• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Dalam Rangka Mewujudkan Good Governance (Studi Di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Dalam Rangka Mewujudkan Good Governance (Studi Di Kota Medan)"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK MENGENAI

PENGURUSAN IZIN MENDIRIKAN BAGUNAN (IMB) DALAM RANGKA

MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA MEDAN)

Oleh :

Hj. ZURAIDAH

057005034/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ii Nama : HJ. ZURAIDAH

NIM : 057005034

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul Tesis : PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN

PUBLIK MENGENAI PENGURUSAN IZIN MENDIRIKAN

BAGUNAN (IMB) DALAM RANGKA MEWUJUDKAN

GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA MEDAN)

Menyetujui :

Komisi Pembimbing

K e t u a

Prof. Muhammad Abduh, SH

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH

A n g g o t a A n g g o t a

Dr. Pendastaren Tarigan, SH., MH

Ketua Program Studi Ilmu Hukum D i r e k t u r

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH

NIP: 131 570 455 NIP: 130 535 852

(3)

i

REALIZING GOOD GOVERNANCE ( STUDY [IN] TOWN MEDAN)

ABSTRACT HJ. Zuraidah Muhammad Abduh

Bismar Nasution Pendastaren Tarigan

In order to improving the quality of public service, government have published various policy for that. prima Public service represent one of [the] characteristic materialization [of] governance good. this Research location [in] executed [by] Town Medan [in] Office On duty Urban Planning and Arrange Building Town Field, and [in] six district that is: Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Area, Kecamatan Medan Perjuangan dan Kecamatan Medan Amplas.

This research have the character of is descriptive [of] analysis with approach [of] sosiologis yuridis. Appliance data collecting [pass/through] interview and kuesioner. obtained data [is] later;then analysed qualitative.

(4)

ii

Medan by: giving motivation and training, minimizing service bureaucracy, improving service facility. Despitefully also On duty Urban Planning and Arrange Building Town Medan have to socialize Permit Found Building to society by kontiniu in the form of counselling, mass media, electronic media and also other media.

__________________________ Keyword: - Public Service

(5)

iii

MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA MEDAN)

INTISARI

HJ. Zuraidah∗ Muhammad Abduh∗∗

Bismar Nasution ** Pedastaren Tarigan**

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan untuk itu. Pelayanan publik yang prima merupakan salah satu ciri perwujudan good governance. Lokasi penelitian ini di Kota Medan yang dilaksanakan di Kantor Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan, dan di enam kecamatan yaitu: Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Area, Kecamatan Medan Perjuangan dan Kecamatan Medan Amplas. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis sosiologis. Alat pengumpulan data melalui kuesioner dan wawancara. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur atau proses pengurusan IMB merupakan tugas dan kewenangan Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan. Kualitas pelayanan publik mengenai pengurusan IMB di Kota Medan telah mengacu kepada SPM, tetapi dalam pelaksanaannya belum dapat dilaksanakan secara optimal, dikarenakan beberapa hal, antara lain kualitas SDM yang belum memadai, sarana dan prasarana, sistem birokrasi pelayanan dan partisipasi masyarakat yang minim. Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam pengurusan IMB di Kota Medan belum dapat dilaksanakan secara optimal. Disarankan harus ada peningkatan SDM para pegawai Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan dengan cara:

(6)

iv _______________________

Kata Kunci : - Pelayanan Publik

(7)

v

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul: “PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK MENGENAI PENGURUSAN IZIN

MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DALAM RANGKA MEWUJUDKAN

GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA MEDAN)”.

Tesis ini diajukan guna memenuhi persyaratan yang harus dilengkapi dalam rangkaian pembelajaran pada Program Studi Magister Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Administrasi Negara Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus manfaat yang diperoleh dari Tesis ini adalah sebagai sarana memperdalam ilmu pengetahuan di bidang Hukum Administrasi Negara. Sedangkan manfaat secara umum Tesis ini dapat digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan, baik untuk kepentingan instansi terkait maupun kepentingan masyarakat.

Penelitian dan penulisan Tesis ini dapat diselesaikan berkat bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada yang terhormat:

(8)

vi

Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, koreksi dan dorongan, sehingga Tesis ini dapat diselesaikan.

3. Bapak Prof. Muhammad Abduh SH selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, koreksi dan dorongan, sehingga Tesis ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH. MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, koreksi dan motivasi, sehingga Tesis ini dapat diselesaikan.

5. Bapak OK. Darmasakty SH selaku Kabag Tata Usaha Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan, Bapak Drs. Syaifuddin Harahap, S.Sos selaku Camat Medan Perjuangan, Bapak Drs. Abd. Azis selaku Camat Medan Amplas, Bapak Drs. Mansur Usman selaku Camat Medan Kota, Bapak Arfan Harahap, S.Sos selaku Camat Medan Maimun, Bapak Khairul Buhari S.Sos selaku Camat Medan Area dan Ibu Dra. Hannalore Simanjuntak selaku Camat Medan Petisah, yang telah membantu dalam penelitian ini.

6. Seluruh responden penelitian yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner dan wawancara dengan peneliti.

(9)

vii

9. Mulatua Pohan, SH selaku Kabidwas Pemerintahan yang banyak membantu penulis sebagai teman diskusi sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

10.Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan pada Program Magister Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Khususnya teman-teman pada konsentrasi Hukum Administrasi Negara.

11. Staf administrasi pada Program Ilmu Hukum, Juli, Fitri dan Pica.

Akhirnya ucapan terima kasih dan rasa cinta yang mendalam penulis sampaikan kepada suami tercinta Drs. St. Sjahril Hasibuan yang penuh kesetiaan, kesabaran, pengertian dan kasih sayang memberikan semangat, motivasi dan doa restu kepada penulis. Demikian juga anak-anakku tersayang M.Bobby Rachman Hasibuan dan M. Andy Hakim Hasibuan, yang memberikan inspirasi dan dorongan bagi penulis. Belajarlah bersungguh-sungguh semoga menjadi anak yang berguna bagi agama, bangsa dan Negara.

(10)

viii

Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat produktif dari semua pihak.

Medan, Agustus 2007 Penulis

(11)

ix

Halaman

ABSTRAK ... i

INTISARI ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SKEMA ... xiii

DAFTAR ISTILAH ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori ... 11

2. Kerangka Konsepsi ... 21

G. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian ... 28

(12)

x

5. Analisis Data ... 32

BAB II. PENGATURAN PELAYANAN PUBLIK, IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DAN GOOD GOVERNANCE A. Pelayanan Publik ... 34

1. Pengertian Pelayanan Publik ... 35

2. Jenis-Jenis Pelayanan Publik ... 37

3. Pelayanan Publik Di Era Reformasi ... 41

B. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ... 58

1. Asal Mula Perizinan ... 59

2. Pengertian Izin ... 61

3. Jenis-Jenis Perizinan ... 64

4. Izin Mendirikan Bangunan ... 67

C. Good Governance (Tata Pemerintahan Yang Baik) ... 75

1. Pengertian Good Governance... 76

2. Prinsip-Prinsip Good Governance ... 81

3. Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan ... 84

BAB III. PELAYANAN PUBLIK IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DALAM RANGKA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE A. Gambaran Umum Kota Medan ... 87

