• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

2. Kerangka Konsepsi

Dalam kerangka konsepsi akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan atau berkaitan dengan konsepsi yang digunakan penelitian dalam penelitian tesis ini. Konsep adalah suatu bagian yang terpenting dari perumusan suatu teori. Peranan konsep pada dasarnya dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan

observasi, antara abstraksi (generalisasi) dan realitas. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang disebut dengan definisi operasional. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian antara penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai, selain itu dipergunakan sebagai landasan pada proses penelitian tesis.

Penelitian dengan judul: “Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Dalam Rangka Mewujudkan Good Governance (Studi di Kota Medan)”, memiliki empat (4) variable:

a. Kualitas

Kualitas adalah mutu atau standar kelayakan yang dipakai dan diakui banyak orang, suatu benda atau prodak dianggap berkualitas jika telah memenuhi standar yang berlaku dan pelanggan merasa puas atau senang dan diterima oleh umum. Demikian juga dengan kualitas dalam pelayanan publik.

Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karekteristik langsung dari suatu prodak seperti:

1. Kinerja (performance) 2. Keandalan (reliability)

3. Mudah dalam penggunaan (ease of use) 4. Estetika (esthetics)

Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customer)25

Menurut Gaspersz26

1. Kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan, dan memberikan kepuasan atas penggunaan produk.

mengemukakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok:

2. Kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

Bila kedua kualitas tersebut dipenuhi, maka pelayanan yang diberikan telah berkualitas. Ada beberapa faktor yang menghambat dalam pengembangan sistem manajemen kualitas, antara lain:27

1. Ketiadaan komitmen dari manajemen;

2. Ketiadaan pengetahuan dan kekurangan pahaman tentang manajemen kualitas bagi aparatur yang bertugas melayani;

3. Ketidak mampuan aparatur mengubah kultur yang mempengaruhi kualitas manajemen pelayanan pelanggan;

25

Linjan Poltak Sinambela, Op.Cit., h.6 26

Gaspersz dalam Sampara Lukman, Manajemen Kualitas Pelayanan, STIA LAN Press, (Jakarta; 2000), h.9-10

27

Dadang Juliantara (Ed), Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Daerah Dalam Pelayanan Publik, Pembaharuan, (Yogyakarta; Pembaharuan, 2005), h.19-20

4. Ketidak tepatan perencanaan manajemen kualitas yang dijadikan pedoman dalam pelayanan pelanggan;

5. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan belum optimal;

6. Ketidak mampuan membangun learning organization, learning by the individuals dalam organisasi;

7. Ketidak sesuaian antara struktur organisasi dengan kebutuhan ; 8. Ketidak cukupan sember daya dan dana;

9. Ketidak tepatan sistem penghargaan dan balas jasa bagi karyawan;

10.Ketidak tepatan mengadopsi prinsip manajemen kualitas ke dalam organisasi; 11.Ketidak tepatan dalam memberikan perhatian pada pelanggan, baik internal

maupun eksternal;

12.Ketidak tepatan dalam pemberdayaan dan kerja sama.

b. Pelayanan Publik

Pelayanan publik pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara sesuai dengan peraturan atau tata cara yang ditetapkan. Berdasarkan Kepmenpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, publik adalah segala kegiatan pelayanan umum (publik) sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Izin Mendirikan Bangunan

Peningkatan aktivitas-aktivitas pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah

mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana pemerintah menginginkan dapat melakukan pengawasan seadanya, misalnya Izin Bangunan. Melalui izin ini larangan membangun bagi pemohon ditiadakan, sejauh menyangkut bangunan yang diuraikan dengan jelas dalam permohonan. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundang-undangan.28

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengaturan izin yang dibuat oleh pemerintah agar pemerintah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan dapat melakukan pengawasan demi terwujudnya ketertiban masyarakat, dan tatanan penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri.

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan satu bentuk izin yang dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah di mana permohonan Izin Mendirikan Bangunan tersebut dimohonkan. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah suatu izin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan kewenangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dimohonkan oleh masyarakat dengan kewajiban memenuhi syarat-syarat permohonan Izin Mendirikan Bangunan. Jika syarat-syarat tersebut tidak lengkap maka pemerintah daerah tidak dapat memberikan atau mengeluarkan izin tersebut. Dengan perkataan lain Izin Mendirikan Bangunan baru diperoleh oleh pemohon, jika pemohon telah memenuhi syarat-syarat yang berlaku berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

28

d. Good Governance (tata pemerintahan yang baik)

Good governance menunjuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Governance menekankan pada pelaksanaan fungsi governing secara bersama-sama oleh pemerintah dan institusi-institusi lain, yaitu LSM, perusahaan swasta maupun warga negara. Bahkan istitusi non pemerintah ini dapat saja memegang peran dominan dalam governance tersebut, atau bahkan lebih dari itu pemerintah tidak mengambil peran apapun “governance withbout government”.29

Dari uraian di atas dapat dikatakan good governance adalah penyelenggaraan negara yang melibatkan unsur lembaga swadaya masyarakat (LSM), swasta dan masyarakat, di mana dalam mengambil suatu kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan demi kepentingan masyarakat tidak semata-mata berada ditangan pemerintah tetapi adanya partisipasi aktif dari LSM, swasta dan masyarakat tersebut.

Menurut UNDP (United Nation Development Program), good governance memiliki delapan prinsip:30

1. Partisipasi 2. Transparansi 3. Akuntabel

4. Efektif dan efisien 5. Kepastian hukum

29

Samodra Wibawa, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Kumpulan Tulisan, (Yogyakarta; Gadjah Mada University Press, 2006), h.77

30

6. Responsif 7. Konsensus

8. Setara dan inklusif

Menurut USAID (United States Agency International Development), good governance memiliki 5 (lima) prinsip:31

1. Efektivitas 2. Keadilan 3. Partisipasi 4. Akuntabilitas 5. Transparansi

Dengan adanya perkembangan good governance, prinsip-prinsip good governance juga mengalami perkembangan:32

1. Partisipasi 2. Penegakan hukum 3. Transparansi 4. Kesetaraan 5. Daya tanggap 6. Wawasan kedepan 7. Akuntabilitas 8. Pengawasan publik 31

Local Governance Support Program (LGSP), Pedoman Teknis; Local Governance Assesment (Jakarta; LGSP, 2006), h. 5

32

9. Efektivitas dan efisiensi 10.Profesionalisme

G. Metode Penelitian

Dokumen terkait