan lainnya yang menggabung. Penggabungan ini yaitu menggabungkan perusahaan lain dalam satu perusahaan yang telah ada sebelumnya. Definisi “Penggabungan” kemudian dimuat secara khusus menurut Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tanggal 24 Februari 1998 Pasal 1 angka (3).

Merger atau penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan yang memiliki daya tarik yang cukup kuat dalam lingkaran dunia usaha dan para pengusaha. Proses merger ini melibatkan berbagai aspek, diantaranya aspek hukum yang bahkan mengiringi proses merger dari permulaan proses hingga akhir proses.

55Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Surabaya : Arkola, pasal 102 angka (2).

Dari definisi Merger menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 angka (9) dapat diambil kesimpulan mengenai

unsur-unsur dalam merger, yaitu :56

1). Penggabungan adalah perbuatan hukum;

2). Penggabungan dua pihak yakni satu atau lebih perseroan menggabungkan

diri (target company/absorbed company) dan perseroan yang menerima

penggabungan (absorbing company);

3). Aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena

hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan;

4). Status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena

hukum.

Definisi lain dari merger diberikan oleh van de grinten, adalah sebagai berikut: “fusi/merger adalah berleburnya/ bersatunya beberapa perusahaan sehingga dari sudut ekonomi merupakan suatu kesatuan.” Black Hendry Campbell, dalam buku Blacks Law Dictionary sebagaimana disitir oleh Munir Fuady dalam buku hukum tentang merger memberikan definisi : “Merger adalah sebagai suatu fusi atau absorpsi

dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya.”57 Secara umum dapat

dikatakan, bahwa dalam hal ini fusi atau absorpsi tersebut dilakukan suatu subyek yang kurang penting dengan subyek lain yang lebih penting. Subyek yang kurang penting tersebut kemudian membubarkan diri.

Fusi/Merger adalah bentuk kerjasama diantara perusahaan. Dalam hal ini kerjasamanya mencakup kegiatan – kegiatan yang bersifat penuh. Ini berarti bahwa pada perusahaan yang berfusi, kemandirian pihak-pihak yang berfusi tidak ada lagi melainkan perusahaan yang berfusi itu melebur satu pada yang lainnya.

56 Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2009, hlm. 117.

57 Munir Fuady, Hukum Tentang Merger (Berdasarkan Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007, Op. Cit, hlm 2.

Pengertian Fusi ditujukan kepada penggabungan perusahaan–perusahaan

Dokumen terkait