(13)

xi

B. Prosedur Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Berdasarkan Perda Kota Medan No. 9 Tahun 2002 ... 92 C. Kualitas Pelayanan Publik Mengenai IMB di Kota Medan ... 108 D. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Peningkatan

Pelayanan Publik Pengurusan IMB Di Kota Medan ... 115 BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

(14)

xii

Halaman Tabel 1. Sungai Yang Terdapat Di Kota Medan ... 89 Tabel 2. Kecamatan dan Jumlah Kelurahan Kota Medan

Per 30 September 1996 Sampai Dengan Sekarang... 91 Tabel 3. Jangka Waktu Responden Memperoleh Surat Izin Mendirikan

Bangunan (IMB) ... 99 Tabel 4. Tanggapan Responden Tentang Mengikuti Sosialisasi IMB

Yang Dilaksanakan Oleh Pemerintah Kota Medan ... 100 Tabel 5. Tanggapan Responden Tentang Biaya Retribusi IMB Dengan

Standar Pendapatan Masyarakat ... 102 Tabel 6. Tanggapan Responden Tentang Jangka Waktu Pengurusan IMB

Diperoleh Jika Seluruh Persyaratan Permohonan IMB Telah

Terpenuhi Pemohon ... 111 Tabel 7. Tanggapan Responden Terhadap Kualitas Pelayanan Publik

Mengenai Pengurusan IMB di Kota Medan Telah Sesuai Dengan

(15)

xiii

Halaman

(16)

xiv IMB : Izin Mendirikan Bangunan SIMB : Surat Izin Mendirikan Bangunan SPM : Standar Pelayanan Minimal RAB : Rencana Anggaran Biaya KDH : Koefisien Dasar Bangunan KLB : Koefisien Luas Bangunan KKB : Koefisien Ketinggian Bangunan KKN : Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KPK : Komisi Pemberantas Korupsi PERDA : Peraturan Daerah

SDM : Sumber Daya Manusia

(17)

i

REALIZING GOOD GOVERNANCE ( STUDY [IN] TOWN MEDAN)

ABSTRACT HJ. Zuraidah Muhammad Abduh

Bismar Nasution Pendastaren Tarigan

In order to improving the quality of public service, government have published various policy for that. prima Public service represent one of [the] characteristic materialization [of] governance good. this Research location [in] executed [by] Town Medan [in] Office On duty Urban Planning and Arrange Building Town Field, and [in] six district that is: Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Area, Kecamatan Medan Perjuangan dan Kecamatan Medan Amplas.

This research have the character of is descriptive [of] analysis with approach [of] sosiologis yuridis. Appliance data collecting [pass/through] interview and kuesioner. obtained data [is] later;then analysed qualitative.

(18)

ii

Medan by: giving motivation and training, minimizing service bureaucracy, improving service facility. Despitefully also On duty Urban Planning and Arrange Building Town Medan have to socialize Permit Found Building to society by kontiniu in the form of counselling, mass media, electronic media and also other media.

__________________________ Keyword: - Public Service

(19)

iii

MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA MEDAN)

INTISARI

HJ. Zuraidah∗ Muhammad Abduh∗∗

Bismar Nasution ** Pedastaren Tarigan**

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan untuk itu. Pelayanan publik yang prima merupakan salah satu ciri perwujudan good governance. Lokasi penelitian ini di Kota Medan yang dilaksanakan di Kantor Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan, dan di enam kecamatan yaitu: Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Area, Kecamatan Medan Perjuangan dan Kecamatan Medan Amplas. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis sosiologis. Alat pengumpulan data melalui kuesioner dan wawancara. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur atau proses pengurusan IMB merupakan tugas dan kewenangan Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan. Kualitas pelayanan publik mengenai pengurusan IMB di Kota Medan telah mengacu kepada SPM, tetapi dalam pelaksanaannya belum dapat dilaksanakan secara optimal, dikarenakan beberapa hal, antara lain kualitas SDM yang belum memadai, sarana dan prasarana, sistem birokrasi pelayanan dan partisipasi masyarakat yang minim. Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam pengurusan IMB di Kota Medan belum dapat dilaksanakan secara optimal. Disarankan harus ada peningkatan SDM para pegawai Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan dengan cara:

(20)

iv _______________________

Kata Kunci : - Pelayanan Publik

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.1 Good Governance (tata pemerintahan yang baik) telah lama menjadi mimpi banyak

orang Indonesia. Kendati pemahaman mengenai good governance berbeda-beda, sebahagian besar dari mereka membayangkan bahwa dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan yang lebih baik. Banyak diantara mereka membayangkan bahwa dengan memiliki praktik governance yang lebih baik maka kualitas pelayanan publik menjadi semakin baik, angka korupsi menjadi semakin rendah dan pemerintah menjadi semakin peduli dengan kepentingan warga.2

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai cita-cita/tujuan nasional buat seluruh rakyat dan bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam alinea ke empat pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:3

1

L.P. Sinambela, Ilmu dan Budaya, Perkembangan Ilmu Administrasi Negara, ( Edisi Desember, 1992), h.198

2

Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, (yogyakarta; Ghajah Mada University Pres, 2006), h.1

3

(22)

“… Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah dara Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social …”. Dalam rangka mewujudkan tujuan nasional tersebut maka harus dilaksanakan serangkaian program pembangunan dalam berbagai sektor diseluruh penjuru tanah air, tujuan akhir dari rangkaian pembangunan itu adalah guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur dalam artian sejahtera secara lahiriah dan batiniah.

Dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (1) disebutkan pula bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Ini berarti bahwa Negara yang berbentuk negara kesatuan, maka segenap kekuasaan atau kewenangan serta tanggung jawab terhadap kesejahteraan dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia berada di bawah kendali satu pemegang kekuasaan terpusat yang terdapat pada Pemerintah Pusat. Dengan demikian corak sistem pemerintahan tersebut adalah bersifat sentralisasi. Namun karena wilayah Negara Republik Indonesia sedemikian luasnya dan didiami berbagai suku bangsa yang beraneka ragam, maka corak pemerintahan sentralis bukanlah tipe ideal sistem pemerintahan yang cocok untuk mengatur wilayah dan penduduk yang demikian banyak dan beragam itu, untuk itu diaturlah corak pemerintahan di Indonesia berdasarkan sistem pembagian kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berdasarkan corak desentralisasi sebagaimana tercermin dalam Pasal 18 UUD 1945.4

Berdasarkan ketentuan Pasal 18 UUD 1945, yang membagi wilayah Indonesia dalam daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Dengan adanya pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan

4

(23)

daerah kota diharapkan dapat mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance), yang berarti juga adanya peningkatan pelayanan publik.

Pemerintah menyadari bahwa kondisi pelayanan publik selama ini belum cukup baik, walaupun era reformasi telah berlangsung mulai tahun 1997, kualitas pelayanan publik tetap tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya. Masih banyak masyarakat yang mengalami kekecewaan terhadap pelayanan publik. 5

Mewujudkan good governance dalam praktik pemerintahan sehari-hari tentu bukan hal yang mudah. Disamping komitmen yang kuat pemerintah perlu mengambil dan menggunakan strategi yang tepat. Luasnya cakupan, kompleksitas masalah serta keterbatasan sumber daya dan kapasitas pemerintah mengharuskan pemerintah mengambil pilihan yang strategis untuk pengembangan praktik good governance.

Pemerintahan yang baik hanya akan tercapai di daerah, kalau pemerintahan pusat membuat rambu-rambu di tingkat pusat yang bisa menekan pemerintahan daerah untuk melakukan perubahan. Contohnya masyarakat bisa berpartisipasi kalau ada aturan atau perda yang mengatur partisipasi. Tapi, perda itu bisa terbentuk kalau pemerintah pusat membuat aturan yang mewajibkan pemerintah daerah membuat perda yang memberikan akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Jadi harus ada intervensi pemerintah pusat itu melalui perundangan yang mewajibkan pemerintah

5

(24)

daerah melakukan sejumlah hal dalam rangka menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik. Itu akan sangat membantu terciptanya good governance.6

Prinsip-prinsip good governance antara lain: adanya partisipasi, transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, kesetaraan gender, efektifitas, efisiensi, keadilan dan lain-lain. Tidak dapat dipungkiri pentingnya penegakan prinsip transparansi untuk mengefektifkan pengawasan oleh masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan itu pulalah jajaran birokrasi dalam menjalankan prinsip transparansi itu harus membangunnya dengan cara memformulasikannya atas dasar informasi yang bebas. Di mana seluruh proses penyelenggaraan pemerintahan harus dapat diakses masyarakat. Selain itu informasi yang tersedia harus mudah dipahami dan akurat.7

Proses-proses membangun pemerintahan yang baik itu memerlukan strategi, komitmen dan keinginan para pelaku pembangunan di daerah. Para pelaku dan penentu kebijakan di daerah haruslah menyadari bahwa keberadaan mereka merupakan pemegang amanah dalam suatu priode waktu tertentu, sehingga harus memiliki agenda terarah yang pasti dan realistik untuk dilakukan.8

Berbicara tentang good governance (tata pemerintahan yang baik) tidak terlepas dari peningkatan kualitas pelayanan publik. Dengan perkataan lain salah satu wujud good governance adalah pelayanan publik yang prima atau pelayanan publik yang baik, artinya pelayanan administrasi, pelayanan jasa, sarana dan prasarana telah

6

Eko Prasojo, Good Governance Butuh Komitmen Politik Kepala Daerah, (Jakarta; Jurnal Nasional, Opini dan Debat, 6 Maret 2007), h.2

7

Bismar Nasution, Prinsip Transparansi Mutlak dalam Good Governance, (Jakarta; Jurnal Nasional Opini dan Debat, 6 Maret 2007), h.2

8

(25)

benar-benar memenuhi aspirasi masyarakat dengan mengikut sertakan partisipasi aktif masyarakat.

Secara Umum, ada dua hal yang ditegaskan dalam pelaksanaan peningkatan kualitas pelayanan publik. Pertama standarisasi yaitu adanya standar yang jelas mengenai persyaratan pelayanan, prosedur, waktu dan biaya. Kedua, transparansi yaitu seluruh persyaratan dan standar tersebut harus dapat diketahui secara jelas oleh masyarakat.

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik, Pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan. Pada tahun 2004, melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2004 Presiden telah mengintruksikan kepada seluruh jajarannya untuk melaksanakan percepatan pemberantasan korupsi, antara lain dengan mewujudkan good governance dan meningkatkan pelayanan publik serta meniadakan pungutan liar. Pemerintah juga telah mencanangkan tahun 2004 sebagai tahun peningkatan pelayanan publik.9

Akhir tahun 2004, tepatnya 15 Oktober 2004 pemerintah memberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pejelasan Umum poin 1, Dasar Pemikiran huruf b UU No. 32 Tahun 2004 memuat prinsip otonomi daerah. Menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan, di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang ini.

9

(26)

Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan, prakarsa dan memberdayakan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.10

Dari penjelasan umum UU No. 32 Tahun 2004 di atas terlihat dengan jelas bahwa salah satu tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur secara konkrit apa saja yang menjadi urusan pemerintahan, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota.

Berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

10

(27)

i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup;

k. pelayanan pertahanan;

l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Dari uraian di atas urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota, secara keseluruhan bertujuan peningkatan pelayanan publik yang akomodatif, aspiratif sesuai dengan ke khasan dan kondisi masyarakat setempat. Dengan demikian dapat dikatakan pemerintah telah berupaya dalam penyelenggaraan pemerintahan kearah terwujudnya tata pemerintahan yang baik (good governance), walaupun dalam kenyataannya atau pelaksanaannya belum optimal sesuai dengan pengharapan masyarakat dan tujuan nasional bangsa Indonesia.

(28)

tersebut. Keadaan seperti ini terjadi karena adanya oknum aparat pemerintahan yang tidak memiliki moral yang baik. Di samping itu dikarenakan kurangnya pemahaman aparat pemerintah daerah akan tujuan otonomi daerah serta ketidak tahuan masyarakat.

Keberadaan Kota Medan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara, kondisi ini membuat pembangunan fisik Kota Medan mengalami perkembangan yang pesat, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi (dunia usaha). Pembangunan pertokoan maupun perumahan penduduk berkembang dengan pesat. Setiap pendirian bangunan baik bangunan untuk dunia usaha maupun pendirian rumah penduduk harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Medan.

Pengaturan mengenai Izin Mendirikan Bagunan (IMB) di Kota Medan diatur dalam Peraturan Daerah Kota Medan No. 9 Tahun 2002 tentang Izin Mendirikan Bangunan, Keputusan Walikota Medan No. 62 Tahun 2002 tentang Petunjuk Teknis Izin Mendirikan Bangunan dan Keputusan Walikota Medan No. 3 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

(29)

penerbitan Surat Izin Mendirikan Bangunan, bagaimanakah kualitas pelayanan publik dalam pengurusan IMB, upaya-upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan dalam peningkatan pelayanan publik tersebut dan hubungannya dengan good governance, sehingga penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan atau

pertimbangan bagi Pemerintah Kota Medan dalam meningkatkan pelayanan publik untuk masa-masa yang akan datang dalam rangka perwujudan tata pemerintahan yang baik.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kualitas pelayanan publik mengenai pengurusan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan.

2. Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip good governance dapat mendorong peningkatan pelayanan publik dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan di Kota Medan.

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

(30)

2. Untuk mengetahui penerapan prinsip-prinsip good governance dapat mendorong peningkatan pelayanan publik dalam pengurusan IMB di Kota Medan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan informasi tentang data empiris yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. b. Dapat dipergunakan untuk menambah khasanah perpustakaan

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang bertempat tinggal di Kota Medan untuk lebih mengetahui kualitas pelayanan publik mengenai pengurusan IMB dalam rangka terwujudnya good governance, yang dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan SDM aparat pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di Kota Medan, sehingga terwujud good governance yang dicita-citakan.

(31)

publik dan dalam hal penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk mewujudkan good governance.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran di perpustakaan terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan atau penelitian yang sedang dilakukan, berkaitan dengan kualitas pelayanan publik, penelitian tentang: “Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam Rangka Mewujudkan Good Governance (Studi di Kota Medan)”, belum pernah diteliti sebelumnya. Oleh

karena itu penelitian ini asli baik dari segi materi maupun lokasi penelitian. Dengan demikian keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Menentukan suatu teori dalam penelitian adalah penting, sedemikian pentingnya sehingga David Madsen sebagaimana dikutip Lintong O. Siahaan mengatakan: “The basic purpose of scientific research is theory. He adds that a good theory, properly seen, present a systematic view of phenomena by specifying

realitions among cariables, with the purpose of exploring and predcting the

phenomena”.11

11

(32)

Kerangka teori untuk menganalisis peningkatan kualitas pelayanan publik mengenai pengurusan IMB dalam rangka mewujudkan good governance (Studi di Kota Medan) adalah menggunakan teori kualitas pelayanan publik dan teori negara kesejahteraan (Welfare State).

Pelayanan yang baik dalam penyelenggaraan Pemerintahan adalah sarana menuju masyarakat negara yang sejahtera (Welfalre state). Pelayanan dimaksud pada dasarnya merupakan cermin dari perbuatan Pemerintah (Overheidshandeling) yang tidak saja harus berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku (Wetmatighed dan Rechtmatigheid), akan tetapi lebih dari itu bahwa administrasi negara dalam menyelenggarakan pemerintahan harus juga berdasarkan kepatutan (billijkheid) serta kesusilaan.12

Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:

13

1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti;

2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

12

Muhammad Abduh, Propil Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI) Dikaitkan Dengan Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN), (Medan: Pidato

Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Mata Pelajaran Hukum Administrasi Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1988), h. 9

13

(33)

3. Kondisionil, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas;

4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat;

5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain;

6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberian dan penerima pelayanan publik.

Dari uraian di atas suatu pelayanan publik dianggap berkualitas bila telah memenuhi ke enam unsur tersebut di atas.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian pelayanan, namun yang paling signifikan untuk diterapkan dalam lembaga pemerintah adalah:14

1. function: kinerja primer yang dituntut;

2. confirmance: kepuasan yang didasarkan pada pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan;

3. reliability: kepercayaan terhadap jasa dalam kaitannya dengan waktu;

4. serviceability: kemampuan untuk melakukan perbaikan apabila terjadi kekeliruan;

14

(34)

5. adanya assurance yang mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.

Teori Negara kesejahateraan (welfare State), teori tersebut merupakan perwujudan dari Grand theory Montesquieu yaitu ajaran pemisahan kekuasaan (speration of power) yang terdiri dari kekuasaan legislatif (membuat undang-undang), kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang) dan kekuasaan yudikatif (mengadili pelanggaran undang-undang). Trias Politika tidak dapat dilaksanakan secara konsekuen. Dalam perkembangannya ajaran Trias Politika ini mendapat berbagai modifikasi terutama melalui pembagian kekuasaan (distribution of power).15

Secara teoritis diungkapkan bahwa kekuasaan itu dapat dibagi dengan dua cara yaitu:

a. secara vertikal, pembagian kekuasaan menurut tingkatnya maksudnya ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan. Carl J.Frederich memakai istilah pembagian kekuasaan. Ini dapat dengan jelas kita bandingkan antara negara kesatuan federasi dan konfederasi.

b. Secara horizontal, pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Pembagian ini menunjukkan perbedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif yang lebih dikenal dengan trias politica atau pembagian kekuasaan (division of power).16

Menurut C.F.Strong, negara kesatuan adalah bentuk negara di mana wewenang legislatif lebih tinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk menyerahkan

15

H.R.Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Pertama, (Yogyakarta; UII Press, 2002), h.12

16

(35)

sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi (negara kesatuan dengan sistem desentralisasi), tetapi pada tahap akhir kekuasaan tertinggi tetap pada pemerintah pusat. Jadi kedaulatannya, baik kedaulatan ke dalam maupun kedaulatan keluar, sepenuhnya terletak pada pemerintah pusat. Dengan demikian yang menjadi hakekat negara kesatuan ialah bahwa kedaulatannya tidak terbagi, atau dengan perkataan lain, kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi, oleh karena konstitusi negara kesatuan tidak mengakui badan legislatif lain, selain badan legislatif pusat. Jadi adanya kewenangan untuk membuat peraturan bagi daerahnya sendiri itu tidak berarti bahwa pemerintah daerah itu berdaulat, sebagai pengawasan dan kekuasaan tertinggi tetap pada pemerintah pusat.17

Sejalan dengan pendapat C.F.Strong tersebut menurut I.Nyoman Sumaryadi mengemukakan: Otonomi daerah sebagai perwujudan pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan pada hakekatnya merupakan penerapan konsep areal devision of power yang membagi kekuasaan secara vertikal yaitu pembagian kekuasaan negara antara pemerintah pusat disatu pihak dan pemerintah daerah dipihak lain.

18

Seiring dengan perkembangan kenegaraan dan pemerintahan, ajaran negara hukum yang kini dianut oleh negara-negara di dunia khususnya setelah perang dunia kedua adalah negara kesejahteraan (welfare state). Konsep negara ini muncul sebagai reaksi atas kegagalan konsep legal state atau negara penjaga malam. Dalam konsep

17

Ibid., h.167-168 18

(36)

legal state terdapat prinsip staats onthouding atau pembatasan peran negara dan

pemerintah dalam bidang politik yang melahirkan dalil “the least government is the best government” dan terdapat prinsip laissez faire, laissez aller dalam bidang

ekonomi yang melarang negara dan pemerintah mencampuri kehidupan ekonomi masyarakat (staatbenoeienis). Akibat pembatasan ini pemerintah atau administrasi negara menjadi pasif dan oleh karenanya sering disebut negara penjaga malam (nachwakerstaad). Adanya pembatasan negara, gagasan yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya yaitu welfare. 19

Negara kesejahteraan (welfare state) menurut istilah Lemaire, disebut bestuuszorg (negara berfungsi menyelenggarakan kesejahateraan umum) atau

welvaarsstaat atau verzorgingsstaat merupakan konsepsi negara hukum modern,

menempatkan peranan negara pada posisi yang kuat dan besar. Tugas dan wewenang serta tanggungjawab pemerintah semakin berkembang dan bertambah luas baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Tugas-tugas baru terus bertambah sementara tugas-tugas lama semakin berkembang. Akhirnya sekarang ini konsepsi negara hukum modern ini menimbulkan dilema yang penuh kontradiksi, sebab suatu negara hukum modern mengharuskan setiap tindakan pemerintah berdasarkan atas hukum

19

(37)

dan bersamaan dengan itu kepada pemerintah diserahi pula peran, tugas dan tanggungjawab yang luas dan berat.20

Dalam rangka melaksanakan tugas menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat tersebut harus diatur oleh hukum. Namun karena luas dan kompleksnya permasalahan masyarakat yang dihadapi, maka ternyata tidak semua tindakan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah tersebut tersedia aturannya dalam undang-undang, karena itu timbul konsekuensi khusus di mana pemerintah memerlukan kemerdekaan bertindak atas inisiatif sendiri, utamanya dalam menyelesaikan masalah-masalah urgensi yang timbul dengan sekonyong-konyong. Sedangkan peraturan untuk menyelesaikannya belum ada atau samara-samar atau dirumuskan dengan sangat sumir dan samara-samar atau dengan kata-kata yang sangat umum. Hal demikian disebut discretionary power atau pouvair discretionaire atau freies ermessen.21

Konsep Negara Kesejahteraan (welfare state) berkembang di negara-negara Eropa bahkan meluas hampir ke seluruh negara-negara di dunia. Konsep negara kesejahteraan tercantum dalam pembukaan alinea ke empat UUD 1945 yang menyatakan: “Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah dara Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan keadilan sosial …”.

20

S.F.Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Cetakan Pertama, (Yogyakarta; Liberty, 1997), h.166-167

21

(38)

Kemudian konsep negara kesejahteraan ini tercermin dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, menyatakan: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Konsep welfare state tersebut di dalam perundang-undangan kita untuk pertama kali dikenal dengan istilah “negara pengurus”.22

Negara Indonesia menganut paham sebagai negara kesejahteraan berarti terdapat tanggungjawab negara untuk mengembangkan kebijakan negara di berbagai bidang kesejahteraan serta meningkatkan kualitas pelayanan umum (public service ) yang baik melalui penyediaan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat.

.

Dalam melaksanakan negara kesejahteraan (welfare state) ini pemerintah pusat, tidak mungkin bisa optimal untuk mengurus warganya secara sentralistik karena faktor luas wilayah, banyaknya penduduk, penduduk yang ber-bhineka maka untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat di daerah dibentuklah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota untuk mempercepat mewujudkan tujuan negara untuk mensejahterakan rakyatnya. Landasan konstitusinnya dalam Pasal 18 UUD 1945 setelah perubahan. Sebagai pelaksanaannya maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

22

(39)

Konsep negara kesejahteraan di bidang pelayanan publik mengenai pengurusan IMB landasan konstitusinya pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Penelitian ini juga menggunakan “Stufentheorie” Hans Kelsen sebagai tower theory yang menyebutkan bahwa norma yang ada dalam masyarakat suatu negara telah merupakan susunan yang bertingkat, seperti suatu piramide. Setiap tata kaedah hukum merupakan suatu susunan daripada kaedah-kaedah (stufenbau des rechts).23

Oleh Bagir Manan disebut dengan “Asas pertingkatan peraturan perundang-undangan (lex superior derogate lex inperior). Penerapan hukum positif harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh sistem pertingkatan atau tata urutan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan bertingkat lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah, kecuali apabila substansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi mengatur hal-hal yang oleh undang-undang ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah. Asas pertingkatan hanya berlaku untuk hukum perundang-undangan dan aturan kebijakan.

24

Dalam Pasal 2 Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan, disebutkan bahwa tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara hirarki di Indonesia adalah:

1. UUD 1945

23

Rosjidi Ranggawidjaya, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Cetakan Pertama,(Bandung; Mandar Maju, 1998), h.26

24

(40)

2. TAP MPR 3. UU

4. PERPU 5. PP 6. KEPRES 7. PERDA

Kemudian UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dalam Pasal 7 ayat (1) disebutkan jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang c. Peraturan Pemerintah

d. Peraturan Presiden e. Peraturan Daerah

(41)

undang-undang kepada Menteri atau Pejabat yang setingkat dengan Menteri dibatasi untuk peraturan yang bersifat teknis administratif”. Dapat disimpulkan bahwa peraturan yang mengatur teknis administratif di bidang pertanahan merupakan jenis peraturan perundang-undangan pemerintah pusat.

Dalam kaitannya dengan otonomi daerah sebagaimana disebut dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 136 ayat (3) yang menyatakan: “Peraturan Daerah … Merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi…”Kemudian Pasal 136 ayat (4) menyatakan: “Peraturan Daerah…dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”. Oleh sebab itu Peraturan Daerah yang mengatur pelaksanaan kewenangan di bidang pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dalam penelitian ini peneliti mengacu kepada hirarki perundang-undangan berdasarkan ketentuan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

2. Kerangka Konsepsi

(42)

observasi, antara abstraksi (generalisasi) dan realitas. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang disebut dengan definisi operasional. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian antara penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai, selain itu dipergunakan sebagai landasan pada proses penelitian tesis.

Penelitian dengan judul: “Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Dalam Rangka Mewujudkan Good Governance (Studi di Kota Medan)”, memiliki empat (4) variable:

a. Kualitas

Kualitas adalah mutu atau standar kelayakan yang dipakai dan diakui banyak orang, suatu benda atau prodak dianggap berkualitas jika telah memenuhi standar yang berlaku dan pelanggan merasa puas atau senang dan diterima oleh umum. Demikian juga dengan kualitas dalam pelayanan publik.

Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karekteristik langsung dari suatu prodak seperti:

1. Kinerja (performance) 2. Keandalan (reliability)

(43)

Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customer)25

Menurut Gaspersz26

1. Kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan, dan memberikan kepuasan atas penggunaan produk.

mengemukakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok:

2. Kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

Bila kedua kualitas tersebut dipenuhi, maka pelayanan yang diberikan telah berkualitas. Ada beberapa faktor yang menghambat dalam pengembangan sistem manajemen kualitas, antara lain:27

1. Ketiadaan komitmen dari manajemen;

2. Ketiadaan pengetahuan dan kekurangan pahaman tentang manajemen kualitas bagi aparatur yang bertugas melayani;

3. Ketidak mampuan aparatur mengubah kultur yang mempengaruhi kualitas manajemen pelayanan pelanggan;

25

Linjan Poltak Sinambela, Op.Cit., h.6 26

Gaspersz dalam Sampara Lukman, Manajemen Kualitas Pelayanan, STIA LAN Press, (Jakarta; 2000), h.9-10

27

(44)

4. Ketidak tepatan perencanaan manajemen kualitas yang dijadikan pedoman dalam pelayanan pelanggan;

5. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan belum optimal;

6. Ketidak mampuan membangun learning organization, learning by the individuals dalam organisasi;

7. Ketidak sesuaian antara struktur organisasi dengan kebutuhan ; 8. Ketidak cukupan sember daya dan dana;

9. Ketidak tepatan sistem penghargaan dan balas jasa bagi karyawan;

10.Ketidak tepatan mengadopsi prinsip manajemen kualitas ke dalam organisasi; 11.Ketidak tepatan dalam memberikan perhatian pada pelanggan, baik internal

maupun eksternal;

12.Ketidak tepatan dalam pemberdayaan dan kerja sama.

b. Pelayanan Publik

Pelayanan publik pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara sesuai dengan peraturan atau tata cara yang ditetapkan. Berdasarkan Kepmenpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, publik adalah segala kegiatan pelayanan umum (publik) sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Izin Mendirikan Bangunan

(45)

mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana pemerintah menginginkan dapat melakukan pengawasan seadanya, misalnya Izin Bangunan. Melalui izin ini larangan membangun bagi pemohon ditiadakan, sejauh menyangkut bangunan yang diuraikan dengan jelas dalam permohonan. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundang-undangan.28

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengaturan izin yang dibuat oleh pemerintah agar pemerintah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan dapat melakukan pengawasan demi terwujudnya ketertiban masyarakat, dan tatanan penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri.

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan satu bentuk izin yang dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah di mana permohonan Izin Mendirikan Bangunan tersebut dimohonkan. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah suatu izin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan kewenangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dimohonkan oleh masyarakat dengan kewajiban memenuhi syarat-syarat permohonan Izin Mendirikan Bangunan. Jika syarat-syarat tersebut tidak lengkap maka pemerintah daerah tidak dapat memberikan atau mengeluarkan izin tersebut. Dengan perkataan lain Izin Mendirikan Bangunan baru diperoleh oleh pemohon, jika pemohon telah memenuhi syarat-syarat yang berlaku berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

28

(46)

d. Good Governance (tata pemerintahan yang baik)

Good governance menunjuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi

semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Governance menekankan pada pelaksanaan fungsi governing secara bersama-sama oleh pemerintah dan institusi-institusi lain, yaitu LSM, perusahaan swasta maupun warga negara. Bahkan istitusi non pemerintah ini dapat saja memegang peran dominan dalam governance tersebut, atau bahkan lebih dari itu pemerintah tidak mengambil peran apapun “governance withbout government”.29

Dari uraian di atas dapat dikatakan good governance adalah penyelenggaraan negara yang melibatkan unsur lembaga swadaya masyarakat (LSM), swasta dan masyarakat, di mana dalam mengambil suatu kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan demi kepentingan masyarakat tidak semata-mata berada ditangan pemerintah tetapi adanya partisipasi aktif dari LSM, swasta dan masyarakat tersebut.

Menurut UNDP (United Nation Development Program), good governance memiliki delapan prinsip:30

1. Partisipasi 2. Transparansi 3. Akuntabel

4. Efektif dan efisien 5. Kepastian hukum

29

Samodra Wibawa, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Kumpulan Tulisan, (Yogyakarta; Gadjah Mada University Press, 2006), h.77

30

(47)

6. Responsif 7. Konsensus

8. Setara dan inklusif

Menurut USAID (United States Agency International Development), good governance memiliki 5 (lima) prinsip:31

1. Efektivitas 2. Keadilan 3. Partisipasi 4. Akuntabilitas 5. Transparansi

Dengan adanya perkembangan good governance, prinsip-prinsip good governance juga mengalami perkembangan:32

1. Partisipasi

2. Penegakan hukum 3. Transparansi 4. Kesetaraan 5. Daya tanggap 6. Wawasan kedepan 7. Akuntabilitas 8. Pengawasan publik

31

Local Governance Support Program (LGSP), Pedoman Teknis; Local Governance Assesment (Jakarta; LGSP, 2006), h. 5

32

(48)

9. Efektivitas dan efisiensi 10.Profesionalisme

G. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian yaitu: Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Dalam Rangka Mewujudkan Good Governance (Studi di Kota Medan), maka lokasi penelitian dilakukan di Kota Medan. Pemilihan lokasi ini didasarkan kepada keberadaan Kota Medan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara yang memiliki laju perkembangan pembangunan yang pesat terutama pembangunan bidang fisik (bangunan).

2. Spesifikasi Penelitian

Yang dimaksud dengan spesifikasi dalam penelitian ini adalah jenis, sifat dan pendekatan penelitian yang digunakan.

a. Jenis Penelitian

(49)

Pelayanan Minimal, Peraturan Daerah Pemerintah Kota Medan Nomor 9 Tahun 2002 tentang Izin Mendirikan Bangunan, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Dengan harapan prosedur pengurusan IMB sesuai dengan kualitas pelayanan publik dalam rangka terwujudnya good governance.

b. Sifat Penelitian

Penelitian tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan Dalam Rangka Mewujudkan Good Governance (Studi di Kota Medan), maka sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis . Bersifat deskriptif analisis karena akan menggambarkan dan menerangkan permasalahan hukum yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan publik, kemudian akan dianalisis secara cermat apa saja yang menjadi dampak atau akibat yang timbul dari kualitas pelayanan publik mengenai pengurusan IMB dalam mewujudkan good governance.

Penelitian hukum normatif (yuridis normatif) menurut Soerjono Soekanto terdiri dari:33

33

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, (Jakarta; Universitas Indonesia (UI-Press), 1986), h.51

(50)

normatif yang terdiri dari:34

c. Pendekatan Penelitian

inventarisasi hukum positif, menemukan asas hukum dan doktrin hukum, menemukan hukum untuk suatu perkara inconcrito, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf singkronisasi, penelitian perbandingan hukum dan penelitian sejarah hukum.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat yuridis sosiologis yaitu hukum normatif yang terdapat pada PP No. 65 Tahun 2005, Perda Pemerintah Kota Medan No. 9 Tahun 2002 dan Kemenpan No. 63 Tahun 2003, diterapkan dalam peningkatan kualitas pelayanan publik mengenai pengurusan IMB dalam rangka mewujudan good governance dan upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik tersebut.

3. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari penelitian lapangan, yang diperoleh melalui obserpasi, hasil jawaban kuesioner dan wawancara di 6 (enam) kecamatan di Pemerintah Kota Medan. Kriteria memilih 6 kecamatan tersebut, karena tingkat pembangunan (bangunan fisik) di ke enam kecamatan tersebut cukup tinggi, di samping itu untuk membandingkan kecamatan di kawasan perkotaan dan kecamatan yang jauh dari kawasan perkotaan, ke enam kecamatan tersebut:

34

(51)

a. Kecamatan Medan Maimun b. Kecamatan Medan Petisah c. Kecamatan Medan Kota d. Kecamatan Medan Perjuangan e. Kecamatan Medan Area f. Kecamatan Medan Amplas

Di mana masyarakat kecamatan tersebut sebagai responden berjumlah 10 orang setiap kecamatan dari ke enam kecamatan tersebut. Dengan purposif sampling, yaitu dipilih masyarakat kecamatan yang bersedia dijadikan responden di dalam penelitian ini, sehingga jumlah responden keseluruhan dalam penelitian ini 60 orang (60 n).

Di samping itu juga diambil sebagai narasumber atau informan dalam penelitian ini adalah:

a. Kepala Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan b. Kabag. Tata Bangunan Kota Medan

c. Camat dari ke enam (6) kecamatan tersebut di atas d. Tokoh masyarakat

(52)

Tahun 2004 dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Di samping itu data sekunder berupa buku-buku refrensi, hasil-hasil penelitian, majalah, artikel, jurnal dan lain-lain.

4. Alat Pengumpulan Data

Adapun alat yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian ini adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) dan wawancara. Penggunaan teknik kuesioner untuk memperoleh data dari responden. Untuk memperoleh data yang diinginkan dibuat daftar pertanyaan dan kemudian diserahkan/dikirim kepada responden untuk mempelajari sekaligus dijawab oleh responden. Bentuk kuesioner yang dibuat adalah dalam bentuk terbuka dan tertutup dengan tujuan agar pencakupannya tidak kaku dan dapat menampung keinginan dari responden yang tidak tercantum dalam kuesioner.

Kegiatan wawancara dilakukan terhadap narasumber atau informan untuk mengetahui lebih mendalam dan rinci tentang hal-hal yang tidak mungkin dapat dijelaskan responden dalam kuesioner, sehingga dengan adanya wawancara diharapkan dapat diperoleh data yang lebih luas dan akurat tentang masalah yang diteliti.

5. Analisis Data

(53)

Setelah proses pengeditan data selesai dilaksanakan, maka proses selanjutnya pengolahan data yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Untuk data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner, maka akan dikelompokkan atau diklasifikasikan sesuai dengan kelompok atau unit analisis yang telah ditentukan.

b. Untuk data yang diperoleh dari hasil wawancara dilakukan penyederhanaan, yaitu dengan cara mengklasifikasikan hasil wawancara ke dalam kelompok-kelompok tertentu sesuai dengan unit analisis variabel penelitian yang telah ditetapkan, cross chek kebenaran data yang diperoleh dari responden.

c. Dalam melakukan penafsiran data dilakukan penyilangan-penyilangan antara unit analisis yang satu dengan unit analisis yang lain, apakah data tersebut saling mendukung atau saling bertentangan dan ditarik kesimpulan.

(54)

BAB II

PENGATURAN PELAYANAN PUBLIK,

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

DAN GOOD GOVERNANCE

A. Pelayanan Publik

Salah satu tugas pokok pemerintah yang terpenting adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Oleh karena itu, organisasi pemerintah sering pula disebut sebagai “Pelayan Masyarakat” (Publik Servant). Dalam kenyataannya, belum semua aparat pemerintah menyadari arti pentingnya pelayanan. Muncul ungkapan “kalau dapat dipersulit, mengapa dipermudah?”, yang beredar dikalangan aparatur pemerintah menunjukkan bahwa mereka umumnya sadar mengenai posisinya sebagai pelayan masyarakat dan juga filosofi pelayanan itu sendiri. Ada beberapa alasan mengapa perhatian pemerintah terhadap arti pentingnya manajemen pelayanan umum masih relatif terbatas. Alasan tersebut antara lain:35

1. Instansi pemerintah pada umumnya menyelenggarakan kegiatan yang bersifat monopoli sehingga tidak terdapat iklim kompetisi di dalamnya. Padahal tanpa kompetisi tidak akan tercipta efisiensi dari peningkatan kualitas.

2. Dalam menjalankan kegiatannya, aparatur pemerintah lebih mengandalkan kewenangan daripada kekuatan pasar ataupun kebutuhan konsumen.

35

Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah, (Jakarta; Fokus Media, 2003), h.41

(55)

3. Belum atau tidak diadakan akuntabilitas terhadap kegiatan suatu instansi pemerintah, baik akuntabilitas vertikal ke bawah, ke samping maupun ke atas. Hal ini disebabkan karena belum adanya tolok ukur kinerja setiap instansi pemerintah yang dibakukan secara nasional berdasarkan standar yang dapat diterima secara umum.

4. Dalam aktivitasnya, aparat pemerintah seringkali terjebak pada pandangan “etic”, yakni mengutamakan pandangan dan keinginan mereka sendiri (birokrasi), daripada pandangan “emic”, yakni pandangan dari mereka yang menerima jasa layanan pemerintah.

5. Kesadaran anggota masyarakat akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara maupun sebagai konsumen masih relatif rendah, sehingga mereka cenderung menerima bagitu saja layanan yang diberikan oleh instansi pemerintah. Terlebih lagi apabila layanan yang diberikan bersifat cuma-cuma. 6. Penyelenggaraan pemerintah yang tidak demokratis dan cenderung refresif

seperti selama ini dipraktikkan, selalu berupaya menekan adanya kontrol sosial dari masyarakat.

1. Pengertian Pelayanan Publik

(56)

administration lebih menunjukkan sistem (struktur) dan proses ketimbang substansi

kebutuhan manusia dan publik, sedangkan konsep service (servis), sebaliknya. Di samping itu layanan sebagai output pelayanan mengandung dua arti: sebagai jasa (komoditi dalam arti luas) dan sebagai seni (cara). Komoditi dalam arti luas meliputi komoditi yang dijual (layanan publik dengan tarif semurah mungkin dan dapat diprivatisasikan) maupun yang tidak dijual-beli (layanan civil, layanan non price).36

Menurut Kotler, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Samparan berpendapat, pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.

37

Istilah publik berasal dari bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi bahasa Indonesia Baku menjadi publik berarti umum, orang banyak, ramai. Jadi pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada satu produk secara fisik.38

36

Taliziduhu Ndraha, Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan, (Jakarta; Rineka Cipta, 2005), H.68

37

Sampara Lukman, Manajemen Kualitas Pelayanan, (Jakarta; STIA LAN Press, 2000), h.8 38

(57)

Menurut Sadu Wasistiono, pelayanan publik (pelayanan umum) adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat-dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat. Pelayanan umum kepada masyarakat dapat diberikan secara cuma-cuma ataupun disertai dengan pembayaran. Pemberian pelayanan umum yang diberikan cuma-cuma sebenarnya merupakan konpensasi dari pajak yang telah dibayar oleh masyarakat itu sendiri. Sedangkan pemberian pelayanan umum yang disertai dengan penarikan bayaran, penentuan tarifnya didasarkan pada harga pasar ataupun didasarkan menurut harga yang paling terjangkau.39

Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

40

2. Jenis-Jenis Pelayanan Publik

Pengelompokan jenis pelayanan umum pada dasarnya dilakukan dengan melihat jenis jasa yang dihasilkan oleh suatu institusi. Jasa itu sendiri menurut Kolter41

39

Sadu Wasistiono, Op. Cit., h.43

adalah setiap tindakan ataupun perbuatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat tidak berwujud fisik (intangible)

40

Lihat Lampiran Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, tanggal 10 Juli 2003 tantang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Pubilik

41

(58)

dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produksi jasa dapat berhubungan dengan produk fisik maupun tidak.

Berdasarkan definisi jasa sebagaimana dikemukakan di atas, Tjiptono menyimpulkan pendapat berbagai ahli mengenai jenis-jenis jasa sebagai berikut:42 a. Dilihat dari pangsa pasarnya, dibedakan antara:

1. jasa kepada konsumen akhir

2. jasa kepada konsumen organisasional

b. Dilihat dari tingkat keberwujudannya (tangiblility) dibedakan antara: 1. jasa barang sewaan (rented goods service)

2. jasa barang milik konsumen (owned goods service) 3. jasa untuk bukan barang (non goods service)

c. Dilihat dari keterampilan penyedia jasa, dibedakan antara: 1. pelayanan profesional (professional service)

2. pelayanan non profesional (non professional service) d. Dilihat dari tujuan organisasi, dibedakan menjadi:

1. pelayanan komersial (commercial or profit service) 2. pelayanan nirlaba (non profit service)

e. Dilihat dari pengaturannya, dibedakan menjadi: 1. pelayanan yang diatur (regulated service)

2. pelayanan yang tidak diatur (nonregulated service) f. Dilihat dari tingkat intensitas karyawan, dibedakan menjadi:

1. pelayanan yang berbasis pada alat (equipment based service) 2. pelayanan yang berbasis pada orang (people based service)

g. Dilihat dari tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan, dibedakan menjadi antara:

1. pelayanan dengan kontak tinggi (high contact service) 2. Pelayanan dengan kontak rendah (low contact service)

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 06 /1995 tentang Pedoman Penganugerahan Piala Abdisatyabhakti Bagi Unit Kerja/Kantor Pelayanan Percontohan, diatur mengenai kriteria pelayanan masyarakat yang baik yaitu:

42

(59)

a. Kesederhanaan

Kriteria ini mengandung arti bahwa prosedur atau tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tetap, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan. b. Kejelasan dan kepastian

Kriteria ini mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai: 1. Prosedur atau tata cara pelayanan

2. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun persyaratan administratif.

3. Unit kerja dan atau pejabat yang berwarna dan bertanggungjawab dalam pemberian pelayanan.

4. Besarnya rincian biaya atau tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya. 5. Jangka waktu penyelesaian pelayanan.

c. Keamanan

Mengandung arti bahwa proses serta hasil pelayanan dapat memberi rasa aman, kenyamanan dan dapat pula memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. d. Keterbukaan

(60)

e. Efisien

Mengandung arti bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan yang tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang diberikan. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dalam hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari unit kerja instansi pemerintah lain yang terkait.

f. Ekonomis

Mengandung arti bahwa besarnya tarif yang dikenakan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan: nilai barang atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi di luar kewajaran, kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar dan mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

g. Keadilan yang merata

Kriteria ini mengandung arti bahwa cakupan atau jangkauan pelayanan harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diberlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan perkataan lain semua masyarakat mendapat perlakuan yang sama, memiliki kewajiban dan hak yang sama dalam pelayanan tersebut.

h. Ketepatan waktu

(61)

3. Pelayanan Publik Di Era Reformasi

Isu global saat ini adalah good governance (tata pemerintahan yang baik) yang digulirkan oleh negara-negara maju kepada negara-negara yang sedang berkembang. Indonesia salah satu negara berkembang, di mana Indonesia berbentuk Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi. Dengan perkataan lain Negara Indonesia terdiri dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah (adanya desentralisasi). Salah satu ciri terwujudnya good governance adalah pelayanan publik yang prima.

Di era reformasi muncul keinginan-keinginan dari masyarakat agar sistem penyelenggaraan pemerintahan kearah good governance, yang ditandai dengan peningkatan kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh unit-unit kerja atau instansi pemerintah. Mayarakat berharap mendapat pelayanan yang prima atau pelayanan yang baik.

Saat ini telah banyak tergantung “kotak saran” di pintu berbagai instansi pelayanan, tetapi tidak jelas apakah masyarakat telah memanfaatkannya, yang jelas adalah bahwa kualitas pelayanan administrasi sejauh ini masih selalu dikeluhkan, seperti terlihat dalam banyak surat pembaca di Koran-koran.43

Kondisi pelayanan publik di Indonesia masih diwarnai oleh prosedur yang berbelit-belit, akses yang sulit, biaya yang tidak transparan, waktu penyelesaian tidak jelas dan banyaknya praktek pungutan liar dan suap. Dengan otonomi, sudah

43

(62)

seharusnya pemerintah daerah lebih memperhatikan kualitas pelayanan publiknya. Bagi daerah yang sudah melaksanakan peraktek-praktek tata kelola pemerintahan yang baik, pelayanan publik merupakan salah satu fokus perhatian pemerintah daerah.44

Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD 1945: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang”.

Dari ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 tersebut di atas, menunjukkan bahwa pemerintahan Indonesia terdiri atas pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 ini juga Pemerintah memberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Penjelasan Umum bagian I Dasar Pemikiran huruf a UU No. 32 Tahun 2004:

“Pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras” .

Lebih lanjut dalam penjelasan umum huruf b UU No. 32 Tahun 2004 dinyatakan:

“Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan

44

(63)

pemerintahan diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat”.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa salah satu tujuan dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah peningkatan pelayanan bagi masyarakat, baik pelayanan administrasi, barang maupun jasa secara adil dan selaras. Dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah, dalam hal ini unit-unit kerja pada instansi pemerintah maupun pemerintah daerah.

Berdasarkan keputusan Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Maksud pedoman ini adalah sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik dalam pengaturan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan publik sesuai dengan kewenangannya.

(64)

kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Secara umum sistem pelayanan perizinan dan non perizinan terdiri dari empat sistem:45

a. Pelayanan Unit Instansi Teknis

Merupakan sistem layanan yang paling konsensional, di mana tidak ada keuntungan yang didapat oleh masyarakat bila pemerintah daerah menerapkan sistem ini.

b. Pelayanan Satu Atap

Merupakan layanan yang menyatukan berbagai unit teknis dalam satu atap dan satu gedung. Masing-masing unit teknis memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan wewenangan dan tanggungjawabnya. Tidak ada keterkaitan dan koordinasi antara unit teknis satu dengan unit teknis lainnya. c. Pelayanan Satu Pintu

Merupakan sistem pelayanan di mana masyarakat hanya dilayani dan hanya berhubungan dengan customer service, tidak berhubungan dengan yang memproses perijinan (back office). Pada palayanan satu pintu umumnya proses perijinan dan non prijinan transparan dalam hal prosedur, waktu penyelesaian, biaya dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.

d. Pelayanan Satu Pintu dan Satu Atap (one stop service; OSS)

Merupakan sistem yang paling ideal dengan banyak kelebihan. Melalui satu pintu dan satu atap, seperti halnya pada pelayanan satu pintu, proses perijinan dan

45

(65)

nonperijinan melaui sistem ini transparan dalam hal prosedur, waktu penyelesaian, biaya dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Dalam Kepmenpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, mengacu kepada penyelenggaraan pelayanan publik Satu Pintu. Hal-hal yang pokok diatur dalam Kepmenpan tersebut dalam pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik yaitu:

a. Asas Pelayanan Publik

Asas pelayanan publik meliputi:

1. Transparansi; bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. 2. Akuntabilitas; dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

3. Kondisional; sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas

4. Partisipatif; mendorong peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengam memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan hak; tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

6. Keseimbangan hak dan kewajiban; pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

(66)

b. Kelompok Pelayanan Publik

1. Kelompok Pelayanan Administratif

Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah, dan sebagainya.

2. Kelompok Pelayanan Barang

Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai ben

Gambar

Tabel 1 : Sungai yang terdapat di Kota Medan
Tabel di atas menerangkan bahwa dari responden yang berjumlah 60 orang,
Tabel di atas menerangkan bahwa dari 60 responden yang ada, 83% tidak
Tabel 5: Tanggapan Responden Tentang Biaya Retribusi IMB Dengan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penetapan Status Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dalam rangka Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan

Ciri konsep diri positif adalah yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam mengatasi masalah, merasa sejajar dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, sadar bahwa

a) Authoritatif (Memandirikan): orang tua yang authoritatif memberikan arahan yang kuat pada seluruh aktivitas anak, namun tetap memberikan wilayah yang bebas

 Perbanyak asupan cairan yang masuk kedalam tubuh >> Selain perbanyak makanan yang mengandung serat, menjaga tubuh tetap terhidrasi merupakan cara lain

Suzuki Indomobil Motor

Kerajaan telah mengumumkan beberapa langkah bagi memastikan keadaan ekonomi mampu berada dalam kelompok Negara kuat dan mampu bertahan walaupun dalam keadaan ekonomi

Lebih luas kawasan sentuhan lebih tenaga yang diberikan menyebabkan berlakunya mampatan yang tinggi antara mata pemotong dan benda kerja dan mengakibatkan ubah